Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Disusun Oleh :
Kelompok I

Albar Murtado
Ari Umbara
Dave Satrio Hendriyatmoko
Fadli Muhamad Khoerudin
Joshua Immanuel
Muhamad Yasid
Yudi Abdul Aziz

TEMA :
“Sejarah Korupsi di Indonesia dan Korupsi Dalam Berbagai Perspektif
Politik, Hukum, Serta Budaya”
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan kita beribu-ribu nikmat
baik itu dari segi iman, islam, serta sehat walafiat. Tidak lupa Sholawat teriring salam semoga terlimpah
curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.

Tujuan utama makalah ini dibentuk yaitu sebagai pemenuhan tugas perkuliahan pada mata kuliah
Pendidikan Anti Korupsi, yang mana didalamnya berisi mengenai seluk beluk korupsi di Indonesia serta
sejarah panjang pertumbuhannya. Semoga dengan makalah ini sedikit banyaknya bisa memberi
pengetahuan bagi setiap pembaca, dan mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang ada pada
makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................5
2.1 SEJARAH KORUPSI DI INDONESIA...........................................................5
A. ORDE LAMA…………………………………………………………...5
B. ORDE BARU……………………………………………………………6
C. REFORMASI…………………………………………………………...6
2.2 PERSPEKTIF KORUPSI DALAM ………………………………………….7
A. HUKUM ………………………………………………………………...7
B. POLITIK………………………………………………………………...8
C. AGAMA………………………………………………………………….8
D. BUDAYA ………………………………………………………………..8
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………...9
BAB I
PENDAHULUAN

Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak


lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Korupsi juga sering dikaitkan pemaknaannya dengan Politik. Sekalipun sudah
dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar Hukum, pengertian korupsi dipisahkan dari
bentuk pelanggaran hukum lainnya. Selain mengkaitkan korupsi dengan politik, korupsi juga
dikaitkan dengan social perekonomian, kebijakan publik, kebijakan Internasional, kesejahteraan
social dan Pembangunan Nasional. Begitu luasnya aspek-aspek yang terkait dengan korupsi,
sehingga organisasi internasional, seperti PBB memiliki badan khusus yang memantau korupsi
dunia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Korupsi Indonesia

Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak


orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan
sekadar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi
antarnegara, Indonesia selalu menempati posisi paling tinggi. Keadaan ini bisa
menyebabkan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin ditingkatkan oleh
pihak masyarakat sendiri. Perkembangan korupsi di Indonesia juga
mendorong pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun hingga
kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum mampu atau menunjukkan titik
terang melihat peringkat.
Pemberantasan korupsi di Indonesia dibagi dalam 3 periode, yaitu pada
masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi.

 Orde Lama
Antara 1951–1956 isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal seperti
Indonesia Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan
dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan koran tersebut kemudian di
bredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan
korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali
Sastroamidjoyo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap
oleh Polisi Militer. Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku memberikan satu
setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak
kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan Menteri Penerangan
kabinet Burhanuddin Harahap (kabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur,
dan Direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena
dianggap sebagai lawan politik Sukarno.

Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia


tahun 1958 dipandang sebagai titik awal berkembangnya korupsi di Indonesia.
Upaya Jenderal AH Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan
perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah Penguasa Darurat Militer
justru melahirkan korupsi di tubuh TNI. Jenderal Nasution sempat memimpin tim
pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil. Pertamina adalah
suatu organisasi yang merupakan lahan korupsi paling subur.
.
 Orde Baru
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko
Polhukam) Mahfud MD menyebut korupsi saat ini lebih gila daripada korupsi
yang terjadi saat Soeharto berkuasa.Hal tersebut tak berkaitan dengan jumlah atau
besaran dana yang dikorupsi, melainkan semakin meluasnya orang-orang yang
melakukan tindak pidana tersebut.
Menurut Mahfud, saat ini atau di era reformasi, setiap orang hingga elite
bisa melakukan korupsi. Sementara saat Orde Baru, korupsi hanya dilakukan
Soeharto dan kroni-kroninya. Merujuk data Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) sejak 2004-2020, aktor tindak pidana korupsi mengalami perluasan selepas
Orde Baru dan Soeharto tumbang.
Adnan Topan Husodo mengatakan meluasnya aktor yang melakukan
korupsi dan sumber korupsi di Indonesia tak lepas dari sistem pemerintahan yang
berganti dari sentralisasi menjadi desentralisasi.Pada era Orde Baru, kata Adnan,
kekuasaan terpusat sehingga karakteristik korupsi yang seringkali dilakukan
adalah membuat peraturan atau kebijakan negara yang tujuannya menguntungkan
penguasa ataupun orang terdekatnya.
Adnan menyebut sepanjang Orde Baru juga lazim pemberian konsesi
kepada perusahaan-perusahaan yang ditukar dengan pemberian saham gratis bagi
kroni-kroni penguasa.

 Reformasi
Sebagai figur sentral reformasi penegak hukum, para hakim memiliki
kewajiban moral dan tanggung jawab profesional untuk menguasai knowledge,
Dengan demikian, hakim memegang peranan yang penting dalam penegakan
hukum yang adil. Berkaitan dengan itu Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa
penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan – keinginan
hukum menjadi kenyataan.8 Tentu saja keinginan hukum yang paling utama
adalah terciptanya keadilan bagi masyarakat luas tanpa diskriminasi.
Secara konsepsional, Soerjono Soekanto menyatakan bahwa inti dan arti
penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai – nilai
yang terjabarkan di dalam kaidah – kaidah yang mantap dan mengejawantahkan
dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.9
Tampaknya apa yang dikatakan Soerjono Soekanto tersebut mengindikasikan
keadilan sebagai hakikat dari hukum. Sebab, ketika keadailan itu sungguh
sungguh dirasakan masyarakat, maka akan tercipta kedamaian di dalam
kehidupan bermasyarakat.
Secara lebih riil, Plato merumuskan teorinya tentang hukum, yaitu
pertama; hukum merupakan tatanan terbaik untuk menangani dunia fenomena
yang penuh situasi ketidakadilan. Kedua; aturan – aturan hukum harus dihimpun
dalam satu kitab, supata tidak muncul kekacauan hukum. Ketiga; setiap undang –
undang harus didahului preambule tentang motif dan tujuan undang – undang
tersebut. Manfaatnya adalah agar rakyat dapat mengetahui dan memahami
kegunaan menati hukum itu, dan insaf tidak baik menaati hukum hanya karena
takut dihukum.

B. Korupsi Dalam Berbagai Perspektif


 Hukum
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan
dalam13
buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20
Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi.
Pasalpasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa
dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana
korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas,
masih ada
tindak pidana lain yang yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang
tertuang
pada UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang
berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu adalah:
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau
memberikan keterangan palsu
6. Saksi yang membuka identitas pelapor
 POLITIK
Perspektif Politik memandang bahwa korupsi cenderung terjadi di rana
politik khususnya korupsi besar atau sering disebut dengan grand corruption yang
dilakukan oleh para politisi yang menyalagunakan kekuasaan mereka dalam
birokrasi. Dalam perspektif politik korupsi dapat mempersulit demokrasi dan tata
cara pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan system formal, yang
akan membuat masyarakat tidak percaya pada pemerintahan
 AGAMA
Dalam pandangan syariah korupsi merupakan pengkhianatan berat dalam
amanat rakyat.Dalam pandangan agama seperti Islam, segala praktik korupsi
dilarang karena merupakan pelanggaran HAM. Korupsi juga menifestasi
pengingkaran terhadap amanah dan keadilan. Korupsi juga merupakan
pengingkaran nikmat-nikmat Tuhan (Allah).

 BUDAYA
Dalam perspektif budaya hokum korupsi menunjukan perilaku yang
bertentangan dengan nilai-nilai dan norma baik itu dari kejujuran, social, agama
atau hukum. Korupsi sendiri digolongkan serious crime karena mampu
menggangu hak ekonomi dan hak social masyarakat dan negara dalam skala besar
BAB III
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai