Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

RESUME
GERAKAN, KERJASAMA, DAN
INSTRUMEN INTERNASIONAL,
PENCEGAHAN KORUPSI
(Chapter 11)
Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah
Korupsi dan Anti Korupsi
Dosen Pengampu : Dr. Ratna Wati, SE., MM
.

Oleh :

Nama Mahasiswa : Arief Nurul Firdaus


NPM : CA221220064

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


INSTITUT ILMU SOSIAL DAN MANAJEMEN
STIAMI
2022
RESUME BAHAN AJAR

Dosen : Dr.. RATNA WATI, S.E.,M.M


Judul : GERAKAN, KERJASAMA, DAN
INSTRUMEN INTERNASIONAL
PENCEGAHAN KORUPSI
File Materi : /0423017603-30800-221213120223.pdf
Tanggal Unggah : 2022-12-13 12:02:23
Tanggal Publish : 2022-12-13
Tanggal Expired : 2022-12-20
Pengunggah : Dosen Pengampu

GERAKAN, KERJASAMA, DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI

A. GERAKAN DAN KERJASAMA UNTUK PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN


KORUPSI

Gerakan antikorupsi oleh lembaga-lembaga negara merupakan cerminan tanggungjawab


untuk memberantas korupsi dalam birokrasi pemerintahan. Sedangkan gerakan antikorupsi
oleh masyarakat menunjukkan kesadaran untuk memilih peran sesuai dengan bidang dan
kompetensinya masing- masing yang ditujukan untuk mempengaruhi penguatan perilaku
antikorupsi atau integritas dalam sebuah lingkungan tertentu. Pada umumnya gerakan
antikorupsi dilakukan berbasis kemitraan/kerjasama baik sesama pihak maupun lintas
sektoral, karena dengan kerjasama akan lebih efektif dan lebih luas manfaatnya.

1. Sektor Publik/Pemerintah

Salah satu pencanangan gerakan antikorupsi yaitu Gerakan Nasional Revolusi


Mental. Instruksi Presiden No. 12 tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi
Mental (GNRM) dikeluarkan dalam rangka memperbaiki dan membangun karakter
bangsa Indonesia. dengan mengacu pada nilai-nilai integritas, etos kerja, dan
gotong royong untuk membangun budaya bangsa yang bermartabat, modern, maju,
makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila. Untuk itu dalam Instruksi ini
diperintahkan kepada segenap Menteri dan Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung,
Panglima TNI, Kepala Kepolisian, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian,
Segenap Kepala Sekretariat Lembaga Negara, Gubernur, dan Bupati/Walikota
untuk mengambil langkah- langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan
kewenangan masing-masing untuk melaksanakan GNRM.
Gerakan lain yang menjadi fokus instruksi Presiden ini adalah Gerakan Indonesia
Tertib (instruksi Presiden No. 12 tahun 2016: 2016) yang kewenangannya diberikan
kepada Menteri dinator Bidang Politik. ukum, yang bertanggung atas terwujudnya
perilaku masyarakat Indonesia yang tertib. Program Gerakan Indonesia Tertib,
difokuskan kepada: a) peningkatan perilaku tertib penggunaan ruang publik b)
peningkatan perilaku tertib pengelolaan pengaduan;

c) peningkatan perilaku tertib administrasi kependudukan; d) peningkatan perilaku


tertib berlalu lintas; e) peningkatan perilaku antri; f) peningkatan sinergi penyediaan
sarana dan prasarana penunjang perilaku tertib, g) peningkatan penegakan hukum
perilaku tertib; dan h) menumbuhkan lingkungan keluarga, satuan pendidikan,
satuan kerja, dan komunitas yang ramah dan bebas kekerasan Secara khusus,
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan diberi
wewenang untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian
pelaksanaan GNRM. Lembaga ini juga diberi wewenang untuk menyusun dan
menetapkan Peta Jalan (Road-Map) dan pedoman Gerakan serta membentuk dan
menetapkan Gugus Tugas Nasional GNRM yang anggotanya berasal dari unsur
kementerian/lembaga, tenaga ahli, tokoh masyarakat, dunia usaha, organisasi
profesi, dan akademisi. Peta jalan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI No. 3 Tahun 2017
tentang Peta Jalan Gerakan Nasional Revolusi Mental 2017-2019 dimaksudkan
sebagai acuan dalam pelaksanaan GNRM bagi penyelenggara negara, dunia
usaha, dunia pendidikan dan masyarakat dan dibuat dengan tujuan agar gerakan
ini dapat dilakukan secara masif dan konsisten sehingga sasaran GNRM dapat
tercapai secara terpadu, efektif, efisien, dan akuntabel.

KPK melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi yang terintegrasi


dengan bidang penindakan. Sedangkan dalam pencegahan korupsi sektor publik
itu sendiri, KPK melibatkan baik sektor pemerintah maupun swasta. Sebagai contoh
pada sektor kesehatan telah dan terus dilaksanakan perbaikan sistem tatakelola
secara komprehensif dan terpadu oleh pihak-pihak berkepentingan antara lain
LKPP dan Kementerian Kesehatan (berupa menerbitkan aturan- aturan baru,
perbaikan dan sinkronisasi aturan yang saling bertentangan, penyusunan Rencana
Strategis (Renstra) serta Rencana Kerja Operasional (Renop), melaksanakan
pengadaan barang melalui e-catalogue, sistem monitoring dan evaluasi dan
sebagainya). Kerjasama ini diharapkan efektif dalam mencegah tindak pidana
korupsi dan memperbaiki pelayanan publik di bidang kesehatan yang selama ini
sering dikeluhkan oleh masyarakat.
2. Sektor Swasta dan BUMN
Salah satu aksi kolaboratif diinisiasi oleh KPK sejak tahun 2016 yaitu Gerakan
Pembangunan Integritas Bisnis. Gerakan ini merupakan kolaborasi multisektoral
yang melibatkan Ditjen Bea Cukai, Ombudsman Republik Indonesia, Kementerian
Kesehatan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, SKK Migas,
Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Transparansi
Internasional Indonesia, Indonesia Corruption Watch, serta asosiasi pengusaha.
Program yang diusung adalah Profesional Berintegritas (PROFIT), yang bertujuan
mengajak para pemangku kepentingan yaitu pelaku bisnis, instansi pemerintah,
aparat penegak hukum dan perwakilan masyarakat untuk bersinergi meningkatkan
integritas. di kalangan pengusaha. PROFIT memberikan pedoman program
pembangunan bisnis berintegritas dengan cara; (1) membangun agen antikorupsi,
(2) membangun kebijakan antikorupsi, dan (3) komit membangun aksi kolaborasi
memberantas korupsi bagi pelaku bisnis, regulator dan penegak hukum. Selain itu
PROFIT mendorong 9 Inisiatif Antikorupsi yaitu identifikasi resiko terjadinya korupsi,
kode etik, internalisasi nilai antikorupsi, kepemimpinan, pelaporan yang
akuntabel/transparan, sistem kepatuhan, Corporate Social Responsibility,
mekanisme whistle- blowing serta kebijakan konflik kepentingan.

3. Gerakan dan Kerjasama Masyarakat


Saat ini semakin banyak gerakan antikorupsi yang lahir dari masyarakat sipil (civil
society), yang mana dalam aksi-aksinya juga melibatkan kerjasama dengan pihak
lain. Umumnya bidang- bidang pencegahan menjadi fokus gerakan dan kerjasama
antikorupsi tersebut diantaranya pembangunan karakter integritas, perbaikan
sistem, pendidikan/pelatihan antikorupsi, partisipasi publik dan penguatan
tatakelola.

B. INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI


▪ Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Undang-undang ini lahir segera setelah jatuhnya rezim orde baru dan dikeluarkan
dengan pertimbangan bahwa praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme dapat merusak
sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta
membahayakan eksistensi negara. Dalam undang-undang ini, yang dimaksud dengan
Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif,
legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan
dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

• Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi jo. Undang- Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU
Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam
kedua undang-undang ini diatur beberapa jenis tindak pidana (delik) korupsi
beserta sanksi yang dapat diberikan kepada pelakunya.

• Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi

Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi
belum dapat dilaksanakan secaraoptimal dan lembaga yang ada pada saat itu yang
berwenang menangani tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan
efisien, oleh karena itu dibutuhkan lembaga independen, yang saat bekerja tidak
dapat dipengaruhi oleh kekuasaan manapun.

• Undang-Undang No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

Dinyatakan dalam Undang-Undang No. 46 Tahun 2009 bahwa Pengadilan Tindak


Pidana Korupsi merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan
Peradilan Umum. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan di setiap
ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan
negeri yang bersangkutan. Pengadilan ini merupakan satu- satunya pengadilan
yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana
korupsi. Pengadilan ini juga berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana
pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau
tindak pidana yang secara tegas dalam undang undang lain ditentukan sebagai
tindak pidana korupsi.

• Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan


Tindak Pidana Pencucian Uang

Salah satu cara koruptor menyembunyikan uang hasil korupsinya adalah dengan
cara melakukan pencucian uang (money-laudering) Untuk itu Pemerintah telah
mengeluarkan undang-undang untuk memberantas tindak pidana ini.

• Undang-Undang No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations


Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Antikorupsi, 2003)

Sebagian isi undang-undang ini telah dibahas dalam bab lain. Silahkan dibuka
dalam bab yang mebahas tentang gerakan, kerjasama dan instrumen internasional
pencegahan korupsi.

• Undang-Undang No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang-Undang ini dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa negara berkewajiban


melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan
dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu undang-undang.
ini dikeluarkan sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga
negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi
dalam penyelenggaraan pelayanan publik serta sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas
umum pemerintahan dan korporasi (good governance and good corporate
governance) yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara
dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.

• Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai profesi, saat melaksanakan tugasnya harus
didasari pada prinsip-prinsip tertentu diantaranya nilai-nilai dasar tertentu, kode etik
dan kode perilaku, komitmen, serta integritas moral yang tinggi. Selain itu, seorang
ASN, pertu memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas serta kualifikasi
akademiknya saat bertugas sehingga ia dapat dengan baik melaksanakan tugas
sesuai dengan profesi dan jabatannya.

• Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik


Pertimbangan mengeluarkan undang-undang ini ditulis dalam konsideran yang
menyatakan: a) bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi
pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting
bagi ketahanan nasional; b) bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak
asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting
negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan
penyelenggaraan negara yang baik; c) bahwa keterbukaan informasi publik
merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap
penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang
berakibat pada kepentingan publik d) bahwa pengelolaan informasi publik
merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.

• Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers

Dalam konsiderans UU Pers dinyatakan bahwa kemerdekaan pers merupakan


salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk
menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
demokratis Selanjutnya dinyatakan pula dalam konsiderans UU Pers bahwa
kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak
memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang
diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan
umum, danmencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh sebab itu pers nasional sebagai
wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus
dapat melaksanakan asas, fungsi, hak kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-
baiknya. Berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional Pers harus mendapat
jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan
dari manapun.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara
Pidana Undang-Undang No. 8 tahun 1981 adalah undang-undang yang mengatur
bekerjanya sistem peradilan pidana (criminal justice system) di Indonesia. Selama
tidak diatur secara khusus dan berbeda dalam undang-undang lain, maka undang-
undang ini berlaku sebagai undang-undang payung. Dalam memeriksa kasus
korupsi, aparat hukum baik di lembaga kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan
tunduk pada aturan dalam undang undang ini.

• Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah induk dari segala peraturan hukum
pidana yang ada di Indonesia. KUHP berisikan asas-asas umum dalam hukum
pidana dan asas asas pemidanaan (general principles of criminal law). Korupsi
adalah salah satu bentuk tindak pidana, oleh sebab itu sepanjang tidak diatur
secara khusus dan berbeda dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana
korupsi, maka asas-asas dalam KUHP ini dapat diberlakukan terhadap mereka
yang melakukan tindak pidana korupsi.

• Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Untuk mengikutsertakan dan meningkatkan peran masyarakat dalam pencegahan


dan pemberantasan korupsi, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No. 71 Tahun 2000. Setiap orang. Organisasi Masyarakat, atau
Lembaga Swadaya Masyarakat berhak mencari, memperoleh dan memberikan
informasi tentang adanya dugaan atau telah terjadi tindak pidana korupsi serta
menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak hukum dan/atau KPK
mengenai perkara korupsi. Penyampaian informasi, saran, dan pendapat yang
diberikan oleh masyarakat harus dilakukan secara bertanggungjawab sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku, norma agama,
kesusilaan, dan kesopanan.

• Perma nomor 13 tahun 2016 tentang tata cara penanganan perkara tindak pidana oleh
Korporasi

Dengan adanya Perma nomor 13 tahun 2016 aparat penegak hukum dapat
menjerat Korporasi, dikarenakan selama ini korporasi adakalanya melakukan
tindakan-tindakan pidana yang dapat mendorong adanya kerugian terhadap
Negara maupun bangsa serta adakalanya juga korporasi menjadi tempat sebagai
pencucian uang dari adanya tindak pidana dan tidak ada dalih lagi untuk tidak dapat
menjerat korporasi dikarenakan hukum acara yang belum jelas diatur ataupun
hukum materilnya dan ini merupakan hal baik dalam upaya pemberantasan korupsi
di Indonesia.

C. LEMBAGA PENCEGAHAN KORUPSI

Selain peraturan perundang-undangan yang telah dipaparkan di atas, berikut


beberapa lembaga atau instansi yang merupakan instrumen yang dibuat dalam
upaya mencegah dan memberantas korupsi dan perilaku koruptif.
• Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
• Komisi Yudisial
• Ombusdman Republik Indonesia
• Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
• Lembaga Pengawas Perbankan
• Komisi Penyiaran Indonesia
• Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum

Anda mungkin juga menyukai