Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nur Aisyah Lutfi Fatmawati

No : 21
Kelas : XII A1

AUTOBIOGRAFI

Sepenggal Kisah Jejak Hidupku

Nama lengkap saya Nur Aisyah Lutfi Fatmawati. Baik di lingkungan keluarga, rumah,
maupun sekolah, saya akrab dipanggil Nur. Saya dilahirkan di Bantul, Yogyakarta, pada
tanggal 23 Juli 2000. Di keluarga saya, saya adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Akan
tetapi, kedua adik saya telah meninggal dunia sejak masih bayi. Ayah saya bernama Ngadilan
dan ibu saya bernama Kaminem. Ayah dan ibu saya sudah bercerai sejak saya masih berusia
3 tahun. Sejak saat itu, ibu saya menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai
buruh di Pusat Oleh-Oleh Khas Jogja “Geplak Jago”.
Saya beserta keluarga menetap di Pedukuhan Srandakan RT 01, Desa Trimurti,
Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Kebetulan, di sana saya dan ibu
saya tinggal bersama kakek dan nenek karena rumah yang kami tinggali tersebut adalah
rumah milik kakek dan nenek saya. Saya nyaman tinggal di kampung saya, selain karena
dekat dengan sanak saudara, suasana di kampung saya juga menyenangkan. Saya juga aktif
dalam organisasi karang taruna di kampung saya. Organisasi karang taruna kami termasuk
organisasi yang aktif mengadakan kegiatan kemasyarakatan, seperti gotong royong, bersih
lingkungan, perawatan penerangan jalan, peringatan hari-hari besar, dan masih banyak
lainnya.
Sedikit mengenai diri saya, pada tahun 2005 saya mulai mengenyam pendidikan di
Taman Kanak-Kanak PKK 23 Srandakan. Pada Mei 2006, saya ikut merasakan peristiwa yang
tidak bisa saya lupakan, yaitu tragedi gempa bumi dahsyat yang mengguncang wilayah
Yogyakarta dan sekitarnya. Pagi hari kala itu, saya yang baru bangun tidur tiba-tiba langsung
ditarik oleh kakak sepupu saya yang kebetulan saat itu sedang menginap di rumah kami. Di
luar rumah, saya menangis melihat rumah-rumah roboh, genteng berjatuhan, dan teriakan
orang-orang. Untung saja, rumah kami tidak mengalami kerusakan yang cukup parah hanya
saja beberapa dindingnya tampak retak.
Di TK, saya pertama kali mendapat teman-teman baru. Saya mulai belajar membaca,
menulis, menggambar, menari, menyanyi, dan masih banyak lagi lainnya. Saat belajar baca
tulis di TK saya tidak mengalami kesulitan karena di rumah saya selalu diajari oleh ibu saya.
Maka dari itu, saya sudah sedikit lancar dalam membaca dan menulis di TK.
Tahun 2007 saya lulus dari TK. Ibu saya kemudian mendaftarkan saya di salah satu
SD yang dekat dengan rumah, yaitu SD Negeri 1 Srandakan. Di sana, saya mendapatkan
banyak teman lagi, meskipun sebagian besar siswa di kelas adalah teman saya sewaktu di
TK. Di sana pula, saya bertemu dengan banyak guru yang begitu berjasa besar dalam hidup
saya. Merekalah yang mengajar saya, dari dulu yang masih terbata-bata dalam mengeja huruf
menjadi lebih lancar saat membaca, dari dulu yang baru sekadar mengerti angka 1, 2, 3,
sampai 20 menjadi bisa menjumlah dan mengurang bilangan. Guru-guru SD saya memang
terkenal baik dan sabar dalam membimbing anak didiknya.
Hari pertama di kelas 1 SD, Ibu saya setia menemani dari pukul 7 pagi hingga selesai
belajar di siang harinya. Begitu pula dengan teman-teman yang lain, mereka juga masih
ditunggui oleh orang tuanya masing-masing. Sebenarnya saya memang anak yang cukup
pemalu. Oleh karena itu, pada hari pertama saya lebih banyak duduk diam sembari
memerhatikan luar, hanya untuk memastikan bahwa ibu saya masih berada di luar kelas. Oleh
karena baru masuk pertama kalinya, maka kegiatan belajar mengajar masih belum dimulai
dan hanya diisi dengan perkenalan dengan teman dan wali kelas.
Seminggu berlalu sejak saya pertama kali duduk di bangku sekolah dasar, saya mulai
kenal dengan teman sekelas. Ibu saya juga sudah tidak menunggui saya lagi, selain karena
saya sudah memiliki teman, ibu saya juga harus pergi bekerja. Sejak saat itu, ibu saya hanya
mengantar saya saja setiap paginya, sedangkan saat pulang sekolah saya berjalan kaki
sendiri dan terkadang bersama teman-teman. Akan tetapi, mulai dari kelas IV, saya
memutuskan untuk bersepeda ke sekolah. Dengan sepeda mini warna biru muda pemberian
kakek saya, saya menempuh waktu sekitar 3 menit setiap harinya untuk sampai di sekolah
karena memang jarak rumah saya ke sekolah sangat dekat.
Hari demi hari berlalu. Tanpa terasa, sudah hampir 6 bulan saya berada di kelas I,
pertanda bahwa sebentar lagi akan diadakan ujian akhir semester. Ini adalah kali pertama
saya menghadapi ujian tertulis semasa hidup saya. Ibu saya di rumah selalu mendampingi
saya belajar. Ujian akhir semester untuk anak kelas I SD tidak terlalu menegangkan seperti
ujian untuk anak kelas III. Hal ini dikarenakan soal masih dibacakan oleh guru dan dikerjakan
bersama-sama.
Hasil ujian saya selama di sekolah dasar cukup memuaskan. Orang tua saya senang
akan hal ini karena setiap kali terima rapor saya selalu berada di 5 besar dari 32 siswa.
Meskipun demikian, pernah suatu ketika saat ujian semester di kelas II, saya tidak bisa
mengerjakan beberapa soal karena saya rasa itu cukup sulit. Akhirnya saya pun menangis di
tengah ujian. Guru saya pun kebingungan, beliau akhirnya duduk di samping saya dan
menenangkan saya saat saya sedang mengerjakan soal ujian. Itu adalah salah satu kenangan
memalukan saya yang tidak bisa saya lupakan.
SD Negeri 1 Srandakan memiliki beberapa kegiatan ekstrakurikuler, di antaranya
karawitan, drumband, menari, bola voli, dan masih banyak lainnya. Saya mengikuti karawitan
sejak kelas II. Latihan karawitan rutin diadakan setiap pulang sekolah di hari-hari tertentu.
Entah mengapa saya cukup gemar dengan kegiatan yang satu ini. Memainkan alat musik
gamelan adalah hal yang cukup menyenangkan bagi saya. Grup karawitan kami pun sempat
mengikuti lomba di tingkat kabupaten meskipun belum bisa mendapat juara.
Memasuki tahun 2013 menandakan bahwa waktu ujian nasional sudah dekat. Semua
teman-teman saya, termasuk saya mulai merasa gugup. Serangkaian uji coba ujian nasional,
USBN, ujian sekolah, dan ujian praktik telah kami lewati. Akhirnya pada Maret 2013, kami
menempuh ujian nasional tingkat SD sederajat. Di tahun itu pula saya bersama seluruh teman-
teman saya lulus dari SD Negeri 1 Srandakan untuk mulai memasuki jenjang SMP.
Saat itu saya didaftarkan oleh ibu saya di SMP Negeri 1 Galur, salah satu sekolah
favorit di Kabupaten Kulon Progo dan merupakan sekolah yang sangat saya impikan saat itu.
Sebenarnya, saat itu ibu saya sempat ragu mendaftarkan saya ke sana karena status sekolah
tersebut yang merupakan bekas RSBI sehingga ibu saya khawatir kalau biaya sekolahnya
mahal. Akan tetapi, akhirnya ibu saya mendukung saya untuk sekolah di sana dengan
menimbang berbagai alasan, salah satunya adalah karena dekat dengan rumah saya. Dengan
begitu, saya bisa bersepeda sendiri ke sekolah.
Pada Juli 2013, saya resmi menjadi siswa SMP Negeri 1 Galur. Total ada 6 siswa dari
SDN 1 Srandakan yang bersekolah di sana. Saya diterima di kelas VIIB dengan total siswa
per kelas sebanyak 32 siswa. Pada hari pertama masuk sekolah, diadakan serangkaian
kegiatan MOS atau Masa Orientasi Siswa. Kegiatan ini diprakarsai oleh OSIS SMP Negeri 1
Galur. Saat itu masih bulan puasa, kami disuruh membawa berbagai barang dan melakukan
bermacam hal yang sudah ditetapkan oleh OSIS. Meskipun sedikit menantang bagi saya, tapi
kegiatan MOS ini bertujuan untuk membentuk mental para siswa baru agar lebih kuat, dewasa,
dan siap untuk bersekolah di SMP Negeri 1 Galur.
Selama 1 semester di kelas VIIB, tiba-tiba pihak sekolah mengadakan seleksi bagi
seluruh siswa kelas VII untuk membentuk sebuah kelas baru, yaitu kelas CI atau Cerdas
Istimewa. Seleksi ini di antaranya adalah tes IQ. Kemudian, ketika diumumkan bahwa akan
ada 20 anak yang pindah atau berhasil masuk ke kelas CI, saya cukup kaget karena ternyata
saya adalah salah satu dari 20 anak tersebut. Saya merasa tidak percaya, takut, sedih,
sekaligus senang di waktu yang bersamaan. Dengan pindah kelas berarti saya harus bertemu
dengan teman-teman baru di saat saya sudah mulai akrab dengan teman-teman kelas VIIB.
Bagi saya sendiri, cukup sulit untuk memulai adaptasi dengan lingkungan yang baru.
5 Februari 2014, saya beserta 19 anak lainnya menempati ruangan yang dulu adalah
ruang prakarya namun diubah menjadi ruang kelas baru, yaitu kelas VIIA. Berada sekelas
dengan siswa-siswi cerdas sempat membuat saya kurang percaya diri. Akan tetapi, seiring
berjalannya waktu rasa itu mulai hilang. Ternyata teman-teman saya cukup ramah dan
menyenangkan sehingga saya mudah bergaul dengan mereka. Ketika kenaikan kelas VIII,
semua kelas mengalami pengacakan kecuali kelas saya. Jadi, mulai dari kelas VIIB hingga
VIIE semuanya diacak saat memasuki kelas VIII. Begitu pula saat kenaikan ke kelas IX, dari
kelas VIIIB sampai VIIIE kembali diacak menjadi seperti saat kelas VII dahulu. Kelas saya,
yaitu VIIIA adalah satu-satunya yang tidak mengalami pengacakan. Dengan kata lain, selama
5 semester saya berada di kelas yang sama dengan teman-teman yang sama pula.
Berada di kelas yang sama dengan teman-teman yang sama pula bagi saya tidak ada
masalah. Meskipun teman saya menjadi tidak terlalu banyak, saya bisa menjadi lebih dekat
dan akrab dengan teman sekelas saya. Memang, kelas saya adalah kelas yang berbeda dan
istimewa. Meskipun hanya dihuni oleh 20 orang, dengan total 3 siswa laki-laki dan 17 siswa
perempuan, kami semua sudah menjadi layaknya saudara, cukup dekat. Jujur saja, kelas saya
memang kurang dekat dengan kelas lain karena letak ruang kelas saya sendiri pun terpisah
jauh dengan ruang kelas lainnya. Akan tetapi, jangan tanyakan seberapa dekat saya dengan
teman sekelas saya karena kami memang begitu dekat satu sama lain.
Masa SMP adalah salah satu masa-masa indah dalam hidup saya, bertemu orang-
orang hebat seperti teman-teman dan guru-guru saya dan membuat kenangan-kenangan
indah bersama mereka. Suka dan duka kami lewati bersama. Saat masa SMP pula saya
bertemu sahabat-sahabat saya yang sampai saat ini masih sering berkomunikasi meski sudah
berbeda sekolah.
Tak terasa sudah 3 tahun lamanya saya mengukir kenangan di masa SMP. Tahun
2016 sudah tiba, tahun kelulusan saya dari jenjang SMP. Suka duka ujian kelas IX kembali
saya lewati. Kala itu saya berusaha lebih keras daripada saat ujian kelas VI SD. Puji syukur
semuanya sudah terlewati dengan baik. Saya berhasil lulus dari SMP Negeri 1 Galur bersama
teman-teman tercinta saya. Saatnya kami berpisah, memilih jalan masing-masing untuk
melanjutkan pendidikan. Dengan nilai ujian nasional yang saya peroleh, saya memberanikan
diri mendaftar di SMA Negeri 1 Yogyakarta tetapi ternyata nilai saya tidak cukup tinggi untuk
dapat diterima di sana. Saya pun akhirnya tersingkir dan tergeser ke pilihan kedua saya, yaitu
SMA Negeri 8 Yogyakarta. Akan tetapi, lagi-lagi karena berbagai pertimbangan termasuk
aspek jarak rumah ke sekolah akhirnya ibu saya mendaftarkan saya di SMA Negeri 1 Bantul,
SMA terfavorit di Kabupaten Bantul.
Juli 2016, saya resmi diterima di SMA Negeri 1 Bantul bersama 318 anak lainnya. Saya
kembali bertemu dengan teman-teman baru yang tak kalah hebatnya. Pada masa awal masuk,
kembali diadakan MPLS, yaitu Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Saat itu, saya dan
teman-teman yang lain diajak untuk mengenal lebih banyak mengenai lingkungan SMA Negeri
1 Bantul. SMA Negeri 1 Bantul adalah sekolah sehat sekaligus sekolah adiwiyata, oleh
karenanya tidak heran apabila di lingkungan SMAN 1 Bantul cukup bersih dan terdapat banyak
pohon.
Setelah MPLS berakhir, diadakan tes penjurusan, apakah masuk jurusan IPA atau IPS.
Saya berhasil masuk ke kelas IPA, yaitu kelas X MIPA 6. Dimulailah masa SMA saya. Saya
berada di kelas yang sama dengan teman-teman se-SMP saya, sehingga saat awal masuk
tidak terasa begitu canggung. Saya menjalani masa SMA saya dengan biasa-biasa saja
karena saya memang ingin menjadi anak yang biasa-biasa saja. Saya tidak mengikuti
organisasi di SMA. Dulu saya ingin masuk organisasi Rohis, tetapi saya gagal pada tes
wawancara. Saat kelas X saya mengikuti ekstrakurikuler KIR dan OSN Astronomi. Akan tetapi,
saat itu saya juga mengikuti seleksi Tim LCC 4 Pilar dan terpilih sehingga saya pun melepas
kedua ekstrakurikuler saya yang lain.
Mata pelajaran di SMA cukup banyak dan semakin sulit. Gurunya pun lebih banyak
dan berbeda di setiap mapelnya, tidak seperti saat di SD dan SMP. Memang, menurut saya
masa SMA begitu berbeda dengan masa SMP. Hal ini dikarenakan setelah lulus SMA kita
harus memilih jalan untuk menentukan masa depan kita. Kita sibuk mempersiapkan diri untuk
melanjutkan pendidikan kita dan masa depan kita yang sudah ada tepat di depan mata.
Tahun 2018 saya berada di kelas XIA 1 dan sudah memasuki semester genap yang
artinya saya berusia 17 tahun dan hampir memasuki 18 tahun. Artinya, saya sudah bisa
mendapatkan KTP dan juga SIM. Meskipun demikian, saya belum ada rencana untuk
membuat SIM karena saya belum diizinkan mengendarai sepeda motor sendiri oleh ibu saya.
Selain itu, letak sekolah saya dan tempat kerja ibu saya juga searah sehingga baik saat
berangkat maupun pulang sekolah saya bisa diantar jemput oleh ibu saya.
Saat ini, saya sudah berada di kelas XIIA 1 dan memasuki semester ganjil. Saatnya
melewati kembali suka duka ujian-ujian yang telah menanti. Saya pun sudah mulai
mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian-ujian tersebut. Selain itu, saya juga sudah mulai
merencanakan kelanjutan studi setelah lulus nanti. Di kelas XII inilah waktunya saya dan
teman-teman saya berjuang untuk meraih impian, harapan, dan cita-cita demi masa depan
kami.
Begitulah sedikit cerita mengenai riwayat hidup saya selama 18 tahun ini. Hari-hari
masih saya lalui dengan rutinitas yang sama, bersekolah dari pukul 07.00 pagi hingga 15.30
sore. Semenjak sekolah saya menerapkan full day school, setiap hari saya harus pulang sore
dengan libur tambahan di hari Sabtu. Meskipun lelah, setidaknya di sekolah saya tetap bisa
bertemu, bercanda, dan bermain bersama teman-teman saya. Oleh karena itu, kurang lebih
selama 8,5 jam berada di sekolah tidak terasa membosankan.
Sepulang sekolah bila tidak ada tugas, biasanya saya menggunakan waktu luang saya
untuk menghibur diri sendiri, bisa hanya dengan sekadar mendengarkan musik, menonton film
atau drama, bermain handphone, dan membaca buku. Begitulah saya menjalani hari-hari
saya. Saya berprinsip bahwa hidup tidak hanya untuk masa depan, tetapi hiduplah juga untuk
saat ini. Apabila saya ditanyai tentang masa depan saya, saya bercita-cita menjadi orang yang
bisa bermanfaat bagi orang di sekitar saya dan menjadi orang yang berbahagia selama
hidupnya. Semoga saya dan orang-orang di sekitar saya selalu berbahagia.

Anda mungkin juga menyukai