SCENE 1 :
6 Agustus 1945, Kota Hiroshima, Jepang, dijatuhi bom oleh sekutu.
Dilanjutkan pada tanggal 9 Agustus 1946 bom dijatuhkan kembali di Kota Nagasaki.
Bertepatan dengan tanggal 9 Agustus itu juga, Jendral Terauchi memanggil Soekarno, Hatta,
dan Radjiman Wedyoningrat untuk bertemu di Dalat, yang tempatnya berada pada 250 km di
sebelah Timur Laut Saigon, Vietnam.
(Soekarno, Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat tiba di Dalat dan bersalaman dengan
Jendral Terauchi lalu dipersilahkan masuk ke dalam kantornya dan duduk bersama)
Terauchi : “Saudara Soekarno, Hatta, dan Radjiman. Saya sebagai utusan dari
pemerintah Jepang, ingin menyampaikan bahwa Jepang akan segera
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia, sesuai dengan janji Perdana
Menteri Kuniaki Koiso.”
Soekarno : “Dengan cara apa Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada
Indonesia?”
Terauchi : “Dengan memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dan itu dapat
dilaksanakan beberapa hari ke depan tergantung cara kerja PPKI.”
Hatta : “Benar, saya sangat setuju! Karena PPKI adalah badan yang bertanggung
jawab untuk menyusun proklamasi kemerdekaan Indonesia.”
Radjiman : “Saya sependapat dengan anda!” (menoleh kepada Hatta)
“Tetapi, kita harus tetap menyegerakan untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia, Bung!”
Terauchi : “Maaf, tetapi pihak Jepang meminta proklamasi kemerdekaan Indonesia
dibacakan paling cepat pada tanggal 24 Agustus 1945.”
Soekarno : “Akan saya pikirkan kembali permintaan anda, karena kami harus
membicarakannya dengan PPKI. Kalau begitu kami undur diri. Terima kasih.”
Terauchi : “Baiklah, hati-hati di jalan.”
(Soekarno, Hatta, dan Radjiman berdiri dan berpamitan dengan Terauchi lalu
bergegas meninggalkan kantor Jenderal Terauchi)
Setelah pembicaraan masalah proklamasi kemerdekaan Indonesia di Dalat, dua hari
kemudian pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat pada
sekutu yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Jepang, Mamoru Shigemitsu.
SCENE 2 :
Pada tanggal 14 Agustus 1945, berita tentang genjatan senjata yang dilakukan oleh
Jepang disiarkan di radio Jepang dari Tokyo. Berita tentang kekalahan Jepang tersebut
sangat dirahasiakan oleh Jepang. Bahkan, semua stasion radio disegel oleh Jepang. Tetapi
ternyata siaran tersebut tertangkap di Indonesia. Sekitar pukul 13.30 Sutan Syahrir, Wikana,
Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC.
(Sutan Syahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengarkan radio)
Penyiar : “Pendengar setia sekalian, kita kembali lagi dalam Kabar Anda. Berita
utama, Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada tanggal 14
Agustus 1945, setelah dua kota industri di Jepang, Hiroshima, dan Nagasaki
di bom atom oleh Amerika Serikat.”
Sutan Syahrir : “Kalian dengar itu? Jepang telah menyerah kepada sekutu! Berarti di
Indonesia tejadi kekosongan kekuasaan. Kita harus segera mendesak
golongan tua terutama Bung Karno untuk segera memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia!”
Wikana : “Benar sekali! Kita harus memproklamirkan kemerdekaan Indonesia
sekarang! Jangan sampai kita menyia-nyiakan kesempatan ini.”
Sutan Syahrir : “Tetapi jangan sampai proklamasi kemerdekaan Indonesia diproklamirkan
oleh PPKI.”
Darwis : “Kenapa kau berpendapat demikian, Syahrir?”
Sutan Syahrir : “PPKI adalah badan bentukan Jepang. Saya tidak ingin ada campur tangan
Jepang dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia!”
Chaerul Saleh : “Lalu siapa yang berhak memproklamirkan kemerdekaan, Syahrir?”
Sutan Syahrir : “Bung Karno lah yang berhak memproklamirkan kemerdekaan. Beliau
sebagai pemimpin rakyat, atas nama rakyat, dan melalui siaran radio!”
(berbicara dengan berapi-api)
Chaerul Saleh : “Masalahnya, apakah Bung Karno setuju? Beliau kan merupakan ketua
PPKI.”
Darwis : “Kalau beliau tetap menginginkan naskah proklamasi disusun oleh PPKI,
kita paksa saja dia! Kalau perlu..”
Sutan Syahrir : “Kalau perlu apa, Darwis?.. Kita harus bicarakan dulu secara baik-baik
dengan beliau!”
Chaerul Saleh : “Benar, kekerasan bukanlah penyelesaian yang tepat.”
Wikana : “Sebaiknya, setelah Bung Karno pulang dari Dalat, kita segera
menemuinya.”
Darwis, Syahrir, dan Saleh : “Setuju!” (Menjawab bersamaan)
SCENE 4 :
Pukul 00.00 golongan muda melakukan rapat di asrama Baperpi, Jl Cikini no. 71.
Dalam rapat ini diputuskan untuk mengamankan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok
dengan tujuan agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang.
Sukarni : “Saudara-saudara, sebagaimana yang kita ketahui, Bung Karno telah
menolak untuk segera melaksanakan proklamasi. Lalu apa yang harus kita
lakukan ?”
Wikana : “Kita amankan saja Bung Karno dan Bung Hatta lalu kita desak mereka
untuk segera melaksanakan proklamasi.”
Pemuda : “Amankan bagaimana?”
Wikana : ”Kita bawa keduanya ke suatu tempat, lalu kita bujuk mereka.”
Shaleh : “Saya setuju, dengan begitu Jepang tidak akan bisa mempengaruhi
mereka. Tapi.. kemana kita akan membawanya?”
Darwis : “Rengasdengklok!”
Sukarni : ”Rengasdengklok itu luas, dimana kita akan menempatkan keduanya?”
Darwis : “Saya akan menghubungi Shodanco Subeno untuk hal ini.”
(menelepon Subeno) “Selamat malam, Subeno”
Subeno : “Selamat malam. ada apa Darwis?”
Darwis : “Kami berencana mengamankan Bung Karno dan Bung Hatta untuk
mendesak mereka agar segera melaksanakan proklamasi.”
Subeno : “Apa? Mengamankan mereka?” (dengan terkejut)
Darwis : “Iya, dan kami sepakat untuk membawa mereka ke Rengasdengklok,
bisakah kau memberikan keamanan kepada kami dan mencarikan kami
tempat untuk menyembunyikan Soekarno-Hatta ?
Subeno : “Tentu, saya akan mengamankan anda semua. Untuk tempat, nanti kita
pakai rumah Jiaw Kie Song.”
Darwis : “Baiklah, Terima Kasih Subeno.”
Subeno : “Sama-sama” (menutup telepon)
Darwis : “Subeno setuju dan kita akan ditempatkan di rumah Jiaw Kie Song.”
Shaleh : “Kapan kita akan mengamankan Bung Karno dan Bung Hatta?”
Wikana : “Secepatnya. Bagaimana kalau besok subuh?”
Sukarni : “Pukul berapa?”
Shaleh : “Pukul 04.00, setuju?”
Pemuda : “Setuju!”
Pada tanggal 16 Agustus 1945, pukul 04.00 WIB, para pemuda berombong pergi ke
kediaman Moh. Hatta untuk dibawa ke Rengasdengklok tanpa sepengetahuan Golongan Tua.
Sukarni : (mengetuk pintu dengan keras) “Assalamuaikum”
Hatta : (membuka pintu) ”Waalaikumsalam”
Darwis : “Mari Bung, Bung Hatta harus ikut kami!”
Hatta : “Akan dibawa kemana aku ini ? Lagipula mengapa saya harus pergi ?”
Sukarni : “Rengasdengklok. Ini sudah menjadi keputusan para pemuda. Selain itu,
rakyat akan menyerbu kota.”
Darwis : “Ayolah Bung, waktumu hampir habis.”
Hatta : “Baiklah.”
Rombongan pemuda juga mengamankan Soekarno. Soekarno bersedia ikut dengan
rombongan pemuda ke Rengasdengklok jika anak dan istrinya diajak pula.
Shaleh : “Anda harus ikut kami ke Rengasdengklok”
Soekarno : “Untuk apa saya ikut dengan kalian?”
Singgih : “Ini sudah jadi kesepakatan para pemuda Bung, kami akan membawa
anda dan Bung Hatta ke Rengasdengklok”
Soekarno : “Bu, pemuda-pemuda ini akan membawaku ke Rengasdengklok.”
Fatmawati : “Untuk apa pak?”
Shaleh : “Untuk menjauhkan Bung Karno dan Bung Hatta dari pengaruh Jepang,
Bu.”
Fatmawati : “Lalu bagaimana denganku dan Guntur? Kalian akan meninggalkan
kami?”
Soekarno : “Benar, aku tidak mau berpisah dengan istri dan anakku. Jika kalian
membawaku, kalian juga harus membawa mereka.”
Wikana : “Baiklah Bung, kami akan membawa anda dan anak istri anda, tetapi kita
harus pergi sekarang.”
Soekarno : “Baiklah.”
Rombongan pemuda yang membawa Soekarno dan Hatta tiba di Rengasdengklok.
Bung Hatta telah sampai terlebih dahulu sebelum Bung Karno. Keduanya dibawa ke sebuah
ruangan di dalam rumah Jiaw Kie Song.
Hatta : “Sebenarnya apa yang kalian inginkan sehingga aku dibawa kemari?”
Sukarni : “Kami ingin anda dan Bung Karno segera melaksanakan proklamasi
kemerdekaan Indonesia.
(Soekarno, Wikana, Fatmawati masuk ke ruangan)
Hatta : “Bung Karno!”
Soekarno : “Hatta, ternyata kau sudah disini.”
Hatta : “Iyaa, mereka membawaku kemari, mereka membawa Fatma dan Guntur
juga?”
Soekarno : “Iyaa Hatta, benar. Sukarni, ada apa sebenarnya?”
Sukarni : “Begini Bung, kami ingin anda berdua segera memproklamasikan
kemerdekaan kita. Jepang sudah menyerah kepada sekutu Bung, juga
Indonesia saat ini mengalami kekosongan kekuasan, ini saat yang tepat
untuk kita memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.”
Soekarno : “Mengapa kau begitu mudah percaya kabar itu, Sukarni? Jepang pasti
akan memerdekakan kita. Tapi bukan sekarang.”
Wikana : “Saya tidak setuju dengan itu Bung, kami para pemuda ingin kemerdekaan
atas jerih payah kami sendiri, bukan karena hadiah dari Jepang.”
Sukarni : “Itu benar Bung, bila kita merdeka atas hadiah Jepang, maka kita adalah
bentukan Jepang, kita bisa dijajah lagi Bung.”
(Shaleh masuk tergopoh-gopoh)
Wikana : “Ada apa Shaleh, mengapa kau terengah-engah seperti itu?”
Shaleh : “Ada Soebardjo, dia memaksa masuk ingin menjemput Bung Karno
Wikana : “Baiklah aku akan keluar untuk menemuinya.” (keluar bersama shaleh)
Soebardjo : “Wikana, bisakah aku menemui Soekarno dan Hatta ?”
Wikana : “Untuk apa Anda ingin bertemu mereka, Bung?”
Soebardjo : “Rapat PPKI batal karena mereka tak ada. Jadi aku kemari untuk
menjemput mereka.”
Shaleh : “Tidak bisa, anda tidak berhak membawa mereka pulang.”
Soebardjo : “Mengapa ?”
Wikana : “Karena kami para pemuda sudah sepakat untuk mendesak mereka agar
segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa bantuan Jepang.”
Soebardjo : “Kalau begitu ijinkan aku menemui mereka terlebih dahulu”
Wikana : “Baiklah, mari masuk.”
(Soebardjo, Wikana, Shaleh masuk menemui Soekarno dan Hatta)
Soekarno : “Ada apa Soebardjo ?”
Soebardjo : “Rapat PPKI batal. Selain itu saya ingin menyampaikan bahwa Jepang
telah menyerah kepada Sekutu.”
Soekarno : “Jadi berita tersebut benar adanya?”
Soebardjo : “Benar, Bung.”
Hatta : “Bukankah saya dan Syahrir sudah memberitahukan berita ini kepada
Anda Bung?”
Soekarno : “Tapi saya belum percaya Hatta”
Wikana : “Kalau begitu tunggu apalagi? Mari kita memproklamasikan kemerdekaan
kita.”
Shaleh : “Benar!”
Hatta : “Iya. Sebaiknya memang begitu.”
Soekarno : “Baiklah, saya akan menuruti permintaan kalian.”
(Fatmawati menggendong Guntur yang menangis, menghampiri mereka)
Fatmawati : “Bolehkah kami pulang? Lihatlah, Guntur daritadi menangis terus.”
Soebardjo : “Benar, bolehkah saya membawa pulang Bung Karno dan Bung Hatta,
Wikana?”
Wikana : “Tidak!”
Soebardjo : “Saya berjanji akan menjaga mereka dengan taruhan nyawa saya.”
Wikana : “Apa aku bisa memegang janjimu itu ?”
Soebardjo : “Tentu saja.”
Wikana : “Baiklah kalau begitu.”
Soebardjo : “Terima kasih.”
pada pukul 23.00 WIB rombongan tiba di Jakarta.
Soebardjo : “Bagaimana kalau kita membicarakan naskah proklamasi untuk
mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia?”
Shaleh : “Kita butuh tempat untuk membahasnya, Bung. Tapi hari sudah malam
dan pihak Jepang tak mungkin mengizinkan kita melakukan kegiatan
sekarang, apalagi jika mereka tahu bahwa kita hendak membicarakan
rencana proklamasi.”
Soebardjo : “Saya punya ide. Kita akan meminjam rumah perwira Jepang, Laksamana
Maeda.”
(Rombongan kemudian berangkat ke rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol No.1)
Soebardjo : (mengetuk pintu)
Laksamana Maeda : (membuka pintu) “Selamat malam, Ada apa, Bung ?”
Soebardjo : “Maaf kami mengganggu Anda malam-malam begini. Kami perlu
tempat untuk membicarakan rencana kemerdekaan yang akan
dilangsungkan esok hari.”
Laksamana Maeda : “Benarkah itu? Kalau begitu, masuklah. Saya turut gembira
mendengar kabar ini. Silakan gunakan ruangan yang kalian butuhkan,
saya jamin keamanan anda sekalian disini. Saya akan pergi istirahat
dulu.”
Chairul Shaleh : “Terimakasih, Pak Perwira.
Soekarno : “Saudara-saudara, bagaimana bunyi naskah proklamasi kita ?” (menulis
kata “PROKLAMASI” sambil mengejanya)
Soebardjo : “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.”
Soekarno : “Baik, sudah saya tulis”
Hatta : “Lanjutannya Bung, Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan
lain-lain dilaksanakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya.”
Soekarno : (menulis sambil mengeja)” Djakarta, 17-8-05. Wakil bangsa Indonesia.
Yak, sudah selesai, apakah anda semua setuju?”
Pemuda : “Setuju”
Hatta : “Lalu, siapa yang akan menandatangani naskah ini?”
Soebardjo : “Bagaimana kalau naskah ini ditandatangani semua yang hadir?”
Sukarni : “Saya rasa jangan, terlalu banyak. Menurut saya, lebih baik Bung Karno
dan Bung Hatta saja yang menandatanganinya atas nama bangsa Indonesia”
Semuanya : “Setuju.”
Soekarno : “Sayuti, tolong kau ketikkan naskah ini.”
Sayuti :”Siap bung.” (keluar untuk mengetik naskah proklamasi)
Hatta : “Kapan kita akan melaksanakan proklamasi?”
Soekarno : “Menurut saya, tanggal 17 adalah tanggal yang baik. Angka 17 adalah
angka suci. Pertama-tama, kita sedang berada dalam bulan suci Ramadhan,
waktu kita semua berpuasa. Ini berarti saat yang paling suci bagi kita.
Tanggal 17 besok hari jum’at, hari jum’at itu adalah jum’at legi, jum’at
yang berbahagia, jum’at suci. Al-qur’an diturunkan pada tanggal 17, orang
islam sembahyang dengan jumlah 17 rakaat. Oleh karena itu, kesucian
angka 17, bukanlah buatan akal manusia.
Sukarni : “Setuju Bung, lebih cepat lebih baik. Pukul berapa kita akan
melaksanakannya?”
Hatta : “Pukul 10.00 tepat, bagaimana?”
Semuanya : “Setuju”
Soekarno : “Saya akan menyuruh Fatmawati untuk menjahit bendera merah putih,
tolong siapkan tiangnya.”
Diah : “Baik Bung, tapi dimana kita akan melaksanakannya?”
Soebardjo : “Di rumah Bung Karno!”
Semuanya : “Setuju”
(Sayuti masuk membawa naskah yang sudah diketik, memberikannya pada Soekarno)
Sayuti : “Ini naskahnya Bung, silakan ditandatangani.”
Soekarno-Hatta : “Baiklah” (menandatangani naskah)
Hatta : “Diah, tolong perbanyak naskah ini dan sebarkan ke seluruh Indonesia.”
BM. Diah : “Siap, Bung.” (pergi)
Di kediaman Soekarno
Soekarno : “Alhamdulillah akhirnya semua berjalan dengan lancar. Terimakasih ibu
telah menemani saya di saat-saat yang cukup menguras pikiran ini.”
Fatmawati : “Iya, terimakasih Gusti Allah yang telah memberikan jalan pada bangsa
kita untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Oh iya pak, apakah
kalian sudah merencanakan bagaimana proklamasi besok akan
berlangsung?”
Soekarno : “Sudah, kita akan melaksanakan upacara bendera, yang nantinya akan di
iringi lagu Indonesia Raya karya Bung Supratman.”
Fatmawati : “Bukankah kita belum memiliki bendera? Lantas bagaimana Pak?”
Soekarno : “Ya ampun, Bapak sampai lupa, Bu. Kalau begitu bagaimana jika Ibu saja
yang menjahitkan benderanya?”
Fatmawati : “Tapi Ibu tidak punya kain, Pak. Kain yang ada hanya kain merah dan
putih. Apa tidak apa-apa?”
Soekarno : “Tentu saja. Buatlah bendera yang sederhana. Yang penting kita sudah
berusaha untuk menyediakannya.”
Fatmawati : “Baiklah, Pak. Dan, Ibu punya ide. Kita namakan saja benderanya dengan
nama “Sang Saka Merah Putih”. Bagaimana?”
Soekarno : “Ide yang bagus. Ya, bendera pusaka “Sang Saka” dan warna nya merah
putih, menjadi “Sang Saka Merah Putih”!”
Fatmawati : “Ya sudah, sebaiknya Bapak bersiaplah. Menyusun pidato yang nanti akan
bapak bacakan.”
SCENE 5 :
Hari Jum’at pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB di Jl. Pegangsaan Timur
No.56 , dilangsungkan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Sebelum upacara dimulai…
Soekarno : “Trimurti, tolong Anda kibarkan bendera Merah Putih ini sebagai tanda
awal kejayaan bangsa ini.” (sambil menyerahkan bendera)
Trimurti : “Siap, Bung. Saya akan menyuruh anak didik saya untuk
mengibarkannya.”
(memanggil Suhud dan Latief) “Hei, kalian! Jaga baik-baik bendera ini.
Kalian mendapat kehormatan untuk mengibarkan bendera ini untuk
pertama kalinya dalam sejarah Indonesia.”
Latief & Suhud : “Siap, Komandan ! Kami tak akan mengecewakan Anda.”
Tiba saatnya Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia…
Tokoh-tokoh pejuang Indonesia telah hadir di lokasi. Di antaranya yaitu Mr. AA.
Maramis, HOS Cokroaminoto, Otto Iskandardinata, Ki Hajar Dewantara, M. Tabrani dll.
Suasana menjadi sangat hening. Soekarno dan Hatta dipersilahkan maju beberapa
langkah dari tempatnya semula. Soekarno mendekati mikrofon. Dengan suaranya yang
lantang dan mantap, Soekarno pun membacakan pidato pendahuluan sebelum beliau
membacakan teks proklamasi.
Pidato Soekarno :
Saudara-saudara sekalian! Saya telah minta Saudara hadir disini, untuk
menyaksikan peristiwa maha penting dalam sejarah bangsa kita. Berpuluh-puluh tahun kita
bangsa Indonesia telah berjuang umtuk merdeka. Bahkan telah beratus-ratus tahun lamanya,
gelombang aksi kita tidak putus dalam berjuang untuk memerdekakan negeri ini. Kita jatuh
bangun menyusun kekuatan untuk menggapai cita-cita Indonesia bebas dari penjajahan
bangsa lain. Semalam, kami para pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari berbagai penjuru
bergabung untuk memusyawarahkan dan permusyawaratan itu seiya-sekata berkata : inilah
saatnya bagi kita untuk mengobarkan api revolusi kemerdekaan Indonesia. Saudara
sekalian ! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah proklamasi kami:
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan bangsa Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l, diselenggarakan dengan tjara
saksama dan dalam tempoe jang sesingkat-singkatnya.
Soekarno-Hatta
Kemudian di kibarkanlah bendera Sang Saka Merah Putih diiringi lagu Indonesia
Raya. Hadirin turut menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia tersebut.
Peristiwa Proklamasi ini memang hanya berlangsung sebentar. Namun. Peristiwa itu
telah megubah segala sendi kehidupan bangsa Indonesia. Peristiwa Proklamasi
Kemerdekaan telah menjadi momentum puncak perjuangan Bangsa Indonesia. Oleh karena
itu, kita sebagai generasi penerus bangsa harus berprestasi dalam rangka mengisi
kemerdekaan tersebut, bukan malah menodainya. Kita harus bisa membalas budi para
pejuang Tanah Air jaman dahulu dengan cara mempertahankan kemerdekaan ini.