Laporan Pendahuluan SNH
Laporan Pendahuluan SNH
Disusun oleh :
Nim : 18230100034
BAB 1
1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Stroke sebagai salah satu penyakit degeneratif didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak
yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam)
dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik)
ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena,
yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (Junaidi, 2012).
Berdasarkan data World Health Organisation (WHO) tahun 2012 angka kematian akibat stroke
sebesar 51% diseluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan
sebesar 16% kematian stroke disebabkan karena tingginya kadar glukosa (Kemenkes RI, 2017).
American
Heart Assosiation (AHA, 2015) menyebutkan angka kejadian Stroke pada laki-laki usia 20-39
tahun sebanyak 0,2% dan perempuan sebanyak 0,7%. Usia 40-59 tahun angka terjadinya Stroke
pada perempuan sebanyak 2,2% dan laki-laki 1,9%. Kejadian stroke di Indonesia pada tahun
2018 yaitu sebanyak 10,9% dari 1.000 penduduk, sedangkan prevalensi di Kalimantan Timur
sebanyak 14,7% (Riskesdas, 2018). Data yang diperoleh dari studi pendahuluan pada tanggal 20
Januari 2020 di Ruang Unit Stroke RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan menunjukkan
angka kejadian stroke sejak bulan Januari 2019 hingga tanggal 20 Januari 2020 sebanyak 971
kasus, didominasi oleh stroke non hemoragik sebanyak 711 dan stroke hemoragik 260 pasien.
Stroke non hemoragik di definisikan sebagai suatu penyakit akibat tersumbatnya pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti (Nurarif Huda, 2016).
Hal ini disebabkan karena penumpukan kolestrol pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis)
atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak (Pudiastuti, 2011).
Prevalensi stroke non hemoragik yang tinggi tersebut umumnya di sebabkan dua faktor. Pertama
adalah genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh yang normal sehingga tidak dapat
dimodifikasi berupa usia, jenis kelamin, ras, riwayat stroke dalam keluarga dan serangan
Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Faktor kedua merupakan akibat dari gaya
hidup seseorang dan dapat dimodifikasi berupa hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
hiperlipidemia dan intoksikasi alkohol (WHO, 2012)
2
2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya "Bagaimana
gambaran asuhan keperawatan pada klien dengan SNH diruang Rawat inap RSU ADHYAKSA.
3. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan konperhensip pada klien dengan
SNH yang di rawat diruang Rawat Inap RSU Adhyaksa
b. Tujuan khusus
a) Mampu melakukan pengkjian keperawatan pada pasien SNH diruang Rawat Inap RSU
Adhyaksa
b) Mampu melakukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
persyarafan
c) Mampu membuat rencana keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem persyarafan
d) Mampu melaksanakan tindakan keperaatan sesuai dengan rencana yang telah di buat.
e) Mampu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah di laksanakan
f) Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilakukan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. KONSEP PENYAKIT
Stroke non hemoragik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti (Nurarif Huda, 2016). Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder (Wijaya & Putri 2013).
Stroke non hemoragik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang
disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan
oksigen di jaringan otak. Stroke non hemoragik dapat disebabkan oleh trombosis dan emboli,
sekitar 80-85% menderita penyakit stroke non-hemoragik dan 20% persen sisanya adalah
stroke hemoragik yang dapat disebabkan oleh pendarahan intraserebrum hipertensi dan
perdarahan subarachnoid (Wilson & Price, 2016).
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi tidak
lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap.
2. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli
ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang
mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung
pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
4
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan),
trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan
atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85
persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.
Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri
karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat
terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia,
anemia sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan
diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma,
diseksi aorta thorasik, arteritis)
a. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh
trombus/embolus.
b. Keadaan darah: viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat (polisetemial) yang
menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat: anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak
menurun.
c. Tekanan darah sistematik memegang peranan tekanan perfusi otak. Perlu diingat apa yang
disebut otoregulasi otak yakni kemampuan intrinsik dari pembuluh darah otak agar aliran darah
otak tetap konstan walaupun ada perubahan dari tekanan perfusi otak. Batas normal otoregulasi
antara 50-150 mmHg. Pada penderita hipertensi otoregulasi otak bergeser ke kanan.
d. Kelainan jantung
Menyebabkan menurunnya curah jantung antara lain fibrilasi, blok jantung.
Lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak.
FAKTOR RESIKO
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter untuk menemukan
penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko stroke non hemoragik, yakni:
5
Merokok
Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi atrium kiri)
Hiperkolesterolemia
Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas darah dan
penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi megalami stroke non hemoragik.
3. Patofiologi
Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis yang memberi
vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri
otak. Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma) dilokasi yang terbatas seperti di tempat percabangan
arteri. Trombosit selanjutnya melekat pada permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan
trombosit secara perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus. Trombus dan
emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa hingga terperangkap dalam pembuluh
darah distal, lalu menyebabkan pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan
mengalami kekurangan nutrisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan
glukosa akan menyebabkan asidosis atau tingginya kadar asam di dalam tubuh lalu asidosis akan
mengakibatkan natrium klorida, dan air masuk ke dalam sel otak dan kalium meninggalkan sel otak
sehingga terjadi edema setempat. Kemudian kalium akan masuk dan memicu serangkaian radikal
bebas sehingga terjadi perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami defisit
neurologis lalu mati (Esther, 2010).
Infark iskhemik serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:
a. Menyempitnya lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi atau jantung tidak dapat
memompa darah secara memadai keseluruh tubuh.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm.
c. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih tipis
sehingga dapat dengan mudah robek.
6
c) Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan
intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan tekanan perfusi otak.
d) Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya embolus
sehingga menimbulkan iskhemia otak. Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal
(thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung).
Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari
flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat
atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan
nekrosis diikuti thrombosis dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia
serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4- 6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya
cardiac arrest.
7
4. WOC
8
5. MANIFESTASI KLINIK
ada enam tanda dan gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Adapun gejala Stroke non hemoragik adalah:
Kehilangan motorik : stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada
neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling umum adalah hemiplegi
(paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparises
(kelemahan salah satu sisi tubuh).
Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi
dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara.
Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.
Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis yaitu
kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan.
Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus frontal, mempelajari
kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi.
Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urinarius
karena kerusakan kontrol motorik.
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Penatalaksanaan Umum
12
Indikator awal iskemik yang tampak pada CT -scan tanpa kontras adalah indikator independen
untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan
intrakranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam
pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien
mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5%
dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik.
Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke iskemik
biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang mengalami serangan stroke
berkembang menjadi chronic seizure disorders.
10. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
c. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
13
d. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
g. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya
ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
14
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburanpandangan
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara
b. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
c. Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda- tanda
dekubitus terutama pada daerahmyang menonjol karena klien CVA Bleeding
harus bed rest 2-3 minggu.
1. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis .
15
e. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidakteratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan.
f. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung .
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine.
h. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
i. Pemeriksaanneurologi
Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
1. Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi.
2. Pemeriksaan reflek
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan munculkembali
didahuli dengan refleks patologis.
k. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi
1. CT scan: didapatkan hiperdens fokal,
kadang-kadang masuk ventrikel atau
menyebar ke permukaan otak.
2. MRI untuk menunjukkan area yang
mengalami infark, hemoragik.
Pemeriksaan laboraturium
16
4. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali.
5. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada
darah itu sendiri.
3. Diagnosa keperawatan
4. Intervensi
17
o Tidak kekambuhan defisit (sensori, bahasa, intelektual dan emosi).
18
Rencana tindakan (SIKI, 2018)
Manajeman peningkatan tekanan intrakanial :
Observasi
o Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK.
o Monitor tekanan darah
o Monitor tingkat kesadaran
o Monitor status pernapasan
o Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
Terapeutik
o Berikan posisi semi fowler
o Pertahankan suhu tubuh normal
o Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian terapi obat
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapkan masalah
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dapat membaik.
Kriteria hasil
o Pergerakan ektremitas kekuatan otot rentang gerak (ROM) meningkat
o Klien tidak mengeluh nyeri
o Cemas klien menurun
o Tidak adanya kaku sendi
Rencana tindakan Dukungan mobilisasi
Observasi
o Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
o Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
o Monitor kondisi umum selama mobilisasi
Terapeutik
o Fasilitasi melakukan pergerakan ROM (Range of motion)
o Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatan pergerakan
o Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu
o Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur mobilissi
19
o Anjurkan melakukan mobilisasi dini
o Ajarkan mobilisasi sederhana yang dilakukan (mis,duduk ditempat tidur ,duduk
disisi ditempat tidur,pindah dari tempat tidur kekursi)
c. Defisit perawatan diri
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapkan masalah
defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular dapat meningkat
Kriteria hasil
o Kemampuan mandi, menggunakan pakaian, kemampuan makan, kemampuan
BAB BAK dapat meningkat
o Dapat melakukan perawatan diri secara mandiri
Rencana tindakan
Dukungan Perawatan Diri(siki)
Observasi:
o Identifikan jenis bantuan yang dibutuhkan.
o Monitor kebersihan tubuh.
Terapeutik:
o Sediakan perawatan mandi
o Sediakan lingkungan aman dan nyaman
o Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian.
Edukasi
o Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap kesehatan
o Ajarkan pada keluarga cara memandikan pasien
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapkan masalah
bersihan jalan nafas berhubungan dengan benda asing dalam jalan napas dapat membaik
Kriteria hasil
o Produksi sputum menurun
o Gelisah menurun
o Rencana tindakan
Manajemen jalan napas
Observasi
o Monitor pola napas
20
o Monitor bunyi tambahan
o Monitor sputum
Terapeutik
o Posisikan semi fowler atau fowler
o Berikan minum air hangat
o Lakukan fisioterapi dada jika, perlu
o Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
Edukasi
o Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari ,jika tidak kontra indikasi
o Ajarkan teknik batuk efektif
e. Risiko aspirasi
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapkan masalah
Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran kembali normal.
kriteria hasil :
o Reflek menelan meningkat
Rencana tindakan Pencegahan aspirasi
Observasi
o Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral.
o Periksa kepatenan selang nasogastrik sebelum memberi asupan oral.
Terapeutik
o Posisikan semi fowler
o Berikan makanan yang lunak/cair
f. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan status nutrisi
membaik
Kriteria hasil
Status nutrisi meningkat
Rencana tindaka Manajemen nutrisi ( siki )
Observasi
o Identifikasi status nutrisi
o Identfikasi alergi dan toleransi makanan
21
o Identifikasi makanan yang disukai
o Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
o Monitor berat badan
o Monitor asupan makanan
Terapeutik
o Lakukan oral hygiene sebelum makan , jika perlu
o Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis,piramida makanan)
o Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
o Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Edukasi
o Anjurkan posisi duduk , jika mampu
o Ajarkan diet yang diprogramkan
5. Implementasi
Pada tahan ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan
dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Nasrul
Effendy, 1995 dalam Judha & Rahil, 2011). Pencatatan pendokumentasian ini terfokus pada
metode Dar yaitu data (D) adalah data yang berisi tentang data subjektif dan objektif yang
mendukung dokumentasi asuhan keperawatan, action/tindakan (A) adalah tindakan keperawatan
yang dilakukan berdasarkan masalah, dan response (R) adalah menyediakan keadaan respon klien
terhadap tindakan keperawatan. (Judha & rahil,2011)
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang
disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat dan anggota tenaga kesehatan
lain. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi dan strategi evaluasi.
Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Terdapat jenis-jenis evaluasi dalam keperawatan yaitu, evaluasi formatif (proses)
merupakan aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan.
Selanjutnya evaluasi sumatif (hasil) yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau
tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara soap dengan kriteria hasil. Evaluasi
proses menggunakan metode soap yaitu, Subjektif adalah informasi berupa ungkapan yang
didapat dari klien setelah tindakan diberikan. objektif adalah informasi yang didapat berupa hasil
22
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan setelah dilakukan tindakan. Analisa adalah
membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil
kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi. Dan
yang terakhir planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan diagnosa.
23