Anda di halaman 1dari 20

Indonesiaku,

Kini kau ‘tlah terlepas dari belenggu penjajah?’

Dulu ditindas, ditebas hingga dirampas

Hingga satu persatu rakyat tewas

Indonesiaku,

Terbebas dari penjajah tak semudah membalik tangan

Detik demi detik merelakan keringat bertetesan

Satu malam pun serasa ribuan tahun

Indonesiaku,

Kini sang dwiwarna telah berkibar

Semerbak harumnya bagaikan mawar

Sampai tak terasa puluhan tahun terlewatkan

Indonesiaku,

Semoga kisahmu tak pernah pupus

Tak hanya suka namun juga duka

Bukan hanya tinggal sebuah cerita


#2 Perayaan Ala Orang Bodoh – Denik A. Nuramal

Tanggal merah di kalender duduk tersenyum merekah

Katanya ada perayaan ditunggu-tunggu dengan merah dan putih.

Mengubur marah, menggembala sejarah

Begitu perayaan ala orang-orang bodoh

Bukan tentang huru-hara dan hore

Berdiri di tengah terik menyaksikan bendera sedang ditarik

Kata orang-orang pandai scrupa itu cintai negeri

Perayaan ala orang-orang bodoh

Tak pernah semeriah karangan bunga dibalut upacara khidmat

Dihadapan rajut darah dan tulang yang dijahit oleh doa lamat-lamat

Meski kemerdekaan dalam isi kepala umat

Adalah debat kusir yang tak mengenal kata tamat

Sebab perayaan ala orang bodoh

Serupa: mencangkul kebun subuh hari dan pulang saat keringat sudah
terkumpul rapi

Atau menjala ikan di lautan bahala

Beberapa merayakan kemerdekaan dengan seribu gelengan kepala

Saat menyeduhkan kopi untuk para pelupa

Bahwa kita adalah penjajah, penjarah, dan pemusnah kemerdekaan sesama


#3 Puisi Kemerdekaan – Tika Madjid

17 kemarin
Terasa menggemparkan
Terasa menggembirakan
Ada pekik kemenangan
Ada pekik kebahagiaan
Bahagia bisa kembali ke tanah mulia
Bahagia bisa bersama ibu pertiwi
Kini 17 agustus bergema kembali
Ada yang bergolak dihati
Ingin menangis
Ingin meratap
Tapi kepada siapa
Ibu pertiwiku sedang gundah gulana
Ibu pertiwiku sedang kecewa
Oleh hempasan rasa amarah
Hempasan rasa serakah
Hempasan rasa..
Kemana sang perkasa Kemana sang pejuang pusaka
Kemana mereka? 17 Agustusku
Jangan berlari dariku
Jangan menghindariku
Aku tak sanggup melihat derai air matamu
Aku takkan bisa melihat muram wajahmu
Aku ..
Aku sudah hampir kehilangan ibu pertiwiku
Jangan pergi ..
Tetaplah bersamaku
Menapaki langkah yang pernah kita lalui
Menuai asa yang pernah kita rasakan
Mari kita susul ibu pertiwi
Mengamit tangannya
Mencuri senyumnya
#4 Kamilah Yang Pantas Merdeka – Annuquyah

17 Agustus kembali datang

Banyak sejarah, banyak pengorbanan, banyak peninggalan

Buku sejarah yang menceritakan

Musium yang mengabadikan

Inilah kami tidak takut gugur di medan perang

Tujuan kami bukan kematian melainkan kemerdekaan abadi

Wahai penjajah!

Kedatanganmu memberontak, merampas, mencaci maki dan menyiksa orang-


orang tak berdosa

Entah mengapa kata putus asa

Tidak pernah tertulis dalam pendirian kami

Meskipun pada akhirnya kami jadi sejarah yang mungkin selamanya dikenang

Sebelum itu, darah menjadi minuman kami

Bunyi pistol menjadi syair di setiap derap langkah

Peluru menjadi makanan kami

Ada yang menembus tubuh memanggil kematian

Ada yang melintas, ada yang diam

Tumbuh menjadi pengorbanan

Kami dapatkan kemerdekaan yang kami impikan

Kamilah yang pantas merdeka!


#5 Merdekat Itu Mahal – Ahza Purnama

Jika kau ingin bebas

Jika kau ingin tak terikat

Jika kau ingin tak tertekan

Jika kau ingin hidup damai

Berarti kau ingin merdeka kawan

Tapi apa yang kau buat

Apakah sudah berkorban

Apakah sudah juang

Apakah sudah perang

Atau hanya berpangku tangan kawan

Tahukah kau

Ribuan jiwa runtuh tertimbun

Untuk membebaskan pertiwi dari penjajah keji

Walau darah membanjiri raga kawan

Ingat merdeka itu mahal!


#6 Indonesia – Nuraini

Indonesia,

Ke mana hati kita tanam dalam-dalam

Di mana ruh kita simpan dalam dada

Di mana bangsa kau junjung tinggi

Indonesia,

Ingatlah Budi Utomo dan para pemuda dalam ikramya

Ingatlah Soepomo, Syahrir, Soekarno dalam ide juangnya

Mereka belum mati

Ruhnya masih bersemayam di setiap nurani anak-anak bangsa

Semangatnya masih menggema dalam dada

Masihkah kita bertanya

Sudahkah kita merdeka?


#7 Mengeja Merdeka – Prawoto Susilo

Kata kakekku:

Kita harus mencintai negeri ini

Dengan sepenuh hati

Itu menjadi harga mati

Perjuangan para pahlawan dahulu

Berkorban tak peduli apa yang terjadi

Walau sampai mati

Untuk negeri kita cintai

Darah suci banyak jatuh di tanah pertiwi

Darah suci yang penuh arti

Untuk negeri ini

Untuk memberikan kemerdekaan yang hakiki

Pesan kakekku:

Kita jangan melupakan perjuangan pahlawan yang gugur di negeri ini

Karena jasa-jasanya sangat berarti

Yang telah memberikan kemerdekaan ini


#8 Tanyaku Sederhana – Muhammad Sifak Almurtadho

Aku adalah seribu tahun lalu mencoba melawan semua kalah

Dan luka untuk kubawa pergi merenggut semua kalimat asa untuk merdeka
angkasa surya menopang semua deru ombak derita ringkus habis semuanya!

Tanpa ada orang yang tersisa.

Semua tulisan-tulisan dari penyair terkenal ini adalah bukti nyata kalau dulu
negara ini menelan jutaan jiwa sampai merdeka!

Saat ini, negara ini dijajah mati oleh pribumi sendiri Bukannya benar
pertanyaanku?

Sudahi semua pertingkaian ini, atau merdeka dua kali?

Ringkus peristiwa!

Kita merdeka karena kita berbeda!


#9 Merdeka, Kini dan Nanti – Ahmad Suryadi

Merdeka ini adalah upaya yang tak kenal lelah

Usaha yang tak pernah menyerah

Merdeka ini adalah cucuran keringat dan darah

Yang setia mencucur hingga melimpah ruah

Merdeka ini adalah lelah

Lelah yang dirasakan oleh setiap jiwa

Merdeka ini tak mudah digapai

Karena berjuta ton darah raib serta tergadai

Merdeka didapat dengan taruhan nyawa

Demi merdeka jutaan nyawa dan jiwa melayang

Demi merdeka untuk senyum esok yang lebih

Demi merdeka untuk senyum bangsa Indonesia

Demi merdeka ibu pertiwi, kini dan nanti


#10 Karawang Bekasi – Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi


Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
#11 Jakarta 17 Agustus 45 Dinihari – Sitor Situmorang

Sederhana dan murni

Impian remaja

Hikmah kehidupan

berNusa

berBangsa

berBahasa

Kewajaran napas

dan degup jantung

Keserasian beralam

dan bertujuan

Lama didambakan

menjadi kenyataan

wajar, bebas

seperti embun

seperti sinar matahari

menerangi bumi

di hari pagi

Kemanusiaan

Indonesia Merdeka

17 Agustus 1945
#12 Hari Kemerdekaan – Sapardi Djoko Damono

Akhirnya tak terlawan olehku

Tumpah di mataku, di mata semua sahabat-sahabatku

Ke hati kita semua

Bendera-bendera dan bendera-bendera

Bendera kebangsaanku

Aku menyerah kepada kebanggaan lembut

Tergenggam satu hal dan kukenal

Tanah dimana kuberpijak berderak

Awan bertebaran saling memburu

Angin meniupkan kehangatan bertanah air

Semat getir yang menikam berkali

Makin samar

Mencapai puncak ke pecahnya bunga api

Pecahya kehidupan kegirangan

Menjelang subuh aku sendiri

Jauh dari tumpahan keriangan di lembah

Memandangi tepian laut

Tetapi aku menggenggam yang lebih berharga

Dalam kelam kuat wajah kebangsaanku

Makin bercahaya makin bercahaya

Dan fajar mulai kemerahan


#13 Pahlawanku – Reza Hidayat

Pahlawanku..

Bagaimana ku bisa

Membalas jasa-jasamu

Yang telah kau berikan untuk bumi pertiwi

Haruskah aku turun ke medan perang

Haruskah aku mandi berlumuran darah

Haruskah aku tertembak peluru penjajah

Aku tak tahu cara untuk membalas jasamu

Engkau relakan nyawamu

Demi suatu kemerdekaan yang mungkin

Tak bisa kau raih dengan tanganmu sendiri

Pahlawanku.. engkaulah bunga bangsa


#14 Diponegoro – Chairil Anwan

Di masa pembangunan ini

Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali

Padang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati


#15 Merdekalah Bangsaku – Yamin

Sejarahmu terus terkenang diingatanku

Tujuh belas Agustus saksi bisu hari kebebasanku

Para pahlawan bertaruh keras pertahankan keutuhanmu

Sebagai kenangan sepanjang hidup

Indonesia kini merdeka

Berkibarnya sang merah putih bawa napas lega tanpa nestapa

Mengenang cerita berderailah air mata

Kemerdekaan hilangkan jeritan lara

Indonesia merdeka…

Lahirkan pemuda pemudi bangsa

Terbang ke awan menguak kedamaian

Menengok ke kanan bawa kebaikan

Kaki cengkeram erat semboyan kemerdekaan


#16 Pengorbanan – Siti Halimah

Mengucur deras keringat

Membasahi tubuh yang terikat

Membawa angan jauh entah kemana

Bagaikan pungguk merindukan bulan

Jiwa ini terpuruk dalam kesedihan

Pagi yang menjadi malam

Bulan yang menjadi tahun

Sekian lama telah menanti

Dirinya tak jua lepas

Andai aku sang Ksatria

Aku pasti menyelamatkanya

Namun semua hanya mimpi

Dirinyalah yang harus berusaha

Untuk membawa pergi dari kegelapan abadi


#17 Hari Itu, Bangsaku Bahagia – Asty Kusumadewi

Indonesia adalah negara kaya

Negara penuh budaya

Negara yang selalu jaya

Di setiap generasinya

Namun, ada kisah nyata dibalik itu semua

Penjajahan dimana-mana

Perjuangan melawan penjajah durjana

Dengan semangat juang 45

Pertumpahan darah di tanah air

Saksi bisu perjuangan bangsa

Dengan satu keinginannya

Tekad kuat untuk Merdeka!

Merdeka, Merdeka, Merdeka!

Hari Itu Bangsaku Bahagia

17 Agustus 1945

Indonesia merdeka dari segala sengsara dan lara


#18 Saya Indonesia, Saya Pancasila – Asty Kusumadewi

Merdeka harga mati!

Merdeka harga mati!

Merdeka harga mati!

Seruan panglima kepada anggotanya

Masih ingat bung Tomo dengan semangatnya

I Gusti Ngurah Rai dengan Puputan Margarana

Palagan Ambarawa dengan tumpah darahnya

Bekerjasama untuk tanah air kita Merdeka dari para penjajah durjana

17 Agustus 1945

Proklamasi dibacakan

Riuh tangis haru dikumandangkan

Jatuhnya Jepang dan merdekanya Negara Indonesia

Rumusan Pancasila tersusun secara nyata

Bukti jadi dasar Negara Indonesia

Lambang negara Bhineka Tunggal Ika

Saya Indonesia, Saya Pancasila


#19 Terima Kasih Pahlawan – Rayhandi

Karena jasamu kita merdeka

Hidup di ujung barat hingga timur

Tanpa takut dan gugup yang membara

Kau rela mati demi kami

Kau rela miskin demi kami

Kau rela menderita demi kami

Untuk kami kau rela hancur

Berkatmu indonesia bisa merdeka

Mengepak sayap melesat langit

Berkatmu indonesia bisa jaya

Menembus zaman hingga canggih

Tak terbayang jika keberanian itu tak tumbuh di hati kalian

Tak terbayang jika kesabaran itu tak menyertai derita kalian

Tak terbayang jika semangat itu tak membakar bara kalian.

Kami anak muda kami bangsa Indonesia

Berterima kasih untuk jasa jasamu para pahlawan

Karena perjuangan yang luar biasa kalian

Indonesia bisa menikmati udara kemerdekaan.


#20 Bela Negara – Dilla Hardina Agustiani

Kobar semangat terus membara

Menyulut asa tuk bela negara

Berkorban jiwa serta raga

Usir penjajah dari tanah air kita

Ratusan nyawa pahlawan telah melayang

Mereka dengan gagah berani berperang

Menebas ketidakadilan walau penuh rintang

Agar tak ada lagi rakyat yang terkekang

17 Agustus kita telah merdeka

Perjuangan para pahlawan tak sia-sia

Terluka parah bahkan hilang nyawa pun rela

Demi melihat generasinya hidup damai sentosa

Anda mungkin juga menyukai