Anda di halaman 1dari 10

TEMA: FIKSI REMAJA

JUDUL:

TOKOH:

Cakra : Nama lengkap nya Cakra Narendra Buana. Tinggi badannya 178 mempunyai porsi tubuh yang
tegap dan berisi. Sifatnya ramah, mempunyai peringai baik namun di sisi lain juga memiliki sifat serius
dan misterius. Tau menempatkan kondisi serius ataupun bercanda. Termasuk jajaran orang pintar dan
aktif di sekolahnya. Aktif ber-organisasi, dan jago taekwondo. Title "pria segudang pesona" pun
diberikan kepada Cakra dari para penggemarnya di sekolah. Selain karena berprestasi dan tampan,
Cakra juga mempunyai sifat yang ramah dan mudah tersenyum membuat para wanita terpesona dengan
kharisma-nya. Namun dibalik keramahannya, Cakra punya sifat tegas dan keras kepala. Sifat tegas yang
diberikan saat melatih taekwondo dan keras kepala saat berorganisasi. Karena hal itu, banyak orang
tidak ingin bertemu Cakra saat dia sedang mode serius, karena dia akan tampak menyeramkan.

Kana :

Juna : Nama lengkap nya Arjuna Wirya. Tinggi badannya sedikit lebih pendek daripada Cakra. Punya
rambut keriting dengan porsi tubuh lebih kurus. Sifatnya yang slengek an kadang bikin orang kesal. Tapi
di bidang akademik, nilai matematikanya tinggi. Juna juga suka bermain futsal, wajahnya yang manis
juga mampu menjerat para wanita di sekolahnya. Juna adalah salah satu sahabat Cakra dari SMP.

Janu : Nama lengkap nya Bulan Januari. Nama nya yang unik kerap kali menjadi bahan perbincangan kala
Janu berkenalan dengan orang baru. Janu pernah bertanya arti namanya, padahal ia lahir pada bulan
Maret. Tapi kata orang tua nya, bulan Januari adalah bulan pernikahan orang tua nya. Janu berpikir
orangtua nya terlalu bucin. Janu punya kulit sawo matang dengan tinggi badan yang ideal. Ia sangat jago
bermain voli. Kerap kali ia menjadi perwakilan sekolah saat lomba. Pelajaran yang tidak ia sukai adalah
matematika, itu yang menjadi alasan ia selalu mencontek Juna. Janu adalah sahabat Cakra sejak masih
kecil, rumah mereka yang masih satu komplek membuat mereka dekat.

Arin :

Wira (Ayah Kana) :

Ayah Cakra :
Ibu Cakra:

ALUR :

Cerita ini dimulai ketika Cakra yang merupakan altet Taekwondo, mengikuti pertandingan mewakili
sekolahnya. Dia yang biasanya percaya diri, memang sedikit ragu dengan kemampuan nya. Karena saat
itu, Gino yang menjadi lawannya cukup sulit dihadapi karena rekor yang diraih. Dengan dorongan
semangat dari pelatih dan kedua temannya, Cakra menjadi lebih percaya diri. Hingga akhirnya,
kemenangan pun berpindah tangan. Cakra mengajak kedua temannya, Arjuna dan Janu makan bersama.
Dari sinilah pertemuan Cakra dan Kana di mulai. Terhubung dengan kehidupan pribadi keduanya yang
akan terbuka satu persatu.

Pada pertemuan mereka di cafe, menjadi titik awal Cakra mengenal Kana. Gadis yang sebelumnya hanya
dia tau dari namanya saja, kini memberi setitik rasa penasaran dalam pikirannya. Di pertemuan kedua,
Cakra dan Kana terlibat bersama saat mengejar pencopet yang mengambil ransel Kana. Dari situlah
keduanya mulai saling mengenal satu sama lain. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai merasa
nyaman. Terkadang Cakra mengajak Kana makan bersama atau berkunjung ke museum.

Suatu hari, Kana bertemu dengan ayahnya yang bernama Wira. Terjadi adu mulut diantara keduanya,
karena saat itu Pak Wira kembali meminta uang dari Kana. Kejadian itu dilihat oleh Cakra, yang memang
sebelumnya mengantar Kana pulang dari sekolah. Cakra menolong Kana yang terkena tamparan pak
Wira. Mereka mulai berbagi cerita, mulai dari Kana yang harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan nya
dan sang nenek, hingga masalah nya dengan sang ayah. Begitu pula dengan Cakra, yang perlahan
membuka diri. Menceritakan berbagai tekanan yang dia dapat dari kelurga besar dan orang tuanya.
Harapan dan dukungan pun mengalir diantara keduanya, membuat mereka saling menguatkan satu
sama lain. Beberapa hari setelahnya, Cakra memberanikan diri mengungkapkan perasaan nya pada
Kana. Dengan dibantu Arjuna, Janu, serta Arin teman Kana, yang mempersiapkan dekorasi taman untuk
keduanya.

Hubungan mereka tidak bertahan lama, karena orang tua Cakra yang tidak menyukai status Kana.
Ditambah lagi, Pak Wira yang masuk penjara karena kasus penipuan. Keduanya pun saling menjauh,
untuk melindungi satu sama lain. Tekanan yang semakin berat membuat rahasia besar Cakra terungkap.
Ternyata selama ini Cakra telah mengonsumsi obat tidur, juga dengan bukti kunjungan dokter, serta
pemeriksaan kesehatan mental. Hal itu menyadarkan orang tua Cakra, tentang kesalahan dan keegoisan
mereka. Hingga akhirnya, mereka memberikan ruang bagi Cakra untuk berpendapat dan melakukan apa
yang menjadi keinginannya. Cakra dan orang tuanya mulai membangun hubungan yang harmonis. Kana
juga perlahan mulai memaafkan ayahnya. Hubungan antara Cakra dan Kana juga kembali terjalin, hingga
mereka menikah.

LATAR :
1) Waktu : Pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari.
2) Tempat : Cafe, rumah Cakra, rumah Kana, SMA Garuda, museum, stadion pertandingan.
3) Suasana : a) Sedih :
b) Tegang :
c) Kecewa :
d) Bahagia :

AMANAT :

BAB 1

Sang Pemenang

Pakaian putih dengan lilitan sabuk hitam itu melekat sempurna di tubuh seorang pria yang tegap. Tetes
demi tetes keringat mengalir di wajahnya. Dengan nafas yang tersengal ia menatap tajam kepada pria di
hadapannya, mencoba untuk fokus. Bangku penonton pun riuh dengan mendukung jagoan mereka.
Sedikit lagi.

Wasit yang berdiri di tengah mereka memberi karyeo (aba-aba) untuk memulai pertandingan, pertanda
bahwa ronde ke-3 dimulai.

Kedua pria itu terlihat sangat kuat, para penonton menahan nafas atas jagoan mereka masing-masing
yang saling imbang. Menebak siapa yang akan menjadi juara kali ini. Bukan apa-apa, penonton pun tahu
bahwa Gino yang mewakili SMA Nusantara telah memenangkan pertandingan tingkat 1 untuk
taekwondo dan belum ada yang menandinginya. Namun kali ini, perlu diyakini bahwa bocah dari SMA
Garuda itu lumayan kuat untuk untuk dapat bertarung dengan Gino.

Kedua pria di arena itu masih mempertahankan fokus masing-masing. Pertahanan dan stamina Gino
memang sudah terlatih dengan baik, karena faktor pengalamannya dalam bertanding taekwondo.
Namun pria di hadapan Gino, juga patut diacungi jempol karena bisa mengimbanginya.

Tapi sepertinya, para pendukung Gino mulai menelan kekecewaan saat melihat bocah itu menendang ke
arah body protector milik Gino dari belakang. Hal ini karena taktik yang dimainkan untuk mengecoh Gino
telah berhasil dilakukan.

Pria itu menarik senyumnya puas. Para pendukung dari SMA Garuda bersorak berteriak atas namanya.

"CAKRA, CAKRA, CAKRA!!"

Keputusan wasit telah ditentukan. Keduanya saling memberi hormat, dengan membungkukkan badan.
Hingga akhirnya dia, Cakra si bocah SMA Garuda keluar sebagai sang pemenang!

"Gue gak nyangka bocah ingusan kaya lo yang baru nyemplung langsung nyabet juara. Terus terang gue
iri." Cakra berdiri tenang mendengarkan Gino yang berbicara di hadapannya.

"Anggap aja gue lagi gak fit sampai gue kehilangan fokus. Seorang Gino gak akan mudah kalah sama lo,
yang ibaratnya masih kaya bayi yang baru brojol. " Gino memandang remeh dan sinis pada Cakra.
Cakra mengerti, untuk ukuran orang seperti Gino, tentu tidak semudah itu menerima kekalahan. Secara,
sudah lama berkecimpung dalam perlombaan taekwondo dan sudah banyak piala dan piagam yang
sudah ia sabet, membuat ia menjadi idola dan panutan. Termasuk Cakra, yang kala itu masih memakai
sabuk merah. Apalagi ini perlombaan tingkat SMA, levelnya jauh lebih rendah daripada saat Gino
mengikuti perlombaan tingkat nasional. Terlebih posisi Gino yang menjadi seniornya, jauh lebih tua satu
tahun darinya, membuat Cakra pesimis dalam perlombaan ini. Padahal belum terhitung lama ia baru
naik tingkat di sabuk hitam, tau-tau ia sudah ditunjuk sabeum Heri untuk mewakili sekolahnya, lawannya
langsung Gino pula.

"Terimakasih sanjungannya." Cakra tersenyum tipis menanggapi Gino yang kemudian langsung pergi
meninggalkannya.

Keluar dari arena, Cakra pergi ke dalam ruang istirahat yang disiapkan untuk peserta. Di sana ia
menemukan sabeum memberikan applause untuk dirinya. Decakan kagum dan pujian tak luput
diucapkan dari sabeum untuk anak didiknya yang baru terjun ke arena perlombaan taekwondo tingkat
SMA. Sebagai pemula yang baru duduk di kelas 11, poomsae (rangkaian jurus) yang dilakukan Cakra
benar-benar tidak bisa diremehkan.

"Cakra kamu hebat!"

"Terimakasih sabeum." Cakra tersenyum kala pundaknya ditepuk bangga oleh sabeum-nya. Ia tidak
dapat menahan euforia bahagia ketika Cakra berhasil merebut kejuaraan taekwondo, setelah sekian
lama SMA Garuda menelan kekalahan.

"Cakra, sobatku!!" Atensi kedua orang itu beralih kepada 2 orang pria yang datang dari arah kanan,
mereka adalah

Arjuna dan Janu. Sahabat Cakra.

Seperti pria pada umumnya, mereka ber-tos ala pria. Dengan semangat Arjuna dan Janu merangkul sisi
kanan dan kiri Cakra dengan penuh haru.

"Hebat banget lo Cak! Gue sangat tercengang. Gak gue kira si Cakra yang dulu demen main dakon pas
kecil, gedhe nya jadi jantan." Janu memang sudah menjadi teman bermain Cakra sedari kecil, segala
peringai baik hingga buruk pun mereka sudah saling tahu. Sedangkan Arjuna adalah teman Cakra saat
SMP. Kisah persahabatan mereka bertiga dimulai saat masa SMP. Ditambah lagi, Arjuna dan Janu kerap
dipanggil si kembar tak seiras karena nama mereka yang mirip-mirip. Sehingga sering dipanggil Juna-
Janu. Padahal jika ditelisik nama lengkap Janu adalah Januari. Menurut Janu tidak ada miripnya sama
sekali.

"Yang namanya pria, ya harus LAKIK! Betul tidak Cak?"

"Betul sekali sabeum."

"Ya sudah, saya tinggal dulu ya? Sekali lagi selamat atas kemenanganmu Cak. Terus semangat dan
jangan pernah puas!"

"Baik sabeum, terimakasih atas bimbingannya." Cakra menundukkan kepala sebagai bentuk hormat
kepada pelatihnya.

"Gila gila, pelatih lo sangar banget Cak. Ngeri gue liat bisepnya, padahal doi udah tua. " Arjuna berdecak
kagum melihat punggung kekar pelatih Cakra yang perlahan menjauh dari hadapan mereka.

"Sembarangan, sabeum Heri masih 40 tahunan, masih usia matang."

"Umur udah masuk kepala empat, tapi badan masih kelihatan 30 tahunan. Kalau gitu gue juga mau
masuk taekwondo biar awet muda. "

"Sok-sok an gaya lo Jun mau ikut taekwondo, lo lawan si Tari yang nagih utang kas aja gak berani."

"Cowok itu pantang lawan cewek bro! Itu yang namanya, LAKIK!

"Ngeles aja lo kaya bajaj."

"Daripada kalian berdua terus berantem, mending ikut gue." Pertengkaran sang kembar tak seiras pun
berhenti dan menatap Cakra dengan tatapan tanya.

"Udah lama kita gak main ke Cafe ***. Gimana kalo kita ke sana, ya anggap aja perayaan kemenangan. "

"Eum gini loh Cak, ini kan akhir bulan nih ya. Aduh gimana ya ngomongnya."

"Iya Cak, mana cafe elit lagi. Dompet gue tinggal sisa KTP sama kasbon Mak Ijah."
Cakra memutar bola mata dengan malas, "Yaelah tinggal bilang kere apa susahnya. Gue traktir kok."

"As simple is that Cak. Langsung to the point apa susahnya. Ngomong 'ayo kawan aku traktir ke cafe
***'. Kan kitanya juga langsung paham ya gak Jun?"

"Iya betul sekali!"

"Udah gue capek pusing liat kalian berdua ngoceh kaya burung beo. Mending kita pulang sekarang. Ntar
langsung ketemu di TKP jam 7."

"Siap bos!"

"Siip."

***

"Woy Cak, lo di mana? Kita berdua udah nungguin lo nih." Suara Janu terdengar melalui sambungan
telepon milik Cakra. Dengan suara Janu yang menggurutu, Cakra tau sahabatnya itu sudah menahan rasa
kesal. Pasalnya sudah tiga puluh menit ia terlambat dari jam yang sudah dijanjikan.

"Iya sabar bentar, ini udah mau otw." Cakra kemudian memutuskan sambungan telepon secara sepihak.
Ia kemudian memasang jam di pergelangan tangan kirinya dan mengambil kontak motornya, lalu turun
ke bawah.

"Ma, Cakra izin keluar. Mau ke cafe sama temen-temen.'' Cakra mengambil tangan kanan ibunya, untuk
salim.

"Inget! Pulangnya jangan kemaleman, kamu itu harus rajin belajar Cak, biasanya kelas 11 kan masa
keemasan buat raih prestasi." Ibu Cakra yang sedang menonton tv pun mengalihkan pandangannya ke
arah anaknya yang sudah rapi dan wangi.

"Iya."

"Usahakan pulangnya sebelum papa ya, papa ngelembur lagi kayaknya."

" Iya."
"Kamu jangan iya-iya aja, tapi beneran dilakuin."

"Siap."

"Yaudah sana."

Cakra mengangguk seraya tersenyum manis kepada ibunya. Ia kemudian berjalan menuju garasi dan
mengeluarkan motornya, lalu berlalu menuju ke cafe.

Tak berselang lama, motor Cakra terparkir rapi di cafe, ia kemudian masuk ke dalam cafe yang sudah
dipenuhi oleh anak-anak muda yang sedang menikmati malam minggu mereka bersama pasangannya,
ada yang sedang nongkrong dengan sahabatnya, ada juga yang sedang berkumpul bersama keluarga.

Live music pun turut mengiringi langkah Cakra yang masuk ke dalam cafe.
Seiring dengan berjalannya waktu
Akhirnya kita berdua bertemu
Oh diriku tersipu malu
Melihat sikapmu yang lucu

Dan andai suatu hari kau jadi milikku


Tak akan kulepas dirimu, oh kasih
Dan bila waktu mengizinkanku untuk menunggu
Dirimu

Seperti dikasih slow motion, kaki Cakra seakan memelan mengikuti senandung musik yang dimainkan
oleh music band di depan. Konsentrasi Cakra kemudian kembali, lalu melangkahkan kakinya ke meja
yang telah diisi oleh sahabatnya, Juna Janu.

Dikarenakan meja yang Juna Janu duduki dekat dengan panggung live music, kini Cakra melihat dengan
jelas siapa penyanyi yang berhasil membuatnya terhipnotis karena suaranya yang merdu.

Pandangan Cakra lurus tertuju ke wanita yang sedang bernyanyi itu, seakan cafe hanya tersisa dua orang
saja. Kaki Cakra secara otomatis berhenti di depan panggung. Seperti tersihir, Cakra mengulas senyum,
matanya yang berbinar terang menunjukkan bahwa ia terpesona.

Kurasa ku tlah jatuh cinta


Pada pandangan yang pertama
Sulit bagiku untuk bisa
Berhenti mengagumi dirinya

Oh Tuhan tolonglah diriku


Tuk membuat dia menjadi milikku
Sayangku Kasihku Oh cintaku
he's all that I need

"Dia siapa?"

Anda mungkin juga menyukai