Disusun Oleh
Achmad Muchtar
12/335233/SA/16701
1. Pengantar
Toer. Drama ini selesai ditulis pada tahun 1976. Pada tahun itu, Pramoedya
masih dipenjara di Pulau Buru. Dari Pulau Buru inilah, Pramoedya Ananta
Manusia, Anak semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca). Selain
itu alangkah langkanya penulis roman menulis drama. Oleh karena itu,
tidak tercatat dalam dokumen tertulis kraton yang dirangkum dalam Babad
Mataram di Kotagedhe dan Mangir. Tempat itu hingga kini Masih ada di
bagian penting dalam analisis struktur drama. Oleh karena itu analisis
mengungkap apa makna yang terkandung dalam drama tiga babak ini.
Toer
Unsur karakter dalam drama adalah bahan yang paling aktif untuk
atau perwatakan sendiri dibedakan menjadi dua macam, yakni watak datar
banyak tokoh dengan karakter-karakter yang unik. Ada tokoh bulat, ada
dihormati.
yang ia sayangi.
terbongkar.
hitam dan putih. Ia merasa dilema yang luar biasa. Di satu sisi ia
BARU KLINTING: Masih belum kenal kau apa itu raja? Raja
jaman sekarang? Masih belum kenal kau siapa Panembahan
Senapati? Mula-mula membangkang pada Sultan Pajang,
ayah-angkat yang mendidik-membesarkannya, kemudian
membunuhnya untuk bisa marak jadi raja Mataram? Adakah
kau lupa bagaimana Trenggono naik takhta, hanya melalui
bangkai abangnya? Apakah kau sudah pikun tak ingat
bagaimana Patah memahkotai diri dengan dusta, mengaku
putra Sri Baginda Bhre Wijaya?
Panembahan Senapati.
menghalalkan segala cara demi tahta. Putri Pambayun kali ini yang
sendiri.
Ia tak hanya berbohong pada warga Perdikan Mangir, tetapi juga pada
Ia juga merupakan seseorang yang setia pada janji, selalu ingat pada
2.8.1 Suriwang
sebagai telik.
cerita yang juga mencakup permasalahan dalam cerita, sesuatu yang akan
diungkapkan untuk memberikan arah dan tujuan cerita dalam karya sastra,
termasuk di dalamnya adalah teks drama. Dalam drama, yang disebut tema
simpulan terhadap karakter tertentu, yang bisa jadi merupakan tema secara
keseluruhan lakon dan bisa pula hanya merupakan tema sebagian lakon
Di sisi lain, ada Baru Klinting yang tangkas dan pemikir beserta para
kesimpulan bahwa tema drama ini adalah strategi berkuasa atau politik
kekuasaan.
4. Simpulan
tutur (cerita Mangir tidak ada dalam Babad Tanah Jawi), drama ini juga
Drama ini kaya akan karakter. Dari puluhan tokoh yang ada,
berjalannya alur. Bisa jadi ketiga tokoh itulah yang menggerakkan alur di
temanya yang tak lekang oleh perubahan zaman, drama Mangir juga
Mangir adalah sebuah contoh drama yang kuat pada bentuk dan isinya,
yaitu apa yang dituliskan Pramoedya Ananta Toer sangat detil dan isinya
yang bertemakan politik yang mungkin tema ini akan disukai penonton
kapan pun. Mangir adalah contoh drama yang bagus dalam kesusastraan
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
KETIKA Majapahit runtuh (1527), Jawa menjadi daerah yang tidak bertuan dan
tidak mengenal satu kekuasaan tunggal. Pada saat yang bersamaan pula, Wali
Sanga mulai menyebarkan Islam melalui pesisir Utara dan Portugis telah datang
ke Sunda Kelapa. Kekuasaan tak berpusat tersebar praktis di seluruh Jawa,
menyebabkan keadaan kacau balau. Perang yang terus menerus untuk merebut
kekuasaan tunggal membuat Pulau Jawa bermandikan darah. Sehingga yang
muncul di Jawa adalah daerah-daerah kecil (desa) yang berbentuk Perdikan (desa
yang tidak mempunyai kewajiban membayar pajak kepada pemerintah penguasa)
dan menjalankan sistem demokrasi desa, dengan penguasanya yang bergelar Ki
Ageng. Adalah Ki Ageng Pamanahan menguasai Mataram dan mendirikan Kota
Gede pada 1577. Kemudian Panembahan Senapati, anak Ki Ageng Pamanahan
naik menjadi Raja Mataram. Saat bersamaan muncul pula sebuah daerah Perdikan
Mangir dengan pemimpinnya yang bernama Ki Ageng Mangir Wanabaya. Seperti
layaknya daerah-daerah lain di Jawa, pertempuran perebutan kekuasaan pun tidak
terelakkan, demikian pula antara Mangir dan Mataram. Hal ini sangat
dimungkinkan karena letak Perdikan Mangir dan Mataram yang sangat
berdekatan, sekitar ± 30 km. Maka persaingan antara dua kekuasaan tersebut
menjadi tidak terelakkan lagi, terlebih dengan usaha penggenapan janji Ki Ageng
Pamanahan kepada Joko Tingkir (Sultan Hadi Wijaya) untuk menguasai
sepenuhnya Mataram. Pada akhirnya Mangir kalah setelah Ki Ageng Mangir mati
di tangan Panembahan Senapati sewaktu menghadap bersama Sekar Pembayun
dalam sebuah perkawinan rekayasa yang dibuat oleh Mataram dalam rangka
menghancurkan kekuasaan Mangir dan daerah-daerah lain yang turut membantu
Mangir, dan pada 1581 Ki Ageng Pamanahan berhasil menguasai Mataram (dan
sekitarnya).