BBM
BBM
Dampak Negatif yang akan di rasakan secara langsung oleh Rakyat Indonesia akibat dari
kenaikan BBM ini,
Sering cekcok dirumah tangga dan tidak terjadi keharmonisankarena jatah uang
makan Ibu rumah tangga tetap sama, sedangkan kebutuhan pokok sudah melambung,
anak-anak yang juga butuh perhatian lebih dari orang tua, merasa tidak mendapatkan
kasih sayang, sehingga salah pergaulan, mereka adalah generasi penerus bangsa,
kalau sudah begini bakal jadi apa.
Harga obat melonjaksehingga banyak pasien yang pulang paksa, dan terpaksa
berobat ke dukun.
Jika Bahan Bakar Minyak telah naik, maka usaha kita sebagai rakyat biasa adalah dengan
meminimalisir atau menghemat bahan bakar. Dan juga batasi jumlah pengeluaran,
berhematlah, pergunakanlah uang kita dengan hal-hal yang benar-benar bermanfaat.
Sejak tahun 2008, dari jamannya pemerintahan menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro hingga
saat ini masa pemerintahan Pak Jero Wacik, kenaikan harga minyak dunia selalu menjadi
permasalahan yang mempengaruhi ekonomi dan pasokan energi Indonesia. Berbagai upaya
telah diupayakan untuk mengatasi ketergantungan Indonesia akan bahan bakar minyak antara
lain dengan mengupayakan mobil listrik hingga pengadaan bahan bakar minyak dari batubara
cair (coal liquefaction).
Pada artikel ini akan saya coba untuk membahas lebih detail konsep bahan bakar alternatif
pengganti BBM tersebut. Semoga artikel ini bisa bermanfaat untuk kemakmuran dan
perkembangan pembangunan bangsa yang kita cintai ini. Selamat menikmati!
1. Bahan Bakar Minyak (BBM) Alternatif dari Kelapa Sawit atau sumber tumbuh-
tumbuhan lainnya
Bahan bakar minyak selain diproduksi melalui proses pertambangan dapat juga diproduksi
dari sumber tumbuh-tumbuhan seperti yang paling terkenal saat ini adalah dengan
menggunakan kelapa sawit alias Crude Palm Oil (CPO). Dr. Rahmat Mulyadi, Kepala Bidang
Teknologi Informasi Energi, Material dan Lingkungan BPPT, juga mengklaim bahwa
biodiesel ini cukup bersahabat dengan lingkungan. Biodiesel kelapa sawit di negara seperti
Amerika Serikat (AS) dan Australia sudah banyak diaplikasikan. Sedangkan pemakaian
secara besar-besaran justru terjadi di negara Amerika Latin dan Afrika, di mana produksi
kelapa sawit cukup tinggi. Bahkan di Jerman pemakaian biodiesel sudah diterapkan langsung,
baik untuk kendaraan maupun mesin industri.
Gambar 1 menunjukkan gmana proses pembuatan batubara cair tersebut dengan gasifikasi
batubara di bawah tanah (UCG) dan proses mengubah batubara gas menjadi batubara cair
siap pakai seperti diesel, naphta, avtur, dll (Gas to Liquid : GTL; prosesnya biasanya
menggunakan teknologi sintesa fisher-trophch). UCG adalah proses pengambilan kandungan
gas melalui gasifikasi batubara di dalam tanah tanpa harus terlebih dahulu mengambil
batubara tersebut ke permukaan. Disitulah letak keunggulan UCG dibanding SCG, yakni
karena tidak memerlukan penambangan batubara di permukaan (surface mining) yang
berpotensi merusak lingkungan, juga tidak memerlukan penambangan batubara di bawah
permukaan (underground mining) yang berpotensi membahayakan jiwa para
pekerjanya. Dengan tidak adanya penambangan, maka biaya gasifikasi (biaya produksi gas)
berpotensi sangat rendah.
Konon, teknologi UCG pertama kali ditemukan di Inggris, tetapi kemudian pada awal abad
20 dikembangkan oleh Uni Soviet. Pembangkit lsitrik berbahan bakar syngas hasil UCG
dari batubara muda (lignit) konon masih beroperasi hingga saat ini di Angren, Uzbekistan
(salah satu negara mantan Uni Soviet). Beberapa tahun belakangan ini, UCG kembali
dikembangkan, antara lain oleh Amerika Serikat, Inggris, Kanada dan Australia. Disana UCG
lebih diarahkan kepada lapisan-lapisan batubara yang tidak memungkinkan ditambang
dengan teknologi penambangan yang ada saat ini, antara lain karena kemiringan lapisan yang
terlalu curam atau terlalu dalam.
Teknologi CTG-GTL telah lama ditemukan dan digunakan oleh tentara Nazi Jerman pada
Perang Dunia II, yang memungkinkan pesawat-pesawat tempur Nazi saat itu masih tetap
bisa membombardir musuh meski kilang-kilang minyak mereka telah dihancurkan oleh
Sekutu. Gasifikasi batubara pada zaman Nazi itu kemungkinan besar SCG (surface coal
gasification) dimana batubara dari dalam tanah ditambang terlebih dahulu, diproses menjadi
gas, kemudian diolah menjadi BBM melalui sintesa Fischer-Tropsch atau sering disingkat FT
(diambil dari nama penemunya, dua ilmuwan Jerman Franz Fischer dan Hans Tropsch).
Teknologi CTG-GTL ini pula yang membuat Afrika Selatan mampu survival meskipun
Rezim Aparrtheid saat itu mengalami embargo pasokan minyak. Dalam hal gas to liquid
(GTL), perusahaan miyak Shell telah lama pula membuat BBM dari LNG (liquefied natural
gas) di Bintulu – Malaysia, yang mungkin saja sebagian hasilnya di jual melalui beberapa
SPBU Shell di Indonesia.
Sejak tahun 1999, Linc Energy Ltd ・ sebuah perusahaan swasta Australia (sekarang
perusahaan publik) telah mengadakan uji coba UCG di Chinchilla, wilayah pedesaan sekitar
300 km dari Brisbane. Sejak tahun 2006 Linc Energy memproduksi BBM skala pilot dari
syngas hasil UCG. Sejak tahun 2008 mereka beroperasi komersial, memproduksi BBM jenis
diesel 20,000 barel per hari. Yang patut dipuji dan ditiru dari Linc Energy Ltd adalah,
perusahaan ini bukanlah penemu asli UCG sampai menjadi BBM, tetapi ia pandai
menggabungkan penemuan-penemuan sebelumnya yang sudah terbukti kehandalan dan
kelayakannya. Untuk memulai produksi gas melalui UCG, Linc Energy bekerjasama dengan
para ahli dari ex-Uni Soviet. Dalam hal konversi gas menjadi BBM, Linc Energy
menggunakan teknologi sintesa Fischer-Tropsch dengan bantuan para ahli Syntroleum
Amerika Serikat.
Berdasarkan sejarah di atas, maka membuat BBM dari batubara melalui UCG-GTL seperti
yang dilakukan Linc Energy Ltd ・ Australia, seharusnya bisa dilakukan juga oleh Bangsa
Indonesia. Karena teknologi sudah tersedia dan terbukti handal.
Menurut prakiraan para pakar geologi ESDM, bahwa sampai dengan akhir tahun 2008
jumlah sumberdaya batubara di dalam perut bumi Indonesia mencapai 105 milyar ton
(105,000 juta ton). Katakanlah yang bisa ditambang hanya 40 milyar ton, sedangkan 65
milyar sisanya akan digunakan sebagai sumber BBM. Jadi, kalau dibutuhkan batubara 350
juta ton/tahun, maka Indonesia diharapkan mampu memasok kebutuhan BBM nasional secara
mandiri (tanpa harus impor) selama 65,000/350 = 170 tahun.
Gambar 2 Laju harga bahan bakar fosil dunia
Untuk mengganti kebutuhan impor minyak Indonesia saat ini sebesar 400,000 barel/hari,
hanya dibutuhkan batubara 0.20 juta tpd = 70 juta ton/tahun, sehingga Indonesia masih
memiliki sumberdaya minyak dari batubara untuk jangka waktu 65,000/70 = 928
tahun. Berdasarkan prospektus Linc Energy (2006), dapat dihitung pula bahwa untuk
memproduksi 1 bpd BBM dibutuhkan investasi sekitar USD30,000/bpd (tiga puluh ribu
dollar Amerika Serikat per barel per hari), termasuk biaya bunga selama 18 bulan masa
konstruksi dan biaya-biaya praproduksi lainnya. Maka, untuk memproduksi minyak
pengganti impor Indonesia 0.4 juta bpd, akan diperlukan total modal = 400,000 bpd x
USD30,000/bpd = USD12 milyar (± Rp.120 triliun). Angka USD 30.000/Bpd ini juga umum
dijadikan patokan oleh Sasol (Afrika Selatan) dan beberapa perusahaan Amerika.
Dari proses UCG-GTL sebanyak 400,000 bpd ini dapat dihasilkan minyak diesel rata-rata
124 juta barel/tahun, hidrokarbon = 71 juta ton/tahun dan naphtalene = 47 juta ton/tahun.
Dari proyeksi keuangan perusahaan Autralia itu pula dapat diketahui bahwa rata-rata
biaya produksi BBM melalui proses UCG-GTL adalah sekitar $18/barel, atau sama dengan
($18 x Rp10,000/$ : 159 liter/barel) = Rp.1,150/liter BBM siap pakai (bukan minyak
mentah). Biaya ini jauh lebih rendah dibanding GTL yang sumber gasnya dari LNG atau
gasifikasi batubara di permukaan.