Anda di halaman 1dari 2

Refleksi Perjalanan Kepemimpinan: Belajar dari sosok Sangkuni, tentang bahaya dari

ambisi yang tidak terkendali.


Oleh :
Ni Komang Deviana, S.Par
Kader PC KMHDI Buleleng

Sangkuni dalam kisah Mahabharata digambarkan sebagai tokoh yang licik dan penuh intrik.
Dengan kecerdikannya, ia mampu memainkan peran kunci dalam berbagai konflik, bahkan
seringkali menggunakan taktik yang curang dalam mengeksploitasi kesalahan orang lain
untuk keuntungannya sendiri. Karakternya mencerminkan sisi gelap dan manipulatif dalam
kisah tersebut, hingga menjadi penyebab beberapa tragedi dalam perjalanan Mahabharata.
Karakter Sangkuni membentuk gambaran yang kompleks dan gelap, dijelaskan sebagai
individu licik yang cerdas dan terampil dalam menyusun intrik, seringkali memanfaatkan
kelemahan dan kesalahan orang lain untuk mencapai tujuannya yang seringkali tidak
berm0oral, memberikan dimensi konflik dan tragedi yang mendalam dalam naratif
keseluruhan kisah Mahabharata.

Sebagai salah satu bagian dari keluarga Kaurava, Sangkuni memiliki kedekatan keluarga
yang seharusnya menjadi dasar kepercayaan. Namun ironisnya, ia menggunakan hubungan
tersebut sebagai alat untuk menghancurkan saudara-saudaranya sendiri. Ciri khasnya yang
licik dan tanpa belas kasihan menciptakan ketegangan yang terus tumbuh dalam alur cerita
Mahabharata, menciptakan pertanyaan moral tentang batas-batas keadilan dan kebenaran.
Tergambar dalam perannya sebagai penasehat Duryodhana, Sangkuni merancang berbagai
strategi kotor untuk memastikan keunggulan Kaurava dalam pertempuran melawan Pandava.
Salah satu taktiknya yang paling terkenal adalah permainan dadu yang sangat dipertanyakan,
di mana ia berhasil memanipulasi situasi sehingga Pandava kehilangan kerajaan dan bahkan
kesempatan hidup mereka sendiri. Keberhasilannya dalam mengeksploitasi perasaan benci
dan iri diantara “para saudara” tersebut menciptakan dasar terjadinya pertempuran besar.

Kelicikan Sangkuni tidak hanya terbatas pada medan perang, melainkan juga terbentang ke
ranah politik. Dalam berbagai dialog dan pertemuan, ia terlibat dalam intrik-intrik kompleks
yang membentuk nasib keluarga Kuru. Penggambaran gaya bahasanya yang tajam dan penuh
sindiran memberikan dimensi tambahan pada karakternya, menciptakan aura ketidakpastian
dan ketegangan dalam setiap kisah di mana ia muncul. Kehadiran Sangkuni tidak hanya
menjadi penggerak plot, tetapi juga cerminan dari sisi gelap manusia, menimbulkan
pertanyaan filosofis tentang moralitas dan etika. “Apakah tindakannya yang curang dan
kejam diilhami oleh dendam pribadi atau oleh ambisi tak terbatas?.”. Pertanyaan-pertanyaan
semacam ini menyiratkan kompleksitas karakternya, mengeksplorasi aspek-aspek gelap
dalam diri manusia yang dapat muncul di tengah konflik dan persaingan. Dalam akhir cerita
Mahabharata, peran Sangkuni mencapai puncaknya saat ia terlibat dalam perang besar di
Kurukshetra. Meskipun kecerdikannya memberikan keuntungan sementara bagi Kaurava,
akhirnya Sangkuni menghadapi kehancuran dan kematian tragis. Meskipun ia memainkan
peran antagonis dam memberikan warna yang mendalam pada kisah Mahabharata,
membuktikan bahwa dalam setiap cerita, bahkan karakter dengan sisi gelapnya sendiri dapat
menimbulkan refleksi dan pemahaman yang mendalam tentang kompleksitas manusia.

Dalam ajaran kepemimpinan, kita dapat mengambil pelajaran moral yang relevan dari
karakter Sangkuni. Pertama, penting untuk menghindari taktik curang dan intrik dalam sikap
kepemimpinan. Kecerdikan seharusnya digunakan untuk memajukan kebaikan bersama dan
bukan untuk kepentingan pribadi bahkan merugikan orang lain. Kedua, integritas dan
moralitas memainkan peran krusial dalam membentuk kepemimpinan yang efektif. Sifat licik
dan manipulatif Sangkuni menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpercayaan di antara
anggota keluarga Kuru, memberikan pelajaran bahwa kejujuran dan moralitas membangun
dasar yang kuat untuk kepemimpinan yang berkelanjutan. Selain itu, Sangkuni juga
mengingatkan kita tentang bahaya dari ambisi yang tidak terkendali. Pemimpin harus
memiliki visi yang positif dan tujuan yang jelas, tetapi ambisi yang berlebihan dan tidak
terkontrol dapat mengakibatkan tindakan curang dan merugikan. Dengan demikian, moral
yang dapat diambil dari sifat Sangkuni dalam implementasi ajaran kepemimpinan adalah
pentingnya etika, kejujuran, dan pengendalian diri bagi seorang pemimpin. Kepemimpinan
yang berlandaskan pada nilai-nilai positif ini cenderung memberikan dampak yang lebih baik
dan berkelanjutan bagi yang dipimpinnya^^

Anda mungkin juga menyukai