Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN UJIAN AKHIR SEMESTER GETARAN KAPAL

SIMULASI RESPON HARMONIK MENGGUNAKAN ANSYS


KELAS A

Disusun Oleh :
Alfi Bayu Aji 21090117140059
I kadek Dio Persada 21090117140048
Resti A.Guguraty 21090117140008
Sainal Abidin 21090117130092
Ronaldo Manik 21090116140129
Gorga M Situngkir 21090116120032
Muhamad J G Perdana 21090116170001

DEPARTEMEN TEKNIK PERKAPALAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Baja merupakan salah satu material yang sering dijumpai sebagai

bahan bangunan yang banyak digunakan dalam dunia konstruksi. Sebagai

bahan bangunan baja memiliki beberapa kelebihan diantaranya memiliki

kekuatan terhadap beban tekan maupun tarik, mudah dibentuk, keseragaman

bahan, dan efisiensi waktu pada proyek konstruksi. Selain memiliki

kelebihan baja juga memiliki beberapa kelemahan seperti mudah korosi,

berkurangnya kekuatan akibat temperatur yang tinggi, dan harganya yang

cukup mahal.

Berdasarkan proses pembuatannya baja dibedakan menjadi 2 cara

yaitu, pembentukan pada keadaan panas (hot rolled shapes) dan

pembentukan pada keadaan dingin (cold formed shapes). Profil baja yang

dihasilkan dari proses pembentukan pada keadaan panas dibuat dengan cara

melewatkan baja yang dalam keadaan panas-merah ke dalam gilasan,

sedangkan profil baja dari proses pembentukan pada keadaan dingin

dibentuk dari bahan lembaran-lembaran baja tipis dengan tebal tidak lebih

dari 0,5 in dan tidak kurang dari 0,0149 in.

Pada umumnya untuk konstruksi baja yang berat misalnya kolom,

balok, dan gelagar jembatan menggunakan baja profil bentuk WF (Wide

Flange), karena profil ini memiliki stabilitas yang baik. Profil baja ini

merupakan profil baja hasil bentukan panas (hot rolled shapes). Untuk profil

baja hasil bentukan dingin (cold


2

formed shapes) seperti profil C biasanya hanya diapakai untuk konstruksi baja

yang ringan seperti gording dan rangka atap.

Profil C merupakan salah satu profil baja tipis hasil bentukan dingin (cold

formed shapes). Dilihat dari bentuknya profil C ini tidak simetris, serta rasio lebar

dan tebal (b/t) yang besar, sehingga stabilitas dari profil C ini sangat kurang.

Kegagalan yang sering dijumpai pada profil C ini adalah kegagalan akibat

stabilitas, misalnya profil mengalami tekuk lokal (local bukling) atau puntir yang

besar sebelum baja mencapai tegangan lelehnya.

Pada penelitian sebelumnya menggunakan baja tulangan sebagai perkuatan

untuk kolom pendek dan kolom panjang dan hasilnya,besarnya nilai kuat tekan

pada kolom yang diberi perkuatan dengan jarak 50 mm mengalami kenaikan, akan

tetapi mengalami kegagalan akibat terjadi tekuk lokal lebih dulu (Haribhawana,

2008).

Pada penelitian ini profil C diberi perkuatan pada bagian sayap berupa baja

tulangan polos yang dipasang tiap jarak 50 mm dengan arah transversal dan

disambung dengan las pada bagian bibir profil C, serta memberikan penebalan

pada sayap berupa cover plate yang akan dipasang sepanjang benda uji di kedua

sayapnya dan disambung dengan las dengan variasi jarak 50 mm, 100 mm, dan

200 mm untuk mencegah tekuk lokal (local buckling).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang ada dalam

penelitian ini adalah

1. Berapa beban maksimum yang dapat ditahan oleh kolom baja profil C

berpengaku tulangan transversal jarak 50 mm?

2. Berapa beban maksimum yang dapat ditahan oleh kolom baja profil C

berpengaku tulangan transversal jarak 50 mm dengan penambahan cover


3

plate?

3. Berapa beban maksimum yang dapat ditahan oleh kolom baja profil C

berpengaku tulangan transversal jarak 50 mm?

4. Berapa beban maksimum yang dapat ditahan oleh kolom baja profil C

berpengaku tulangan transversal jarak 50 mm dengan penambahan cover

plate?

5. Berapa persen kenaikan beban yang dapat ditahan oleh kolom baja profil C

berpengaku tulangan transversal jarak 50 mm dengan penambahan cover

plate?

6. Apakah pemberian cover plate pada kolom profil C yang diberi pengaku

transversal jarak 50 mm dapat mencegah terjadinya tekuk lokal (local

buckling)?

1.3 Batasan Masalah

Agar permasalahan pada penelitian ini tidak melebar maka diperlukan batasan

masalah. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Profil C yang digunakan berukuran h = 94 mm, b = 35 mm, a = 7 mm dan

t = 2,08 mm;

Gambar 1.1 Profil C yang digunak


2. Benda uji berupa kolom baja profil C sebanyak 8 buah. Benda uji sebanyak 8

buah dibagi menjadi 2 kelompok dimana masing-masing kelompok 4 benda

uji. Kelompok pertama dengan panjang kolom 1200 mm sebagai kolom

panjang dan kelompok kedua dengan panjang kolom 800 mm sebagai kolom

pendek. Masing–masing kelompok menggunakan pengaku tulangan Ø 6 mm

dengan jarak 50 mm dan cover plate dengan variasi jarak las 50 mm, 100 mm,

200 mm, dan tanpa diberi cover plate;

3. Untuk cover plate, digunakan baja pelat dengan ukuran p x l x t = 1200 mm x

30 mm x 3,6 mm untuk kelompok pertama dengan panjang kolom 1200 mm

dan ukuran p x l x t = 800 mm x 30 mm x 3,6 mm untuk kelompok kedua

dengan panjang kolom 800 mm;

4. Tulangan baja yang digunakan untuk pengaku adalah Ø 6 mm dengan

pengujian tarik terlebih dahulu. Tulangan ini dipakai sebagai pengaku

transversal dengan pemasangan pada jarak 50 mm.

5. Profi C yang digunakan sebagai kolom diberikan beban konse

1.4 Tujuan

1. Untuk mengetahui beban maksimum yang dapat ditahan oleh kolom baja

profil C berpengaku tulangan transversal jarak 50 mm.

2. Untuk mengetahui beban maksimum yang dapat ditahan oleh kolom baja

profil C berpengaku tulangan transversal jarak 50 mm dengan penambahan

cover plate.

3. Untuk mengetahui persentase kenaikan beban yang dapat ditahan oleh kolom

baja profil C berpengaku tulangan transversal jarak 50 mm dengan

penambahan cover plate.

4. Untuk mengetahui pemberian cover plate pada kolom profil C yang diberi

pengaku transversal jarak 50 mm dapat mencegah terjadinya tekuk lokal (local

buckling) atau tidak.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plat Kapal

2.1.1 Definisi Plat Kapal

Plat kapal adalah plat yang umumnya diperuntukan untuk bahan pembuatan
kontruksi kapal atau bodi kapal disamping. Plat kapal merupakan material baja yang
dicirikan juga dari segi ukuran yang mana mempunyai ukuran khusus dan lebih panjang
serta lebih lebar. Selain itu plat kapal juga bisa di gunakan untuk bahan pembuatan
komponen dan alat industri dan lainya. (Riki Senjaya. 2015)
Plat kapal merupakan plat yang berbeda dengan plat baja pada umumnya.
Perbedaannya adalah pada kandung unsur lain selain baja sebagai unsur utama. Unsur
campuran tersebut bertujuan untuk menahan laju korosi yang terjadi pada kapal nantinya
akibat pengaruh air laut. Unsur - unsur campuran tersebut tentunya harus menambah
kualitas dari plat baja tersebut.
Plat kapal dibuat dari peleburan bijih besi dalam tungku sembur yang mempunyai
struktur kerucut dan tungku tersebut tentunya terbuat dari bahan tahan api. Panas peleburan
menggunakan kokas dan batu kapur agar kerak pada bijih besi dapat terangkat dan tidak
tercampur. Kandungan dalam tiap lembar plat adalah 92-97 persen merupakan besi.
Sisanya terdapat kandungan karbon, silikon, mangan, belerang, dan fosfor. Tentunya
dalam cetakan plat kotoran yang terbawa harus di minimalisir untuk menjaga kualitas dari
plat tersebut.
Baja secara luar dapat diartikan sebagai paduan antara besi dan karbon. Untuk
kandungan karbon bervariasi berkisar antara 0,1 persen dan ketika baja telah mengeras
menjadi 1,8 persen dari kandungan seluruh plat. Proses pengasaman digunakan untuk
memperbaiki plat besi yang rendah dengan memasukkan unsur Fosfor dan unsur sulfur.
Kedua unsur tersebut kaya akan silikon dan menghasilkan kerak asam yang dibutuhkan plat.
Unsur fosfor merupakan kapur yang menghasikan kerak dasar. Dari 85 persen unsur baja
yang diproduksi menggunakan teknik modern dan kualitas tentunya juga baik dengan unsur
bijih unggul.

2.1.1 Fungsi Plat atau Kulit Kapal


Kulit kapal merupakan permukaan kapal yang terbuat dari plat–plat baja, kayu atau
aluminium yang disambung menjadi lajur yang terdapat pada badan kapal biasa disebut
dengan kulit kapal atau disebut juga ship shell. Kegunaan kulit kapal:
 Untuk memberikan kekuatan struktur membujur kapal.

 Menerima beban dari kapal dan muatannya.

 Merupakan penutup kedap air dari dasar hingga bagian atas kapal.

 Lajur kulit kapal diberi nama dengan abjad a,b,c,d dan seterusnya mulai dengan lajur
dasar.

 Sambungan plat diberi nama dengan angka 1,2,3 dan seterusnya dari depan ke
belakang.
Bahan moderen yang kerap digunakan dalam pembuatan kapal kecil yang banyak
ditemukan dalam pelayaran pedalaman adalah serat kaca atau yang dikenal sebagai fiber-
glass, yang proses pembuatannya tidak sulit, tetapi dibutuhkan cetakan kulit lambung
kapal. (Dede Yusuf. 2015)

2.1.2 Pemberian Nomor dan Tanda Pada Kulit Kapal baja


1. Pemberian Tanda
Adalah pemberian tanda pada kulit kapal di mulai dari plat pengampit lunas
(garboard strake) yaitu plat lajur sepanjang kiri – kanan lunas datar sebagai lajur A,
lajur – lajur lainya di tandai dari bawah ke atas pada tiap – tiap sisi secara alpabetis :
A,B,C – Z kecuali I.
2. Pemberian Nomor
Adalah pemberian nomor pada kulit kapal yang di mulai pada lajur yang diberi secara
berurutan dari belakang ke depan atau dari depan ke belakang dengan angka 1,2,3 dan
seterusnya.

Gambar.2 : Pemberian tanda dan nomor pada kulit kapal.


Sumber : PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero)
3. Tujuan Diberikan Tanda dan Penomoran Kulit Kapal
Adalah agar dapat diketahui lokasi dari pelat dalam kaitannya dengan pemeriksaan atau
perbaikan karena kerusakan, sobek, maupun survey sehubungan dengan penggantian
pelat tersebut. Pemberian nomor dan tanda lajur selalu dikaitkan dengan gading - gading
ditempat tersebut untuk memberi kepastian pada bagian mana pelat tersebut berada. (Fei
Irha. 2015)
4. Jenis – Jenis Plat Khusus
Di antara seluruh kulit kapal terdapat beberapa pelat khusus.
a. Pelat bantu (stealer plate) karena bentuk haluan dan buritan yang mengecil ke arah
depan dan ke belakang maka lebar pelat lambung harus berkurang pada bagian -
bagian tersebut. Untuk menjaga agar pelat tersebut tidak terlalu kecil pada kedua
ujung biasanya dua pelat dari lajur - lajur bersebelahan dijadikan satu lajut. Seperti
pada pelat B4.
b. Shoe plate ialah pelat yang dipakai untuk menghubungkan batang linggi depan
dengan pelat datar lunas.
c. Coffin plate ialah pelat yang dipakai untuk menghubungkan gading - gading
diburitan dengan pelat datar lunas.

d. Boss plate ialah pelat yang berbentuk cembung yang dipasang diatas linggi baling -
baling.
e. Oxter plate ialah pelat lengkung yang dipasang pada pertemuan linggi baling -
baling dengan bagian yang menggantung dari buritan.
5. Nama Lajur Pasa Kulit Kapal
a. Lunas datar (horizontal keel).
b. pengapit lunas (garboard strake).
c. Lajur alas (bottom shell platting).
d. Lajur samping (bilge strake).
e. Lajur bottoping.
f. Lajur bingkai (sheree strake).
g. Pagar (bulkwark).

Gambar.3 : Nama – nama lajur kulit kapal.


Sumber : PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero)
2.1.3 Penyambungan Plat atau Logam

Penyambungan logam adalah suatu proses yang dilakukan untuk menyambung 2 (dua)
bagian logam atau lebih. Penyambungan bagian - bagian logam ini dapat dilakukan dengan
berbagai macam metode sesuai dengan kondisi dan bahan yang digunakan.
Setiap metode penyambungan yang digunakan mempunyai keuntungan tersendiri dari
metode lainya, sebab penyambungan digunakan pada suatu kostruktruksi sambungan harus
disesuaikan dengan kondisi yang ada, hal ini bias berguna untuk mengingat efisiensi
sambungan. Pemilihan metode penyambungan yang tepat dalam suatu konstruksi
sambungan harus dipertimbangkan efisiensi sambungannya, dengan mempertimbangkan
beberapa faktor diantaranya: faktor proses pengerjaan sambungan, kekuatan sambungan,
kerapatan sambungan, penggunaan konstruksi sambungan dan faktor ekonomis.
(Nilla Alvionita. 2016)
1. Jenis – Jenis Sambungan Plat

a. Sambungan berimpit (lap seam).


b. Sambungan berimpit dengan solder (soldered seam).
c. Sambungan lipat (grooved seam).
d. Sambungan bilah (cap strip seam).
e. Sambungan tegak (standing seam).
f. Sambungan alas luar (lap bottom seam).
g. Sambungan alas dalam (insert bottom seam).
h. Sambungan alas tunggal (sigle bottom seam)
i. Sambungan alas ganda (double bottom seam).
j. Sambungan sudut ganda (corner double seam).
k. Sambungan siku (elbow seam).
l. Sambungan siku timbal balik (reversible elbow seam).
m. Sambungan sudut tepi (flange dovetail seam).
2.2 Wide Flange

Profil baja Wide Flange adalah profil baja yang berbentuk I atau H yang dihasilkan

dari proses canai panas (Hot rolling mill).

Gambar 2.1 Penampang Profil Baja Wide Flange

Keterangan gambar serta ukuran :


H (tinggi badan) = 200 mm
B (lebar flens) = 100 mm
t1 (tebal badan) = 10 mm
t2 (tebal flens) = 5,5 mm
r (radius sudut) = 1

2.2.1 Material
2.2.2 Penampang

Berdasarkan SNI 07-7178-2006 tentang Baja Profil WF – Beam Proses Canai Panas
(Bj P WF – Beam) ukuran penampang dan tolerensi ukuran penampang sudah diatur dalam
tabel sebagai berikut:

Tabel 2.1 Spesifikasi Baja Wide Flange (Tabel 7 SNI 07-7178-2006)

Ukuran Penampang (mm) Luas Sebagai informasi acuan


Bera terhadap besaran
t menurut
Ukura Penamp sumbu lentur terhadap
n HxB t1 t r ang x-x dan y-y
2 Ix 4 Iy Ix Iy Zx Zy
Norma cm2 kg/ (cm ) (cm4 (c (c (cm3 (cm3
l m ) m) m) ) )
100 x 100 x 5 7 8 11,84 9,3 187 14,8 3,9 1,12 37,5 5,9
50 50 3 1
125 x 125 x 6 8 9 16,84 13,2 413 29,2 4,9 1,32 66,1 9,7
60 60 5 3
150 x 150 x 5 7 8 17,85 14 666 49,5 6,1 1,66 88,8 13,
75 75 1 2
150 x 148 x 6 9 1 26,84 21,1 1.020 151 6,1 2,37 138 30,
100 100 1 7 1
198 x 4,5 7 1 23,18 18,2 1.580 114 8,2 2,21 160 23
200 x 99 1 6
100 200 x 5,5 8 1 27,16 21,2 1.840 134 8,2 2,22 184 26,
100 1 3 4 8
200 x 194 x 6 9 1 39,01 30,6 2.690 507 8,3 3,61 277 67,
150 150 3 6
248 x 5 8 1 32,68 25,7 3.540 255 10, 2,79 285 41,
124 2 4 1
250 x
125 248 x 5 9 1 32,68 25,7 3.540 255 10, 2,7 285 41,
125 2 4 1
250 x 6 9 1 37,66 29,6 4.050 294 10, 2,79 324 47
125 2 4
298 x 5,5 8 1 40,8 32 6.320 442 12, 3,29 424 59,
300 x 149 3 4 3
150 300 x 6,5 9 1 46,78 36,7 7.210 508 12, 3,29 481 67,
150 3 4 7
300 x 294 x 8 12 1 72,38 56,8 11.30 1.60 12, 4,71 771 16
200 200 8 0 0 5 0
346 x 6 9 1 52,68 41,4 11.10 792 14, 3,88 641 91
350 x 174 4 0 5
175 350 x 7 11 1 63,14 49,6 13.60 984 14, 3,95 775 11
175 4 0 7 2
350 x 340 x 9 14 2 101,5 79,7 21.70 3.65 14, 6 1.28
250 250 0 0 0 6 0
398 x 7 11 1 72,68 56,6 20.00 1.45 16, 4,48 1.01 14
400 x 199 6 0 0 7 0 5
200 400 x 8 13 1 84,1 66 23.70 1.74 16, 4,54 1.19 17
200 6 0 0 8 0 4
450 x 450 x 9 14 1 96,8 76 33.50 1.87 18, 4,4 1.49 18
200 200 8 0 0 6 0 7
500 x 500 x 10 16 2 114,2 89,6 47.80 2.14 20, 4,33 1.91 21
200 200 0 0 0 5 0 4
600 x 600 x 11 17 2 134,4 106 77.60 2.28 24 4,12 2.59 22
200 200 2 0 0 0 8
600 x 588 x 12 20 2 192,5 151 118.0 9.02 24, 6,85 4.02 60
300 300 8 00 0 8 0 1

Tabel 2.2 Toleransi Ukuran Penampang (Tabel 8 SNI 07-7178-2006)


No. Bagian Profil Batas Ukuran Toleransi
1 Lebar flens (B) B < 100  2,0
100 ≤ B < 200  2,5
B ≥ 200  3,0
2 Tinggi badan (H) H < 400  2,0
400 ≤ H < 600  3,0
H ≥ 600  4,0
3 Tebal t 1 t 1 ≤ 16  0,7
t1 ≥ 16  1,0
t2 t2 < 16  1,0
16 ≤ t2 < 25  1,5
t2 ≥ 25  1,7
(satuan dalam milimeter)

2.2.3 Sambungan Baut

Pada pengerjaan suatu struktur bangunan yang menggunakan baja sebagai struktur

utama, sambungan baut berfungsi sebagai penyambung struktur baja satu dengan struktur

baja yang lainnya sehingga menjadikannya sebagai sebuah konstruksi baja yang utuh.

Pada pembuatan kantilever yang menggunakan baja WF (Wide Flange) sebagai

elemen utama, disarankan baut yang dipakai sebagai sambungan adalah baut yang

memiliki kekuatan tinggi. Berdasarkan SNI 1729 tahun 2015 tentang Spesifikasi Untuk

Bangunan Gedung Baja Struktural, baut kekuatan tinggi dikelompokkan sesuai dengan

kekuatan material sebagai berikut:

a. group A-ASTM A325, A325M, F1852, A354 kelas BC, dan A449

b. group B-ASTM A490, A490M, F2280, dan A354 kelas BD

2.2.4 End Plate Connection

End plate connection sering dipakai untuk sambungan antara balok dengan kolom

ataupun balok dengan balok. End plate connection sudah digunakan sejak pertengahan

tahun 1950. Terdapat dua kategori end plate connections untuk sambungan antara kolom

dengan balok yaitu sambungan semi kaku (hanya kuat terhadap geser) atau biasa disebut
dengan tipe Partially Restrained Constructions dan sambungan kaku (tahan terhadap

momen) atau biasa disebut dengan tipe Fully Restrained Constructions. (Segui, 2013)

Pada sambungan semi kaku pastikan sambungan yang dipasang cukup fleksibel

sehingga masih memungkinkan terjadinya rotasi pada ujung balok.

Fleksibilitas dapat dicapai dengan pelat yang pendek dan tipis. Namun pada

sambungan kaku butuh diperhitungkan ukuran baut, ketebalan pelat, dan detail

pengelasan.
2.2.5 Tata Letak Baut

1. Jarak

Jarak lubang baut ke tepi terdekat adalah 1,5 kali diameter lubang dan jarak antar

lubang baut adalah 3 kali diameter lubang. (SNI 03-1729-2002)

2. Jarak tepi minimum

Berdasarkan SNI 03-1729-2002, jarak minimum dari pusat pengencangan ke tepi

pelat atau pelat sayap profil harus memenuhi spesifikasi berikut:

Tabel 2.4 Jarak Tepi Minimum Baut (SNI 03-1729-2002)


Tepi dipotong dengan Tepi dipotong dengan Tepi profil bukan hasil
tangan mesin potongan
1,75 db 1,50 db 1,25 db
Dengan db adalah diameter nominal baut pada daerah tak berulir.

3. Jarak maksimum

Jarak antara pusat pengencang tidak boleh melebihi 15 pt (dengan tp adalah tebal

pelat lapis tertipis didalam sambungan), atau 200 mm. Pada pengencang yang tidak

perlu memikul beban terfaktor dalam daerah yang tidak mudah berkarat, jaraknya

tidak boleh melebihi 32 pt atau 300 mm. Pada baris luar pengencang dalam arah gaya

rencana, jaraknya tidak boleh melebihi (4 p t + 100 mm) atau 200 mm. (SNI 03-1729-

2002)

4. Jarak tepi maksimum

Jarak dari pusat tiap pengencang ke tepi terdekat suatu bagian yang berhubungan

dengan tepi yang lain tidak boleh lebih dari 12 kali tebal pelat lapis luar tertipis dalam

sambungan dan juga tidak boleh melebihi 150 mm. (SNI 03- 1729-2002)
2.3 Ansys 2020 R2

Ansys 2020 R2 secara signifikan meningkatkan perangkat lunak simulasi


rekayasa generasi berikutnya, sumber daya HPC, dan solusi platform Ansys untuk
mendukung kolaborasi global dan berbagi informasi di seluruh tim. Pembaruan ini
menghadirkan kemampuan pemecahan dan kolaborasi yang ditingkatkan, kunci
untuk memungkinkan tim yang didistribusikan secara global untuk inovasi lebih
lanjut di seluruh organisasi.
Ansys 2020 R2 membantu tim teknik mempercepat inovasi di lingkungan
apa pun dan membuat desain mutakhir dengan memanfaatkan alur kerja baru dan
kemampuan dinamis di seluruh rangkaian andalan Ansys. Pembaruan dalam
penawaran Ansys Cloud, seperti dukungan infrastruktur desktop virtual,
menyatukan solusi simulasi andalan Ansys dengan daya komputasi skalabel tinggi
yang dihadirkan oleh komputasi kinerja tinggi (HPC) berbasis cloud. Solusi
platform yang ditingkatkan dengan alur kerja yang kuat memberikan pengalaman
pengguna yang efisien dengan fungsionalitas yang disempurnakan untuk
manajemen data dan konfigurasi, visualisasi dependensi dan dukungan keputusan,
serta alur kerja yang ramah pengguna untuk integrasi proses dan pengoptimalan
desain serta manajemen material. Solusi kembar digital Ansys memungkinkan
pemantauan aset dari jarak jauh dan merupakan komponen penting untuk
pemeliharaan prediktif.
Secara kolektif, sumber daya ini akan membantu pengguna menghasilkan
desain yang lebih besar dan kompleks dengan lebih mudah dan lebih cepat dari
sebelumnya, meningkatkan produktivitas, memacu pengembangan produk
berkualitas tinggi, dan mempercepat waktu ke pasar.
ANSYS merupakan software berbasis finite element analysis (FEA).
Penggunaan ANSYS mencakup simulasi struktur, panas, dinamika fluida, akustik,
dan elektromagnetik. ANSYS merupakan computer aided engineering (CAE) yang
dikembangkan oleh ANSYS, Inc. Perusahaan tersebut telah mengembangkan
banyak produk CAE. Dari banyak produk komersial yang mereka kembangkan,
ANSYS, Inc. mungkin hanya memiliki dua produk yang paling terkenal yakni
ANSYS Mechanical & ANSYS Multiphysics. Bagi pelajar dan dunia pendidikan,
ANSYS, Inc. memberikan beberapa versi ANSYS Multiphysics non komersial
seperti ANSYS University Advanced dan ANSYS University Research
1. langkah pertama kita membuka Aplikasi Ansys Workbench Students R2

2. lalu kemudia pilih bagian modal lalu drag ke bagian kanan menu toolbox dengan mengeklik
mouse right buttom.

3.Setelah kita drag menu harmonic response dari toolbox ke bagian modal point ke-3 supaya
tersinkronisasi bagian satu sama lain pada menu harmonic response.

4. Lalu buka bagian modal, buat desain 2d dengan mengunakan line membentuk profil I dengan
dimensi yang sudah terukur ( untuk ukuran/dimensi sudah tertera pada halaman depan sebelum
metode penjelasan)
5. Kemudian pilih profil I yang terdapat pada menu prepare, lalu buat desain 2d dengan line yang
terdapat pada menu sketch dengan dimensi yang sudah disesuaikan.Setelah itu klick menu return
to 3d mode

6. Setelah spin, pan, zoom out desain untuk mengatur tata letak desain ke tengah untuk desain
dirotate ke sumbu y untuk mempermudah pada saat melakukan pull

7. Setelah sselesai di blok semua sketsa profil I itu di pull dengan memasukkan panjang 6 m .
lalu save design, setelah itu buka model pada menu modal
8. lalu kemudian rotate kearah diantara sumbu x dengan sumbu z . bertujuan untuk
mempermudah menganalisa wide flange

9. Lanjutkan dengan lakukan update mesh dengan setingan seperti pada gambar di bawah tujuan
mendapatkan pendekatan yang sama dengan kondisi sebenarnya.

10. lalu klik fixed support pada bar modal . pilih bagian pada profil WF ( bagian ditandai dengan
warna biru) setelah itu solve
11 .setelah mendapatkan data pada tubular data , create mode shape result. Setelah itu solve
bagian solution modal

12. akan menghasilkan 6 total deformation dari 6 frekuensi yang terdapat pada tubular data
pada fixed sipport

13. lalu umtuk membuat diagram RAO , masukkan angka frekuensi memasukkan 2500 Hz untuk
range maximum pada analysis settings harmonic response lalu solve pada analysis settings, lalu
membuat force pada insert di menu harmonic response dengan memasukkan Y component
sebesar 200 N. Salah satu contohnya sebagai berikut:

14. setelah solve force , membuat remote force untuk menentukan sisi mana yang akan di beri
beban sebesar 50 N, sebelum solve membuat bar baru untuk total deformation, maximum
principal stress, maximum sheer stress, lalu frequency response pada insert di solution pada
menu harmonic response . lalu solve force dan remote force untuk menentukan total
deformation, maximum principal stress, maximum sheer stress.
15. untuk membuat diagram maka perlu menentukan sisi yang akan menjadi acuan untuk
frequency response, Lalu solve.

16. setelah selesai berikut data berupa diagram ROA


BAB III

Dalam Penilitian yang dilakukan, setelah dilakukan perhitungan menggunakan Ansys


Workbench 2020 R2 didapatkan hasil dari harmonic response objek profile wide flange sebagai
berikut :

Deformasi yang terjadi pada profil Wide Flange dengan menggunakan ansys modal yang
didapatkan nilai sebagai berikut :

- Frekuensi natural dan deformasi maksimum dari profil wide flange yang di berikan kepada kedua
tumpuan ujungnya adalah sebagai berikut :
Model Frekuensi Deformasi max
1 12,351 0,13214
2 35.832 0.12772
3 40.95 0.13095
4 62.192 0.16513
5 74.32 0.1407
6 110.7 0.12582
Harmonic Response

Dalam perhitungan harmonic response range frekuensi yang digunakan adalah mengikuti
batas minimum dan maksimum dari frekuensi natural wide flange , yakni mulai dari 12,351 s/d
110,7 Hz dengan dumping control 0,5 . pembebanan yang diberikan 100 N, 150 N. pada sumbu
x 0,5 m .

1. pembebanan wide flange sebesar 100 N searah sumbu X pada jarak 0,50 m

 Fixed support ada di dua tumpuan ujung wide flange


 Maximal Deformation 1.4242 x 10-11 m
 Principal Stress :
1. Minimal : 0.49154

2. Maximal : 1.0591
Hasil Running 1 :

Pada grafik variasi 2, dengan sumbu x menunjukkan frekuensi dan sumbu Y menunjukkan
amplitudo, hasil respon frekuensi dengan amplitudo terbesar dengan nilai 2,5964 x 10-10 m ,
pada frekuensi 2500 Hz , setelah itu dengan bertambahnya nilai frekuensi akan mengalami
penurunan ketinggian amplitude sampai pada ketinggian terendah dengan nilai 1,0283 x 10-12 m.
2. pembebanan wide flange sebesar 150 N searah sumbu X pada jarak 0,50 m

 Fixed support ada di dua tumpuan ujung wide flange


 Maximal Deformation 2.1363 x 10-11 m
 Principal Stress :
1. Minimal : -0.48745

2. Maximal : 1.5887
Hasil Running 2 :

Pada grafik variasi 2, dengan sumbu x menunjukkan frekuensi dan sumbu Y menunjukkan
amplitudo, hasil respon frekuensi dengan amplitudo terbesar dengan nilai 3,89 x 10-10 m , pada
frekuensi 2500 Hz , setelah itu dengan bertambahnya nilai frekuensi akan mengalami penurunan
ketinggian amplitude sampai pada ketinggian terendah dengan nilai 1.5425 x 10-12 m.

Respon Amplitudo Operator (RAO)

(deskripsi)

GAYA Amplitudo
Frequenc
y 100 N 150 N
2.60E- 3.89E-
100 10 10
1.54E- 2.32E-
200 10 10
7.85E- 1.18E-
300 11 10
4.32E- 6.48E-
400 11 11
2.70E- 4.06E-
500 11 11
1.85E- 2.78E-
600 11 11
700 1.35E- 2.02E-
11 11
1.02E- 1.54E-
800 11 11
8.06E- 1.21E-
900 12 11
6.51E- 9.76E-
1000 12 12
5.36E- 8.05E-
1100 12 12
4.50E- 6.75E-
1200 12 12
3.83E- 5.74E-
1300 12 12
3.30E- 4.94E-
1400 12 12
2.87E- 4.30E-
1500 12 12
2.52E- 3.78E-
1600 12 12
2.23E- 3.35E-
1700 12 12
1.99E- 2.98E-
1800 12 12
1.78E- 2.68E-
1900 12 12
1.61E- 2.41E-
2000 12 12
1.46E- 2.19E-
2100 12 12
1.33E- 1.99E-
2200 12 12
1.22E- 1.82E-
2300 12 12
1.12E- 1.67E-
2400 12 12
1.03E- 1.54E-
2500 12 12
Kesimpulan :

Bedasarkan hasil analisa dan pembahasan mengenai getaran pada [rofile wide flange ukuran
panjang 6 meter dengan menggunakan softwar CFD, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Wide Flange dengan material “structural steel” memiliki dimensi sebagai berikut :

 H (tinggi badan) = 200 mm


 B (lebar flens) = 100 mm
 t1 (tebal badan) = 10 mm
 t2 (tebal flens) = 5,5 mm
 frekuensi natural diambil dari range 12,351 – 211,25 Hz
 deformasi maksimal diambil yang dapat dialami oleh wide flange tersebut sebesar
0.13214 m

2. dari simulasi model dengan CFD didapatkan hasil sebagai berikut


o Wide flange di running dengan frekuensi 0 – 2500 Hz.
o Dari 2 variasi pembebanan 100 N, 150 N didapatkan deformasi maksimal dengan
nilai 2.1363 x 10-11 m, pada beban 150 N
o Amplitudo tertinggi terjadi pada variasi pembebanan 150 N di frekuensi 100 Hz
dengan nilai 3.89 x 10-10 m.
o Amplitudo terendah terjadi pada variasi pembebanan 100 N di frekuensi 100 Hz
dengan nilai 1.03 x 10-12 m.

Anda mungkin juga menyukai