Hubungan Resiliensi Dengan Dukungan Sosial Pada Narapidana Laki-Laki Kasus Narkotika
Hubungan Resiliensi Dengan Dukungan Sosial Pada Narapidana Laki-Laki Kasus Narkotika
OLEH
JESSICA ELFALIANDA SEPTHEN
802016167
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2022
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN RESILIENSI
PADA NARAPIDANA LAKI-LAKI KASUS NARKOTIKA
PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI RUMAH TAHANAN
JEPARA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2022
ABSTRAK
narapidana laki-laki.
i
ABSTRACT
This study aims to determine the relationship between social support and
resilience in male prisoners of narcotics cases during the Covid-19 pandemic at
the Jepara Detention Center. The number of participants in this study were 51
male inmates with narcotics cases during the Covid-19 period. Data were taken
using a simple random sampling type of probability sampling technique. This
research is a correlational quantitative research using Spearman Rank
Correlation. The measuring instrument used is the Social Support Scale compiled
by Rizkita and Hasnida, based on the social support theory proposed by Sarafino
and resilience using The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC)
developed by Connor and Davidson. The results showed that there was a
significant positive relationship between social support and the resilience of male
prisoners in narcotics cases, with a result of r of 0.647 with a significance value
of 0.000 (p <0.05), which means that the higher social support, the higher the
resilience of male prisoners. men with narcotics cases during the Covid-19
pandemic. This study shows a strong and direct relationship between social
support and resilience in male prisoners of narcotics cases in the Jepara
detention house. The findings of this study have important implications for
understanding how effective social support for prisoners can continue to boost
their resilience even while they serve their sentences during a pandemic.
Keywords: social support, resilience, narcotics users, male prisoners.
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2019 silam, dunia mengalami suatu wabah bencana penyakit
COVID-19, yang pada mulanya muncul pertama kali di luar Indonesia yaitu di
Negara Tiongkok, Provinsi Hubei, Kota Wuhan. COVID-19 adalah virus baru
yang berasal dari satu keluarga yang sama dengan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) dan beberapa jenis flu biasa (Veska, 2020). COVID-19 mulai
dikenal masyarakat luas karena tingkat penyebarannya yang sangat tinggi dan
sampai menyentuh negara-negara lain termasuk tanah air Indonesia.
1
2
Ketika seseorang masuk penjara, bukan hanya penyiksaan fisik saja yang
dialami, namun juga penyiksaan secara mental yang berujung pada gangguan
psikologis. Secara umum, efek hukuman penjara seumur hidup merugikan
kesehatan mental seseorang (Riza & Herdiana, 2013).
para napi di lapas atau rutan, di mana mereka terkurung dan tidak mampu
beradaptasi dengan lingkungannya karena keluarga yang seharusnya ada untuk
mendukung mereka tidak berinteraksi dengan mereka (Riza & Herdiana, 2013).
Selain itu, Schoon (2006) menyebutkan faktor risiko (risk factor) dan faktor
protektif (protective factor) keduanya berdampak pada resiliensi. Orang dewasa
menjalani kehidupan yang mengandung faktor risiko dan sumber perlindungan. Di
antaranya termasuk kehidupan pernikahan, karir, spiritual, fisik, dan kehidupan
sosial. Jika proses kehidupannya positif maka akan menjadi faktor pelindung, dan
jika kurang baik selama perjalanan hidup maka akan menjadi faktor resiko yang
dapat menyebabkan seseorang mengalami stres dan gangguan psikologis lainnya.
Resiliensi pada awalnya dianggap sebagai sifat yang dibawa sejak lahir. Resiliensi
adalah hasil dari kombinasi antara alam (nature) dan pengasuhan (nurture),
dibantu oleh hubungan yang mendukung, bukan sifat yang melekat. Interaksi
dengan keluarga akan membantu dalam mengembangkan hubungan yang
berkelanjutan ini. Pengalaman keluarga dapat mengarah pada kemungkinan baru
yang dapat menjadi momen penting bagi narapidana (Rutter, 2006). Hal ini
didukung dengan hasil penelitian Tunliu et al. (2019) yang menyatakan bahwa
terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara dukungan sosial keluarga dan
resiliensi pada narapidana. Begitu juga dengan penelitian Hafidah & Margaretha
(2020) yang menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap resiliensi
klien pemasyarakatan adalah faktor yang berada pada lapisan mikrosistem, yakni
faktor dukungan sosial.
4
Orang yang menerima dukungan sosial dari orang atau kelompok lain
mungkin menganggapnya menghibur, baik hati, menghargai, atau membantu.
Selama pandemi, menawarkan dukungan sosial dapat meningkatkan kesejahteraan
dan ketahanan masyarakat terhadap kesulitan (Sarafino & Smith, 2011). Individu
dapat menemukan solusi yang efektif untuk kesulitan, merasa dihormati dan
dicintai, yang akan meningkatkan kepercayaan diri mereka dan memungkinkan
mereka menjalani kehidupan yang lebih baik. Dukungan yang tepat justru akan
membantu wbp memenuhi kebutuhannya saat menghadapi kondisi yang dianggap
menantang. Namun, tidak mungkin orang dapat mengurangi stres, jika mereka
tidak memandang bantuan sebagai bentuk dukungan dan dukungan yang mereka
terima tidak sesuai (Sarafino & Smith, 2011). Dukungan sosial sangat penting
bagi narapidana dengan tingkat resiliensi yang buruk karena dapat meningkatkan
kesehatan mental dan membantu orang tumbuh sebagai manusia yang lebih baik
dan merasa dicintai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “apakah ada hubungan antara dukungan sosial anggota
keluarga dan resiliensi pada narapidana laki-laki kasus narkotika di masa
pandemic Covid-19?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan
sosial dan resiliensi pada narapidana laki-laki kasus narkotika di masa pandemic
Covid-19.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan pengetahuan tentang hubungan antara dukungan sosial dan
resiliensi pada narapidana laki-laki kasus narkotika dalam pengembangan ilmu
psikologi, yaitu psikologi kriminologi, psikologi sosial, psikologi komunikasi,
psikologi kepribadian, psikologi konseling dan psikologi keluarga.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi beberapa
pihak yang terlibat dalam kasus ini.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Resiliensi
1. Aspek-aspek Resiliensi
Reivich, K., & Shatté (2002) juga memaparkan tujuh kemampuan yang
membentuk resiliensi, yaitu sebagai berikut:
a. Emotion Regulation
b. Impulse Control
c. Optimism
d. Causal Analysis
e. Empathy
f. Self Efficacy
g. Reaching Out
Aspek resiliensi yang dikemukakan oleh Connor & Davidson (2003), yaitu:
j. Control (kontrol).
Dari kedua aspek tersebut, peneliti memilih menggunakan aspek dari teori
Connor & Davidson (2003) karena disesuaikan dengan kondisi narapidana dan
diketahui bahwa beberapa penelitian yang meneliti kasus narapidana lebih
dominan menggunakan aspek dari Connor dan Davidson.
a. Faktor individual
b. Faktor Keluarga
Faktor keluarga meliputi dukungan orang tua, yaitu bagaimana cara orang
tua memperlakukan dan melayani anak. Keterkaitan emosional dan batin antara
anggota keluarga sangat diperlukan dalam mendukung pemulihan individu-
individu yang mengalami stres dan trauma. Keterikatan para anggota keluarga
amat berpengaruh dalam pemberian dukungan terhadap anggota keluarga yang
mengalami musibah untuk dapat pulih dan memandang kejadian tersebut secara
objektif.
c. Faktor Komunitas
1) Gender
Pada kedua faktor yang telah dipaparkan di atas, dukungan sosial yang
dipilih bagi narapidana yaitu menurut Everall et al. yaitu karena terdapat faktor
keluarga, salah satu faktor yang sangat mempengaruhi resiliensi pada narapidana
yang bersangkutan.
Cutrona & Russell (1987)) menyebutkan ada enam aspek dari dukungan
sosial yaitu:
14
a. Guidance yaitu nasihat atau informasi yang didapatkan individu dari orang
lain.
b. Reliable alliance yaitu adanya jaminan bahwa individu memiliki orang yang
bisa diandalkan dalam memberikan dukungan, biasanya didapatkan dari
keluarga.
c. Reassurance of worth yaitu adanya pengakuan dari orang lain bahwa individu
berharga serta berkompeten.
Selain itu, House (1988) membedakan empat aspek dukungan sosial yaitu:
Dukungan ini dapat berupa bantuan jasa atau uang bisa juga berupa bantuan
dalam pekerjaan sehari-hari.
Dari pendapat ketiga para ahli di atas, peneliti memilih aspek yang
dikemukakan oleh Sarafino (2006) yang terdiri dari dukungan emosional,
dukungan jasa, dukungan informasi, dan dukungan kebersamaan. Bagian tersebut
dipilih karena sesuai dengan alat ukur yang telah dipilih oleh peneliti dalam
menganalisis dukungan sosial keluarga pada narapidana.
Menurut Bull (dalam Raisa & Ediati, 2016) dukungan sosial pada
narapidana dapat mengurangi dampak psikologis dari proses penahanan, misalnya
mengurangi dampak stres dan kesepian, serta menghindari dari tindakan
menyakiti diri atau bunuh diri.
ini akan dapat mempertahankan daya tahan tubuh dan meningkatkan kesehatan
individu (Baron & Byrne, 2004). Kondisi ini juga dijelaskan oleh Sarafino &
Smith (2011) bahwa berinteraksi dengan orang lain dapat memodifikasi atau
mengubah persepsi individu mengenai kejadian tersebut, dan ini akan mengurangi
potensi munculnya stres baru atau stres yang berkepanjangan.
Shatté (2002) bahwa faktor eksternal (faktor dari luar individu) resiliensi
mencakup struktur dan aturan rumah, role models, dan dukungan sosial yang
bersumber dari keluarga, komunitas serta lingkungan sekitar.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan penjelasan kedua variabel di atas, maka hipotesis yang peneliti
kembangkan yaitu adanya hubungan positif antara dukungan sosial dan resiliensi
pada narapidana laki-laki kasus narkotika. Dengan demikian memiliki arti yaitu
semakin tinggi dukungan sosial pada keluarga maka semakin tinggi pula resiliensi
pada narapidana tersebut. Atau sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial
keluarga maka semakin rendah pula resiliensi narapidana tersebut.
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diambil oleh peneliti tentang “Hubungan
dukungan sosial dengan resiliensi narapidana laki-laki kasus narkotika di masa
pandemi Covid-19”. Rancangan penelitian yang digunakan peneliti yaitu dengan
menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif memiliki
beberapa tipe berdasarkan sifat-sifat permasalahannya, dan jika dilihat dari
permasalahan yang diambil penelitian ini peneliti menggunakan metode analisis
korelasional.
1. Dukungan Sosial
menunjukkan bahwa subjek memperoleh dukungan sosial yang tinggi dan begitu
sebaliknya.
2. Resiliensi
Populasi dan sampel merupakan dua bagian yang tidak dapat terpisahkan
dalam memenuhi syarat-syarat merancang sebuah penelitian. Populasi merupakan
titik fokus dimana peneliti dapat mengetahui besarnya sampel penelitian dan cara
pengambilan sampel yang tepat sehingga perlu dijelaskan karakteristik populasi
tersebut.
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini yaitu laki-laki yang menjadi
narapidana kasus narkotika di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Jepara yang
berjumlah 341 orang pada tanggal 19 Oktober 2021 per bulannya. Dalam
pengambilan sampel, peneliti menggunakan teknik probability sampling jenis
simple random sampling. Teknik probability sampling merupakan teknik
sampling yang memberikan peluang yang sama bagi seluruh anggota populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel. Menurut Arikunto (2002), pengambilan
sampel apabila kurang dari 100 populasi maka di ambil semua, sehingga
penelitian merupakan penelitian populasi, namun jika jumlah subjeknya lebih dari
21
100 maka dapat di ambil 10 – 15% dari populasi. Dalam penelitian ini sampel
yang di gunakan adalah sebanyak 51 responden, yang di ambil dari 15% dari
jumlah populasi narapidana laki-laki yang ada di Rutan Jepara.
Skala likert dengan 4 (empat) pilihan jawaban, yaitu sangat setuju, setuju,
tidak setuju dan sangat tidak setuju. Menurut Sugiyono (2018), dalam angket
disediakan 4 (empat) alternatif jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS) dengan skor 4,
Setuju (S) dengan skor 3, Tidak Setuju (TS) dengan skor 2, Sangat Tidak Setuju
(STS) dengan skor 1.
22
Skala ini diberi 4 (empat) alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS),
Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pernyataan dalam
skala ini terdiri dari pernyataan yang positif (favorable) dan negatif (unfavorable).
Dalam penelitian ini mengunakan 24 item. Blueprint skala variabel bebas dalam
penelitian ini diuraikan pada pada tabel 1.1 berikut:
2. Skala Resiliensi
Skala yang dikembangkan oleh Connor & Davidson (2003) ini dalam
masing-masing item berisi 4 alternatif pilihan jawaban yang telah disusun dalam
format skala Likert dan terdapat pernyataan dalam bentuk favorable dan
24
Total 25
25
1. Uji Validitas
Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah alat ukur
yang digunakan dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu tes atau
instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai,
dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data
tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki
validitas rendah (Azwar, 2007).
Dalam uji validitas ini digunakan validitas item, yaitu mengkorelasikan skor
tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah dari setiap skor butir. Jika ada
item yang tidak memnuhi syarat, maka item tersebut tidak akan diteliti lebih
lanjut. Syarat-syarat yang harus dipenuhi menurut Sugiyono (2018) memiliki
kriteria sebagai berikut:
b. Jika koefisien korelasi r ≤ 0,30 maka item tersebut dinyatakan tidak valid.
2. Uji Reliabilitas
Pada uji reabilitas ini peneliti akan mengukur apakah alat ukur yang dipilih
dapat dikategorikan reliabel (andal) atau tidak. Disebut reliabel, jika alat ukur ini
dapat mengukur secara konsisten atau stabil meskipun pertanyaan tersebut
26
diajukan dalam waktu yang berbeda. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi
disebut juga sebagai pengukuran yang reliabel.
Uji reliabilitas ini hanya dapat dilakukan jika tiap butir pertanyaan atau
pernyataan sudah dinyatakan valid. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa jauh hasil pengukuran dikatakan konsisten meski dilakukan dua kali
pengukuran atau lebih pada gejala yang sama baik kondisi maupun subjek yang
sama secara berulang-berulang dengan menggunakan alat ukur yang sama.
Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien reabilitas yang angkanya berada dalam
rentang 0 hingga 1,00. Semakin tinggi koefisien reabilitas mendekati angka 1,00
berarti semakin tinggi reabilitas (Azwar, 2007).
Dalam penelitian ini, untuk menguji reabilitas alat ukur peneliti memilih
menggunakan teknik pengukuran Alpha Cronbach dengan menggunakan fasilitas
SPSS versi 22. untuk jenis pengukuran interval. Suatu instrumen dikatakan
reliabel jika nilai cronbach Alpha lebih besar dari batasan yang ditentukan yakni
0,6 atau nilai korelasi hasil perhitungan lebih besar daripada nilai dalam tabel dan
dapat digunakan untuk penelitian,
Keterangan:
2. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi ini adalah satu bagian dari analisis regresi linier yang
digunakan untuk mengukur kemampuan variabel independen dalam menjelaskan
variabel dependen. Koefisien determinasi disimbolkan dengan R square, dalam
rumus:
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Partisipan Penelitian
Penelitian ini melibatkan 51 responden, yang dimana penentuan jumlah
responden dihitung menggunakan teknik probability sampling menurut
Arikunto (2002) yaitu 51 responden, yang di ambil dari 15% dari jumlah populasi
narapidana laki-laki yang ada di Rutan Jepara yang berjumlah 341 orang.
Pengambilan data pada 51 orang narapidana laki-laki kasus narkotika bertempat
di ruangan rapat Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Jepara. Jawaban
dari responden yang terpilih akan diuraikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan persentase yang didapatkan dengan rumus:
P = f/s x 100%
Keterangan:
P = Persentase
f = Frekuensi kelas
30
s = Jumlah sampel
C. Hasil Penelitian
Pada bagian ini akan membahas mengenai hasil penelitian serta analisis dari
skripsi yang berjudul “hubungan dukungan sosial dengan resiliensi pada
narapidana laki-laki kasus narkotika pada masa pandemi Covid-19 di rumah
tahanan Jepara”. Variabel X dalam penelitian ini adalah dukungan sosial
sedangkan variabel Y dalam penelitian ini adalah resiliensi narapidana.
Selanjutnya, pada bagian ini juga akan dipaparkan data hasil tanggapan
responden yang bertujuan untuk memperjelas hasil pembahasan. Hasil data
penelitian di bawah ini diproses menggunakan SPSS versi 22.
a. Usia Responden
Butir usia responden ditujukan untuk mengetahui rentang usia responden
yang merupakan narapidana laki-laki kasus narkotika yang ada di rumah tahanan
Jepara.
31
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
21-40 tahun 39 76.5 76.5 76.5
40-60 tahun 11 21.6 21.6 98.0
60+ tahun 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0
Berdasarkan hasil tabel 3. dapat dilihat bahwa dalam penelitian sebagian besar
responden berusia 21-40 tahun dengan jumlah 39 orang dan persentase 76,5%,
sedangkan responden yang berusia 40-60 tahun berjumlah 11 orang dengan
presentase 21,6% dan sebagian lainnya berusia di atas 60 tahun yang berjumlah 1
orang dengan persentase 2,0%. Pembagian usia responden tersebut sudah
ditentukan berdasarkan usia perkembangan psikologi menurut Hurlock (1991).
Dengan demikian, hasil temuan usia responden pada penelitian ini sesuai
dengan target sasaran penelitian ini untuk dapat dilakukan proses lebih lanjut
yaitu usia responden antara 21 – 61 tahun.
Tingkat Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
SD 6 11.8 11.8 11.8
SMP 19 37.3 37.3 49.0
SMA 22 43.1 43.1 92.2
D3 4 7.8 7.8 100.0
Total 51 100.0 100.0
Berdasarkan hasil dari tabel 4, dapat dilihat bahwa penelitian ini sebagian
besar responden memiliki status tingkat pendidikan terakhir yaitu SMA/SMK
yang berjumlah 22 orang dengan presentase 43,1%, sedangkan sebagian kecil
32
Status_Perkawinan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Belum menikah 15 29.4 29.4 29.4
Sudah menikah 30 58.8 58.8 88.2
Cerai hidup 5 9.8 9.8 98.0
Cerai mati 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0
Masa_Pidana
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Lebih dari 4 tahun 42 82.4 82.4 82.4
Kurang dari atau sama dengan
8 15.7 15.7 98.0
4 tahun
Menunggu hasil vonis
1 2.0 2.0 100.0
banding
33
Status_Kasus
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pengguna 38 74.5 74.5 74.5
Pengedar 13 25.5 25.5 100.0
Total 51 100.0 100.0
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Dukungan Sosial 51 51 68 60.67 4.559
Resiliensi 51 82 99 90.84 5.147
N (listwise) 51
persentase 100% dan tidak ada orang yang memiliki skor dukungan sosial pada
kategori rendah dengan persentase 0%. Berdasarkan rata-rata sebesar 60 dapat
dikatakan bahwa rata-rata dukungan sosial subjek berada pada kategori sedang.
M = Mean
SD = standar deviasi
dukungan sosial terdapat 24 item yang dimana tidak ada item yang gugur dalam
pengujian ini dengan nilai validitas bergerak dari 0,281 sampai dengan 0,654
yang memiliki realibitas sebesar α = 0,787. Sedangkan pada skala resiliensi
terdapat 25 item yang dimana tidak ada item yang gugur dalam pengujian ini
dengan nilai validitas bergerak dari 0,280 sampai dengan 0,637 yang memiliki
realibilitas sebesar α = 0,724.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.882 9
Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
X5 13.71 6.532 .692 .864
X7 13.80 7.081 .426 .889
X9 13.55 6.853 .695 .865
X11 13.53 7.214 .537 .877
X13 13.73 6.363 .760 .857
X15 13.65 6.793 .612 .871
X17 13.57 6.970 .606 .871
X19 13.73 6.363 .760 .857
X23 13.57 6.970 .606 .871
Dari hasil output di atas dapat kita lihat bahwa semua item memiliki
korelasi item-total di atas 0,3. Reliabilitas skala juga sudah memuaskan yakni
37
0,882. Hal ini menunjukkan seluruh item dalam skala dukungan sosial, memiliki
konsistensi internal yang baik dan berfungsi dengan baik untuk membedakan
antar individu yang memiliki dan yang tidak memiliki dukungan sosial. Selain itu,
skala dukungan sosial juga memiliki reliabilitas alpha di atas 0,70, dengan
demikian dapat dikatakan bahwa skala memiliki reliabilitas yang memuaskan,
sehingga hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.816 12
Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Y1 39.61 9.923 .338 .813
Y2 39.90 9.690 .406 .808
Y3 39.63 9.438 .503 .799
Y6 39.71 9.692 .392 .809
Y11 39.61 9.323 .555 .795
Y16 39.51 9.935 .387 .809
Y17 39.73 9.443 .475 .802
Y19 39.65 9.393 .512 .798
Y20 39.76 9.424 .479 .801
Y22 39.65 9.393 .512 .798
Y23 39.65 9.353 .526 .797
Y24 39.63 9.438 .503 .799
Dari hasil output di atas dapat dilihat bahwa semua item memiliki korelasi
item-total di atas 0,3. Reliabilitas skala juga sudah memuaskan yakni 0,816. Hal
38
ini menunjukkan seluruh item dalam skala resiliensi, memiliki konsistensi internal
yang baik dan berfungsi dengan baik untuk membedakan antar individu yang
memiliki dan yang tidak memiliki resiliensi. Selain itu, skala resiliensi juga
memiliki reliabilitas alpha di atas 0,70, dengan demikian dapat dikatakan bahwa
skala memiliki reliabilitas yang memuaskan, sehingga hasil pengukuran dengan
alat tersebut dapat dipercaya.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah nilai pada variabel x dan y
berdistribusi normal atau tidak. Jika hasilnya normal maka asumsi dapat dikatakan
memenuhi syarat uji korelasi yang baik.
N 51 51
Normal Parametersa,b Mean 15.35 43.27
Dari tabel 10. di atas, dapat dilihat bahwa pada skala dukungan sosial
diperoleh nilai Test Statistic sebesar 0,224 dengan angka Signifikansi sebesar
0,000 (p<0,05). Sedangkan pada skor resiliensi diperoleh nilai Test Statistic
sebesar 0,146 dengan angka Signifikansi sebesar 0,009 (p<0,05). Dengan
demikian nilai kedua variabel tersebut berdistribusi tidak normal, karena tidak
normal maka uji korelasi yang akan digunakana adalah korelasi Rank Spearman.
b. Uji Linieritas
Uji asumsi ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dari hubungan antar
variabel bebas dan terikat.
ANOVA Table
Mean
Sum of Squares df Square F Sig.
Resiliensi * Between (Combined) 312.382 8 39.048 6.673 .000
Dukungan Sosial Groups
Linearity 279.422 1 279.422 47.750 .000
Deviation
from 32.959 7 4.708 .805 .588
Linearity
Total 558.157 50
Correlations
Dukungan
Sosial Resiliensi
Spearman's Dukungan Correlation
1.000 .647**
rho Sosial Coefficient
Sig. (2-tailed) . .000
N 51 51
Resiliensi Correlation
.647** 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .000 .
N 51 51
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
41
D. Pembahasan
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya korelasi positif dan searah
pada variabel dukungan sosial dan resiliensi narapidana laki-laki kasus narkotika
di Rutan Jepara. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi tersebut diketahui nilai
r sebesar 0,647 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima. Hal ini menunjukkan
bahwa dukungan sosial memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap
resiliensi pada narapidana laki-laki kasus narkotika di Rutan Jepara di masa
pandemi Covid-19. Pada penelitian lain juga ditemukan bahwa korelasi antara
dukungan sosial dan resiliensi memiliki hubungan yang positif yaitu penelitian
yang dilakukan Siregar (2021) pada Guru anak berkebutuhan khusus di masa
pandemi Covid-19, Nisa (2022) pada siswa pada kondisi Gap year, Nurjanah &
Diantina (2018) pada individu korban perceraian, Putri (2018) pada mantan
pecandu narkoba di BNN Sumatera Utara, Rahmawati et al. (2018) pada
caregiver penderita skizofrenia di Klinik Utama Kesehatan Jiwa Nur Ilahi
Bandung namun pada subjek yang berbeda-beda.
Hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan resiliensi pada
narapidana sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Raisa & Ediati (2016)
yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara
dukungan sosial dan resiliensi pada narapidana di Lapas kelas IIA wanita
Semarang. Hal ini didukung oleh teori Connor & Davidson (2003) yang
42
Hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan resiliensi pada
narapidana juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tunliu et al.
(2019) yang menunjukkan adanya pengaruh positif yang signifikan antara
dukungan sosial dan resiliensi pada narapidana di Lapas kelas IIA Kupang. Pada
penelitian tersebut dukungan sosial keluarga berkontribusi 47,2%, yang berarti
dukungan sosial keluarga bukan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi
resiliensi terhadap pidana di lembaga pemasyarakatan kelas IIA Kupang.
Sedangkan dalam penelitian ini tidak hanya dukungan keluarga yang diperoleh
narapidana untuk membentuk pribadi yang resilien, tetapi dukungan dari
narapidana lain, teman di luar Rutan dan pegawai Rutan selama di Rutan.
Menurut teori Sarafino & Smith (2011) dukungan sosial merupakan peran yang
sangat penting dalam proses penyembuhan yang sedang mengalami tekanan yang
menyebabkan stres. Dukungan sosial baik dari keluarga maupun kerabat sangat
dibutuhkan narapidana apalagi di saat kondisi stres selama menjalani masa pidana
di penjara.
Selain itu dukungan dan penghargaan yang diberikan oleh petugas Rutan
pada narapidana di Rutan Jepara antara lain seperti memberikan tugas khusus
dalam pelayanan di kantor Rutan (dipekerjakan sebagai tamping Rutan),
memberikan dorongan semangat dan penghiburan saat narapidana sedang
bermasalah atau dalam kesulitan, petugas menyelenggarakan kegiatan yang
berfokus pada keagamaan, petugas juga mengadakan kegiatan-kegiatan yang
mendukung pengembangan potensi narapidana dan mengatasi kejenuhan
narapidana selama di sel penjara, pemberian remisi pada narapidana yang
dilakukan pada waktu-waktu tertentu, dan lain sebagainya. Penelitian Lander
(dalam Firdaus & Kaloeti, 2020) menjelaskan bahwa kunjungan keluarga kepada
warga binaan dapat dijadikan tolak ukur adanya hubungan baik keluarga dengan
warga binaan, sehingga adanya rasa memiliki dapat dijadikan sebagai bentuk
dukungan. Warga binaan narkotika yang mendapatkan dukungan baik oleh
keluarga dan masyarakat memiliki resiliensi yang baik. Resiliensi dapat
ditingkatkan dengan melihat banyaknya dukungan sosial yang diterima dan
dirasakan oleh warga binaan narkotika (Raisa & Ediati, 2016).
Narapidana yang tidak mampu mengatasi masalah dan kesulitan pada saat
menjalani masa hukuman memiliki resiliensi rendah, diakibatkan karena
kurangnya dukungan sosial yang dirasakan atau tidak mendapatkan dukungan
yang sesuai dengan kebutuhan narapidana tersebut (Raisa & Ediati, 2016). Hal ini
sependapat dengan teori Sarafino & Smith (2011) yang mengatakan bahwa
dukungan yang sesuai akan sangat membantu individu untuk memenuhi
45
kebutuhan saat mengalami kondisi yang dirasa sulit, individu dapat menemukan
cara efektif untuk keluar dari masalah, merasa dirinya dihargai dan dicintai yang
akan meningkatkan kepercayaan pada dirinya untuk mampu menjalani kehidupan
dengan lebih baik. Akan tetapi ketika individu tidak melihat bantuan sebagai
bentuk dukungan, dan dukungan yang diberikan tidak sesuai, maka kecil
kemungkinan individu dapat mengurangi stres.
Pada penelitian Riza & Herdiana (2013) semakin tinggi dukungan yang
diberikan oleh keluarga, teman, dan orang yang dianggap penting oleh
narapidana akan membantu narapidana tersebut memiliki tingkat resiliensi yang
tinggi pula, namun sebaliknya jika dukungan yang diberikan rendah maka akan
sulitnya terbentuk resiliensi di dalam diri para narapidana atau rendahnya
resiliensi yang dimilikinya. Narapidana dengan tingkat resiliensi yang tinggi
memiliki kemampuan mudah beradaptasi dengan lingkungan, dapat
mengendalikan diri, dan memandang kondisi yang dialami secara positif. Namun
sebaliknya, jika narapidana dengan tingkat resiliensi yang rendah akan
mengalami kesulitan dalam beradaptasi, tidak mampu mengendalikan emosi,
dan memandang kondisi yang sedang dialaminya secara negatif.
Relasi dan komunikasi yang baik dengan orang lain juga terbentuk dari
keyakinan diri narapidana di Rutan Jepara melalui kegiatan-kegiatan keagamaan
46
yang diikuti, selain semakin mendekatkan diri kepada Tuhan yang maha Esa juga
semakin meningkatkan kekompakan dan kepedulian narapidana. Hal ini juga
dialami oleh warga binaan di Lapas Klas IIA Kupang oleh Tunliu et al. (2019),
mereka mampu merubah pola hidup dari yang biasa jahat/bandal/brutal,
mengetahui mana yang benar dan salah di mata hukum, mulai mendekatkan diri
dengan Tuhan dengan mempelajari agama sesuai dengan kepercayaan masing-
masing, yang sebelum masuk ke dalam Lapas tidak terlalu memperdulikan
agamanya. Narapidana yang memiliki resiliensi yang tinggi dapat menunjukkan
hubungan sosial yang positif, dan ketergantungan akan kepercayaan pada Tuhan
yang maha Esa saat menghadapi permasalahan dalam hidupnya. Sehingga
dengan jelas diketahui bahwa hubungan sosial yang positif memberikan peranan
penting dalam perubahan perilaku narapidana dalam mengatasi resiliensi yang
rendah. Hal ini didukung oleh Connor & Davidson (2003) dalam aspek-aspek
yang mempengaruhi resiliensi yaitu diantaranya adalah penerimaan positif
terhadap perubahan dan kemampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain.
Selain itu, pada penelitian Firdaus & Kaloeti (2020) diketahui hasil
pengujian negative emotional state berdasarkan usia menunjukkan tidak terdapat
perbedaan negative emotional state antara usia dewasa awal (18-40 tahun)
dengan usia dewasa madya (41-60 tahun). Individu yang mampu mengelola
emosinya dengan baik tidak hanya terlihat dari usia melainkan pengalaman
hidup yang pernah dialami sebelumnya. Hasil berbeda untuk pengujian daya
beda resiliensi terhadap usia yaitu ada perbedaan resiliensi pada warga binaan
narkotika berdasarkan usia. Usia berpengaruh terhadap resiliensi yang dimiliki
individu terutama di lapas karena kematangan dalam menghadapi masalah dapat
terbentuk seiring pengalaman hidup yang dijalani. Begitu juga dengan hasil
penelitian Umar (2020) jika dilihat dari perspektif gender, penyalahguna
narkotika di Sulawesi Barat didominasi laki-laki yang mencapai 29 orang atau
96,67 % dari 30 orang jumlah responden yang telah ditetapkan dengan usia rata-
rata 21 - 30 tahun sebesar 33,33% dan 31- 40 tahun sebesar 30,00%. Dilihat dari
usia para penyalahguna dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar
penyalahguna narkotika baik pengguna maupun pengedar adalah yang berusia
produktif.
Dari kedua penelitian tersebut yang memiliki hasil yang sama bahwa rata-
rata tingkat pendidikan terakhir para pengguna narkotika berada pada jenjang
Sekolah Dasar – Sekolah Menengah Atas, dan seharusnya mereka sudah
mengetahui konsep dasar tentang Narkotika dan dampak negatifnya bagi
kesehatan dan keamanan baik dari pelajaran di sekolah maupun dari sosialisasi
yang diadakan dari lembaga tertentu yang menangani kasus tersebut namun
mereka mengambil langkah yang salah.
responden. Menurut Dr. Ismed Yusuf (dalam Febrianti & Masnina, 2019) sumber
stres terbesar sebanyak 70% adalah keluarga. Penelitian Brown & Gary (dalam
Febrianti & Masnina, 2019) mengemukakan bahwa laki-laki lebih melihat
pasangannya sebagai teman yang terbaik, maka dari itu laki-laki yang sudah
menikah lebih membutuhkan pasangannya. Hal demikian juga sama terjadi
dengan hasil penelitian Umar (2020) sebelum ditahan, rata-rata penyalahguna
telah bekerja yakni wiraswasta sebanyak 46,67%. Sebagian responden sudah
berstatus kawin yakni sebesar 50% dimana rata-rata sebesar 33,33% belum/tidak
memiliki anak. Jika dilihat dari status pernikahannya, sebagian penyalahguna
telah berkeluarga artinya telah memiliki tanggung jawab yang lain selain dirinya
meskipun sebagian masih belum/tidak memiliki anak. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa rata-rata status perkawinan narapidana laki-laki pengguna
narkotika adalah sudah bekeluarga/sudah menikah dan memiliki tanggungjawab
besar dalam menafkahi keluarga baik yang sudah memiliki anak maupun yang
belum memiliki anak sehingga sumber stres berada pada keluarga mereka.
lingkungan sosial, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya. Menurut Siswati &
Abdurrohim (2011) lama menjalani masa hukuman mempengaruhi kondisi stres
narapidana. Hasil penelitian yang telah di lakukan oleh Holmes & Rahe (dalam
Atkinson, 2003) juga menyebutkan bahwa hukuman penjara dapat menimbulkan
stres sebesar 63%, ini memperlihatkan bahwa lama menjalani masa hukuman
mempunyai peran dalam memicu munculnya kondisi stres. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa lamanya masa tahanan dapat mempengaruhi resiliensi pada
narapidana narkotika.
Berdasarkan hasil uji linieritas diketahui nilai Sig. Deviation from Linearity
sebesar 0,588 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
linier antara dukungan sosial dan resiliensi. Diketahui nilai Fhitung sebesar 0,805 <
Ftabel 2,24, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang linier
antara dukungan sosial dan resiliensi. Karena hasil liniernya terpenuhi, maka uji
yang digunakan adalah uji korelasi Rank Spearman.
Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman, Diketahui nilai Sig. (2-tailed)
sebesar 0,000 (<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa variabel Dukungan sosial
memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel Resiliensi. Nilai Correlation
Coefficients bernilai positif sebesar 0,647 maka dapat disimpulkan arah hubungan
kedua variabel adalah searah yang artinya jika dukungan sosial meningkat maka
resiliensi juga ikut meningkat. Nilai Correlation Coefficients sebesar 0,647 dapat
juga disimpulkan bahwa tingkat hubungan kedua variabel (Dukungan sosial dan
Resiliensi) memiliki hubungan yang kuat.
masih perlu banyak responden agar dapat memiliki hasil penelitian yang lebih
valid dan objektif sehingga dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya
dengan lebih lengkap, kurangnya eksplorasi teori yang dapat memperkaya
penelitian karena peneliti sadar akan kurangnya pengetahuan psikologi peneliti
terkait variabel yang telah diteliti dan terbatasnya waktu peneliti dalam
mengerjakan penelitian, dan dalam proses pengambilan data, informasi yang
diberikan responden melalui kuesioner terkadang tidak menunjukkan keadaan
responden yang sebenarnya dan peneliti sering menemukan kekeliruan dalam
pengisian kuesioner meskipun peneliti sudah mengingatkan untuk lebih teliti dan
jika tidak paham akan soal-nya bisa bertanya kepada peneliti, ditambah faktor
perspektif yang berbeda dalam mengerjakan penelitian juga menjadi
penyebabnya, di samping faktor kejujuran juga mempengaruhi hasil.
Selain itu, terdapat beberapa kendala yang dihadapi peneliti pada saat
pengambilan data adalah responden ada yang tidak sungguh-sungguh dalam
mengerjakan sehingga peneliti harus memeriksa kembali satu persatu jawaban
responden yang memiliki 2 jawaban dalam 1 pernyataan, pernyataan yang belum
dijawab karena kurang teliti jadi terburu-buru saat mengumpulkan, ada juga
responden yang meminta pendapat temannya yang seharusnya sesuai keadaan
dirinya sehingga peneliti meminta untuk tidak bekerja sama dan harus jujur
dalam mengerjakan soal-soal kuesioner dan banyak dari responden tidak
membaca dengan teliti petunjuk dalam kuesioner sehingga bertanya kembali
pada peneliti.
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil kategorisasi pada subyek penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar tingkat dukungan sosial yang diterima narapidana laki-laki berada pada
kategori sedang yaitu sebanyak 51 orang (100%), sedangkan resiliensi yang
dimiliki narapidana berada pada kategori tinggi yaitu sebanyak 51 narapidana
(100%).
Ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan resiliensi
narapidana laki-laki kasus narkotika. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi dukungan sosial, semakin tinggi pula resiliensi narapidana laki-
laki kasus narkotika di masa pandemic Covid-19.
54
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan
hal-hal sebagai berikut:
2. Peneliti Selanjutnya
a. Untuk memperoleh hasil penelitian yang lebih mendalam khususnya terkait hal
yang sama dapat menggunakan metode kualitatif.
kerja sesuai passion narapidana supaya saat bebas nanti narapidana memiliki
bekal skill baru dalam dunia kerja dan memiliki pandangan yang lebih baik ke
depannya.
c. Sebaiknya dalam Rutan Jepara disediakan pegawai Rutan yang memiliki ilmu
dasar psikologi sehingga dapat membantu narapidana dalam menghadapi masalah
di sisi psikologis, selain fisiologis.
d. Peneliti berharap pegawai Rutan Jepara juga ikut peduli pada narapidana yang
tidak bisa atau kesulitan menghubungi keluarganya untuk dapat menghubungi
kerabat narapidana baik melalui video call maupun kunjungan langsung supaya
narapidana mendapatkan bentuk dukungan dari orang-orang di sekitarnya.
56
DAFTAR PUSTAKA
https://doi.org/10.24036/pendidikan.v12i2.2195
Jumaitina. (2017). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dan Penyesuaian Diri
Dengan Penerimaan Diri Pada Narapidana Remaja Di Lapas Pekanbaru.
[Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau]. http://repository.uin-
suska.ac.id/id/eprint/21353%0A
Kejahatan Naik di Pekan Kedua New Normal, Narkoba Tertinggi. (2020). CNN
Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200714135109-12-
524481/kejahatan-naik-di-pekan-kedua-new-normal-narkoba-tertinggi
Keye, M. D., & Pidgeon, A. M. (2013). Investigation of the Relationship between
Resilience, Mindfulness, and Academic Self-Efficacy. Open Journal of
Social Sciences, 01(06), 1–4. https://doi.org/10.4236/jss.2013.16001
Khalif, A., & Abdurrohim, A. (2020). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan
Kebahagiaan Pada Narapidana Di Lapas Perempuan Kelas II A Semarang.
Psisula: Prosiding Berkala Psikologi, 1(September), 240–253.
https://doi.org/10.30659/psisula.v1i0.7717
King, L. A. (2017). Psikologi umum : sebuah pandangan apresiatif (D. Mandasari
& A. Sartika (Eds.); ke-3). Salemba Humanika.
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=1193855#
Lafromboise, T. D., Hoyt, D. R., Oliver, L., & Whitbeck, L. B. (2006). Family,
community, and school influences on resilience among American Indian
adolescents in the upper Midwest. Journal of Community Psychology, 34(2),
193–209. https://doi.org/10.1002/jcop.20090
Laksmi, V. A., & Kustanti, E. R. (2017). Involuntary Childless. Jurnal Empati,
6(1), 431–435. https://doi.org/https://doi.org/10.14710/empati.2017.15184
Luthar, S. S., Cicchetti, D., & Becker, B. (2000). The construct of resilience: A
critical evaluation and guidelines for future work. Child Development, 71(3),
543–562. https://doi.org/10.1111/1467-8624.00164
Mayangsari, M. W. & S. (2020). Resiliensi pada Narapidana Tindak Pidana
Narkotika Ditinjau dari Kekuatan Emosional dan Faktor Demografi. Gadjah
Mada Journal of Psychology (GamaJoP), 6(1), 80.
https://doi.org/10.22146/gamajop.52137
McCanlies, E. C., Gu, J. K., Andrew, M. E., & Violanti, J. M. (2018). The effect
of social support, gratitude, resilience and satisfaction with life on depressive
symptoms among police officers following Hurricane Katrina. International
Journal of Social Psychiatry, 64(1), 63–72.
https://doi.org/10.1177/0020764017746197
Milala, B., & Rizkita, N. (2018). Hubungan Dukungan Sosial dengan Optimisme
Masa Depan Warga Binaan Perempuan di Lembaga Permasyarakatan
Tanjung Gusta Medan [Universitas Sumatera Utara].
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/7328
Mustirah, D. (2017). Resiliensi pada mantan pecandu narkoba di kampung
59