Anda di halaman 1dari 10

TUGAS NOVEL SEJARAH

Disusun oleh:
1. Ni Nengah Dani Anggraini
2. Ni Kadek Apriani P.D
3. Ni Komang Sri Ari Utami
4. Made Gita Widiatnyana

SMAN 1 KURIPAN
Kisah Tersembunyi di Balik Sebuah Revolusi
Segalanya dimulai pada 1939, saat ilmuwan Albert Einstein menandatangani surat yang
memperingatkan Presiden AS Franklin D Roosevelt, tentang potensi destruktif nuklir, yang
ditemukan ahli kimia Jerman, Otto Hahn. Dilansir AP, surat itu berisi proses yang bisa
menghasilkan 'bom jenis baru yang sangat kuat'. Roosevelt pun lantas membentuk Badan
Penasihat Uranium.

Lalu pada 7 Desember 1941, pesawat tempur Jepang menghancurkan banyak armada Pasifik
AS yang berbasis di Pearl Harbor. Keesokan harinya AS pun terjun ke Perang Dunia II. Lalu pada
Agustus 1942, AS resmi meluncurkan program rahasia untuk mengembangkan bom atom.

Proyek ini telah disetujui tahun sebelumnya dan dikenal sebagai Proyek Manhattan.
Menghabiskan dana tak main-main, sekitar 2 miliar dollar AS. Pada 1943, Robert Oppenheimer
ditunjuk sebagai direktur ilmiah dari laboratorium rahasia di Los Alamos, New Mexico, yang
akan merakit bom itu. Proyek ini turut melibatkan fisikawan ternama dari AS, Inggris, dan
Kanada, selain beberapa peneliti lain yang kabur dari pendudukan Nazi.

Sekitar awal 1945, target-target dari daftar kota di Jepang disusun dan dievaluasi, untuk dipilih
kota mana yang akan dijatuhi bom atom. Sebuah hal yang awalnya diperingatkan Einstein,
lantas terus digelorakan hingga menjadi awal sebuah bencana. Tragedi ini pun dimulai.

Pada 6 Agustus 1945, Kota Hiroshima di Jepang, berhasil dihancurkan menggunakan bom
atom yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat. Tiga hari berselang, 9 Agustus 1945, bom kedua
kembali dijatuhkan oleh AS di Kota Nagasaki, Jepang. Hal itu dilakukan sebagai balasan bagi
Jepang, yang telah menghancurkan banyak armada Pasifik AS yang berbasis di Pearl Harbor
pada 7 Desember 1941. Jatuhnya kedua bom atom tersebut lantas membuat Jepang tidak lagi
berdaya. Hal ini disebabkan oleh Hiroshima dan Nagasaki merupakan dua kota penting di
Jepang. Tidak hanya semangat dan martabatnya yang Jatuh, Jepang menyadari kekalahan
telah di depan mata.

Melihat kondisi saat itu, Kaisar Jepang memutuskan untuk menyerah tanpa syarat kepada
Sekutu pada 15 Agustus 1945. Jepang mengakui bahwa mereka tidak akan bisa menang
apabila tetap melawan Sekutu, karena mereka sudah kalah dari segala sisi, khususnya
persenjataan.

Jepang berusaha untuk menutupi berita kekalahannya terhadap Sekutu dari negara-negara
lain, khususnya negeri jajahannya, Indonesia. Namun, sayangnya informasi ini berhasil
terdengar oleh tokoh golongan muda, yaitu Sutan Syahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh
melalui radio.
Saat ini para tokoh golongan muda sedang mendengarkan salah satu kabar melalui salah satu
saluran radio. "Kalian dengar itu? Radio telah menginformasikan Jepang menyerah kepada
Sekutu, berarti di Indonesia terjadi kekosongan kekuasaan." Ucap Sutan Syahrir memulai
pembicaraan terlebih dahulu.

"Kalau begitu, kita harus mendesak golongan tua terutama Bung Karno untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan!" Jawab Chaerul Shaleh dengan tekad.

"Benar itu, Jepang sudah tak ada wewenang lagi di negeri kita. Kita harusmemanfaatkan
momen ini!" Sukarni menambahkan ucapan Chaerul Shaleh.

"Betul sekali Bung." Wikana juga ikut membenarkan. "Tetapi jangan sampai Proklamasi
kemerdekaan diproklamasikan oleh PPKI." Sutan Syahrir memberi sarannya.

"Kenapa kau berpendapat demikian sobat?" Tanya Chaerul Saleh kepada Sutan Syahrir.
"Karena PPKI adalah badan bentukan Jepang! Kita tidak ingin ada campur tangan Jepang dalam
Proklamasi Kemerdekaan!" Jawab Sutan Syahrir dengan tegas.

"Maka dari itu, mari kita sepakat untuk menolak segala bentuk 'hadiah' kemerdekaan dari
Jepang karena kita akan menyusun kemerdekaan sendiri." Ucap Wikana.

"Bung Syahrir benar, Kemerdekaan itu adalah hak dan persoalan rakyat yang harus segera
diproklamasikan. Mari kita semua meminta kepada Ir. Soekarno dan Bung Hatta untuk
memutuskan segala hubungan dengan Jepang." Darwin membernarkan ucapan Sutan Syahrir.

"Tepat sekali. Kalau begitu, bung Wikana dan Chaerul, kalian harus pergi kekediaman
Soekarno untuk menyampaikan kabar ini. Saya dan yang lainnya akan memerintahkan anggota
pemuda lainnya untuk merebut kekuasaan dari Jepang." Ajak Sukarni.

Tanggal 14 Agustus 1945, Sutan Syahrir, Wikana, Chairul Saleh dan Darwis tiba di kediaman Ir.
Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Jakarta, sekitar pukul 21.00 WIB. Keduanya
menyampaikan hasil-hasil keputusan rapat. Pada pertemuan itu, datang beberapa tokoh
nasionalis seperti Moh. Hatta, Iwa Kusumasumantri, Samsi, Buntaran, Sudiro dan Ahmad
Subardjo.

"Assalamualaikum.."

"Wa'alaikumsalam.. Silahkan masuk."

"Ada apa saudara-saudara datang kemari?" Tanya Ir. Soekarno sambil mempersilahkan
mereka masuk di ruang tamu.

"Saya mendengar berita Jepang menyerah kepada Sekutu di Radio di Bandung. Maka dari itu
tadi siang kami dari golongan para pemuda berkumpul mengadakan rapat dan hasilnya adalah,
semua pemuda setuju agar Bung Karno dan Bung Hatta segera menyusun kemerdekaan
Indonesia." Sutan Syahrir menjelaskan tujuannya kemari.
"Kita tidak bisa begitu saja memproklamasikan kemerdekaan. Kita harus membicarakan
dalam rapat PPKI." Ucap Ir. Soekarno.

"Kita tidak mungkin membicarakannya dalam rapat PPKI, karena PPKI dibentuk oleh Jepang
dan kemerdekaan Indonesia haruslah dari usaha rakyat Indonesia bukan pemberian bangsa
lain." Kata Sutan Syahrir.

"Bukan begitu, kita memang seharusnya membicarakannya dalam rapat PPKI. Karena PPKI
adalah badan yang bertugas mempersiapkan kemerdekaan." Jelas Moh. Hatta. Alasan Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta menolak mempercepat proklamasi kemerdekaan adalah karena
mereka masih menunggu hasil keputusan sidang PPKI.

"Apakah kita harus menunggu janji Jepang untuk memerdekakan bangsa ini? Kita bisa, Bung.
Kita harus bangkit dan memproklamasikan kemerdekaan sendiri. Mengapa harus menunggu
janji manis itu? Jepang sendiri bahkan telah kalah dalam 'Perang Suci' nya!" Chaerul Saleh ikut
bicara.

"Kekuatan segelintir ini takkan mampu mengalahkan armada perang milik Jepang! Coba kau
perlihatkan padaku, mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu? Apa tindakanmu untuk
menyelamatkan wanita dan anak-anak jika ternyata terjadi pertumpahan darah? Bagaimana
cara kita nanti untuk mempertahankan kemerdekaan? Coba bayangkan, bagaimana kita akan
tegak di atas kekuatan sendiri." Ir. Soekarno mencoba menjelaskannya.

"Tapi semakin cepat kita memproklamasikan kemerdekaan akan semakin cepat pula kita
mengakhiri penderitaan rakyat yang sudah ditanggung selama ini. Inilah yang sudah ditunggu-
tunggu bangsa kita!" Kata Wikana.

"Baiklah. Tapi berikan kami waktu untuk berunding sebentar." Kata Moh. Hatta mengalah.

"Baik kalau begitu, kami mohon diri." Ucap Darwis mengundurkan diri.

Akhirnya karena masing-masing mempertahankan pendapatnya keempat orang golongan


muda tersebut berpamitan kepada Ir. Soekarno. Sutan Syahrir, Wikana, Darwis dan Chaerul
Saleh berpamitan dan bergegas meninggalkan kediaman Bung Karno dengan wajah kesal.

Sedangkan para anggota golongan tua yang berada di kediaman Soekarno langsung
membicarakan permasalahan tersebut. "Bagaimana ini? Para pemuda menuntut untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan." Tanya Moh. Hatta

"Tapi kita tidak boleh gegabah, Bung. Kita butuh waktu untuk mempersiapkan semuanya
dengan matang agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan." Kata Ir. Soekarno kepada Moh.
Hatta.
"Saya setuju. Menurut saya, yang terpenting sekarang adalah menghadapi Sekutu yang
hendak berniat kembali berkuasa di negeri ini. Selain itu, masalah kemerdekaan sebaiknya
dibicarakan lagi dalam sidang PPKI 18 Agustus mendatang." Saran Ahmad Soebardjo.

"Lalu bagaimana dengan pendapat golongan muda? Apa kita abaikan saja?" Iwa
Kusumasumantri menyelanya.

"Ya, lagi pula mereka masih muda, pemikiran mereka terlalu pendek. Kita harus melihat ke
depan, mempersiapkannya dengan matang. Kalau tidak bagaimana nanti jika semuanya
berantakan?" Jawab Sudiro.

"Baiklah, Bung. Berarti kita semua sudah sepakat." Kata Iwa Kusumasumantri mengakhiri
perbincangan. Dengan demikian usaha para pemuda dengan juru bicara Sutan Syahrir untuk
membujuk Ir. Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan mengalami kegagalan.

Tanggal 15 Agustus 1945 pada pukul 24.00 WIB golongan muda melakukan rapat di Asrama
Baperpi, Jalan Cikini 71. "Nampaknya golongan tua takkan menyetujui kita walaupun sudah
didesak seperti tadi. Kita harus mempunyai jalan keluar dari semua ini." Chaerul Saleh berkata.
Karena mereka tidak yakin dengan perbincangannya dengan para tokoh golongan tua, mereka
pun mencari cara agar proklamasi kemerdekaan tetap dilaksanakan dalam waktu dekat. "Benar
sekali. Ada saran?" Sukarni meminta Saran kepada yang lain.

"Bagaimana kalau kita mengasingkan Bung Karno dan Bung Hatta keluar dari Jakarta dengan
tujuan untuk menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang? Bagaimana?" Saran Cudanco Singgih.

"Tapi dimana kita akan mengasingkan mereka, Bung?" Tanya Jusuf Kunto.

"Bagaimana jika Rengasdengklok, suatu kota di Kawedanan di Karawang? Karena tempat ini
merupakan markas PETA di bawah Cudanco Subeno, dan letaknya di bawah komando PETA
Purwakarta yang mempunyai hubungan erat dengan Daidan PETA di Jakarta." Cudanco Singgih
memberi sarannya kembali.

"Saya rasa itu tempat yang bagus. Bagaimana Bung?" Sukarni menyetujui.

"Ya saya juga setuju." Kata yang lainnya.

Guna menjauhkan Soekarno dan Hatta dari pengaruh Jepang, akhirnya para tokoh golongan
muda memutuskan keduanya diasingkan ke Rengasdengklok. Dalam rapat itu pun diputuskan
untuk mengungsikan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang.

Pada pukul 04.00 WIB tanggal 16 Agustus 1945 Ir. Soekarno dan Moh. Hatta dibawa oleh
sekelompok pemuda menuju Rengasdengklok. Rombongan ini berangkat dari kediaman Ir.
Soekarno yang dikawal oleh pasukan PETA di bawah pimpinan Cudanco Singgih.
Saat ini sekelompok pemuda tersebut sedang berada di depan kediaman Ir. Soekarno yang
dipimpin oleh Cudanco Singgih.

Tok tok tok

"Assalamualaikum.." Chaerul Saleh mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam. Ada apa Saudara datang sepagi ini?" Jawab dan tanya Moh. Hatta kepada
mereka.

"Kami bermaksud membawa Anda dan Soekarno untuk ikut kami menuju tempat
pengasingan." Darwis mengutarakan tujuannya kemari.

"Tempat pengasingan? Apa yang Saudara maksudkan?" Ir. Soekarno bertanya apa maksud
dari ucapan Darwis. Ir. Soekarno tidak mengerti maksud dari perkataan Darwis. Apa tujuannya
membawanya dan Moh. Hatta ke tempat pengasingan.

"Ya, kami akan membawa kalian untuk diasingkan agar terhindar dari pengaruh dan ancaman
bentrok antara rakyat dan Jepang." Chaerul Saleh menjelaskan tujuan mereka.

"Baiklah, kami akan ikut." Akhirnya Moh. Hatta menuruti kemauan sekelompok pemuda
tersebut.

"Sebaiknya Ibu Fatmawati dan anak Anda turut serta, Bung. Untuk menjamin keselamatan
mereka." Darwis menambahkan ucapannya. "Baiklah, saya akan mengajak mereka." Putus Ir.
Soekarno akhirnya. Akhirnya sekelompok pemuda tersebut berhasil membawa Ir. Soekarno dan
Moh. Hatta serta Ibu Fatmawati dan anaknya ke tempat yang sudah mereka siapkan.

Hilangnya Ir. Soekarno dan Moh. Hatta secara misterius pagi itu, menimbulkan kepanikan di
kalangan para pemimpin di Jakarta. Peristiwa ini baru diketahui oleh Ahmad Soebardjo pada
pukul 08.00 pagi.

"Apakah Saudara tahu keberadaan Soekarno dan Bung Hatta?" Ahmad Soebardjo bertanya
kepada Wikana. Ahmad Soebardjo bertanya kepada Wikana bukan tanpa sebab, tapi Ia sudah
curiga sebelumnya. "Maaf, saya tidak tahu, Bung." Jawab Wikana.

"Katakanlah kepadaku dimana mereka sekarang, dan aku akan menjamin keselamatan
mereka ketika kembali ke Jakarta, aku juga akan memberikan jaminan, bahwa Proklamasi
Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul
12.00."

Ahmad Soebardjo berusaha membujuk Wikana untuk memberitahukan kepadanya tempat


dimana Ir. Soekarno dan Moh. Hatta berada. "Baiklah, kami akan menunjukkan tempatnya, di
Rengasdengklok." Wikana menjawab Ahmad Soebardjo tanpa mengelak lagi.
Setelah mendapat beberapa kesepakatan. Diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad
Soebardjo dan Sudiro ke Rengasdengklok. Setelah sampai disana Ahmad Soebardjo, akhirnya
menjemput Ir. Soekarno dan kawan-kawan. Selain itu Ahmad Soebardjo berhasil menyakinkan
para pemuda untuk tidak berburu-buru memproklamasikan kemerdekaan.

Sekitar pukul 23.00 romobongan Ir. Soekarno sampai di Jakarta untuk sesaat pulang ke
tempat masing-masing, lalu langsung menuju rumah Laksamana Maeda untuk merumuskan
naskah proklamasi. Tanggal 16 Agustus 1945 pukul 23.00 WIB, rombongan tiba di Jakarta.

"Bagaimana kita membicarakan naskah proklamasi untuk mendeklarasikan kemerdekaan


kita?" Ahmad Soebardjo memulai perbincangan terlebih dahulu.

"Kita butuh tempat untuk membahasnya, Bung. Tapi hari ini sudah malam dan pihak Jepang
tak mungkin mengizinkan kita melakukan kegiatan sekarang, apalagi jika mereka tahu bahwa
kita hendak membicarakan rencana proklamasi." Chaerul Saleh memberikan sarannya.

"Saya punya ide. Kita akan meminjam rumah perwira Jepang, Laksamana Maeda.
Bagaimana?" Ahmad Soebardjo menyampaikan idenya.

"Saya setuju" Jawab yang lain.

Ketika Ir. Soekarno dan Moh. Hatta datang ke rumah Laksamana Maeda, di sana sudah
menanti B.M Diah dan surat kabar Asia Raya, Semaun Bakri dari Jawa Kokokai, Sayuti Melik, Iwa
Kusumasumantri dan para anggota PPKI. Sementara itu, Ahmad Subardjo dan Iwa
Kusumasumantri mendatangi kediaman para pemuda untuk mengajak mereka ke rumah
Laksamana Maeda.

"Silahkan masuk, Bapak-bapak!" Laksamana Maeda mempersilahkan mereka untuk masuk ke


kediamannya.

"Tunggu dulu, Bagaimana mungkin kita akan merumuskan suatu teks proklamasi di rumah
seorang Laksamana Jepang?" Moh. Hatta bertanya. Ia heran, mengapa mereka merumuskan
teks proklamasi di rumah Laksamana Maeda.

"Tenanglah, silahkan masuk semua, saya menjamin selama berada di rumah saya, anda
sekalian akan terjamin keselamatannya." Laksamana Maeda menjelaskannya.

"Baiklah, diruangan mana kita dapat merumuskannya?" Ir. Soekarno bertanya di ruang mana
mereka akan merumuskan teks proklamasinya. "Silahkan anda berdiskusi di ruang makan. Saya
akan pergi istirahat dulu." Laksamana Maeda memberitahukan ruangannya. Sedangkan ia akan
istirahat terlebih dahulu.

"Terimakasih, Pak Perwira." Chaerul Saleh mengucapkan terima kasihnya kepada Laksamana
Maeda.
"Kita mulai sekarang saja, bagaimana usulan kalian tentang naskah proklamasi yang akan kita
bahas?" Ir. Soekarno memulainya.

Hening sejenak...

Karena semuanya terdiam ia berbicara kembali. "Untuk mempersingkat waktu, saya sudah
memiliki konsep teks proklamasi." Ir. Soekarno berbicara.

"Oh, kalau begitu, bersediakah anda membacakannya?" Ahmad Soebardjo bertanya kepada Ir.
Soekarno.

"Baiklah, dengan senang hati." Kemudian ia mulai membacakan konsep teks proklamasi.

Ahmad Soebardjo lalu mengacungkan jari tangannya. Lalu memberikan idenya. "Bagaimana
jika kalimat pertama dalam teks Proklamasi diambil dari rumusan BPUPKI."

"Ya, baiklah. Lalu, rumusan apa yang akan diambil?" Ir. Soekarno menyetujuinya dan bertanha
kembali. "Bagian yang merupakan pernyataan bangsa Indonesia untuk menentukan Nasibnya
sendiri." Ahmad Soebardjo berbicara kembali. "Baiklah, ide yang bagus." Lalu Ir. Soekarno
menulis usulan dari Ahmad Soebardjo. "Ada usulan lain?" Lanjutnya.

Kemudian Moh. Hatta mengacungkan jari tangannya "Bagaimana jika kalimat kedua diubah
menjadi pengalihan kekuasaan?" Sarannya.

"Ya, itu lebih baik dan saya juga setuju." Kata Ir. Soekarno lalu menuliskannya.

"Lalu atas nama siapa proklamasi ini?" Moh. Hatta bertanya.

"Karena ini semua berkat jasa-jasa Indonesia berarti 'Atas nama bangsa Indonesia'." Ir.
Soekarno menjawab pertanyaan dari Moh. Hatta.

"Ide yang bagus, Bung." Kata Moh. Hatta.

"Bagaimana menurut kalian?" Tanya Ir. Soekarno meminta persetujuan yang lain.

"Ya, kami setuju." Ucap mereka semua.

"Lalu siapa yang akan menandatangani teks proklamasi ini?" Ir. Soekarno bertanya kepada
mereka.

"Bagaimana jika dibuat seperti Declaration of Independence America." Moh. Hatta


memberikan usulannya.

"Bagaimana maksudnya?" Tanya B.M Diah.

"Maksud saya teks tersebut ditandatangani oleh semua yang hadir malam ini." Moh. Hatta
menjelaskannya.
"Saya tidak setuju jika teks tersebut ditandatangani oleh anggota PPKI." Kata Chaerul Saleh
menyanggahnya.

"Kenapa Anda tidak setuju?" Heran Ir. Soekarno.

"Menurut saya PPKI dibentuk oleh Jepang dan anggotanya diangkat oleh Jepang padahal
kemerdekaan ini kita dapatkan atas usaha bangsa kita sendiri." Chaerul Saleh menjelaskan
maksud perkataannya itu.

"Ya, saya sependapat dengan Anda." Ahmad Soebardjo menyetujui pendapat Chaerul Saleh.

"Lalu siapa yang akan menandatangani teks tersebut?" Tanya Ir. Soekarno.

"Bagaimana jika teks proklamasi ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs.Moh.Hatta sebagai
wakil bangsa Indonesia." Sukarni memberikan pendapatnya.

"Ya, saya setuju dengan pendapat Sukarni." Chaerul Saleh lalu menyetujuinya.

"Baiklah, saya bersedia. Lalu, bagaimana dengan Bung Hatta?" Ir. Soekarno lalu bertanya
kepada Moh.Hatta.

"Ya, dengan senang hati." Moh. Hatta akhirnya ikut menyetujui.

"Baiklah jika Bung Hatta setuju." Kata Ir. Soekarno.

Akhirnya semuanya telah menyetujui naskah proklamasi yang akah diketik oleh Sayuti Melik.
Kemudian naskah tersebut diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik, dan penandatanganan
akan dilakukan setelah naskah selesai diketik.

"Bung, tolong ketikkan naskah ini." Kata Ir. Soekarno sambil memberikan naskah tersebut
kepada Sayuti Melik.

"Baik Bung, dengan senang hati." Sayuti Melik akhirnya.

Sesudah naskah teks proklamasi diterima oleh Sayuti Melik, Beliau mengubah beberapa kata
yang ejaannya dianggap kurang tepat. Beberapa kata yang diubah yaitu, kata 'tempoh' menjadi
'tempo', 'wakil-wakil Bangsa Indonesia' menjadi 'Atas Nama Bangsa Indonesia', dan kata
'Djakarta 17-8-45' menjadi 'Djakarta hari 17 bulan 8 tahun 05'.

Jumat pagi pukul 10.00, semua orang telah berkumpul di halaman depan rumah Ir. Soekarno
di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta untuk mendengarkan pelaksanaan proklamasi.
Bung Karno, Bung Hatta, keluar ke serambi depan rumah diikuti Ibu Fatmawati.

Saat ini Ir. Soekarno akan membacakan naskah teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ir.
Soekarno mendekati mikrofon sebelum membacakan proklamasi dan mengucapkan pidato
pendahuluan.
"Saudara-saudara sekalian, saya telah meminta saudara-saudara hadir, disini untuk
menyaksikan suatu peristiwa maha penting dalam sejarah bangsa kita. Berpuluh-puluh tahun
kita bangsa Indonesia berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus
tahun."

"Gelombang aksi kita untuk mencapai kemerdekaan itu ada naiknya dan ada turunnya, tetapi
jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di zaman Jepang usaha kita untuk mencapai
kemerdekaan nasional tidak ada henti-hentinya. Di dalam zaman Jepang ini, tampaknya kita
menyadarkan diri kepada mereka, tetapi pada hakikatnya kita tetap menyusun tenaga kita
sendiri, tetapi kita percaya pada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar
mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita dalam tangan kita sendiri."

"Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangannya sendirikan dapat berdiri
dengan kuatnya, maka kami tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-muka
rakyat Indonesia. Permusyawaratan itu telah seiya-sekata berpendapat bahwa sekaranglah
datang waktunya untuk menyatakan kemerdekaan kita. Saudara-saudara! Dengan ini kami
menyatakan kebulatan tekat itu. Dengarkanlah proklamasi kami."

Kemudian Ir. Soekarno mulai membacakannya :

"Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka! Tidak ada satu ikatan lagi yang
mengikat tanah air kita dan bangsa kita. Mulai saat ini kita menyusun Negara kita. Negara
merdeka, Negara Republik Indonesia merdeka. Kekal, dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati
kemerdekaan kita ini."

Lalu dilanjutkan dengan pengibaran Bendera Merah Putih oleh Suhud dan Latief
Hendradiningrat dengan diiringi lagu Indonesia Raya oleh semua orang yang hadir.

selesai

Anda mungkin juga menyukai