Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Bidang ilmu hidraulika terdapat dua jenis aliran, yaitu aliran saluran
tertutup dan aliran saluran terbuka. Menurut Triatmodjo (1993), saluran
terbuka yaitu air mengalir dengan muka air bebas di sepanjang saluran dan
tekanan di permukaan air yang berupa atmosfir memiliki nilai yang sama.
Klasifikasi aliran pada saluran terbuka dapat dikategorikan menjadi dua,
yaitu aliran permanen (steady flow) dan aliran tidak permanen (unsteady
flow). Kedua jenis aliran tersebut dapat terbentuk menjadi rapidly varied flow
atau aliran berubah tiba-tiba. Aliran di saluran terbuka dapat berada di kondisi
aliran subkritis, kritis, dan superkritis. Perubahan kondisi aliran tersebut dapat
terjadi apabila terjadi perubahan kedalaman yang mendadak atau disebut rapidly
varied flow. Contoh aliran tersebut dapat terjadi pada bangunan air berupa
bendung, spillway, dan pintu air. Aliran rapidly varied flow dapat
mengakibatkan loncatan hidraulik atau hydraulic jump.
1. 2 Lingkup Praktikum
Pada kegiatan pratikum ini percobaan dibatasi pada pengujian aliran
melalui pintu air tegak (sluice gate). Pemilihan jenis bangunan ini ditentukan
berdasarkan bangunan air yang mudah ditemui di lapangan dan tidak terbatas
untuk daerah tertentu saja.
Materi yang dimodelkan pada praktikum ini meliputi:
a. Penurunan energi spesifik dan kedalaman kritis
b. Aliran melalui sluice gate
1. 3 Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini yaitu untuk menjelaskan lebih detail materi tentang
hidrolika saluran terbuka yang telah diberikan sebagai materi perkuliahan.
Sehingga dengan adanya praktikum ini, mahasiswa dapat memahami lebih
dalam tentang fenomena hidraulik yang dapat terjadi pada bangunan air.
BAB II
PERCOBAAN TINGGI MUKA AIR PADA AMBANG

2.1 Teori dasar


Ambang merupakan bangunan air melintang pada saluran dan sungai yang
dapat berfungsi untuk menaikkan tinggi muka air dan melimpaskan debit melalui
bagian atas mercu ambang menuju hilir. Terdapat tiga jenis ambang yang sering
diaplikasikan, yaitu ambang tajam, ambang sempit, dan ambang lebar. Masing-
masing jenis ambang memiliki bentuk bukaan ambang yang berbeda, yaitu
persegi, segitiga, dan trapesium.
2.2 Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini yaitu untuk mempelajari karakteristik aliran yang
melalui ambang lebar, menentukan hubungan tinggi muka air di atas ambang
terhadap debit air yang melimpah di atas ambang, menghitung besar koefisien
debit dan untuk mengamati pola aliran yang diperoleh.
Ambang tajam segitiga dapat digunakan untuk mengukur debit yang
tidak terlalu besar. Faktor yang dapat mempengaruhi nilai debit yang mengalir
melalui ambang yaitu tinggi muka air, lebar bukaan ambang, dan sudut
ambang. Debit pada ambang dapat dihitung menggunakan persamaan 1.1 :

.............................................................. (persamaan 2.1)


Dengan keterangan :
Q : Debit (l/det)
H : Tinggi Air (cm)
g : Percepatan Gravitasi (9,81 m/det2 )
Cd : Koefisien Debit

Gambar 2.1 Dimensi Saluran Flume Terbuka


Dimensi diketahui berdasarkan flume laboratorium:
b atas ambang = 14 cm
b bawah ambang = 20 cm
α = 70°

2.3 Prosedur praktikum


3.2.1 Peralatan yang digunakan
Peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Flume saluran terbuka

Gambar 2.1 Flame Saluran Terbuka


b. Penggaris

Gambar 2.2 Penggaris


c. Ambang tajam (pintu air)

Gambar 2.3 Ambang Tajam


3.2.2 Cara kerja
a. Memastikan peralatan dan posisi flume saluran terbuka,yang dapat dilihat
pada gambar 2.4

Gambar 2.4 posisi flume saluran terbuka


b. Mengatur tinggi muka air pada hulu ambang tajam,yang dapat dilihat
pada gambar 2.5

Gambar 2.5 tinggi muka air pada hulu


c. Mengukur dan mencatat nilai H,yang dapat dilihat pada gambar 2.6

Gambar 2.5 mengukur tinggi nilai H

2.4 Tabulasi data dan hasil perhitungan


Tabel 2.1 Data Tinggi Air (H) Thompson
H Q
No Cd α
(m) (m3/det)
1 0,035 0,577 70° 0,00031
2 0,035 0,577 70° 0,00031
3 0,039 0,577 70° 0,00041
4 0,042 0,577 70° 0,00049
5 0,045 0,577 70° 0,00058
Sumber: Hasil Praktikum Hidrolika (2023)
Lakukan perhitungan pada setiap pengujian dengan langkah pengujian serta
rumusan yang digunakan diuraikan pada penjelasan berikut ini :
1. Perhitungan koefisien debit (Cd)
Untuk menentukan nilai Cd perlu diketahui nilai sudut pelimpah. Karena
ambang segitiga maka nilai untuk sudut pelimpahnya diatara 0° sampai 90°.
Dikarenakan saat percobaan praktikum menggunakan ambang segitiga yang
menggunakan sudut pelimpah 70°.
Grafik 2.1 koefisien debit, Cd ambang tajam segitiga
Sumber : SNI 8137-2015
Nilai koefisien debit (Cd) didapatkan dari grafik yang terdapat pada SNI 8137-
2015. Untuk menentukan nilai koefisien debit adalah dengan cara menarik garis
secara vertikal pada titik 70° hingga menyentuh kurva lalu menarik garis ke kiri
hingga menyentuh sumbu Y. Berdasarkan grafik tersebut diperoleh nilai Cd
sebesar 0,577.

2. Perhitungan debit (Q)


Nilai Q didapatkan dengan menggunakan persamaan 2.1 :
8
 Q1 = (0,577)√2 𝑥 9,81 × 0,0355/2 = 0,00031 m3/det
15
8
 Q2 = (0,577)√2 𝑥 9,81 × 0,0355/2 = 0,00031 m3/det
15
8
 Q3 = (0,577)√2 𝑥 9,81 × 0,0395/2 = 0,00041 m3/det
15
8
 Q4 = (0,577)√2 𝑥 9,81 × 0,0425/2 = 0,00049 m3/det
15
8
 Q5 = (0,577)√2 𝑥 9,81 × 0,0455/2 = 0,00058 m3/det
15

2.5 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan dilakukan perhitungan menunjukkan bahwa
suatu debit air (Q) dipengaruhi oleh besar tinggi muka air (H), semakin tinggi
muka air (H), maka nilai debit air (Q) yang dihasilkan akan semakin besar.
1. h = 0,035 m
Q = 0,00031 m3/det
2. h = 0,035 m
Q = 0,00031 m3/det
3. h = 0,039 m
Q = 0,00041 m3/det
4. h = 0,042 m
Q = 0,00049 m3/det
5. h = 0,045 m
Q = 0,00058 m3/det
BAB III
PERCOBAAN PENURUNAN ENERGI SPESIFIK DAN
KEDALAMAN KRITIS

3.1 Teori dasar


Secara umum persamaan energi spesifik pada saluran terbuka dapat dilihat pada
persamaan 3.2 :
𝑣2
E=𝑦+ ........................................................................ (persamaan 3.1)
2𝑔

Dengan keterangan :
E : energi spesifik (m)
y : kedalaman air (m)
v : kecepatan aliran (m/det)
g : percepatan gravitasi (9,81 m/det2 )
V = Q / A .............................................................................. (persamaan 3.2)
Pada kondisi aliran tidak seragam (non uniform flow), nilai E dapat bertambah
atau berkurang. Sehinggan nilai E pada setiap penampang dapat dinyatakan
dengan:
𝑄2
E=𝑦+ .................................................................... (persamaan 3.3)
2𝑔𝐴2

Untuk saluran penampang segi empat dengan lebar dasar b, maka:


A = b . y ............................................................................... (persamaan 3.4)
q = Q / b .............................................................................. (persamaan 3.5)
Sehingga Persamaan 3.3 menjadi:
𝑄2 𝑄2
E=𝑦+ =𝑦+ ......................................... (persamaan 3.6)
2𝑔𝑏2 𝑦 2 2𝑔𝑦 2

Pada kondisi kedalaman kritis Yc (critical depth), nilai E adalah:

................................................ (persamaan 3.7)


q = Vc . Yc .......................................................................... (persamaan 3.8)
1
q2 3
Yc = ( 𝑔 ) ........................................................................... (persamaan 3.9)

Dari Persamaan (3.8) didapatkan:


𝑉𝑐
Fr = ...................................................................... (persamaan 3.10)
(𝑔 𝑌𝑐)0,5

Persamaan 3.10 merupakan bilangan Froude dengan nilai F =1 untuk kondisi Emin
atau pada kedalaman aliran kritis. Kriteria bilangan Froude dapat ditentukan
sebagai berikut:
F < 1, aliran sub kritis
F = 1, aliran kritis
F > 1, aliran super kritis

Gambar 3.1 Sluice Gate


3.2 Prosedur praktikum
3.2.1 Peralatan yang digunakan
Peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Flume saluran terbuka

Gambar 3.2 Flame Saluran Terbuka


b. Penggaris

Gambar 3.3 Penggaris


c. Pintu tegak (sluice gate)

Gambar 3.4 Pintu tegak


3.2.2 Cara kerja
a. Memastikan peralatan dan posisi flume saluran terbuka dan sluice gate tegak
lurus dengan dasar flume.

Gambar 3.5 posisi flume saluran terbuka


b. Mengatur tinggi bukaan pintu (Yg) dari dasar flume sebagai tinggi bukaan
percobaan. yang dapat dilihat pada gambar 3.6

Gambar 3.6 tinggi bukaan pintu (Yg)


c. Mengatur tinggi muka air di hulu pintu (Yo) dan memastikan kondisi aliran
konstan. yang dapat dilihat pada gambar 3.7

Gambar 3.7 tinggi muka air dihulu pintu (Y0)


d. Menaikkan tinggi bukaan pintu (Yg) hingga mencapai ketinggian yang
diinginkan dengan interval kenaikan yang ditetapkan.
e. Mengukur dan mencatat nilai Q, Y1, dan E untuk masing-masing perubahan
pada tinggi bukaan pintu (Yg).
3.2.3 Tabulasi data dan hasil perhitungan
Table 3.1 Data perhitungan E0 dan E1
Q Yg Y0 Y1 E0 E1
No
(m3 /det) (m) (m) (m) (m) (m)
1 0,00031 0,01 0,4 0,02 0,4 0,02031
2 0,00031 0,02 0,4 0,01 0,4 0,01122
3 0,00041 0,03 0,5 0,02 0,5 0,02054
4 0,00049 0,04 0,5 0,01 0,5 0,01306
5 0,00058 0,05 0,6 0,015 0,6 0,01691
Sumber: Hasil Praktikum Hidrolika (2023)

Lakukan perhitungan pada setiap pengujian dengan langkah pengujian serta


rumusan yang digunakan diuraikan pada penjelasan berikut ini :
a. Perhitungan nilai E0 dan E1 untuk setiap nilai Q :
 Perhitungan nilai A0 dengan cara persamaan 3.4 :
1. A0 = 0,2 x 0,4 = 0,08 m2
2. A0 = 0,2 x 0,4 = 0,08 m2
3. A0 = 0,2 x 0,5 = 0,1 m2
4. A0 = 0,2 x 0,5 = 0,1 m2
5. A0 = 0,2 x 0,6 = 0,12 m2
 Perhitungan nilai A1 dengan cara persamaan 3.4 :
1. A1 = 0,2 x 0,02 = 0,004 m2
2. A1 = 0,2 x 0,01 = 0,002 m2
3. A1 = 0,2 x 0,02 = 0,004 m2
4. A1 = 0,2 x 0,01 = 0,002 m2
5. A1 = 0,2 x 0,015 = 0,003 m2
 Perhitungan nilai V0 dengan cara persamaan 3.2 :
1. V0 = 0,00031 / 0,08 = 0,00388 m/detik
2. V0 = 0,00031 / 0,08 = 0,00388 m/detik
3. V0 = 0,00041 / 0,1 = 0,0041 m/detik
4. V0 = 0,00049 / 0,1 = 0,0049 m/detik
5. V0 = 0,00058 / 0,12 = 0,00483 m/detik
 Perhitungan nilai V1 dengan cara persamaan 3.2 :
1. V1 = 0,00031 / 0,004 = 0,0775 m/detik
2. V1 = 0,00031 / 0,002 = 0,155 m/detik
3. V1 = 0,00041 / 0,004 = 0,1025 m/detik
4. V1 = 0,00049 / 0,002 = 0,245 m/detik
5. V1 = 0,00058 / 0,003 = 0,19333 m/detik
 Perhitungan nilai E0 dengan cara persamaan 3.1 :
0,003882
1. E0 = 0,4 + = 0,4 m
2×9,81

0,003882
2. E0 = 0,4 + = 0,4 m
2×9,81

0,00412
3. E0 = 0,5 + = 0,5 m
2×9,81

0,00492
4. E0 = 0,5 + 2×9,81 = 0,5 m
0,004832
5. E0 = 0,6 + = 0,6 m
2×9,81

 Perhitungan nilai E1 dengan cara persamaan 3.1 :


0,07752
1. E1 = 0,02 + = 0,02031 m
2×9,81

0,1552
2. E1 = 0,01 + 2×9,81 = 0,01122 m
0,10252
3. E1 = 0,02 + = 0,02054 m
2×9,81
0,2452
4. E1 = 0,01 + 2×9,81 = 0,01306 m
0,193332
5. E1 = 0,015 + = 0,01691 m
2×9,81

Grafik hubungan Y0 dan E0


0,7
0,6
0,5
0,4
Y0

0,3
0,2
0,1
0
0,35 0,4 0,45 0,5 0,55 0,6 0,65
E0

Grafik 3.1 Hubungan antara Y0 dan E0

Grafik hubungan Y1 dan E1


0,025

0,02

0,015
Y1

0,01

0,005

0
0,009 0,011 0,013 0,015 0,017 0,019 0,021
E1

Grafik 3.1 Hubungan antara Y1 dan E1


b. Perhitungan nilai Emin untuk setiap nilai Q :
 Perhitungan q dengan cara persamaan 3.5
1. q = 0,00031 / 0,2 = 0,00155 m2/dt
2. q = 0,00031 / 0,2 = 0,00155 m2/dt
3. q = 0,00041 / 0,2 = 0,00205 m2/dt
4. q = 0,00049 / 0,2 = 0,00245 m2/dt
5. q = 0,00058 / 0,2 = 0,0029 m2/dt
 Perhitungan Yc dengan cara persamaan 3.9 :
1
0,001552 3
1. Yc = ( ) = 0,0063 m
9,81
1
0,001552 3
2. Yc = ( ) = 0,0063 m
9,81
1
0,002052 3
3. Yc = ( ) = 0,0075 m
9,81
1
0,002452 3
4. Yc = ( ) = 0,0085 m
9,81
1
0,00292 3
5. Yc = ( ) = 0,0095 m
9,81

 Perhitungan Emin dengan cara persamaan 3.7 :


3
1. Emin = 2 × 0,0063 = 0,00945 m
3
2. Emin = 2 × 0,0063 = 0,00945 m
3
3. Emin = 2 × 0,0075 = 0,01125 m
3
4. Emin = 2 × 0,0085 = 0,01275 m
3
5. Emin = 2 × 0,0095 = 0,01425 m

Tabel 3.2 Perhitungan Emin


Q b g q Yc Emin
No
(m3 /det) (m) (m/dt2) (m2/dt) (m) (m)
1 0,00031 0,2 9,81 0,00155 0,0063 0,00945
2 0,00036 0,2 9,81 0,00155 0,0063 0,00945
3 0,00049 0,2 9,81 0,00205 0,0075 0,01125
4 0,00058 0,2 9,81 0,00245 0,0085 0,01275
5 0,00072 0,2 9,81 0,0029 0,0095 0,01425
Sumber : Hasil Praktikum Hidrolika (2023)
c. Menentukan kondisi aliran (menghitung Fr) di hulu dan hilir :
 Menghitung nilai Vc dengan cara persamaan 3.8 :
0,00155
1. Vc = = 0,25
0,0063
0,00155
2. Vc = = 0,25
0,0063
0,002
3. Vc = 0,0075 = 0,27
0,00245
4. Vc = = 0,29
0,0085
0,0029
5. Vc = = 0,31
0,095

 Menghitung Fr dengan cara persamaan 3.10 :


0,25
1. Fr = (9,81×0,0063)0,5 = 0,99 = <1 (aliran sub kritis)
0,25
2. Fr = (9,81×0,0063)0,5 = 0,99 = <1 (aliran sub kritis)
0,27
3. Fr = (9,81×0,0075)0,5 = 1,01 = >1 (aliran super kritis)
0,29
4. Fr = = 1,00 = 1 (aliran kritis)
(9,81×0,0085)0,5
0,31
5. Fr = (9,81×0,0095)0,5 = 1,00 = 1 (aliran kritis)

3.3 Kesimpulan
 Berdasarkan hasil percobaan dan dilakukan perhitungan menunjukkan bahwa
kondisi aliran setiap debit adalah
Q1 = Aliran sub kritis
Q2 = Aliran sub kritis
Q3 = Aliran super kritis
Q4 = Aliran kritis
Q5 = Aliran kritis
BAB IV
PERCOBAAN ALIRAN MELALUI SLUICE GATE

4.1 Teori Dasar


Aliran melalui sluice gate memiliki dua kondisi, yaitu aliran bebas (free flow)
dan aliran tenggelam (submerged flow). Aliran bebas dapat terjadi apabila aliran di
hulu pintu merupakan aliran subkritis dan di hilir pintu memiliki aliran super kritis.
Sedangkan untuk aliran tenggelam dapat terjadi jika kedalaman air di hilir Y1 >
Cc.Yg.
Analisa debit sluice gate dibedakan berdasarkan kondisi kedua aliran tersebut.
Untuk aliran bebas, debit sluice gate dapat dihitung dengan rumus berikut:

Q = Cd b Yg √2g (y0 − Cc Yg ).............................................. (persamaan 4.1)


untuk aliran tenggelam menggunakan rumus berikut :
Q = Cd b Yg √2g (y0 − Y1 ) ................................................. (persamaan 4.2)
Dengan :
Q : debit yang melalui pintu (m3/det)
Cd : koefisien debit
Cc : koefisien konstraksi
g : percepatan gravitasi (m2/det)
b : lebar pintu (m)
Yg : tinggi bukaan pintu (m)
Y0 : kedalaman air di hulu pintu (m)
Y1 : kedalaman air di hilir pintu (m)

Menurut Henry H.R. nilai Cd dapat ditentukan berdasarkan nilai Yg/Y0 seperti
berikut :
Yg/Y0 0,000 0,100 0,105 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700
Cd 0,610 0,600 0,600 0,605 0,605 0,607 0,620 0,640 0,660

Sedangkan untuk nilai Cc dengan Yg/Y0 menurut T. Brooke Benjamin adalah


sebagai berikut :
Yg/Y0 0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500
Cc 0,611 0,606 0,602 0,600 0,598 0,598

Anda mungkin juga menyukai