Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TIPIKOR

PERBANDINGAN CARA PEMBERANTASAN KORUPSI DI


BERBAGAI NEGARA

KATA PENGANTAR
                                                                                         
Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin... puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, yamg
telah membentangkan jalan keselamatan buat insan dan menerangi mereka dengan pelita
yang terang benderang. Shalawat dan Salam atas Nabi Muhammad SAW yang membawa
petunjuk buat kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Demikian pula, ucapan
keselamatan atas keluarga, sahabat dan pengikut beliau sampai hari kiamat.
Alhamdulillah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan , kami menyadari bahwa makalah ini
masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh karna itu kami sangat berterima kasih apabila ada
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

1. Latar Belakang
            Di dalam hiruk-pikuk masyarakat dunia termasuk di Indonesia, dewasa ini terjadi
tindak criminal yang sudah membudaya dan sangat kronis.
            Hasil survey (2004) Political and Economic Risk Consultancy Ltd. (PERC)
menyatakan bahwa korupsi di Indonesia menduduki skor 9,25 di atas India (8,90), Vietnam
(8,67), dan Thailand (7,33). Artinya, Indonesia masih menjadi negara terkorup di Asia.
Apabila banyak upaya baik tingkat legislative, yudikatif, maupun eksekutif untuk
memberantas korupsi, maka timbul pertanyaan apakah korupsi telah membudaya?
Mampukah Sistem Pendidikan Nasional dijadikan strategi pemberantasan korupsi di
Indonesia?
            Merujuk pada permasalahan tersebut dan fenomena yang berkembang selama ini,
maka kajian ini dipikir penting untuk mendeskripsikan dan dijadikan salah satu strategi
pemberantasan korupsi di Indonesia dan di berbagai dunia lainnya
2. Rumusan Masalah
a.      Bagaimana mengatasi korupsi di lingkungan Negara maupun masyarakat?
b.      Apa dampak korupsi di masyarakat?
c.       Apa penyebab korupsi?

3. Tujuan
      Salah satu upaya untuk menghilangkan budaya korupsi
      Menyadarkan masyarakat
      Mendidik generasi muda agar tidak melakukan tindak pidana korupsi sehingga dapat
memajukan bangsa dan negara
BAB II
Pembahasan

A.    PERBANDINGAN CARA PEMBERANTASAN KORUPSI DI BERBAGAI NEGARA

1.      PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

            Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu Orde
Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi

a. Orde Lama
            Dasar hukum: KUHP (awal) UU 24 tahun 1960
            Antara 1951-1956 isu korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti Indonesi Raya
yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi[1] Ruslan
Abdulgani menyebabkan Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah
peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM
Ali Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh polisi
militer. Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada
Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus
tersebut mantan menteri penerangan cabinet Burhanuddin Harahap (cabinet sebelumnya),
Syamsudin Sutan Makmur, dan direktur percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil
ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena
dianggap sebagai musuh Soekarno. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing
di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia.
Upaya Jenderal A.H. Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-
perusahaan hasil nasionalisasi di bawah penguasa darurat militer justru melahirkan korupsi
ditubuh TNI.
           

[1] Lihat tulisan Nur Rachmat Yuliantoro tentang “Korupsi dengan Karakteristik
Jenderal nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun
kurang berhasil. Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam
kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. parman, M.T. Haryono, dan Sutoyo
dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti
oleh Letkol Pranoto, kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh Mayjen
Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di bandung. Kasus ini
membuat D.I. Panjaitan menolak pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad.

b. Orde Baru
            Pemberantasan korupsi pada orde baru tidak jauh beda pada masa orde lama. Korupsi
orde baru dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.

c. Era Reformasi
            Dasar hukum: UU 31 tahun 1991, UU 20 tahun 2001
            Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi:
      Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
      Komisi Pemberantasan Korupsi
      Kepolisian
      Kejaksaan
      BPKP
      Lembaga non-pemerintah: media massa, organisasi massa (mis: ICW)

         Model Upaya Pemberantasan Korupsi


            Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan
terbentuk sebagai hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah
terbentuknya pemerintahan yang kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap
pengambilan berbagai macam kebijakan pemberantasan tindak KKN sebagai Common
Enemy, sama dengan apa yang diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini dengan selalu
melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap pemerintahan. Dalam menentukan
langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah:
      Mengerahkan seluruh stakeholder dalama merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator
terhadap makna KKN
      Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan
KKN sebagai paying hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi efek
jera, pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi, dsb.
      Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksnakan
penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan
hukum yang telah ditentukan dan tegas.
      Melaksanakan evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat
mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan
fungsional lebih independent.
Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu pemerintahan yang bersih dan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah dengan
komitmen dan integritas terutama dimulai dari kepemimpinan dalam pemerintahan sehingga
apabila belum tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah
yang telah ditentukan dimana kkelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.

         Strategi Pemberantasan Korupsi melalui Pendekatan Pendidikan


Proses pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika
korupsi merupakan suatu gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah
tanggung jawab moral pendidkan nasional untuk membenahi sebagai upaya pemberantasan
korupsi. Korupsi adalah pelanggaran moral, oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung
jawab moral dan akademis dari pendidikan nasional untuk memberantasnya.
            Selain UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak criminal korupsi[2],
diperlukan juga aturan pendukung sebagai bagian dari system di Indonesia yang diarahkan
sebagai usaha preventif dan partisipatif dalam pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS. Hal ini
berarti SISDIKNAS selain bertujuan seperti yang telah dirinci dalam UU NO. 20 tahun 2003
tentang system pendidikan nasional, perlu secra eksplisit ditujukan kepada pencapaian
tujuan-tujuan untuk menghilangkan ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat.
SISDIKNAS haruslah secara proactive menciptakan suatu masyarakat yang demokratis, dan
lembaga pendidikan haruslah menegakkan discipline, yaitu discipline dalam kehidupan
bernegara dan masyarakat yang prularis dan multicultural.

[2] Mochtar Lubis, Manusia Indonesia: (sebuah pertanggungjawaban), Yayasan Obor


Indonesia (2001)
         Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia KPK
            Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk
pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia.
Komisi ini didirikan berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun 2002 mengenai
komisi pemberantasan korupsi. Saat ini KPK dipimpin ole 4 orang wakil ketuanya, yakni
Chandra M. Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mohammad Jasin, Hayono Umar, setelah perpu
Plt. KPK ditolak DPR.
a. Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK
x   16 Januari mantan kapolri Rusdiharjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua karena terlibat
kasus dugaan korupsi pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai
dubes RI di Malaysia. Dugaan kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo divonis 2 tahun
penjara.
x   14 februari direktur hukum BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak ditahan karena mereka
menjadi tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar 100 M. mereka masing-masing
dihukum 4 tahun penjara
x   10 april gubernur BI BUrhanuddin Abdullah ditahan karena diduga telah menggunakan dana
YPPI sebesar 100 M. dia divonis 5 tahun penjara
x   27 november Aulia Pohan, Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin
ditahan akibat diduga terlibat dalam pengucuran daana YPPI sebesar 100 M.
x   dll.
5
b. Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK
a   UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
a   UU No. 28 thun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN
a   UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidaan korupsi
a   Peraturan Pemerintah tentang tata cara pelaksanaa peran serta masyarakat dan pemberian
penghargaan dalam pencegahaan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
a   UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
a   UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
a   UU No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang
a   Peraturan pemerintah nomor 63 tahun 2005 tentang system manajemen sumber daya manusia
KPK
         Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Korupsi
            Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan
nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan pemerintahan
seperti penyogokan, pemerasan, campur tangan, dan penipuan
a. Penyogokan: pesogok dan penerima sogok
            Korupsi memerlukan dua pihak yang korup, yaitu penyogok dan penerima sogok.
Pada beberapa Negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari,
meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
b. Sumbangan kampanye dan “uang lembek”
            Pada arena politik sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi. Namun, lebih sulit
lagijika diharuskan membuktikan ketiadaannya. Oleh karena itu, banyak gossip yang
mengaitkan korupsi dengan seorang polisi.
c. Tindakan korupsi sebagai alat politik
            Peristiwa ini sering terjadi pada kondisi para politisi mencari cara untuk mencoreng
lawan mereka dengan tuduhan korupsi.
d. Mengukur korupsi
            Mengukur korupsi dalam arti atau makna statistic. Untuk membandingkan beberapa
Negara secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelaku pada umumnya ingin
bersembunyi. Lembaga Transparasi Internasional dan beberapa LSM terkemuka di bidang
anti korupsi menyediakan tiga tolak ukr korupsi yang ditertibkan setiap tahun. Ketiga tolak
ukur tersebut adalah:
            1. Indeks presepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa
korup Negara-negara ini)
            2. Barometer korupsi global (berdasar survey pandangan rakyat terhadap pengalaman
mereka tentang korupsi)
            3. Survei pemberi sogok yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing
member sogokan. Bank dunia juga mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk
sejumlah indicator pemerintahan.
         Penyebab Korupsi Merajalela di Indonesia
            Di Indonesia, tindakan korupsi dapat disebabkan atau didukung oleh hal-hal berikut:
1.      Konsentrasi kekuasaan pada si pegambil keputusan yang tidak bertanggungjawab langsung
kepada rakyat, seperti yang terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratis.
2.      Kurangnya transparasi pada pengambilan keputusan pemerintah
3.      Kampanye politik mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan normal
4.      Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar
5.      Lemahnya ketertiban hukum
6.      Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa
7.      Gaji pegawai pemerintah sangat kecil
8.      Rakyat yang cuek, tidak tertarik atau mudah dibohongi, yang gagal member perhatian
cukup ke pemilu
9.      Tidak ada control yang cukup untuk mencegah penyuapan
10.  Mental aparatut
11.  dll.

         Dampak Korupsi di Berbagai Bidang

a. Bidang Ekonomi
            1.  Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al
(2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun
asing.
            2.  Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan
program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat
mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat.
Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti
berbiaya mahal.
            3.  Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya
pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi
akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
b. Bidang  Kesejahteraan Rakyat
            1.  Korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang
jumlahnya. Akibatnya, Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat
menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Hal ini
tentu saja akan menimbulkan keresahan masyarakat.
2.  Korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik
individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan
kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya
sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu
modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu
masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap
institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity
feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian
ketakutan). Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara
dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang
tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
c. Dampak Korupsi Bagi Rakyat Miskin

Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat
miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan
Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan,
pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan
harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan
BBM tersebut ; harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan
semakin mahal, dan pengangguran bertambah.
Sesungguhnya korupsi memiliki beberapa dampak yang sangat membahayakan
kondisi perekonomian sebuah bangsa. Dampak-dampak tersebut antara lain:
Pertama, menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al
(2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun
asing. Mereka mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai angka 25
persen.
Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam
melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa.
Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen
GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa
benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.Yang juga
tidak kalah menarik adalah riset yang dilakukan oleh Mauro (2002).
Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, ia menyimpulkan bahwa kenaikan 2
poin pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 0-10) akan mendorong peningkatan investasi
lebih dari 4 persen. Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap
kenaikan 1 poin IPK, GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen
setelah melakukan kajian empirik terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004. Tidak
hanya itu. Gupta et al (1998) pun menemukan fakta bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78
akan mengurangi pertumbuhan ekonomi yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8 persen.
Ini menunjukkan bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat signifikan dalam menghambat
investasi dan pertumbuhan ekonomi.

            Kedua, korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam


menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap
masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli'
terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan
pemerintahan pasti berbiaya mahal.

            Sebaliknya, pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, maka
layanan publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta,
Davoodi, dan Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan
memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan
kematian bayi mengalami peningkatan.   
Ketiga, sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat
upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya,
korupsi akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
            Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK
sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya, kesenjangan
antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh
semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari
kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi.

            Keempat, korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik
individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan
kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya
sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang.
Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa
percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan
berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran
dikatakan sebagai liibasul khauf (pakaian ketakutan).        
Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan
tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi
pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
Dampak negative korupsi:
1. Korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan cara
menghancurkan proses formal
2. Korupsi dpat memprsulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan
3. Korupsi merugikan rakyat luas dan menguntungkan salah satu pihak yaitu pemberi sogok
                                                                         

2.         PEMBERANTASAN KORUPSI DI SINGAPURA

Singapura memiliki sebuah pasar ekonomi yang maju dan terbuka, dengan PDB per
kapita kelima tertinggi di dunia. Bidang ekspor, perindustrian dan jasa merupakan hal yang
penting dalam ekonomi Singapura. Untuk mendukung kesuksesan Singapura dalam bidang
ekonomi, juga dibutuhkan adanya suatu sistem pemberantasan korupsi yang baik.
Korupsi merupakan sebuah penyakit yang ada di hampir seluruh pemerintahan di
dunia. Korupsi harus diberantas agar sebuah negara dapat membentuk pemerintahan yang
bersih dan efektif. Salah satu negara yang dapat dikatakan berhasil memberantas korupsi
adalah Singapura.  Menurut sebuah survey yang dilakukan oleh sebuah perusahaan konsultan
yang bermarkas di Hongkong, Political and Economic Risk Consultancy (PERC), Singapura
menduduki peringkat kelima dunia negara terbersih dari korupsi. Peringkat yang didapat oleh
Singapura ini tidak terlepas dari keberhasilan pemberantasan korupsi.
Pemberantasan korupsi di Singapura sendiri memiliki sejarah yang panjang.
Pemberantasan korupsi di Singapura berawal dari kegagalan Bagian Antikorupsi Kepolisian
Singapura. Apalagi, setelah seorang pejabat senior kepolisian ditangkap sebab menerima suap
dari pedagang opium. CPIB yang semula menjadi bagian kepolisian pun dijadikan lembaga
mandiri. Gerakan-gerakan pemberantasan korupsi ini kemudian menguat begitu People's
Action Party di bawah pimpinan Lee Kwan Yew yang berkuasa pada tahun 1959. Lee Kwan
Yew memproklamirkan 'perang terhadap korupsi'.
Beliau menegaskan: 'no one, not even top government officials are immuned from
investigation and punishment for corruption'. 'Tidak seorang pun, meskipun pejabat tinggi
negara yang kebal dari penyelidikan dan hukuman dari tindak korupsi'.  Tekad Lee Kwan
Yew ini didukung dengan disahkannya Undang-Undang Pencegahan Korupsi (The
Prevention of Corruption Act/ PCA) yang diperbaharui pada tahun 1989 dengan nama The
Corruption (Confiscation of Benefit) Act. Tindak lanjut dari undang-undang ini adalah
dibentuknya lembaga antikorupsi yang independen di negara tersebut, yang diberi nama 'The
Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

3.      PEMBERANTASAN KORUPSI DI CHINA

Sejarah telah membuktikan bahwa China adalah sebuah negara-bangsa yang berhasil
melalui berbagai episode kehidupan, dengan akhir kisah yang tragis maupun bahagia. Dari
sebuah bangsa besar yang dipimpin oleh berbagai dinasti, China harus melewati dulu “masa
penghinaan” oleh kekuatan Eropa sejak pertengahan abad ke-19, sebelum pada akhirnya
“dibebaskan” oleh kekuatan komunis di bawah pimpinan Mao Zedong pada tahun 1949.
 China di masa Mao adalah China yang “benci tapi rindu” terhadap baik Amerika
Serikat maupun Uni Soviet – sebuah postur politik luar negeri yang akhirnya membuat China
harus mengisolasi dirinya dari pergaulan internasional. China di masa Mao adalah sebuah
negara sosialis di mana negara memainkan peran utama dalam pembangunan perekonomian.
Di sektor industri, misalnya, perusahaan-perusahaan milik pemerintah menghasilkan lebih
dari 60 persen gross value produksi industri. Di sektor urban, pemerintah adalah satu-satunya
agen yang berwenang menetapkan harga komoditas utama, menentukan distribusi dana
investasi, mengalokasikan sumber-sumber energi, mematok tingkat upah tenaga kerja, serta
mengontrol kebijakan finansial dan sistem perbankan. Sistem perdagangan luar negeri juga
menjadi monopoli pemerintah sejak awal tahun 1950-an.
Korupsi merupakan salah satu tantangan politik dan ekonomi terbesar yang dihadapi
oleh China di abad ke-21. Korupsi dianggap sebagai salah satu masalah paling besar yang
dihadapi China saat ini karena di samping kerusakan ekonomi, sosial, dan politik yang
ditimbulkannya, sifat distribusi tindak korupsi itu juga sudah sangat luas. Keberhasilan
pembangunan ekonomi China yang menakjubkan semenjak dekade 1990-an, membuat
beberapa ahli merumuskan bahwa pada abad ke-21 ini merupakan “the Chinese century”.
Meski demikian, pengamatan seksama mengenai reformasi ekonomi menunjukkan bahwa
kecermelangan ekonomi China ternyata tidak sebaik seperti yang diduga. Hal ini dikarenakan
ekonomi China menghadapi masalah ketimpangan pembangunan antara pantai timur dan
selatan dengan daera tengah dan barat, jumlah pengangguran yang tinggi, ketidakbecusan
manajemen BUMN, lemahnya sistem perbankan hingga masalah korupsi.
Korupsi khususnya, telah lama terjadi di negara ini yang diperkirakan sudah ada sejak
zaman Dinasti Zhou (1027-771 SM). Kasus-kasus korupsi banyak ditemukan dalam
berbagai catatan sejarah dinasti di China. Periode revolusi nasional dan peperangan
antarwilayah menyusul berdirinya Republik Rakyat China pada tahun 1911 juga tidak luput
dari korupsi. Korupsi juga diyakini menjadi salah satu penyebab jatuhnya Guomindang,
sebuah partai nasionalis yang didirikan oleh Sun Yat Sen dalam perang saudara melawan
kekuatan komunis yang berakhir pada tahun 1949. Republik Rakyat China pada masa
pemerintahan Mao Zedong (1949-1976) pun terlibat banyak kasus korupsi. Dengan
dimulainya reformasi ekonomi pada tahun 1979, China menunjukkan hubungan baru yang
kontroversial antara kekayaan dengan kekuasaan.
Melalui ide “getting is glorius, pemimpin reformasi Deng Xiaoping mendorong rakyat
China untuk melakukan yang terbaik dalam tiap aktivitas ekonomi mereka. Seruan tersebut
memberi ruang bagi rakyat China untuk memaksimalkan usaha menjadi kaya. Namun
sayangnya, seruan untuk berusaha menjadi lebih kaya tersebut disalahartikan menjadi
korupsi. Reformasi ekonomi justru semakin memperluas kesempatan para pejabat untuk
memperkaya diri dengan cara yang tidak sah. Hal ini dikarenakan adanya tradisi guanxi
(koneksi) di kalangan elite yang sangat mendalam dan pandangan tentang uang kaum
reformis, bahwa menjadi kaya itu mulia sehingga memunculkan motivasi untuk cepat kaya.
Reformasi tersebut membuka kesempatan yang luas untuk menjadi kaya bagi rakyat di negara
sosialis-komunis tersebut.
Beberapa kebijakan reformis dibuat tidak rinci sehingga menghasilkan kelemahan
struktural yang menjadi sarana korupsi. Desentralisasi administratif, sistem harga ganda,
perkembangan ekonomi swasta, serta privatisasi BUMN yang ‘setengah hati’ telah
memberikan jalan bagi koruptor di China. Korupsi yang tersistem tersebut telah membuat
China kehilangan 2-3 % Gross Domestic Product (GDP)-nya. Kader-kader partai mudah saja
menggaji akuntan atau staf lain untuk melakukan money laundering di luar negeri, sebuah
operasi yang difasilitasi oleh integrasi ekonomi China di pasar global.
Menurut survei di tahun 1998 dan 1999, orang China melihat korupsi sebagai faktor
utama yang menyumbang pada instabilitas sosial. Di tahun 2000, sedikit berubah ketika
mereka yang disurvei menempatkan “pengangguran atau PHK” di atas korupsi sebagai
sumber utama instabilitas sosial. Skandal-skandal keuangan yang menyebar luas
menimbulkan kekacuan di banyak tempat di Cina. Statistik resmi menunjukkan bahwa 30%
perusahaan negara, 60% perusahaan joint venture, 80% perusahaan swasta, dan hampir
semua pemilik toko secara bergantian melakukan kecurangan dalam pajak. Korupsi yang
meluas di China merefleksikan sebuah krisis sosial, politik yang dalam.
Peristiwa Tiananmen 8 Juni 1989 menandai berakhirnya tahap revolusioner gerakan
Komunis dan kini para pemimpin China secara terbuka mengakui bahwa Partai Komunis
China (PKC) telah berubah dari alasan pendiriannya sebagai partai vanguard yang
proletarian, para kader Partai kini merasa bahwa mereka tidak lagi dibatasi oleh etika
ortodoks. Banyak di antara mereka melihat pluralisme ekonomi sebagai kesempatan bagi
mereka untuk berbuat curang. Ketakutan bahwa reformasi ekonomi akan gagal dan tiadanya
keyakinan diri bahwa masyarakat akan tetap stabil dalam jangka waktu yang lama lebih jauh
mendorong mereka untuk cepat menjadi kaya. Slogan Mao “melayani rakyat” telah dibuang
jauh-jauh untuk digantikan motto baru “gunakan kekuasaan sebaik-baiknya selagi engkau
masih berkuasa”.

B.     HUKUMAN BAGI PARA KORUPTOR DI BERBAGAI NEGARA

  Hukuman Mati Untuk Koruptor Di China Ditembak Mati Di Depan Umum


Hukuman mati untuk Koruptor di China membuktikan jika dengan penegakan hukuman
mati tersebut jumlah koruptor berkurang drastis.

Di China dilakukan pemutihan semua koruptor yang melakukan korupsi sebelum tahun
1998. Semua pejabat yang korupsi dianggap bersih, tetapi begitu ada korupsi sehari sesudah
pemutihan, pejabat itu langsung dijatuhi hukuman mati. Hingga Oktober 2007, sebanyak
4.800 pejabat di China dijatuhi hukuman mati.

  Di Amerika Koruptor dihukum Mati dengan 100 Tembakan


Amerika saja sebagai negara yang dikenal sebagai negara menghargai Hak Asasi
Manusia (HAM) tetap memberikan hukuman mati untuk koruptor. Hal tersebut dilakukan
karena mereka sadar bahwa melindungi HAM warga negaranya yang menjadi korban pelaku
koruptor jauh lebih penting daripada harus menghargai ham untuk para koruptor.

  Hukuman Mati untuk Koruptor di Arab Saudi Dipenggal


Jika di Arab Saudi sudah jelas hukumnya karena hukum disana memang sudah diberlakukan
untuk mereka yang mencuri maka hukumanya dipotong tanganya. Tapi khusus untuk
Koruptor, bukan tangan yang dipotong akan tetapi Leher dari koruptorlah yang akan
dipotong.

  Hukuman Mati untuk Koruptor di Malaysia Digantung


Di negara tetangga kita Malaysia, mereka juga sudah lebih dulu tegas berani
menghukum mati dengan hukuman gantung untuk koruptor. Hal tersebut juga menjadikan
pelaku korupsi di Malaysia semakin berkurang jika dibandingkan dengan Indonesia.

BAB III
Penutup

1.    KESIMPULAN

Cara pemberantasan dan hukuman koruptor antara satu negara dengan negara lain
berbeda-beda, hal ini terlihat dari uraian di atas. Setiap negara telah berusaha, bagaimana
caranya agar para koruptor bisa dibasmi dari negara masing-masing. Mulai dari zaman
dahulu hingga sekarang pemerintah di setiap negara telah berusaha menangani kasus korupsi
dengan serius.

2.    SARAN
Kami mengharap kritik dan saran dari ibu dosen atau teman teman sekalian demi
perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua

 DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Grafitti Press, Jakarta,
2006.
Syahrin, Alvi. Beberapa Masalah Hukum, PT. Softmedia, Medan, 2009.
Hamzah, Andi. Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, Gramedia, Jakarta, 1984.

Anda mungkin juga menyukai