Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“DEEP VEIN TROMBOSIS (DVT)”

A. DEFINISI

Trombosis Vena Dalam (Deep Vein Thrombosis (DVT)) adalah suatu


keadaan yang ditandai dengan ditemukannya bekuan darah di dalam vena
dalam.Bekuan yang terbentuk di dalam suatu pembuluh darah disebut
trombus.Trombus bisa terjadi baik di vena superfisial (vena permukaan)
maupun di vena dalam, tetapi yang berbahaya adalah yang terbentuk di
vena dalam.Trombosis vena dalam sangat berbahaya karena seluruh atau
sebagian dari trombus bisa pecah, mengikuti aliran darah dan tersangkut di
dalam arteri yang sempit di paru-paru sehingga menyumbat aliran
darah.Trombus yang berpindah-pindah disebut emboli. Semakin sedikit
peradangan di sekitar suatu trombus, semakin longgar trombus melekat ke
dinding vena dan semakin mudah membentuk emboli. Penekanan pada otot
betis bisa membebaskan trombus yang tersangkut, terutama ketika
penderita kembali aktif. Darah di dalam vena tungkai akan mengalir ke
jantung lalu ke paru-paru, karena itu emboli yang berasal dari vena tungkai
bisa menyumbat satu atau lebih arteri di paru-paru. Keadaan ini disebut
emboli paru. Emboli paru yang besar bisa menghalangi seluruh atau hampir
seluruh darah yang berasal dari jantung sebelah kanan dan dengan cepat
menyebabkan kematian. (PDPI 2012)
B. ETIOLOGI
 Venous Statis
 Hypercoagulability ( pembekuan darah lebih cepat daripada biasanya )
 Immobility ( keadaan tak bergerak )
 Thrombus formation
Faktor-faktor yang menyebabkan Dvt .
 Paresis (spinal cord injury)
 Fraktur pelvis atau hip
 Multiple trauma, burns
 Usia > 40 tahun
 Obesitas
 Varises
 Riwayat Dvt sebelumnya atau riwayat pulmonary emboli
 MCI, gagal jantung, gagal napas, sepsis
 Ketidakmampuan mobilitas lebih dari 3 hari
 Penggunan kontrasepsi
 Gangguan penyakit kekentalan darah
C. KLASIFIKASI

Klasifikasi umum DVT terbagi menjadi 2 bagian yaitu :


1. venous thromboembolism (VTE), yang terjadi pada pembuluh balik
2. arterial thrombosis, yang terjadi pada pembuluh nadi

D. MANIFESTASI KLINIS
 Kemerahan
 Kehangatan
 Kepekaan
 Edema : disebabkan oleh peningkatan volume intravaskuler akibat
bendungan darah vena
 Nyeri : nyeri dilukiskan sebagai sakit atau berdenyut dan bisa berat
 DVT atau deep vein thrombosis terjadi ketika ada kehadiran
pembentukan bekuan darah dalam pembuluh darah yang terletak di
dalam otot tubuh seseorang. Ini biasanya terjadi di kaki, tetapi juga dapat
berkembang pada dada, lengan atau beberapa bagian tubuh.
Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa :
1. Nyeri

Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas

trombosis.Trombosis vena di daerah betis menimbulkan nyeri di daerah

tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial dan anterior paha.

Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa

nyeri atau kaku dan intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat.

Nyeri akan berkurang kalau penderita istirahat di tempat tidur, terutama

posisi tungkai ditinggikan.

2. Pembengkakan

Pembengkakan disebabkan karena adanya edema.Timbulnya

edema disebabkan oleh sumbatan vena di bagian proksimal dan

peradangan jaringan perivaskuler.Apabila pembengkakan ditimbulkan

oleh sumbatan maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak

nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler maka

bengkak timbul pada daerah trombosis dan biasanya di sertai nyeri.

Pembengkakan bertambah kalau penderita berjalan dan akan berkurang

kalau istirahat di tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.

3. Perubahan warna kulit

Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan

pada trombosis vena dalam dibandingkan trombosis arteri.Pada

trombosis vena perubahan warna kulit di temukan hanya 17%-20%

kasus.Perubahan warna kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang

berwarna ungu.

Perubahan warna kaki menjadi pucat dan pada perubahan lunah

dan dingin, merupakan tanda-tanda adanya sumbatan cena yang besar

yang bersamaan dengan adanya spasme arteri, keadaan ini di sebut

flegmasia alba dolens.


4. Sindroma post-trombosis.

Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan

vena sebagai konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari

vena besar.Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya tekanan pada

dinding vena dalam di daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup

vena dan perforasi vena dalam.

Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena

dalam akan membalik ke daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi,

sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan subkutan, pada keadaan

berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang di kenai. Manifestasi klinis

sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada daerah betis yang

timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio), nyeri

berkurang waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi

dan indurasi pada sekitar lutut dan kaki sepertiga bawah.

E. PATOFISIOLOGI
DVT adalah peradangan pada dinding vena dan biasanya disertai
pembentukan bekuan darah. Ketika pertama kali terjadi bekuan pada vena
akibat statis atau hiperkoagulabilitas, tanpa disertai peradangan maka
proses ini dinamakan flebotrombosis. Trombosis vena dapat terjadi pada
semua vena, namun yang paling sering terjadi adalah pada vena
ekstremitas. Gangguan ini dapat menyerang baik vena superficial maupun
vena dalam ungkai. Pada vena superficial, vena safena adalah yang paling
sering terkena. Pada vena dalam tungkai, yang paling sering terkena adalah
vena iliofemoral, popliteal dan betis.
Trombus vena tersusun atas agregat trombosit yang menempel pada
dinding vena , disepanjang bangunan tambahan seperti ekor yang
mengandung fibrin, sel darah putih dan sel darah merah. “Ekor “ dapat
tumbuh membesar atau memanjang sesuai arah aliran darah akibat
terbentuknya lapisan bekuan darah. Trombosis vena yang terus tumbuh ini
sangat berbahaya karena sebagian bekuan dapat terlepas dan
mengakibatkan oklusi emboli pada pembuluh darah paru. Fragmentasi
thrombus dapat terjadi secara spontan karena bekuan secara alamiah bisa
larut, atau dapat terjadi sehubungan dengan peningkatan tekanan vena,
seperti saat berdiri tiba-tiba atau melakukan aktifitas otot setelah lama
istirahat.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Venography, menyuntikan zat pewarna (dye) kedalam vena-vena untuk
mencari thrombus, umumnya tidak dilakukan lagi dan telah lebih menjadi
catatan kaki sejarah.
2. D-dimer adalah tes darah yang mungkin digunakan sebagai tes
penyaringan (screening) untuk menentukan apakah ada bekuan darah. D-
dimer adalah kimia yang dihasilkan ketika bekuan darah dalam tubuh
secara berangsur-angsur larut/terurai. Tes digunakan sebagai indikator
positif atau negatif. Jika hasilnya negatif, maka tidak ada
bekuan darah. Jika tes D-dimer positif, itu tidak perlu berarti bahwa deep
vein thrombosis hadir karena banyak situasi-situasi akan mempunyai
hasil positif yang diharapkan (contohnya, dari operasi, jatuh, atau
kehamilan). Untuk sebab itu, pengujian D-dimer harus digunakan secara
selektif.
3. EKG adalah Elektrokardiogram (ECG atau EKG) adalah tes non-invasif
yang digunakan untuk mencerminkan kondisi jantung yang mendasarinya
dengan mengukur aktivitas listrik jantung. Dengan posisi lead (listrik
sensing perangkat) pada tubuh di lokasi standar, informasi tentang
kondisi jantung yang dapat dipelajari dengan mencari pola karakteristik
pada EKG
4. MRI
Menentukan adanya karakteristik plag dari MS (bersama dengan gejala
klinik, penemuan ini merupakan suatu kesimpulan).
5. Impedence plethysmography
Menggunakan manset tekanan darah dan elektroda untuk menilai aliran
darah dan volume cairan tubuh.
6. Doppler Ultrasound
untuk menilai kecepatan aliran darah di pembuluh darah dan dapat
mendeteksi kelainan alran darah.
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Farmakologis
tujuan pengobatan farmakologis adalah:
a. Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.

b. Mengurangi morbiditas pada serangan akut.

c. Mengurangi keluhan post flebitis

d. Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses trombo

emboli.

Meluasnya proses trombosis dan timbulnya emboli paru dapat di

cegah dengan pemberian anti koagulan dan obat-obatan fibrinolitik. Pada

pemberian obat-obatan ini di usahakan biaya serendah mungkin dan efek

samping seminimal mungkin.Pemberian anti koagulan sangat efektif

untuk mencegah terjadinya emboli paru, obat yang biasa di pakai adalah

heparin.

Prinsip pemberian anti koagulan adalah Save dan Efektif. Save

artinya anti koagulan tidak menyebabkan perdarahan. Efektif artinya

dapat menghancurkan trombus dan mencegah timbulnya trombus baru

dan emboli.

a. Pemberian Heparin standar

Heparin 5000 ini bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan drips

konsitnus 1000 – 1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drips selanjutnya tergantung

hasil APTT. 6 jam kemudian di periksa APTT (Activated Partial

Thromboplastin Time) untuk menentukan dosis dengan target 1,5 – 2,5

kontrol.

1) Bila APTT 1,5 – 2,5 x kontrol dosis tetap.

2) Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 – 150 iu/jam.

3) Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.

b. Pemberian Low Milecular Weight Heparin (LMWH)


Pemberian obat ini lebih di sukai dari heparin karena tidak memerlukan

pemantauan yang ketat, sayangnya harganya relatif mahal dibandingkan

heparin.

c. Pemberian Oral Anti koagulan oral.

Obat yang biasa di pakai adalah Warfarin. Pemberian Warfarin di mulai

dengan dosis 6 – 8 mg (single dose) pada malam hari. Dosis dapat

dinaikan atau di kurangi tergantung dari hasil INR (International

Normolized Ratio)1[10]

Heparin yang diberikan selama 10-12 hari dengan infus intermitten

intravena atau infus berkelanjutan dapat mencegah berkembangnya

bekuan darah dan tumbuhnya bekuan baru.Dosis pengobatan diatur

dengan memantau waktu tromboplastin partial (PTT).Empat sampai 7 hari

sebelum terapi heparin intravena berakhir, pasien mulai diberikan

antikoagulan oral.Pasien mendapat antikoagulan oral selama 3 bulan

atau lebih untuk pencegahan jangka panjang.

Tidak seperti heparin, pada 50% pasien, terapi trombolitik,

menyebabkan bekuan mengalami dekompensasi da larut.Terapi

trombolitik diberikan dalam 3 hari pertama setelah oklusi akut, dengan

pemberian streptokinase, mokinase atau activator plasminogen jenis

jaringan.Kelebihan terapi litik adalah tetap utuhnya katup vena dan

mengurangi insidens sindrompasca flebotik dan insufisiensi vena

kronis.Namun, terapi trombolitik mengakibatkan insidens perdarahan

sekitar tiga kali lipat disbanding heparin.PTT, waktu protrombin,

hemoglobin, hematokrit, hitung trombosit dan tingkat fibrinogen pasien

harus sering dipantau.Diperlukan observasi yang ketat untuk mendeteksi

adanya perdarahan.Apabila terjadi perdarahan, dan tidak dapat

dihentikan, maka bahan trombolitik harus dihentikan.

1
Penataksanaan Bedah. Pembedahan trombosis vena dalam

(DVT) diperlukan bila ada kontraindikasi terapi antikoagulan atau

trombolitik, ada bahaya emboli paru yang jelas dan aliran darah vena

sangat terganggu yang dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada

ekstremitas. Trombektomi (pengangkatan trombosis) merupakan

penanganan pilihan bila diperlukan pembedahan. Filter vena kava harus

dipasang pada saat dilakukan trombektomi, untuk menangkap emboli

besar dan mencegah emboli paru.

2. Penatalaksanaan Non-Farmakologis

Penatalaksanaan Keperawatan. Tirah baring, peninggian ekstremitas yang

terkena, stoking elastik dan analgesik untuk mengurangi nyeri adalah

tambahan terapi DVT.Biasanya diperlukan tirah baring 5 – 7 hari setelah

terjadi DVT. Waktu ini kurang lebih sama dengan waktu yang diperlukan

thrombus untuk melekat pada dinding vena, sehingga menghindari terjadinya

emboli. Ketika pasien mulai berjalan, harus dipakai stoking elastik. Berjalan-

jalan akan lebih baik daripada berdiri atau duduk lama-lama. Latihan ditempat

tidur, seperti dorsofleksi kaki melawan papan kaki, juga dianjurkan.Kompres

hangat dan lembab pada ekstremitas yang terkena dapat mengurangi

ketidaknyamanan sehubungan dengan DVT. Analgesik ringan untuk

mengontrol nyeri, sesuai resep akan menambah rasa nyaman

H. KOMPLIKASI
Komplikasi berat dari trombosis vena dalam adalah emboli paru.
Komplikasi ini sering menyebabkan kematian pederita. Ini timbul akibat
lepasnya trombus dari tempatnya, kemudian mengikuti aliran darah kembali
ke jantung dan menyangkut di arteri pulmonalis sehingga terjadinya
penurunan mendadak aliran darah ke paru penderita

Komplikasi yang lain adalah sindroma pasca trombosis. Sindroma ini tidak

mematikan tetapi akan mengganggu kualitas hidup penderita dan


mengakibatkan penderita terganggu secara sosial ekonomis. Sebanyak 29%

sampai 79% penderita akan terganggu akibat manifestasi penyakit yang

berlangsung lama seperti nyeri, edema, hiperpigmentasi maupun luka kronik

dikaki sesudah suatu episode akut dari serangan trombosis vena dalam.

Kondisi ini terjadi akibat hipertensi vena yang diakibatkan kombinasi beberapa

faktor seperti gangguan katup vena, timbulnya refluks atau akibat sumbatan

vena dalam yang menetap.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


A.PENGKAJIAN
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering terjadi usia 60 tahun / usia tua
2. Jenis kelamin tidak membedakan , akan tetapi pada wanita hamildan
sehabis melahirkan rentan terjadi Trombosis vena dalam { biasanya
terjadi varises dulu }
3. Keluhan utama : hampir 50 % mengeluh nyeri pada daerah tungkai / betis
disertai pembengkakan kemerahan
4. Riwayat penyakit sekarang : perlu diperhatikan sejak kapan mulai terjadi
trombosis vena tersebu, sedang hamil apa tidak, sedang
menjalaninpengobatan keganasan /tidak
5. Riwayat penyakit terdahulu : apakah mempunyai sakit seperti : DM, HT,
penyakit jantung, keganasan, pernah emboli paru sebelumnya / tidak,
hiperkoagulane state,hiperlipidemi,sindroma cushinh,trauma, sepsis dll.
6. Faktor keluarga :study tentang riwayat keluarga dan anak kembar hampir
60 % merupakan faktor genetik,riwayat penyakit keluarga seperti :
DM,HT, penyakit jatung dll.
7. Faktor lingkungan : imobilisasi yg lama , duduk yang lama yg
menyebabkan gerak yg minimalmenimbulkan statis aliran darah
8. Pengalaman pembedahan : pembedahan pada ekstremitas bawah,
pembedahan jantung
9. Faktor kebiasaan lain : perokok, obesitas ,dehidrasi, dehidrasiRiwayat
penyakit sekarang.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Tindakan yang memerlukan duduk atau berdiri lama

Imobilitas lama (contoh ; trauma orotpedik, tirah baring yang lama, paralysis,
kondisi kecacatan)

Nyeri karena aktifitas / berdiri lama

Lemah / kelemahan pada kaki yang sakit

Tanda : Kelemahan umum atau ekstremitas

2. Sirkulasi

Gejala : Riwayat trombosis vena sebelumnya, adanya varises


Adanya factor pencetus lain , contoh : hipertensi (karena kehamilan), DM,
penyakit katup jantung

Tanda : Tachicardi, penurunan nadi perifer pada ekstremitas yang sakit

Varises dan atau pengerasan, gelembung / ikatan vena (thrombus)

Warna kulit / suhu pada ekstremitas yang sakit ; pucat, dingin, oedema,
kemerahan, hangat sepanjang vena

Tanda human positif

3. Makanan / Cairan

Tanda : Turgor kulit buruk, membran mukosa kering (dehidrasi, pencetus


untuk hiperkoagulasi)

Kegemukan (pencetus untuk statis dan tahanan vena pelvis)

Oedema pada kaki yang sakit (tergantung lokasi)

4. Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Berdenut, nyeri tekan, makin nyeri bila berdiri atau bergerak

Tanda: Melindungi ekstremitas kaki yang sakit

5. Keamanan

Gejala : Riwayat cedera langsung / tidak langsung pada ekstremitas atau


vena (contoh : fraktur, bedah ortopedik, kelahiran dengan tekanan kepala
bayi lama pada vena pelvic, terapi intra vena)

Adanya keganasan (khususnya pancreas, paru, system GI)

Tanda: Demam, menggigil

6. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : Penggunaan kontrasepsi / estrogen oral, adanya terapi antikoagulan


(pencetus hiperkoagulasi)

Kambuh atau kurang teratasinya episode tromboflebitik sebelumnya


C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran arteri/ vena

2. Nyeri akut bd agen pencedera fisiologis

3. Gangguam mobilitas fisik bd nyeri

D. INTERVENSI

DX 1 : Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran arteri /


vena

Tujuan INTERVENSI

Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi


keperawatan diharapkan perfusi Observasi
perifer meningkat, dengan kriteria
- perisa sirkulasi perifer
hasil :
- identifikasi faktor Risiko gangguan
1. Warna kulit pucat menurun
sirkulasi
2. Edema perifer menurun
3. Kelemahan otot menurun - monitor panas, kemerahan, nyeri

4. Pengisian kapiler membaik atau bengkak pada ekstremitas

Terapeutik

- hindari pemasangan infus atau


pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi

- hindari pengukuran tekanan darah


pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi

- lakukan pencegahan infeksi

- lakukan hidrasi

Edukasi

- anjurkan berhenti merokok

- anjurkan berolahraga rutin


DX 2 : Nyeri akut bd agen pencedera fisiologis

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri


keperawatan diharapkan tingkat Observasi
nyeri menurun dengan kriteria hasil: - identifikasi lokasi, karakteristik,

-keluhan nyeri menurun (5) durasi frekuensi, kualitas, intensitas


nyeri
- meringis menurun (5)
- identifikasi skala nyeri
-kesulitan tidur menurun (5) - identifikasi respon nyeri non verbal
-nafsu makan meningkat (5) - identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
-ttv membaik (5)
nyeri
- identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
- identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
Terapeutik
- berikan teknik non farmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
- kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- fasilitasi istirahat dan tidur
- pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
- jelaskan strategi meredakan nyeri
- ajarkan teknik dan farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

DX 3 : gangguan mobilitas fisik bd nyeri

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan asuhan Dukungan mobilisasi


keperawatan di harapkan mobilitas Observasi
fisik meningkat dengan kriteria hasil:
-identifikasi adanya nyeri atau
-pergerakan ekstremitas meningkat keluhan fisik lainnya
(5)
-identifikasi toleransi fisik melakukan
-kekuatan otot meningkat (5) pergerakan
-nyeri menurun (5) -monitor kondisi umum selama
-kecemasan menurun (5) melakukan mobilisasi

Terapeutik

-libatkan keluarga untuk membantu


pasien dalam meningkatkan
pergerakan

-fasilitasi aktivitas mobilisasi

Edukasi

-jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi

-anjurkan mobilisasi sederhana


DAFTAR PUSTAKA
Patterson, P. Whitington , R ., Bogg J ( 2007 ) . Testing the effectiveness of an
educationaal intervention aimed at changing attitudes to self harm . Journal
of psychiatric & mental health nursing , 14 (1), 100-105

http://repository.unand.ac.id/161/2/hal 46 - 55 no.2 vol 25 2001 trombosis vena


dalam isi.doc
Http://Www.Healthyenthusiast.Com/Deep-Vena-Trombosis.Html
Http://Repository.Unand.Ac.Id/161/2/Hal 46-55 No .2 Vol 25 2001 Trombosis
Vena Dalam Isi.Doc
C Smeltzer, Suzanne & G Bare, Brenda. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.
EGC: Jakarta
Mackman N, Becker R (2010). DVT: a new era in anticoagulant therapy.
Arterioscler Thromb Vasc Biol, 30: 369-371
Brunner & Suddarth (1997), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol
2, EGC, Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai