Anda di halaman 1dari 8

CERPEN SEORANG RAIHAN FAJAR

Autobiografi
Namaku Raihan Fajar Nugraha,
aku lahir di Jakarta pada tanggal
12 Januari 2002. Au adalah anak
kedua dari dua bersaudara dari
pasangan Satya Nugraha dan
Wulan Suryandari. Aku memiliki
beberapa nama panggilan yaitu
Raihan, Fajar dan Raihan Fajar,
semua tergantung siapa yang
memanggilnya. Saat kecil aku dipanggil Raihan oleh
orang tuaku, tetapi setelah masuk SD aku dipanggil Fajar
karena di SD-ku ada beberapa teman yang memiliki
nama Raihan juga.
Aku terlahir di keluarga yang sederhana. Ayahku
merupakan seorang pegawai swasta dengan upah yang
cukup dan mampu untuk menghidupkan keluargaku
yang kecil ini. Ibuku bekerja di perusahaan swasta juga
namun berhenti ketika aku berumur 2 tahun untuk fokus
merawat aku dan kakakku. Kakakku dan aku memiliki
perbadaan umur 5 tahun, ia lahir pada tanggal 13
Oktober 1997.
Ketika umur 5 tahun saya merasakan pertama kalinya
sekolah. Saya memulai pendidikan pertama saya di Tk
Trisula. Tk tersebut merupakan Tk kecil yang berada
dekat dengan rumahku.
Di hari pertama aku masuk sekolah aku merasa sangat
gugup dan takut ditinggal ibuku. Tetapi dengan ditemani
oleh Bu Guru dan teman-teman yang mengasyikkan saya
akhirnya bisa terbiasa dengan sekolah pertamaku.
Setelah setahun berada di TK Trisula saya menemukan
sahabat. Daffa, Aan, dan Kevin merupakan sahabat-
sahabat yang menemaniku selama bersekolah di TK
Trisula.
Kami berempat selalu bersama-sama ketika melakukan
sesuatu seperti bermain, belajar dan saat rekreasi. Setelah
akhirnya selesai bersekolah di TK Trisula saya
melanjutkan studi di SD Trisula. Kami berempat
mendaftar di sekolah yang sama.
Saat aku SD, aku bisa dibilang cukup pintar, karena di
kelas 1 saya sudah bias membaca dan berhitung hingga
20, sementara teman-teman yang lain belum terlalu
lancar membaca. Di kelas kami ber-21 orang yang terus
berkurang seiring waktu.
Saat kelas 2 saya mulai suka bermain sepak bola atau
futsal yang membuat saya ikut ekstrakulikuler futsal di
sekolah. Aku selalu semangat mengikuti kegiatan
ekstakulikuler tersebut. Ada satu pelajaran yang menarik
bagiku, yaitu bermain angklung. Walaupun gurunya
sedikit galak, aku sangat menyukai memainkan alat
musik tesebut.
Ketika kelas 3, kami sekelas menemukan permainan
baru bentengan. Kami bermain itu karena kami tidak
diperbolehkan untuk bermain bola pada saat waktu
istirahat. Permainan itu lah yang membuat aku menjadi
lebih kuat dengan luka-luka goresan di lutut dan siku,
karena aku seringkali terjatuh di lapangan yang terbuat
dari semen.
Di kelas 4, aku dan teman-teman untuk pertama kalinya
melakukan sparing futsal dengan sekolah lain. Kami
kalah telak. Kami bermain secara acak sekali sementara
lawan bermain dengan teratur. Di kelas 5 teman-teman
saya berkurang banyak sekali, dari yang tadinya 21
sekarang menjadi 15. Mereka ada yang pindah ke
sekolah lain atau pindah tempat tinggal ke luar kota.
Di sekolah kami setap akhir semester menyelanggarakan
class meeting. Pertemuan antara angkatan aku dengan
angkatan 1 tahun diatas selalu panas dan dramatis
bagaikan el classic. Tetapi sedihnya angkatan aku selalu
kalah di final melawan mereka.
Pada waktu kelas 6, kami sudah tidak diperbolehkan lagi
untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dan fokus
belajar untuk persiapan Ujian Nasional. Orang tuaku
mendaftarkan ku di salah satu bimbingan belajar dengan
harapan aku bisa mendapatkan nilai UN yang bagus dan
masuk di SMP Negeri favorit.
Seiring berjalannya waktu tidak terasa sudah waktunya
UN. Usaha ku tidak sia-sia karena aku mendapatkan
Nilai Ebtanas Murni (NEM) 26,85. Nilai tersebut
mampu membuat saya masuk salah satu SMP Negeri
favorit yaitu SMPN 92 Jakarta. Kedua orang tua ku
bangga sekali aku bisa masuk SMP tersebut.
Di hari awal-awal aku masuk sebagai siswa SMPN 92,
aku harus melewati masa-masa orientasi siswa terlebih
dahulu. Di hari pertama aku harus memakai mahkota
yang terbuat dari karton dan name tag yang terbuat dari
karton juga. Di hari-hari MOS juga kami melakukan tes
untuk penempatan kelas.
Aku mendapatkan kelas yang biasa-biasa saja. Ketika
melakukan pembelajaran di kelas aku sedikit merasa
aneh karena muridnya yang banyak sekali dibandingkan
dengan kelas aku waktu SD. Dengan 36 siswa satu kelas
berarti hampir 3 kali lebih banyak dari kelas aku waktu
SD yang memiliki murid dengan 13 siswa saja.
Setahun berjalan dengan baik-baik saja. Di SMP ini saya
memutuskan untuk tidak ikut ekskul apapun karena saya
tidak ingin melakukan kegiatan, hanya ingin santai.
Maka dari itu aku tidak memiliki banyak cerita di SMP.
Hanya kenangan ketika class meet. Terutama ketika aku
kelas 9, di kelas ku banyak yang bisa bermain futsal.
Karena itu kami bisa juara 2 di turnamen tersebut. Dan
yang menyenangkannya lagi aku bermain di setiap
pertandingannya.
Aku bermain sebagai penjaga gawang, teman-temanku
menemukan potensiku sebagai penjaga gawang yang
cukup baik. Sayangnya, kami kalah di final melalui adu
penalti.
Aku berhasil menepis semua tendangan lawan. Tetapi
tim ku juga tidak bisa memasuki bola ke gawang, bukan
karena penjaga gawang mereka jago tetapi tendangan
temanku melayang semua. Setelah 3 kali tendangan tidak
ada yang masuk maka tendangan ke-4 menjadi penentu.
Jika gol tim kami menang, jika tidak maka mereka yang
juara. Tendangannya melayang lagi. Perasaan ku campur
aduk antara kesal dan bangga bisa mencapai semi final
walaupun kalah dengan konyol.
Setelah turnamen class meeting berakhir, waktunya
berhadapan dengan UN lagi. Kali ini sistem Ujiannya
berbeda. Aku melakukan UN berbasis komputer.
Pengalamannya cukup menarik dan saya merasa sedikit
aneh melakukan ujian melalui komputer untuk pertama
kalinya.
Ketika menginjak jenjang SMA, aku ingin aktif lagi di
sekolah. Maka dari itu aku mengikuti ekstrakulikuler
Paskibra, dengan alasan mengikuti jejak kakak saya yang
juga seorang paskibra. Pembelajaran di SMA tidak
begitu berbeda dengan SMP. Hanya saja lebih banyak
presentasi.
Melalui ekstrakulikuler Paskibra, aku menjadi lebih
disiplin dan merasa lebih sehat karena sebelumnya saya
jarang sekali olahraga. Seminggu bisa ratusan kali push
up, lari keliling lapangan di siang hari, dan latihan baris-
berbaris 3 hari dalam seminggu.
Selama latihan berlangsung ada beberapa peraturan yang
harus dipatuhi. Seperti memakai baju polo putih,
memakai topi,dan memakai handuk kecil yang dilipat di
celana. Aku sangat menikmati masa awal-awal sebagai
paskibra di tingkat SMA.
Datanglah masa pelantikan ku sebagai Dharmaputra.
Pelantikan tersebut dilaksanakan di sekolah selama 2
hari. Persiapannya begitu banyak termasuk persiapan
mental. Di hari pertama tidak ada yang begitu spesial,
hanya materi yang diisi oleh alumni dan pelatih.
Begitu dini hari, itu pengalaman yang aku gak bakal
lupain. Kami baru tidur sekitar jam 12 dan para senior
kelihatan sangat baik-baik. Anehnya aku tidak curiga
kenapa mereka semua baik sekali.
Tiba-tiba kami dibangunin dengan cara gedor-gedor
pintu dengan keras dan diteriakin. Aku sangat kaget,
sampai-sampai aku tidak bisa menemukan kacamata ku.
Untungnya salah satu alumni berhasil menemukan
dimana kacamata ku berada.
Kami disuruh baris dan jalan jongkok menuruni tangga
dari lantai 4 ke tengah lapangan. Pada saat itu kepalaku
sangat pusing. Sesampainya di tengah lapangan kami
dibagi ke beberapa kelompok dan disuruh untuk
melakukan post-to-post.
Saat berada di pos pertama, kami ditanyai mengenai
pengertian disiplin dan pengetahuan dasar paskibra.
Teman sekelompok ku tidak bisa menjawabnya yang
membuat aku harus push up sampai ia bisa
menjawabnya. Akhirnya setelah sekitar 10 menit para
senior memperbolehkan teman yang lainnya untuk
membantu menjawab pertanyaan dan aku boleh berdiri
lagi.
Ada sekitar 4 pos yang dilalui. Akhirnya tinggal 1 pos
terakhir. Kami semua berkumpul lagi tidak menjadi
kelompok-kelompok seperti sebelumnya dan kami harus
masuk berbarengan. Pos tersebut berada di kelas di lantai
paling atas. Begitu kami membuka pintu kelas tersebut,
meja-meja sudah disejajarlkan dan para senior terus
memukul meja tersebut.
Kami harus melewati kolong meja tersebut. Setelah
melewati kolong meja tadi, kami disuruh baris. Satu
persatu kami diteriaki, bahkan aku sampai diangkat
kerah ku dan didorong ke tembok oleh pelatihku.
Itu semua merupakan pelatihan mental untuk kami agar
tidak takut apabila kami tidak salah dan berlatih untuk
berargumen di situasi yang tegang. Singkat cerita,
pelantikan telah usai. Kami mendapat lencana
Dharmaputra yang didapatkan dengan susah payah.
Di semester dua, pelatih paskibra kami mendaftarkan
kami untuk mengikuti lomba baris-berbaris. Aku
bertugas sebagai poros kanan paling depan (lupa aku
namanya). Persiapan untuk lomba ini kami berlatih
setiap hari bahkan terkadang kami diberi izin untuk
dispensasi dari pelajaran.
Panas atau hujan angin kami tetap latihan. Sayangnya,
dengan latihan seberat itu kami tidak juara, tetapi kami
jadi memiliki pengalaman dan juga stamina yang lebih
kuat. Setelah perlombaan tadi, kami jadi sering ikut
lomba-lomba paskibra. Kami memenangi beberapa piala,
seperti juara 2 lomba baris-berbaris, juara danton terbaik,
juara formasi terbaik dan lain-lain.
Waktu tidak berasa berlalu, sudah waktunya aku
menghadapi ujian akhir lagi. Sekarang tidak hanya UN,
namun ada UTBK. Aku belajar fokus materi untuk
UTBK dan belajar hanya sedikit untuk UN.
Cita-cita aku dulu ingin kuliah di jurusan Bahasa Korea
di UI. Namun, setelah aku selesai tes UTBK dan melihat
hasilnya, sepertinya nilai ku tidak cukup. Lalu aku
memutuskan untuk mendaftar di Sastra Jepang dan Ilmu
Perpustakaan di UNPAD.
Nasib berkata lain, aku gagal mendapatkan SBMPTN.
Untungnya aku tidak berharap banyak jadinya aku tidak
merasa down. Setelah itu aku belajar lagi untuk
persiapan tes mandiri.
Alhamdulillah aku berhasil diterima di UNPAD jurusan
Bahasa dan Budaya Tiongkok dan UNJ jurusan
pendidikan Perancis.
Waktu itu aku sempat bingung memilih yang mana. UNJ
dekat dengan rumah tetapi Universitasnya masih
dibawah UNPAD. Akhirnya setelah berdiskusi dengan
keluarga aku memilih untuk berkuliah di UNPAD dan
sekarang bisa mengerjakan tugas ini.
***

Anda mungkin juga menyukai