Anda di halaman 1dari 22

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

TERHADAP PRODUK KOSMETIK BERBAHAYA

A. Pengertian Kosmetik

Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang memiliki arti

“berhias”. Pada mulanya, pembuatan bahan kosmetika menggunakan bahan-

bahan alami yang berasal dari alam sekitar. Namun pada saat ini pembuatan

kosmetik tidak hanya menggunakan bahan alami saja tetapi juga menggunakan

bahan-bahan non alami atau kimia.45

Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan, kosmetik termasuk ke dalam jenis sediaan farmasi. Kosmetika

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan farmasi dan

Alat Kesehatan adalah:

“Paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (kulit,
rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut
untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan,
melindungi agar tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi
tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.”

Pengertian kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

445/MenKes/Permenkes/1998, Tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat

Pengawet dan Tabir Surya Pada Kosmetik, dijelaskan sebagai berikut :

“Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan,


dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan
45
Sjarif M. Wasitaatmaja, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, UI Press, Depok, 1997, hal. 26-
27.

36 Universitas Bung Karno


37

dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud
untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa,
melindungi supaya tetap dalam keadaan baik memperbaiki bau badan tetapi
tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit”.

Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor Hk.00.05.4.1745 tentang Kosmetik, yaitu :

“Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan ntuk


digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir,
dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki
bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik”.

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 Tentang

Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika, penggolongan

kosmetika terbagi ke dalam 20 (dua Puluh) jenis sediaan, yang pembagiannya

yaitu sebagai berikut:

1. Krim, emulsi, cair, cairan kental, gel, minyak untuk kulit (wajah, tangan,
kaki, dan lain-lain).
2. Masker wajah (kecuali produk peeling/pengelupasan kulit secara
kimiawi).
3. Alas bedak (cairan kental, pasta, serbuk).
4. Bedak untuk rias wajah, bedak badan, bedak antiseptik dan lain-lain.
5. Sabun mandi, sabun antiseptik, dan lain-lain.
6. Sediaan wangi-wangian.
7. Sediaan mandi (garam mandi, busa mandi, minyak, gel, dan lain-lain).
8. Sediaan depilatori.
9. Deodoran dan anti-perspiran.
10. Sediaan rambut.
11. Sediaan cukur (krim, busa, cair, cairan kental, dan lain-lain).
12. Sediaan rias mata, rias wajah, sediaan pembersih rias wajah dan mata.
13. Sediaan perawatan dan rias bibir.
14. Sediaan perawatan gigi dan mulut.
15. Sediaan untuk perawatan dan rias kuku.
16. Sediaan untuk organ kewanitaan bagian luar.
17. Sediaan mandi surya dan tabir surya.
18. Sediaan untuk menggelapkan kulit tanpa berjemur.
19. Sediaan pencerah kulit.

Universitas Bung Karno


38

20. Sediaan anti wrinkle (mengurangi timbulnya kerutan).

Produk kecantikan berupa kosmetik telah menjadi salah satu kebutuhan

pokok bagi kebanyakan orang, terutama wanita. Tidak heran bila permintaan

produk-produk kosmetik semakin meningkat dan semakin bervariasi tiap

tahunnya. Penjualan yang sangat menguntungkan dan target pasar yang luas

mengakibatkan maraknya produk kecantikan yang beredar di pasar dengan

berbagai fungsi dan manfaat. Namun, perlu diketahui bahwa memproduksi dan

menjual produk kosmetik tidak bisa sembarangan.46

Klasifikasi kosmetik yang digolongkan berdasarkan kegunaan dan cara

bekerjanya pada kulit penggunanya menurut Bagian Komsetologi Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin adalah dijabarkan sebagai berikut:47

1. Kosmetik pembersih (cleansing)

Terdiri dari pembersih dengan bahan dasar air (water based) yaitu

face tonic, skin freshner, dan sabun wajah), pembersih dengan bahan dasar

minyak (cleansing cream, cleansing milk, dan lain-lain), pembersih dengan

bahan dasar padat (masker)

2. Pelembab (moisturizing) dan pelindung (protecting)

Terdiri dari cold cream, night cream, moisturizer, anti wringkle, base

makeup, sunscreen, foundation cream.

3. Kosmetika dekoratif (decorated cosmetic)

46
Rizky Adi Yuristyarini, “Pengawasan Terhadap Peredaran Kosmetik Berbahaya
Teregister BPOM Yang Dilakukan Oleh Dinas Kesehatan Malang Berdasarkan Peraturan Nomor
1175/Menkes/Per/VIII/2010”, Jurnal Hukum, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang,
2015, hal. 1.
47
Retno Iswari Tranggono dan Fatma Latifah, Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007. hal. 53-113.

Universitas Bung Karno


39

Kosmetik yang dipakai untuk merias seperti perona pipi, lipstik, eye

shadow, maskara, bedak, cat kuku, dan lain-lain.

4. Kosmetik wangi-wangian

Terdiri dari parfum, cologne, deodorant, vaginal spray, dan after

shave.

Meningkatnya permintaan akan kosmetik yang hasilnya dapat terlihat

sangat cepat atau instan dengan harga terjangkau membuat beberapa oknum

tidak bertanggungjawab akhirnya memutuskan untuk memproduksi kosmetik

dengan menggunakan bahan-bahan yang membahayakan kosumen untuk

keuntungan pribadi.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 445/MenKes/

Permenkes/1998 tentang bahan, zat warna, substrat, zat pengawet dan tabir

surya pada kosmetik,dalam kadar yang sedikitpun, merkuri dapat bersifat

racun, mulai dari perubahan warna kulit, bintik-bintik hitam, alergi, iritasi,

serta pada pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen

otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin.48

B. Produk Kosmetik Mengandung Zat Berbahaya

Tren perawatan kulit saat ini telah menjadi kegiatan yang lumrah

dilakukan dengan tujuan untuk memiliki kulit yang cerah, putih dan tanpa

jerawat. Tidak heran banyak kaum wanita maupun laki-laki yang berbondong-

bondong untuk mencari produk-produk kosmetik hingga sampai melakukan


48
Sulistiorini Indriaty , et. al., “Bahaya Kosmetika Pemutih yang Mengandung Merkuri dan
Hidroquinon serta Pelatihan Pengecekan Registrasi Kosmetika di Rumah Sakit Gunung Jati
Cirebon”. Jurnal Surya Masyarakat, Volume 1 Nomor 1, November 2018, hal. 1.

Universitas Bung Karno


40

perawatan kulit agar kulit mereka menjadi bersih dan terhindar dari kerusakan

kulit.

Tren tersebut menyebabkan munculnya pelaku-pelaku usaha kosmetik

yang tidak jarang melakukan kecurangan supaya memperoleh sebuah

keuntungan yang amat tinggi namun tidak mempertimbangkan keselamatan

konsumen dalam pemakaian produk kosmetiknya. Salah satunya adalah

penambahan zat-zat berbahaya untuk hasil yang instan, tidak mencantumkan

komposisi dengan lengkap, bahkan tidak mendaftarkan produknya ke Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendapatkan perizinan.49

Ada kemungkinan terkandung alasan-alasan tertentu mengapa satu

produk kosmetik tersebut dijual murah, seperti misalnya kosmetik tersebut

tidak diregistrasikan sehingga tidak mendapatan ijin dari BPOM, terkandung

bahan-bahan berbahaya yang dapat merusak organ tubuh manusia, tidak

berlabel ataupun tidak memiliki tanggal kadaluarsa produk sampai dengan

menggunakan merk kosmetik ternama kemudian menjual produk kosmetik

tersebut jauh lebih murah.50

BPOM menemukan lebih dari 1 (satu) juta item kosmetik ilegal dengan

kandungan berbahaya. Tak tanggung-tanggung, nilai keekonomian dari

kosmetik ilegal ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp34 miliar. Dalam

konferensi pers, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen

Kesehatan, dan Kosmetik BPOM, kosmetik ilegal tersebut mengandung bahan

49
I Gede Tirtayasa, et. al., “Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Kosmetik Yang
Mengandung Zat Berbahaya Di Kota Denpasar”, Jurnal Konstruksi Hukum, Volume 3, Nomor 1,
Januari 2022, hal. 2.
50
Febri Jaya, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pemasaran Kosmetik Ilegal Secara Online Di
Indonesia”, Journal of Judicial Review. Volume 22, Nomor 1, 2020, hal. 99.

Universitas Bung Karno


41

pewarna yang dilarang dan dapat menyebabkan kanker, yaitu pewarna merah

K3 dan K10. Adapun jenis kosmetiknya mulai dari pewarna bibir, perona pipi,

hingga pewarna kuku.51

Berikut daftar merek kosmetik ilegal mengandung bahan berbahaya hasil

pengawasan BPOM periode Oktober 2021 hingga Agustus 2022, yaitu :52

1. Madame Gie Sweet Cheek Blushed 03;

2. Madame Gie Nail Shell 14;

3. Madame Gie Nail Shell 10;

4. Casandra Lip Balm Care With Aloe Vera (Strawberry);

5. Casandra Lip Balm Magic (Strawberry);

6. Casandra Lip Balm Magic (Orange);

7. Loves Me Keep Color Trio Eyeshadow LM3044 04;

8. Loves Me The Matte Eyeshadow LM3016 02;

9. Loves Me The Matte Eyeshadow LM3022 04;

10. Miss Girl Eyeshadow + Blush On No. 2;

11. Miss Girl Eyeshadow + Blush On No. 3;

12. Miss Rose Matte 33 Orchid 7301-043B33;

13. Miss Rose Matte 46 Love Bug 7301-043B46;

14. Miss Rose Matte 52 Americano 7301-043B52;

15. Miss Rose Matte 48 Beeper 7301-043B48;

16. Miss Rose Matte 50 Loved 7301-043B50.

51
Rindi Salsabilla, “Daftar Kosmetik Ilegal Berbahaya Temuan BPOM, Ada Madame Gie”,
https: //www.cnbcindonesia.com, diakses tanggal 10 Januari 2023.
52
Ibid.

Universitas Bung Karno


42

Pada periode yang sama, BPOM juga melakukan patroli siber di

sejumlah situs, media sosial, dan e-commerce. Terhadap hasil patroli siber,

BPOM bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi

(Kominfo) dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (iDEA) untuk melakukan

memblokir platform yang menjual produk mengandung bahan kimia

berbahaya. Pada periode ini, kami menemukan dan mengidentifikasi adanya

peredaran vitamin ilegal dengan sejumlah 22 item yang terdiri dari 10 item

Vitamin D3, 11 item Vitamin C, dan 1 item Vitamin E. 53

Perizinan produk kosmetik tentunya sangat penting karena dengan

adanya izin dari pihak pemerintah maka dapat dipastikan produk tersebut aman

untuk digunakan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.1175/Menkes/

Per/XII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika menyebutkan Produk kosmetik

yang tidak memiliki nomor izin edar dari BPOM ini belum mengindikasikan

bahwa produk kosmetik yang dipakai tersebut berbahaya untuk dipakai karena

belum melewati tahap dalam hasil pengujian laboratorium menjadi sebuah

tahap dalam mendapatkan nomor izin peredaran. 54

Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah

melakukan beberapa pengujian terhadap produk kosmetik yang beredar di

masyarakat khususnya krim pemutih dan lipstick. Krim pemutih dalam hasil uji

YLKI tersebut memiliki kandungan logam berat berupa merkuri. Selanjutnya

produk yang berupa lipstick tersebut juga yang memiliki kandungan zat yang

tidak aman. YLKI menyatakan bahwa rata-rata terdapat 5 sampai dengan 10

53
Ibid.
54
I Gede Tirtayasa, et. al., op. cit., hal. 2.

Universitas Bung Karno


43

kasus kosmetik berbahaya yang ditangani hal ini menunjukkan bahwa edaran

dari produk kosmetik yang tidak aman masih banyak tersebar di Indonesia.

Berikut beberapa bahan kimia yang dapat memberikan dampak buruk

bila dipakai secara rutin :55

1. Merkuri (Hg) atau Air Raksa

Termasuk dalam logam berat berbahaya, yang dalam konsentrasi kecil

sekalipun dapat bersifat sebagai racun. Pemakaian Merkuri dapat

menimbukan berbagai hal seperti perubahan warna kulit yang dapat

menyebabkan terjadinya bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit,

kerusakkan permanen pada susunan saraf, otak, ginjal dan gangguan

perkembangan janin bahkan paparan jangka pendek dalam dosis tinggi

dapat menyebabkan muntah-muntah, diare, kerusakan ginjal, dan

merupakan zat karsinogenik (menyebabkan kanker) pada manusia.

2. Tretinoin/Retinoic acid atau Asam Retinoat

Merupakan bahan yang dapat menyebabkan kulit menjadi kering, rasa

terbakar, teratogenik (cacat pada janin).

3. Bahan pewarna seperti Rhodamin (Merah K.10) dan Merah K.3

Merupaka zat warna sintetis yang pada umumnya digunakan sebagai

zat pewarna kertas, tekstil, atau tinta. Zat warna ini merupakan zat

karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Rhodamin dalam konsentrasi

tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati.

4. Chloroform
55
Anonim, “Bahan Kosmetik Berbahaya”, https: //vivahealth.co.id, diakses tanggal 10
Januari 2023.

Universitas Bung Karno


44

Bahan tidak aman digunakan sebagai bahan kosmetik karena berbahaya bagi

kesehatan manusia.56

Pelaku Usaha yang mempunyai iktikad buruk untuk tetap menjalankan

bisnisnya walaupun produk kosmetik yang diperdagangkan dapat memberikan

efek buruk bagi konsumen dan juga akibat posisi konsumen yang lemah karena

tidak adanya perlindungan yang seimbang untuk melindungi hak-hak dari

konsumen.57

Perlindungan terhadap konsumen semakin terasa sangat penting

mengingat semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan

motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau

jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka

mengejar dan mencapai kedua hal tersebut akhirnya baik langsung ataupun

tidak langsung, maka konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan

dampaknya.58

C. Hak-Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Produk Kosmetik

Pelaku Usaha yang mengedarkan produk-produk ilegal, yang dalam hal

ini adalah produk kosmetik, berarti Pelaku Usaha tersebut jelas-jelas melanggar

perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha dalam Undang-undang

Perlindungan Konsumen. Karena dalam Undang-undang tersebut terdapat

pasal-pasal yang menjelaskan bahwa produk yang dikeluarkan oleh Pelaku

56
Ibid.
57
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 1.
58
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008, hal. 39.

Universitas Bung Karno


45

Usaha haruslah memenuhi standar mutu yang ditentukan, sesuai dengan janji

atau klaim pada produk, mencantumkan tanggal kadaluwarsa, keterangan

komposisi dan sebagainya pada label produk. Jadi, produk yang dikeluarkan

atau dijual harus sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perlindungan

Konsumen, dan jika tidak maka ia melanggar.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

sudah mengatur hal-hal apa saja yang menjadi hak konsumen, kewajiban

konsumen, hak Pelaku Usaha, kewajiban Pelaku Usaha, dan tentunya

perbuatan yang dilarang untuk dilakukan bagi Pelaku Usaha. Meskipun sudah

ada aturan sedemikian rupa akan kewajiban dan larangan bagi Pelaku Usaha

tersebut, nyatanya masih banyak ditemukan produk kosmetik palsu yang

beredar di Indonesia.

Konsumen yang membeli produk kosmetik dari Pelaku Usaha berarti

telah melakukan perjanjian jual beli. Disebutkan dalam Pasal 1457 KUH

Perdata, yaitu : “Jual beli adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk

membayar harga benda yang telah diperjanjikan”.

Konsumen dan Pelaku Usaha yang telah melakukan perjanjian maka

mereka telah sepakat untuk mengikatkan dirinya kepada satu sama lain, dan

perjanjian tersebut dapat menimbulkan akibat hukum atau pihak yang tidak

terpenuhi prestasinya dapat melakukan gugatan.

Hak Pelaku Usaha dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen adalah:

Universitas Bung Karno


46

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan


mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/jasa yang diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik.
3. Hak melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hokum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/jasa yang
diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.

Pelaku Usaha berkewajiban untuk mencegah kerugian bagi konsumen.

Merupakan kewajiban bagi Pelaku Usaha untuk memberikan infromasi yang

benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang serta memberikan

penjelasan cara panggunaan pada barang yang dijualnya. Pencantuman label

pada produk perlu dilakukan agar konsumen dapat menentukan apakah produk

kosmetik tersebut akan cocok digunakan atau tidak. Apabila pemakaian produk

kosmetik tersebut mendapatkan efek samping, maka konsumen berhak untuk

menyampaikan pendapat dan keluhannya atas produk tersebut.59

Di samping itu, produk yang dijual juga harus mendapatkan jaminan

mutu berdasarkan ketentuan standar mutu yang berlaku. Maka dari itu, demi

kemanfaatan produk dan menjaga keamanan serta keselamatan konsumen,

konsumen wajib membaca dan mengikuti seluruh petunjuk informasi sudah

dicantumkan.

Pengaturan mengenai kewajiban dari Pelaku Usaha tertuang dalam Pasal

7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

yaitu :

59
Rizky Adi Yuristyarini, Op. Cit., hal. 55.

Universitas Bung Karno


47

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.


2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.

Tidak sedikit produk kosmetik yang beredar di pasaran merupakan

kosmetik ilegal dan mengandung bahan berbahaya yang dilarang digunakan

sebagai bahan baku pembuatan kosmetik seperti merkuri, hidrokinon, asam

retinoat, bahan bewarna, dietilen glikol, dan resornisol. Penggunaan bahan-

bahan berbahaya secara terus-menerus akan memiliki efek jangka panjang

seperti menimbulkan masalah kesehatan pada tubuh.60

Agar Pelaku Usaha Produk Kosmetik dapat mempertanggungjawabkan

produknya, maka produk kosmetik harus memiliki izin edar sebelum diedarkan

di pasaran. Izin edar kosmetik di Indonesia menggunakan sistem notifikasi,

setiap Pelaku Usaha/Produsen Kosmetik yang akan memasarkan produknya

60
Dhana Febi Rena, “Penyidikan Kasus Perdagangan Produk Kosmetik Ilegal Secara Online
oleh BPOM”, Tesis. Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2019, hal. 36.

Universitas Bung Karno


48

harus melakukan notifikasi produk terlebih dahulu kepada pemerintah yang

bersangkutan.61

Hal tersebut di atas berkaitan dengan Pasal 10 ayat (1) Keputusan Kepala

BPOM Nomor HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetika yang menyebutkan

bahwa : “Kosmetik sebelum diedarkan harus didaftarkan untuk mendapatkan

izin edar dari Kepala Badan”.

Semakin tinggi kesadaran hukum dalam masyarakat maka akan semakin

baik pula budaya hukum yang tercipta di dalamnya, maka dari itu budaya

hukum memiliki kaitan yang sangat erat dengan kesadaran hukum di

masyarakat. Budaya hukum masyarakat khususnya terkait perlindungan

konsumen antara konsumen dan pelaku usaha masih dinilai lemah. Hal ini

dikarenakan terdapat beberapa macam pemahaman pelaku usaha terhadap

keberadaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen, di antaranya yaitu:

1. Kelompok pelaku usaha yang tidak mengetahui tentang keberadaan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

sama sekali. Kelompok ini tidak pernah mengetahui adanya UUPK

termasuk mengenai perlindungan konsumen terlebih lagi tentang perlunya

notifikasi produk kosmetik oleh BPOM sebelum diperdagangkan.

2. Kelompok pelaku usaha yang sudah mengetahui bahwa untuk melakukan

pengedaran kosmetik harus melalui notifikasi BPOM terdahulu. Meskipun

tahu ada konsekuensi berupa sanksi hukum, kelompok ini tetap tidak

61
Dewi Muliyawan dan Neti Suziana, A-Z tentang Kosmetik, PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta, 2013, hal. 32.

Universitas Bung Karno


49

melakukan notifikasi kosmetika dengan dalih bahwa produk kosmetiknya

sudah banyak dipasarkan dan disukai masyarakat.

Kosmetik ilegal dilarang untuk diedarkan karena tidak atau belum

ternotifikasi oleh BPOM. Proses notifikasi kosmetik oleh BPOM perlu

dilakukan untuk menjamin produk tersebut memenuhi kriteria keamanan,

kemanfaatan, mutu, penandaan, dan klaim, yang tentunya hal ini dilakukan

sebagai garansi keamanan bagi konsumen dari pelaku usaha.

D. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Memproduksi dan Mengedarkan

Kosmetik Mengandung Zat Berbahaya

Tanggung jawab adalah seseorang atau sesuatu yang kehadiran atau

perilakunya cenderung menyebabkan rasa malu atau menempatkan seseorang

pada posisi yang tidak menguntungkan. Dalam hukum, tanggung jawab berarti

bertanggung jawab wajib secara hukum.

Mengedarkan produk kosmetik ilegal dan mengandung bahan berbahaya,

Pelaku Usaha telah melanggar ketentuan kewajiban Pelaku Usaha khususnya

pada Pasal 7 huruf a yaitu dalam menjalankan kegiatan usahanya Pelaku Usaha

berkewajiban untuk beritikad baik. Selain itu pada Pasal 7 huruf d juga

mengatakan bahwa : “Pelaku Usaha berkewajiban untuk menjamin mutu

barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan

kententuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku”.

Kewajiban Pelaku Usaha pada Pasal 7 huruf a dimaksudkan agar Pelaku

Usaha tidak berlaku dzalim dalam menjalankan usahanya yang tentunya

Universitas Bung Karno


50

perbuatan dzalim tersebut akan berdampak buruk pada konsumen. Salah satu

hal yang mencirikan bahwa seorang Pelaku Usaha beritikad baik dalam

menjalankan usahanya yaitu dengan cara menggunakan jalur resmi dengan

mencantumkan nomor registrasi dari BPOM.62

Beritikad baik dalam pasal ini dapat mencakup kewajiban Pelaku Usaha

dalam pasal-pasal selanjutnya seperti memberikan informasi yang jelas dan

jujur mengenai produk, menjamin mutu produk yang diperdagangkan, serta

memberi kompensasi atau ganti rugi jika produk tidak sesuai yang

diperjanjikan.

Tanggung jawab hukum menyangkut hukum perdata dan hukum pidana

dan dapat timbul dari berbagai bidang hukum, seperti kontrak, ganti rugi,

pajak, atau denda yang diberikan oleh lembaga pemerintah. Pengadu adalah

orang yang berupaya untuk menetapkan, atau membuktikan, tanggung jawab.

KUH Perdata Pasal 1365 yang berbunyi: “Tiap perbuatan yang

melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan

orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk

menggantikan kerugian tersebut.”

Secara singkat, Kosmetik adalah produk yang digunakan untuk

meningkatkan atau mengubah penampilan wajah, aroma atau tekstur tubuh.

Banyak kosmetik yang dirancang untuk digunakan pada wajah dan tubuh.

Mereka umumnya campuran senyawa kimia yang berasal dari sumber alami

(seperti minyak kelapa), atau mungkin sintetis atau buatan.


62
Nabila Sari dan Winsherly Tan, “Analisis Hukum Produk Kosmetika Yang Diimpor
Untuk Digunakan Secara Pribadi Oleh Konsumen”, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan
Undiksha, Volume 9, Nomor 3, Tahun 2021, hal. 966.

Universitas Bung Karno


51

Kosmetik yang diterapkan pada wajah untuk meningkatkan penampilan

seseorang juga dikenal sebagai riasan yang mencakup barang-barang seperti;

lipstik, maskara, eye shadow, foundation, blush on, highlighter, bronzer dan

beberapa produk lainnya. Setiap produk kosmetik, termasuk perawatan pribadi

dan peralatan mandi, yang diimpor ke dan dijual di Indonesia harus terdaftar

terlebih dahulu.

Registrasi produk kosmetik diatur oleh BPOM. Sebagaimana diatur oleh

BPOM, sebelum mendaftarkan produk harus mengajukan permohonan akses

ke sistem online BPOM. Untuk itu, anda perlu mengirimkan aplikasi online

bersama dengan dokumen pendukung yang diperlukan, setelah mendapatkan

akses ke BPOM. Namun tanpa disadari, masyarakat Indonesia memiliki satu

kebudayaan yang dapat dinilai sebagai kebudayaan yang buruk.

Seperti halnya dalam proses registrasi ijin edar pada BPOM cenderung

mengabaikan dan merasa bahwa proses ijin edar yang dianjurkan oleh BPOM

sesuai dengan syaratnya tergolong tidak mudah dan memakan waktu yang

lama, oleh karena hal tersebut mereka enggan untuk mengikuti peraturan yang

ada karena tidak ingin mempersulit dirinya ataupun jalannya usahanya dan

sering kali juga manusia mengganggap bahwa hukum yang ada di Indonesia

kurang tegas, sehingga hal tersebut menghasilkan presepsi masyarakat yang

melihat bahwa tidak mengikuti hukum yang ada adalah hal yang normal, maka

terciptalah kebudayaan yang tidak baik bagi masyarakat itu sendiri.

Hal tersebut membuat sebagian produsen memilih untuk tidak

mendaftarkan produknya tersebut dan akhirnya produsen tersebut memuat

Universitas Bung Karno


52

nomor izin edar yang palsu yang dimana nomor tersebut tidak melalui

pesetujuan pendaftaran oleh pihak BPOM dengan kata lain produk yang dibuat

tidak diuji terlebih dahulu oleh pihak yang berwenang yaitu BPOM.

Produk tesebut bisa saja termasuk dalam kategori produk kosmetik yang

berbahaya karena aromanya menyengat, teksturnya kental dan sulit meresap

kemudian sering menjanjikan kulit cepat putih bersih dalam waktu singkat dan

krim yang ditawarkan terkandung Merkuri yang pada umumnya dapat

menyebabkan, yaitu :

1. Kerusakan pada syaraf seperti gangguan emosi, depresi, pikun bahkan

insomnia,

2. Dapat memperlambat pertumbuhan janin bagi ibu yang mengandung,

3. Menyebabkan anak menjadi autisme hingga dapat mengakibatkan

keguguran akibat dari merkuri yang sumbat dan menumpuk dalam tubuh

4. Berpengaruh kepada janin ibu yang mengandung,

5. Selain itu merkuri juga dapat merusak saluran pencernaan, merusak lapisan

kulit bawah yang dapat mengakibatkan kanker pada kulit,

6. Kerusakan pada ginjal sehingga dapat mengakibatkan kematian akibat dari

gagal ginjal.

Tanggung jawab terhadap pihak yang memproduksi dan mengedarkan

suatu produk kosmetik tanpa ada ijin edar serta produk yang diedarkan tidak

sesuai dengan persyaratan dan keamanan yang telah ditentukan. Dan kosmetika

merupakan salah satu sediaan farmasi maka orang tersebut dijerat dengan Pasal

196 dan 197 menyangkut dengan mutu sebagaimana dimaksud, yaitu :

Universitas Bung Karno


53

1. Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

yang berbunyi: “Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan

kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah,

mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat.”

2. Pasal 98 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

yang berbunyi : “Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan,

pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alat kesehatan

harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan

Peraturan Pemerintah.”

3. Kemudian diatur bahwa berkenaan dengan sanksi dimana :

“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan


sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar
dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dan serta Setiap orang yang
dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam
undangundang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah)”.

Berdasarkan hal tersebut, sebagai seorang pelaku usaha tentunya sudah

diberikan aturan dalam memproduksi hingga mengedekarkan sesuai dengan

yang ditentukan menurut Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen adalah Tanggung jawab terhadap produk yang

telah diedarkan atau dipasarkan yang menimbulkan kerugian atas kerusakaan

dan kerugian akibat dari mengkonsumsi produk yang diperdagangkan, Ganti

rugi yang dimaksud adalah memberikan ganti rugi berupa pengembalian uang

Universitas Bung Karno


54

atau penggantian barang dan memberikan santunan yang sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

E. Sanksi Kepada Pelaku Usaha Memasarkan dan Mengedarkan Kosmetik

Mengandung Zat Berbahaya

Setiap perkembangan industri kometik yang dipadu dengan teknologi

yang canggih berbasis online tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan,

perpaduan tersebut membuat pihak pelaku usaha mengambil peluang untuk

memproduksi kosmetik dan memasarkan produk kepada masyarakat yang

menganggap bahwa produk kosmetik dan perawatan kulit sebagainya adalah

hal penting bagi masyarakat modern sekarang ini, dari ujung rambut sampai ke

ujung kaki terdapat masing-masing perawatan kulit tersendiri, karena

kebutuhan terhadap kosmetik semakin dibutuhkan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

Pasal 17 mengatur tentang bagaimana cara seorang pelaku usaha periklanan

yang mengiklankan produknya secara benar dan hal apa yang tidak boleh

dilakukan, seperti:

1. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan

harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang

dan/atau jasa;

2. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang

dan/atau jasa;

3. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;

Universitas Bung Karno


55

4. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan

mengenai periklanan.

Faktanya, banyak sekali pelaku usaha di Indonesia yang melanggar

perbuatan-perbuatan yang dilarang seperti memproduksi, memasarkan dan

mengiklankan semena-mena tanpa menghiraukan hukum yang telah diatur oleh

negaranya sendiri dan menimbulkan akibat yang fatal serta tidak mau

bertanggungjawab terhadap segala kerugian yang dialami pihak konsumen,

yang sudah diatur larangan yang harus dituruti oleh para pelaku usaha

sebagaimana dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dan apabila sebagai seorang pelaku usaha melanggar

peraturan yang tertulis terkait dengan pelaku usaha periklanan dan ganti rugi

yang dapat dibuktikan oleh konsumen maka dikenakan :

1. Sanksi administratif apabila melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal

20, Pasal 25, dan Pasal 26, akan ditetapkan sanksi administratif yaitu ganti

rugi paling banyak Rp 200.000.000,

2. Sanksi Pidana terhadap pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,

Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat 1) huruf a, huruf

b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp

2.000.000.000 serta Pelaku usaha yang melanggar Pasal 11, Pasal 12, Pasal

13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda

paling banyak Rp 500.000.000.

Universitas Bung Karno


56

Selain dari pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, apabila

pelanggaran yang dibuat melahirkan unsur-unsur perbuatan melawan hukum

maka sanksi yang dapat diberikan akan dikaitkan dengan Pasal 1365, 1366 dan

1367 KUH Perdata yang masing-masing berbunyi:

1. Pasal 1365 KUH Perdata : “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan

membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang

menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan

kerugian tersebut.”

2. Pasal 1366 KUH Perdata : “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja

untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian

yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatiannya.”

3. Pasal 1367 KUH Perdata : “Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk

kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian

yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau

disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik menyatakan bahwa transaksi elektronik merupakan perbuatan

hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer,

dan/atau media elektronik lainnya. Apabila pelaku usaha dalam melakukan

transaksi jual beli kepada seorang konsumen dengan menggunakan alat

elektronik, pelaku usaha wajib beriktikad baik dan meberikan informasi

sebenar-benarnya agar tidak menimbulkan kerugian yang tidak diinginkan

selama transaksi berlangsung sesuai dengan pasal 28, yang berbunyi, “Setiap

Universitas Bung Karno


57

Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan

menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi

Elektronik.”

Apabila pelaku tersebut tidak memenuhi Pasal 28 Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik akan

diberikan sanksi sesuai dengan pasal 45 ayat (2) yang berbunyi: “Setiap Orang

yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau

ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)tahun dan/atau

denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Maka dari hal itu, diharapkan kepada semua pelaku usaha yang menjalani

bisnisnya dengan memasarkan dan melakukan transaksi jual beli untuk

mematuhi segala peraturan yang telah diatur dalam negara Indonesia tidak

melakukan pelanggaran atau perbuat hukum yang mengakibatkan para pihak

mengalami kerugian serta dapat tercapai keadilan dan kesejahteraan bagi

seluruh rakyatnya.

Universitas Bung Karno

Anda mungkin juga menyukai