Anda di halaman 1dari 21

DRAMA MANGIR KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER:

ANALISIS STRUKTUR KARAKTER DAN TEMA

Mata Kuliah Teori Drama

Disusun Oleh
Achmad Muchtar
12/335233/SA/16701

JURUSAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
DRAMA MANGIR KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER:
ANALISIS STRUKTUR KARAKTER DAN TEMA
Achmad Muchtar

1. Pengantar

Mangir adalah judul drama tiga babak karya Pramoedya Ananta

Toer. Drama ini selesai ditulis pada tahun 1976. Pada tahun itu, Pramoedya

masih dipenjara di Pulau Buru. Dari Pulau Buru inilah, Pramoedya Ananta

Toer melahirkan karya-karya yang terkenal dengan tetralogi Buru (Bumi

Manusia, Anak semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca). Selain

tetralogi ini, Pramoedya telah menulis lebih dari 50 judul buku.

Kebanyakan buku-buku yang dihasilkan Pramoedya adalah roman, untuk

itu alangkah langkanya penulis roman menulis drama. Oleh karena itu,

membicarakan drama dari penulis roman adalah sesuatu yang menarik.

Drama Mangir ditulis berdasarkan cerita tutur yang masih diingat

oleh masyarakat di Jawa Tengah (khususnya Yogyakarta). Lakon tersebut

tidak tercatat dalam dokumen tertulis kraton yang dirangkum dalam Babad

Tanah Jawi. Drama Mangir menyangkut senapati dari Mataram yang

berkuasa pada paruh kedua abad ke-16.

Drama Mangir menceritakan dua kubu yang berselisih, yaitu

Mataram di Kotagedhe dan Mangir. Tempat itu hingga kini Masih ada di

Daerah Istimewa Yogyakarta (Scherer, dalam Toer, 200: IX-XIX). Dalam

menganalisis drama setidaknya dibutuhkan beberapa nilai dramatik seperti


struktur dan tekstur drama. Struktur drama adalah apa yang dialami oleh

penonton (Kernodle dalam Dewojati, 2012:164). Karakter dan tema adalah

bagian penting dalam analisis struktur drama. Oleh karena itu analisis

struktur dan tema untuk drama Mangir ini diharapkan mampu

mengungkap apa makna yang terkandung dalam drama tiga babak ini.

2. Analisis Struktur Karakter Drama Mangir karya Pramoedya Ananta

Toer

Unsur karakter dalam drama adalah bahan yang paling aktif untuk

menggerakkan alur (Dewojati, 2012:175). Dalam drama sendiri unsur

yang paling penting adalah tokoh yang didalamnya terdapat karakter.

Karakter dapat membangun tokoh. Tokoh dapat membangun alur.

Sehingga terjadi hubungan sebab akibat yang membuatnya menjadi logis.

Unsur karakter yang menyangkut penokohan atau perwatakan

dalam drama sangat besar pengaruhnya terhadap inti cerita. Penokohan

atau perwatakan sendiri dibedakan menjadi dua macam, yakni watak datar

dan watak bulat (Dewojati, 2012:175). Dalam drama Mangir terdapat

banyak tokoh dengan karakter-karakter yang unik. Ada tokoh bulat, ada

juga tokoh datar. Pada umumnya tokoh-tokoh itu mempunyai alasan-

alasan sendiri untuk menggerakkan alur.

2.1. Karakter Wanabaya (Ki Ageng Mangir)


Seperti yang ditulis dalam petunjuk drama, Wanabaya adalah

seorang pemuda berusia kurang lebih 23 tahun. Ia merupakan anak


dari Ki Ageng Mangir Tua. Ia merupakan panglima Mangir, prajurit

sekaligus pendekar. Ia tampan, tinggi perkasa, dan gagah.

Dengan menyandang sebagai panglima perang Mangir,

Wanabaya terkesan sangat sombong. Ia merasa dirinyalah yang telah

menyelamatkan Mangir dari kekalahan. Ia masih seperti bocah,

berlagak bahwa dirinyalah yang patut diagung-agungkan maupun

dihormati.

WANABAYA : Kalau bukan aku yang pimpin perang, sudah


kemarin dulu kalian terkapar di bawah rumput hijau.

Lalu ia menghina para demang dengan kata nyinyir.

WANABAYA : (melepas gandengan, maju menantang para


demang seorang demi seorang). Dengarkan kalian, orang-
orang nyinyir, tak mengerti perkara perang. Setajam-tajamnya
senjata, bila digeletakkan takkan ada sesuatu terjadi. Sebagus-
bagusnya panglima perang, bila ditinggalkan senjata dan
balatentara, sebesar-besar pasukan akan binasa. Apakah kalian
belum mengerti?

Sebagai pemuda yang berumur 20-an, ia digambarkan sedang

pubertas. Hal itu dibuktikan dengan gejolak-gejolak cinta pada lawan

jenisnya. Ia jatuh cinta pada putri Pambayun yang menyamar sebagai

Adisaroh. Ia rela melakukan apapun demi satu-satunya perempuan

yang ia sayangi.

WANABAYA : Yang seorang dalam gandengan tangan ini.


Klinting, berlaksa lebih berharga dari semua wanita di seluruh
Mataram, di seluruh Bumi. Wanabaya Ki Ageng Muda hanya
hendaki yang ini.

Wanabaya bahkan jelas-jelas mengatakan bahwa ia rela tewas


demi Pambayun

WANABAYA: Dia yang paling pandai berganti kulit.


Pambayun, istriku, relakah kau mati bersama?

Sikap Wanabaya berubah sejak bertemu dengan putri

Pambayun. Biasanya Wanabaya rendah hati, tetapi setelah bertemu

Putri Pambayun ia menjadi berubah.

DEMANG PANDAK : Biasanya kau randah hati, sehari


dengan Adisaroh, kau berubah jadi pongah, tekebur bermulut
nyaring, berjantung kembung.

Perubahan watak yang terjadi pada Wanabaya ini disebut

watak bulat. Tanpa disangka tiba-tiba watak seseorang dapat berubah

dalam sekejap yang membuat sebuah cerita menjadi mengejutkan.

Namun, dalam drama ini perubahan watak Wanabaya terjadi di babak

pertama, jadi kurang memberikan kejutan. Karakter Wanabaya sendiri

adalah karakter pembangun cerita. Bisa dikatakan semua bertumpu

pada karakter Wanabaya. Dalam drama ini Pramoedya Ananta Toer

berhasil menggambarkan karakter Wanabaya yang kompleks.

2.2 Karakter Baru Klinting

Seperti yang tertulis pada petunjuk drama, Baru Klinting

adalah tetua Perdikan Mangir yang berusia sekitar 26 tahun. Ia

merupakan prajurit, ahli siasat, pemikir, dan organisator. Baru

Klinting digambarkan sebagai sosok yang mempunyai visi dan misi

kedepan. Ia optimis dan percaya diri pada kemampuannya.


BARU KLINTING : belum mampu pandanganmu menembus
hari dekat mendatang? Dia akan datang hari penghinaan itu.
Kan meruap hilang impian Panembahan, jadi raja tunggal
menggagahi pulau Jawa. Bakal telanjang diri ia dalam
kekalahan dan kehinaan.

Ia juga digambarkan sebagai sosok yang berpendirian taguh.

Ia yakin seyakin-yakinnya pada sesuatu yang dikehendakinya.

BARU KLINTING : (memperingatkan). Mangir akan tetap


jadi perdikan, tak bakal jadi kerajaan.

Ia juga ahli siasat dan pemikir. Ia tahu bagaimana harus melawan

musuh. Ia juga tahu strategi apa yang akan dilakukan.

BARU KLINTING : Akan datang masanya masuki Mataram


dengan tangan berlenggang. Tidak sekarang. Senapati masih
terjaga oleh berlapis-lapis balatentara, benteng batu bata,
dusun-dusun bersenjata sekitar benteng, seberangi Code,
Gajah Wong sebelum sampai kei stana. Biar dulu Mataram
terpagari dari selatannya.

Selain itu ia juga digambarkan sebagai seseorang yang

bijaksana. Ini dapat dibuktikan dari dialog yang dilakukan oleh

Wanabaya, ia menyebut Wanabaya sebagai sosok yang bijaksana.

WANABAYA : (menggandeng Putri Pambayun menghampiri


baru Klinting). Lihatlah ini, Klinting, Ki Ageng Mangir Muda
dating padamu menggandeng dara waranggana, untuk
dapatkan anggukan kepala darimu, dari Baru Klinting sang
bijaksana.

Sebagai seorang yang bijaksana, Baru Klinting sangat

khawatir dengan Wanabaya dan Perdikan Mangir. Ia takut kalau

Wanabaya lebih mementingkan Putri Pambayun daripada Perdikan


Mangir.

BARU KLINTING : Kita semua masih curiga siapa


waranggana dan rombongannya. Kalau ada Suriwang, dia
akan bilang: Ai-ai-ai memang bias lain. Tanpa Wanabaya
cerita akan menggambil suara lain. Dilarang dia pun akan
berkembang lain. Pukul tengara, pertanda pesta panen boleh
dibuka.

Sesuai dengan konsistensinya, baru Klinting berwatak datar. Ia

digambarkan sebagai seseorang yang tidak goyah pada pendiriannya

dari awal sampai akhir.

2.3 Karakter Putri Pambayun

Menurut petunjuk dalam buku Mangir, Pambayun adalah

perempuan berusia sekitar 16 tahun. Ia adalah putri pertama

Panembahan Senapati. Ia berpikiran masak. Ia adalah penipu ulung

yang berhasil membuat Wanabaya tergila-gila padanya. Penyamaran

Pambayun tidak seratus persen sempurna. Rahasianya pernah hampir

terbongkar.

PUTRI PAMBAYUN: Biar aku bersujud padamu, untuk puji


terimakasihku.

WANABAYA: Sujud padaku? (curiga) Bukan adat wanita


desa bersujud pada guru-suami. Apakah kau kehendaki aku
mati dahulu untuk bisa kau sujudi?

Setelah menikah dengan Wanabaya, Pambayun semakin jatuh

cinta dan ia sudah terlanjur seiya sekata dengan suaminya. Apalagi

bayi yang dikandungnya membuat hubungan suami-istri itu semakin


kuat. Pambayun seakan lupa bahwa ia adalah ksatria Mataram dan

suaminya adalah musuhnya. Namun, Pambayun merasa ada di antara

hitam dan putih. Ia merasa dilema yang luar biasa. Di satu sisi ia

adalah ksatria Mataram, putri Panembahan Senapati, tetapi di sisi lain

ia menemukan sosok suami yang sangat ia cintai.

PUTRI PAMBAYUN: (ragu-ragu dan berhenti) Tak ingin


sahaya dengarkan kata nenenda lagi. (Menoleh) Pada suami
sahaya hendak lebih berbakti.

Ia sangat berbakti kepada suaminya. Ia takut kalau Wanabaya marah.

Ia sangat takut kalau Wanabaya meninggalkannya saat ia mengakui

kalau ia adalah putri dari musuhnya. Ia meyakinkan kalau Mangir dan

Mataran akan damai.

PUTRI PAMBAYUN: Permusuhan berganti perdamaian...


Mataram akan sambut dengan pesta seluruh negeri...

Saat Baru Klinting menyalahkan Wanabaya pun Pambayun

mencoba membela Wanabaya. Ia menuduh Baru Klinting iri terhadap

Wanabaya. Ia meyakinkan pada pendekar-pendekar Mangir bahwa ia

mencintai bayi dan suaminya serta Perdikan Mangir.

PUTRI PAMBAYUN: Aku cintai Perdikan ini, aku cintai


suami sendiri...
...
PUTRI PAMBAYUN: Tak bercerai kita, Kakang Wanabaya,
dalam hidup dan dalam mati.
...
PUTRI PAMBAYUN: Tetap, Klinting, juga kurelakan bayi di
bawah jantung ini.
Cinta Pambayun semakin menjadi-jadi ketika di hadapan ayahnya ia

jelas-jelas mengatakan ingin mati bersama Wanabaya.

PUTRI PAMBAYUN: (di samping mayat Wanabaya). Jangan


lupakan Pambayun, ayahanda baginda, antarkan sahaya pergi
bersama dia...

Dari uraian di atas, dapat dikatakan Putri Pambayun adalah

perempuan yang labil, ia mulanya berbakti kepada ayahnya lalu

setelah jatuh cinta ia berbalik menjadi berbakti pada musuh ayahnya.

Sebenarnya Pambayun dilanda kegamangan yang luar biasa. Ia

awalnya menjadi mata-mata dengan menjadi penari lalu membuat

jatuh cinta Wanabaya. Tak disangka hubungan yang awalnya telah

direncanakan menjadi hubungan serius yang membutakan mereka. Ia

terlanjur jatuh cinta pada Wanabaya tetapi ia juga merupakan putri

dari Panembahan Senapati yang merupakan musuh suaminya. Sebagai

perempuan yang berusia belasan tahun ia cukup tegar menghadapi

semuanya. Bahkan ia menerima apa yang dikehendaki ayahnya,

walaupun ia tahu ayahnya mengorbankan ia demi tahta.

2.4 Karakter Panembahan Senapati

Panembahan Senapati adalah raja Mataram yang usianya

kurang lebih 45 tahun. Ia ambisius untuk tahta. Terbukti dari

percakapan Baru Klinting.

BARU KLINTING: Masih belum kenal kau apa itu raja? Raja
jaman sekarang? Masih belum kenal kau siapa Panembahan
Senapati? Mula-mula membangkang pada Sultan Pajang,
ayah-angkat yang mendidik-membesarkannya, kemudian
membunuhnya untuk bisa marak jadi raja Mataram? Adakah
kau lupa bagaimana Trenggono naik takhta, hanya melalui
bangkai abangnya? Apakah kau sudah pikun tak ingat
bagaimana Patah memahkotai diri dengan dusta, mengaku
putra Sri Baginda Bhre Wijaya?

Hal itu dikuatkan oleh pernyataan Pambayun, putri kandung

Panembahan Senapati.

PUTRI PAMBAYUN: Juga membunuh dan mengkhianati!


(terjerit dari balik telapak tangan). Mengerti sahaya kini,
mengapa kakanda Rangga, putra pertama ibu Jipang-Panolan,
putra ayahanda sendiri, dibunuh oleh ayahanda, digantung
pada puncak pohon ara.

Ini membuktikan bahwa Panembahan Senapati adalah seorang raja

yang kejam. Anak sendiri dijadikan korban demi tahta.

PUTRI PAMBAYUN: (membelalak ketakutan dalam


mengingat-ingat). Masih ingat sahaya, waktu itu, ayahanda
baginda habis titahkan bunuh kakanda Rangga, agar digantung
dengan tali pada puncak pohon ara. Kemudian datang warta,
titah telah terlaksana, tubuhnya tergantung ditiup angin dari
Laut Kidul, bakal habis dimangsa gagak dan elang. Menggigil
ketakutan sahaya bersujud pada ayahanda, takut dibunuh maka
persembahkan janji-bakti, apa saja baginda kehendaki.

Pambayun yang juga merupakan anak kandungnya pun sampai

ketakutan dengan sikap Panembahan Senapati yang keji dan

menghalalkan segala cara demi tahta. Putri Pambayun kali ini yang

menjadi korban. Ia dijadikan telik guna menarik hati Wanabaya.

WANABAYA: (pada dunia) Dikorbankannya putri


kesayangan, hanya karena gentar mengeletar pada Mangir.
Kau raja, yang mau tetap bertakhta, korbankan segala-gala
asal tetap bermahkota...
...

PANEMBAHAN SENAPATI: Mataram menjanjikan mati,


bagi siapa saja pembikin lemah, retak dan pecah.

Watak Senapati adalah watak datar. Wataknya konsisten dari

awal hingga akhir sebagai tokoh antagonis, tokoh yang dibenci

penonton drama. Tokoh Senapati menggambarkan betapa keji dan

liciknya seseorang yang buta jabatan.

2.5 Karakter Ki Ageng Pamanahan

Ki Ageng Pamanahan adalah ayah dari Panembahan Senapati.

Usianya kurang lebih 90 tahun. Sebenarnya ia netral, tetapi ia agak

tidak setuju dengan sikap Panembahan Senapati yang licik. Ia

menentang anaknya, hanya saja ia sudah renta dan kata-katanya tak

mampu mengubah apapun dalam kerajaan. Ia pernah menegur agar

Pambayun beserta suami dan cucunya tetap hidup.

KI AGENG PAMANAHAN: Hmm-hmm-hmm, bukankah


juga seperti kita, dia bercinta, ingin mati hanya pada usia tua?
(hlm. 81)

KI AGENG PAMANAHAN: Ya-ya-ya, hati yang gemetar


begini, pertanda tersintuh suara darah keturunan sendiri, ya-
ya-ya Pambayun. Ah, Pambayun cucu tersayang ...... (hlm.
109)
Namun, tiba-tiba saja ia berubah menjadi acuh pada

Pambayun hanya karena Pambayun ingin mati di tangan ayahandanya

sendiri.

PUTRI PAMBAYUN: Sahaya inginkan tangan ayahanda


sendiri habisi Pambayun ini.

TUMENGGUNG MANDARAKA: Kau setiawan Mataram,


bukan di sini tempat meminta mati.

KI AGENG PAMANAHAN: Perempuan hina! (menendang


Putri Pambayun sehingga lepas rangkulan pada kaki).

Karakter Ki Ageng Pamanahan tiba-tiba berubah begitu saja dari

penyayang menjadi pembenci.

2.6 Karakter Tumenggung Mandaraka

Tumenggung Mandaraka atau Ki Juru Martani adalah

pujangga dan penasihat Mataram. Usianya sekitar 92 tahun. Ia adalah

kepala dari rombongan telik Mataram. Sebagai penipu, ia sangatlah

ulung. Ia pintar dalam berbohong dengan mengejek Mataram.

TUMENGGUNG MANDARAKA: (tertawa terkekeh).


Mataram? Apa arti Mataram? Dijentik dengan kelingking kiri,
akan runtuh dia seperti seungguk nasi basi. (hlm. 25)

Ia tak hanya berbohong pada warga Perdikan Mangir, tetapi juga pada

Pambayun, sesama telik.


TUMENGGUNG MANDARAKA: Ya, ternyata Ki Wanabaya,
seorang perjaka gagah dan tampan, penunggang kuda tangkas,
pemain tombak perkasa, berani berperang pandai bercinta.

PUTRI PAMBAYUN: Betapa nenenda bisa berdusta pada


sahaya.

Ia juga merupakan seseorang yang setia pada janji, selalu ingat pada

janji, dan selalu menagih janji, lebih-lebih pada Pambayun.

TUMENGGUNG MANDARAKA: Tidak patut darah satria


sesali janji, ke manapun pergi, langit dan bumi menuntut
ditepati (hlm. 50).

Ia adalah pendukung penuh Panembahan Senapati. Ia seperti

Panembahan Senapati, tidak hormat pada Ki Ageng Pamanahan. Ia

penasihat yang kejam dan licik. Ia ingin Wanabaya binasa.

TUMENGGUNG MANDARAKA: Cucu adinda sudah


berpuluh, apa beratnya korbankan yang satu, toh hanya anak
desa. (hlm. 80)

TUMENGGUNG MANDARAKA: Bayi itu tetap cicit adinda.


Hanya Wanabaya harus binasa.

Karakter Tumenggung Mandaraka ini berwatak datar dan

sifatnya adalah antagonis. Ia adalah seseorang di balik tewasnya

Raden Rangga lalu ia berpikiran picik ingin membunuh Wanabaya.

2.7 Karakter Para Demang


2.7.1 Karakter Demang Pajang.

Demang Pajangan adalah gegeduk Mangir yang berusia

sekitar 42 tahun. Ia lebih banyak memihak pada Wanabaya

perihal memperistri Pambayun.

DEMANG PAJANGAN: Apa guna jadi pria kalau


bukan untuk mendapatkan wanita?
DEMANG PANDAK: Tidak bisa. Untuk sekarang ini,
tidak bisa.
DEMANG PAJANGAN: Apa guna ketampanan pada
Wanabaya? Apa guna kecantikan pada adisaroh?

2.72 Karakter Demang Patalan

Demang Patalan adalah gegeduk Mangir yang berusia

sekitar 35 tahun. Ia menetang perihal Wanabaya menggandeng

Pambayun usai perang.

DEMANG PATALAN: Istirah perang bukan mestinya


berganti dengan gila menari, biar pun Adisaroh
secantik dewi (hlm. 14)
DEMANG PATALAN: (Menghampiri Wanabaya)
Sungguh tidak patut, seakan Perdikan tak bisa berikan
untukmu lagi (hlm. 22).

2.7.3 Karakter Demang Pandak

Demang Pandak adalah gegeduk Mangir yang berusia

sekitar 46 tahun. Ia menentang Wanabaya.

DEMANG PATALAN: Kau lihat sendiri, Klinting,


Pandak sama dengan Patalan - tak bisa terima Ki
Wanabaya (hlm. 14).
2.7.4 Karakter Demang Jodog

Demang Jodog adalah gegeduk Mangir yang berusia

sekitar 55 tahun. Ia memihak pada Wanabaya, tetapi kemudian

curiga, menyesal lalu menentang.

DEMANG JODOG: Klinting! - seorang perjaka


tampan dan bergaya, menang perang berlepas
brahmacarya, lelah perang baru pulang dari medan -
apakah dia tidak berhak bersuka? (hlm. 16)
DEMANG JODOG: (berbisik dengan tangan tercorong
pada mulut pada Baru Klinting). Aku pun jadi curiga
(hlm. 27).
DEMANG JODOG: Menyesal aku telah biarkan dia
bersuka... (hlm. 31)
DEMANG JODOG: Benar, dia sudah berubah,
Patalan. (hlm. 34)

2.8 Karakter Tambahan

Ada beberapa karakter tambahan dalam drama Mangir ini.

Sebagian besar kurang mendominasi dan munculnya hanya pada

babak tertentu saja. Karakter-karakternya juga kurang penting dan

kurang berpengaruh besar terhadap alurnya. Beberapa karakter

tambahan itu adalah:

2.8.1 Suriwang

Suriwang adalah pandai tombak yang berusia sekitar

50 tahun. Ia adalah pengikut fanatik Baru Klinting. Ia tunduk

pada Baru Klinting. Ia suka menyenangkan hati Baru Klinting.

Selain itu, ia juga teliti, pencuriga, dan selalu waspada.


PUTRI PAMBAYUN: Mana aku tahu, Suriwang, kalau
diri sedang lelap tertidur?
SURIWANG: Tak ada perempuan Perdikan tidur
waktu begini.
PUTRI PAMBAYUN: Juga tidak kalau sedang
mengidam?
SURIWANG: Mengidam pun tentu berjaga bila suami
tiada. Aku tak bisa terima. Kan kusampaikan pada Ki
Baru Klinting. (lari meninggalkan panggung). (hlm.
59)

2.8.2 Pangeran Purbaya

Pangeran Purbaya adalah anak pertama Panembahan

Senapati dengan Lembayung. Ia adalah anggota telik Mataram.

Usianya sekitar 20 tahun. Ia pandai dalam bertipu daya dan

meyakinkan musuh untuk memercayainya.

PANGERAN PURBAYA: Sejak bayi dalam


penjagaanku, sampai besar tak pernah lepas dari
mataku. (hlm. 27)

2.8.3 Karakter Tumenggung Jagaraga dan Pringgalaya

Tumenggung Jagaraga dan Tumenggung Pringgalaya

adalah anggota rombongan telik Mataram. Mereka adalah

kepala pasukan dari 1000 orang. Usia Tumenggung Jagaraga

sekitar 35 tahun sedangkan usia Tumenggung Pringgalaya

sekitar 45 tahun. Mereka pandai menyamar dan menipu.

TUMENGGUNG JAGARAGA: Semua pengganggu


tunggang-langgang oleh lidah, oleh tanganku.
TUMENGGUNG PRINGGALAYA: Pontang-
panting, lintang-pukang oleh sepakan kakiku.
2.8.4 Kimong

Kimong adalah anggota telik Mataram. Usianya sekita

30 tahun. Kemunculannya hanya singkat karena ia ketahuan

sebagai telik.

3. Analisis Struktur Tema Drama Mangir karya Pramoedya Ananta Toer

Tema secara umum dapat disebut sebagai gagasan sentral, dasar

cerita yang juga mencakup permasalahan dalam cerita, sesuatu yang akan

diungkapkan untuk memberikan arah dan tujuan cerita dalam karya sastra,

termasuk di dalamnya adalah teks drama. Dalam drama, yang disebut tema

pada dasarnya adalah "pemikiran", maksudnya adalah argumen dari

simpulan terhadap karakter tertentu, yang bisa jadi merupakan tema secara

keseluruhan lakon dan bisa pula hanya merupakan tema sebagian lakon

(Dewojati, 2012: 177 - 178).

Melalui karakter-karakter dalam tokoh-tokoh drama Mangir dapat

digambarkan beberapa gagasan-gagasan penting dan makna yang

terkandung dalam teks tersebut. Wanabaya yang merupakan pemuda yang

baru mengalami pubertas tentu telah diketahui Panembahan Senapati yang

keras dan licik. Senapati tahu bahwa Wanabaya menginginkan

pendamping di tengah kesibukan perang maka dengan taktiknya, Senapati

mengirimkan putrinya yang cantik dan penurut, Pambayun untuk menarik

hati Wanabaya. Pambayun dikirim ke Perdikan Mangir bersama


balatentara Mataram yang kemudian menyamar dan menjadi mata-mata.

Di sisi lain, ada Baru Klinting yang tangkas dan pemikir beserta para

demang yang ikut membantunya memperingatkan pada Wanabaya bahwa

tidak baik menggandeng seorang wanita tak dikenal. Mereka curiga,

namun Wanabaya bersikukuh. Diketahuinya bahwa Pambayun adalah anak

Senapati, membuat konflik menjadi memuncak. Sampai pada cerita di situ,

dapat disimpulkan bahwa Panembahan Senapati mengirimkan para telik

untuk mengatur strategi menghancurkan Perdikan Mangir. Dapat ditarik

kesimpulan bahwa tema drama ini adalah strategi berkuasa atau politik

kekuasaan.

4. Simpulan

Drama Mangir merupakan drama yang berharga dalam

kesusastraan Indonesia. Bagaimana tidak, di samping mengabadikan cerita

tutur (cerita Mangir tidak ada dalam Babad Tanah Jawi), drama ini juga

memberikan sesuatu yang berbeda dari drama-drama Indonesia

kebanyakan. Tema dari drama ini adalah politik kekuasaan yang

bersetingkan pada kerajaan masa lampau. Taktik kekuasaan Panembahan

Senapati menjadi benang merah alur cerita drama ini.

Drama ini kaya akan karakter. Dari puluhan tokoh yang ada,

karakter Wanabaya, Baru Klinting, dan Panembahan Senapatilah yang

sangat kuat. Ini dibuktikan dengan dialog-dialognya yang penting untuk

berjalannya alur. Bisa jadi ketiga tokoh itulah yang menggerakkan alur di

samping Putri Pambayun yang kurang mendominasi. Karakter Pambayun


sendiri membuat dilema bagi pembaca ataupun karakter itu sendiri. Kilas

balik mengenai kekejaman Panembahan Senapati yang melakukan apa saja

demi kekuasaan berhasil digambarkan walaupun dari dialog-dialog orang

lain (bukan Senapati).

Secara keseluruhan, drama Mangir adalah drama yang menarik

untuk dipentaskan. Selain karena karakter-karakternya yang kuat, juga

temanya yang tak lekang oleh perubahan zaman, drama Mangir juga

memiliki petunjuk pementasan dan keterangan-keterangan yang detil

mengenai bagaimana menggambarkan panggung saat pementasan. Drama

Mangir adalah sebuah contoh drama yang kuat pada bentuk dan isinya,

yaitu apa yang dituliskan Pramoedya Ananta Toer sangat detil dan isinya

yang bertemakan politik yang mungkin tema ini akan disukai penonton

kapan pun. Mangir adalah contoh drama yang bagus dalam kesusastraan

Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Dewojati, Cahyaningrum. 2012. Drama: Teori, Sejarah, dan Penerapannya.


Yogyakarta: Javakarsa Media.
Toer, Pramoedya Ananta. 2002. Mangir. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
SINOPSIS DRAMA MANGIR

KETIKA Majapahit runtuh (1527), Jawa menjadi daerah yang tidak bertuan dan
tidak mengenal satu kekuasaan tunggal. Pada saat yang bersamaan pula, Wali
Sanga mulai menyebarkan Islam melalui pesisir Utara dan Portugis telah datang
ke Sunda Kelapa. Kekuasaan tak berpusat tersebar praktis di seluruh Jawa,
menyebabkan keadaan kacau balau. Perang yang terus menerus untuk merebut
kekuasaan tunggal membuat Pulau Jawa bermandikan darah. Sehingga yang
muncul di Jawa adalah daerah-daerah kecil (desa) yang berbentuk Perdikan (desa
yang tidak mempunyai kewajiban membayar pajak kepada pemerintah penguasa)
dan menjalankan sistem demokrasi desa, dengan penguasanya yang bergelar Ki
Ageng. Adalah Ki Ageng Pamanahan menguasai Mataram dan mendirikan Kota
Gede pada 1577. Kemudian Panembahan Senapati, anak Ki Ageng Pamanahan
naik menjadi Raja Mataram. Saat bersamaan muncul pula sebuah daerah Perdikan
Mangir dengan pemimpinnya yang bernama Ki Ageng Mangir Wanabaya. Seperti
layaknya daerah-daerah lain di Jawa, pertempuran perebutan kekuasaan pun tidak
terelakkan, demikian pula antara Mangir dan Mataram. Hal ini sangat
dimungkinkan karena letak Perdikan Mangir dan Mataram yang sangat
berdekatan, sekitar ± 30 km. Maka persaingan antara dua kekuasaan tersebut
menjadi tidak terelakkan lagi, terlebih dengan usaha penggenapan janji Ki Ageng
Pamanahan kepada Joko Tingkir (Sultan Hadi Wijaya) untuk menguasai
sepenuhnya Mataram. Pada akhirnya Mangir kalah setelah Ki Ageng Mangir mati
di tangan Panembahan Senapati sewaktu menghadap bersama Sekar Pembayun
dalam sebuah perkawinan rekayasa yang dibuat oleh Mataram dalam rangka
menghancurkan kekuasaan Mangir dan daerah-daerah lain yang turut membantu
Mangir, dan pada 1581 Ki Ageng Pamanahan berhasil menguasai Mataram (dan
sekitarnya).

Anda mungkin juga menyukai