Anda di halaman 1dari 10

2021

PEDOMAN KODE
ETIK RUMAH SAKIT
Lampiran SK No. 013.12/01/TKRS/RSP-D/VI/2021

Tentang PENETAPAN KODE ETIK RUMAH SAKIT

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional, dan diterima pasien merupakan tujuan
utama pelayanan rumah sakit. Namun hal ini tidak mudah dilakukan dewasa ini. Meskipun rumah
sakit telah dilengkapi dengan tenaga medis, perawat, dan sarana penunjang lengkap, masih sering
terdengar ketidak puasan pasien akan pelayanan kesehatan yang mereka terima.

Pelayanan kesehatan dewasa ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan beberapa dasawarsa
sebelumnya. Beberapa faktor yang mendorong kompleksitas pelayanan kesehatan pada masa kini
antara lain:

1. Semakin kuat tuntutan pasien/masyarakat akan pelayanan kesehatan bermutu, efektif, dan
efisien,
2. Standar pelayanan kesehatan harus sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran,
3. Latar belakang pasien amat beragam (tingkat pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya), dan
4. Pelayanan kesehatan melibatkan berbagai disiplin dan institusi.

Situasi pelayanan kesehatan yang kompleks ini seringkali menyulitkan komunikasi antara pasien
dan pihak penyedia layanan kesehatan. Komunikasi yang baik amat membantu menyelesaikan
berbagai masalah sedangkan komunikasi yang buruk akan menambah masalah dalam pelayanan
kesehatan. Di samping komunikasi yang baik, pelayanan kesehatan harus memenuhi kaidah-kaidah
profesionalisme dan etis. Untuk menangkal hal-hal yang berpotensi merugikan berbagai pihak yang
terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit dan untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan maka perlu ditingkatkan kemampuan tenaga kesehatan menyelesaikan masalah-masalah
medis dan non-medis di rumah sakit dan tercipta struktur yang mendukung pelayanan kesehatan
secara profesional dan berkualitas. Salah satu upaya mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu dan
profesional di rumah sakit adalah dengan memenuhi kaidah-kaidah yang tercantum dalam Kode Etik
Rumah Sakit di Indonesia (KODERSI).

Kode Etik Rumah Sakit Indonesia memuat rangkaian nilai-nilai dan norma-norma moral
perumahsakitan Indonesia untuk dijadikan pedoman dan pegangan bagi setiap insan perumahsakitan
yang terlibat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan rumah sakit di Indonesia. KODERSI
merupakan kewajiban moral yang harus ditaati oleh setiap rumah sakit di Indonesia agar tercapai
pelayanan rumah sakit yang baik, bermutu, profesional dan sesuai dengan norma dan nilai-nilai luhur
profesi kedokteran. KODERSI pertama kali disahkan dalam Kongres VI PERSI pada tahun 1993 di
Jakarta. Dalam perjalannya telah mengalami perbaikan dan penyempurnaan.

Pada umumnya pedoman yang termuat dalam KODERSI berupa garis besar atau nilai-nilai pokok
yang masih memerlukan penjabaran yang lebih rinci dan teknis. Untuk menjabarkan KODERSI dan
menerapkannya dalam kebijakan rumah sakit maka setiap rumah sakit dianjurkan membentuk Komite
Etik Rumah Sakit (KERS). Sedangkan di tingkat pengurus cabang pusat, badan etik rumah sakit
Indonesia dinamakan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (MAKERSI). Dalam rangka
melengkapi KODERSI maka perlu buat acuan dasar prosedural dalam bentuk Pedoman
Pengorganisasian Komite Etik Rumah Sakit dan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia
(selanjutnya disingkat Pedoman). Dengan adanya pedoman ini diharapkan penerapan KODERSI
dalam pelayanan perumahsakitan menjadi kenyataan sehingga rumah sakit di Indonesia mampu
mengemban misi luhur dalam meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

II. LANDASAN HUKUM

Landasan Hukum penyusunan Pedoman ini ialah berbagai peraturan perundang-undangan yang
relevan bagi tugas dan fungsi KERS dan MAKERSI.

Landasan peraturan perundang-undangan yang dimaksud ialah:

1. UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.


2. UU RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
3. UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1045/MenKes/PER/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan

III. PENGERTIAN

Untuk memudahkan penerapan pedoman, perlu dirumuskan ketentuan umum dan pengertian pokok
sebagai berikut :

1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang telah ditentukan dan diatur oleh
peraturan perundang undangan Negara Republik Indonesia. Rumah sakit sebagai sarana
pelayanan kesehatan merupakan unit sosial ekonomi, harus mengutamakan tugas
kemanusiaan dan mendahulukan fungsi sosialnya.
2. Insan perumahsakitan adalah mereka yang terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan dan
pengelolaan rumah sakit.
3. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia adalah rangkuman norma-norma moral yang telah
dikodifikasi oleh PERSI sebagai organisasi profesi bidang perumahsakitan di Indonesia.
4. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) adalah suatu perangkat organisasi non struktural yang
dibentuk dalam rumah sakit untuk membantu pimpinan rumah sakit dalam melaksanakan
KODERSI
5. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) adalah organisasi yang menghimpun
dan mewakili rumah-rumah sakit di Indonesia
6. Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia (MAKERSI) adalah badan otonom PERSI
yang dibentuk secara khusus di tingkat Pusat dan Daerah untuk menjalankan KODERSI

IV. TUJUAN

Pedoman ini menjadi acuan tatalaksana pembentukan dan tatakerja Komite Etik Rumah Sakit dan
Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit di Indonesia.
BAB II

TATALAKSANA ORGANISASI KOMITE ETIK RUMAH


SAKIT

Pasal 1
Pembentukan KERS

1. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) merupakan perangkat organisasi rumah sakit di bentuk di
Rumah Sakit dalam rangka membantu pimpinan rumah sakit menerapkan Kode Etik Rumah Sakit
di rumah sakit.
2. Pembentukan KERS adalah wajib
3. Ketua dan Anggota KERS dipilih dan diangkat oleh Direktur/Pimpinan Rumah Sakit, untuk
selama masa bakti tertentu. KERS sekurang-kurangnya harus terdiri dari seorang Ketua, seorang
Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan 2 (dua) orang Anggota, dengan jumlah seluruhnya paling
banyak 7 (tujuh) orang.
4. Keanggotaan KERS harus mewakili berbagai profesi di dalam rumah sakit.
5. Dalam struktur organisasi rumah sakit, posisi KERS setingkat direktur rumah sakit dan komite
medik rumah sakit. Selain itu KERS juga bisa berada di bawah direktur rumah sakit dan setingkat
komite medik rumah sakit.
6. Komite etik rumah sakit bertanggung jawab langsung kepada pimpinan rumah sakit atau yang
mengangkatnya.
7. Bila dipandang perlu anggota KERS dapat berasal dari individu di luar rumah sakit
8. Syarat untuk dapat dipilih menjadi anggota KERS: berjiwa Pancasila, memiliki integritas,
kredibilitas sosial, dan profesional. Ia juga memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap masalah
sosial, lingkungan, dan kemanusiaan.
9. Keanggotaan KERS diupayakan tidak dirangkap dengan jabatan-jabatan struktural di rumah sakit.

Pasal 2
Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab KERS

1. Secara umum KERS bertugas membantu pimpinan rumah sakit menerapkan Kode Etik
Rumah Sakit di rumah sakit, baik diminta maupun tidak diminta.
2. Secara khusus KERS memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab:
a. Melakukan pembinaan insan perumahsakitan secara komprehensif dan
berkesinambungan, agar setiap orang menghayati dan mengamalkan KODERSI
sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing di rumah sakit. Pembinaan
ini merupakan upaya preventif, persuasif, edukatif, dan korektif terhadap
kemungkinan terjadinya penyimpangan atau pelanggaran KODERSI. Pembinaan
dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, diskusi kasus, dan seminar.
b. Memberi nasehat, saran, dan pertimbangan terhadap setiap kebijakan atau keputusan
yang dibuat oleh pimpinan atau pemilik rumah sakit
c. Membuat pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang terkait
dengan etika rumah sakit.
d. Menangani masalah-masalah etik yang muncul di dalam rumah sakit
e. Memberi nasehat, saran, dan pertimbangan etik kepada pihak-pihak yang
membutuhkan
f. Membantu menyelesaikan perselisihan/sengketa medik yang terjadi di lingkungan
rumah sakit
g. Menyelenggarakan pelbagai kegiatan lain yang dipandang dapat membantu
terwujudnya kode etik rumah sakit.
3. Dalam melaksanakan tugasnya KERS wajib menerapkan prinsip kerjasama, koordinasi, dan
sinkronisasi dengan Komite Medik serta struktur lain di rumah sakit sesuai dengan tugas
masing-masing.
4. Pimpinan dan anggota KERS wajib mematuhi peraturan rumah sakit dan bertanggung jawab
kepada pimpinan rumah sakit serta menyampaikan laporan berkala pada waktunya.
5. KERS dapat meminta saran, pendapat atau nasehat dari MAKERSI Daerah bila menghadapi
kesulitan.
6. KERS wajib memberikan laporan kepada MAKERSI Daerah mengenai pelaksanaan
KODERSI di rumah sakit , minimal sekali setahun.
7. KERS wajib melaporkan masalah etik yang serius atau tidak mampu ditangani sendiri ke
MAKERSI Daerah.
BAB III

TATALAKSANA ORGANISASI MAKERSI

Pasal 3
Pembentukan MAKERSI

1. Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (MAKERSI) adalah badan otonom, perangkat
organisasi PERSI.
2. MAKERSI dibentuk di tingkat pusat disebut MAKERSI Pusat dan di tingkat
propinsi/kotamadya disebut sebagai MAKERSI Daerah.
3. Pembentukan MAKERSI Pusat dan MAKERSI Daerah adalah wajib.
4. Pembentukan MAKERSI Daerah hanya dibenarkan jika di propinsi tersebut telah ada
pengurus PERSI Daerah
5. Apabila di suatu daerah belum terbentuk MAKERSI Daerah maka MAKERSI Pusat
berwenang menunjuk MAKERSI Daerah terdekat untuk menjalankan tugas dan fungsi
MAKERSI di daerah tersebut.

Pasal 4
Pemilihan Pengurus MAKERSI

1. Pemilihan Ketua MAKERSI Pusat dilakukan melalui formatur


2. Jumlah formatur maksimum 3 orang
3. Calon formatur diusulkan oleh utusan Daerah
4. Kriteria calon Ketua MAKERSI Pusat:
a. Mempunyai kemampuan visioner dalam organisasi
b. Mempunyai pengalaman dalam memimpin rumah sakit
c. Pernah menjadi pengurus PERSI atau MAKERSI
5. Ketua MAKERSI Pusat dipilih dalam Kongres PERSI, untuk masa jabatan selama
Kepengurusan Persi Pusat, dan bertanggung jawab kepada Kongres PERSI.
6. Ketua terpilih berwenang menyusun anggotanya yang sekurang-kurangnya harus terdiri dari
seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan Anggota, dengan jumlah
seluruhnya paling banyak 9 (sembilan) orang.
7. Pemilihan Ketua MAKERSI Daerah dapat melalui aklamasi atau formatur dalam Rapat Pleno
anggota PERSI Daerah.
8. Ketua MAKERSI Daerah dipilih dalam Rapat Pleno untuk masa jabatan selama
Kepengurusan Persi Daerah, dan bertanggung jawab kepada Rapat Pleno PERSI Daerah.
9. Ketua terpilih berwenang menyusun anggotanya yang sekurang-kurangnya harus terdiri dari
seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan Anggota, dengan jumlah
seluruhnya paling banyak 5 (lima) orang.
10. Anggota MAKERSI harus mewakili berbagai profesi yang ada di dalam rumah sakit
11. Syarat untuk dapat dipilih menjadi anggota MAKERSI:
a. Berjiwa Pancasila, memiliki integritas, kredibilitas sosial, dan profesional.
b. Memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap masalah sosial, lingkungan, dan
kemanusiaan.
c. Memiliki pengalaman sebagai pimpinan atau jabatan lain yang berkaitan dengan
manajemen rumah sakit.
12. Keanggotaan MAKERSI Pusat dan MAKERSI Daerah, tidak dibenarkan merangkap jabatan
dalam dalam kepengurusan PERSI yang setingkat; ialah jabatan Ketua, Wakil Ketua,
Sekretaris, Bendahara, dan jabatan struktural lainnya dalam kepengurusan PERSI yang
setingkat. Tidak termasuk jabatan sebagai penasehat atau kelompok kerja.
13. Apabila salah seorang pengurus MAKERSI berhalangan tetap, mengundurkan diri, atau
karena sesuatu hal diberhentikan sebagai pengurus, maka penggantiannya dilakukan oleh
Ketua MAKERSI.
14. Batasan masa jabatan Ketua MAKERSI dalam tingkatan manapun maksimal dua kali
berturut-turut dan setelah satu periode masa jabatan tidak menduduki jabatan Ketua
MAKERSI dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya.

MAKERSI Pusat mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Menyusun dan menetapkan kebijakan dan garis-garis besar program pembinaan KODERSI
secara nasional.
2. Membuat pedoman pelaksanaan KODERSI.
3. Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan secara lisan dan atau tertulis, diminta atau
tidak diminta mengenai segala sesuatu yang menyangkut KODERSI kepada Pengurus PERSI
Pusat.
4. Mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan organisasi-organisasi profesi kesehatan
lainnya, khususnya badan-badan etik organisasi profesi di tingkat nasional.
5. Menampung dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang diajukan oleh MAKERSI
Daerah yang tidak bisa diselesaikan di tingkat daerah.
MAKERSI Daerah mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Melakukan pembinaan dan mengkoordinasikan KERS di rumah-rumah sakit yang berada di


wilayah dari Cabang PERSI yang bersangkutan sesuai dengan program dan kebijaksanaan
yang telah ditetapkan oleh MAKERSI Pusat
2. Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan secara lisan dan atau tertulis, diminta atau
tidak diminta mengenai segala sesuatu yang menyangkut KODERSI kepada Pengurus PERSI
Daerah.
3. Mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan organisasi-organisasi profesi kesehatan
lainnya, khususnya badan-badan etik organisasi profesi di tingkat cabang
4. Menampung dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang diajukan oleh KERS setempat.
5. Jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan di tingkat daerah maka dapat meminta saran,
pendapat, atau nasehat dari MAKERSI Pusat.

Pasal 5
Rapat-rapat

Rapat MAKERSI terdiri dari:

1. Kongres, dilaksanakan sekali dalam tiga tahun


2. Rapat Kerja Tahunan, merupakan rapat antara Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah,
membicarakan pelaksanaan program kerja dan masalah-masalah yang baru timbul
3. Rapat Pengurus MAKERSI Pusat diadakan sekurang-kurangnya dua kali setahun
4. Rapat Pengurus MAKERSI Daerah diadakan menurut kebutuhan

Pasal 9
Sumber Keuangan

1. Sumber keuangan KERS berasal dari anggaran Rumah Sakit yang bersangkutan.
2. Sumber keuangan Makersi Pusat berasal dari PERSI Pusat
3. Sumber Keuangan Makersi Daerah berasal dari PERSI Daerah
BAB IV

PENUTUP

Pasal 10
Penutup

1. Hal-hal yang belum tercantum dalam tatalaksana ini dapat diputuskan sendiri oleh
MAKERSI Pusat atau MAKERSI Cabang
2. Keputusan yang dimaksud harus tidak bertentangan dengan tatalaksana ini dan atau pelbagai
ketentuan organisasi lainnya dari PERSI serta harus dikomunikasikan kepada MAKERSI
pusat.
3. Dengan demikian diharapkan KODERSI dapat dilaksanakan dengan baik di rumah sakit
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai