Hasil Dan Pembahasan
Hasil Dan Pembahasan
Sumber: Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2017.
keseluruhan secara umum memiliki tekstur kasar dan warna hijau hingga kecoklatan
dan berbau khas sesuai tanaman pakannya cenderung menyengat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Imansyah (2008) yang menyatakan bahwa hijauan kering (hay)
secara organoleptik dalam hal tekstur, warna dan bau yakni teksturnya keras dan
kasar berbulu, warnanya hijau kecoklatan dan coklat, baunya menyengat. Umumnya
hijauan kering (hay) memiliki bentuk daun sejajar seperti pita maupun memanjang
atau potongan kasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan dkk, (2013) yang
menyatakan bahwa hijauan kering yang diberikan pada ternak berbentuk potongan
dalam bentuk kering mengandung kadar air 12% - 13%. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hatta dkk, (2016) yang menyatakan bahwa hijauan kering (hay) ialah pakan
yang berasal dari hijauan yang telah mengalami suatu proses yaitu pengeringan
dengan menggunakan sinar matahari sehingga diperoleh kandungan kadar air sekitar
12% - 13%. Bahan pakan yang merupakan hijauan kering (hay) contohnya yaitu
rumput gajah, rumput lapangan, tebon jagung, jerami padi dan sebagainya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Anwar dkk, (2016) yang menyatakan bahwa tanaman pakan
yang dikeringkan dan diberikan sebagai pakan untuk ternak berasal dari limbah
pertanian yang dikeringkan seperti tebon jagung atau tanaman pakan dari rumput
Secara Internasional seluruh tanaman pakan yang diberikan pada ternak dalam
kedaan yang kering akan masuk dalam golongan hijauan kering atau hay. Hal ini
sesuai dengan pendapat Harfinda dkk, (2016) yang menyatakan bahwa rumput dan
leguminosa yang dikeringkan sebagai bahan pakan digolongkan dalam kelas hijauan
kering. tanaman pakan yang masuk dalam golongan hay diperoleh dengan cara
pengawetan secara kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan dkk, (2013) yang
hingga kering.
Kelaziman pada hijauan kering (hay) termasuk pakan yang konvensional yaitu
pakan yang mudah untuk didapatkan dan diketahui oleh masyarakat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Harfinda dkk, (2016) yang menyatakan bahwa hijauan yang
kebutuhan pakan ternak. Zat antinutrisi yang terkandung dalam hijauan kering
contohnya tanin, tanin adalah senyawa yang berasal dari bahan alam yang banyak
terdapat pada berbagai tanaman yang mengandung protein kasar yang tinggi. Hal ini
senyawa pengikat protein yang tergolong sebagai zat antinutrisi yang terdapat pada
berbagai tanaman.
Hijauan Segar
organoleptik didapati hijauan segar secara umum memiliki bau khas masing-masing
tanaman pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryati dkk, (2016) yang menyatakan
bahwa hijauan segar yang diberikan pada ternak memiliki bau khas sebagai penciri
tanaman pakan tersebut. Secara umum dengan rabaan hijauan segar mempunyai
tekstur yang kasar dan berbulu atau lembut dan berbulu serta warna dominannya
adalah hijau dengan bentuk sesuai jenis tanaman asalnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Susanti dan Marhaeniyanto (2016) yang menyatakan bahwa hijauan segar
memiliki tekstur kasar ataupun lembut dengan bulu secara dominan sebagai penutup
permukaan daunnya serta warna hijau dengan bentuk yang beraneka ragam sesuai
tanaman.
Kandungan nutrisi yang secara umum terdapat dalam hijauan segar yakni
kadar air sekitar 80%, protein kasar, serat kasar, BETN, lemak kasar sekaligus zat
abu. Hal ini sesuai dengan pendapat Kataren dan Purba (2010) yang menyatakan
bahwa kandungan nutrisi dalam golongan leguminosa dan graminae seperti lamtoro
dan rumput gajah yakni kadar abu, lemak kasar, protein kasar, serat kasar dan BETN
dan kadar air yang tinggi ≥ 80%. Lamtoro sebagai hijauan segar memiliki kandungan
nutrisi yang cukup baik pada protein kasar sehingga cocok diberikan untuk ternak
ruminansia. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryati dkk, (2016) yang menyatakan
bahwa kadar air (KA) 11,3%, protein kasar (PK) 23,4%, lemak kasar (LK) 42,52%,
lamtoro sebagai legum dan rumput raja dari kelas graminae tergolong dalam hijauan
segar bila diberikan secara langsung kepada ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Harfinda dkk, (2016) yang menyatakan bahwa rumput dan legum tergolong dalam
hijauan segar secara internasional dengan pemberian kepada ternak secara langsung.
syarat diberikan langsung baik dipotong ataupun tidak kepada ternak. Hal ini sesuai
dengan pendapat dari susanti dan Marhaeniyanto (2012) yang menyatakan bahwa
saat pemberiannya yang secara langsung kepada ternak baik melalui proses chopper
atau tidak.
Zat antinutrisi yang sering ada pada kelas hijauan segar khususnya legum
adalah mimosin seperti pada lamtoro. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan dkk,
(2013) yang menyatakan bahwa lamtoro merupakan leguminosa hijauan segar yang
leguminosa pohon yang mengandung protein tinggi dan karatenoid. Menurut Muiz
mengandung protein tinggi berkisar 25% - 30% dan karetenoid yang sangat potensial
Sumber: Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2017.
fisik memiliki warna hijau kecoklatan dan memiliki bau agak harum kemanisan, tidak
berjamur dan tidak menggumpal. Hal ini sesuai dengan pendapat Prasetyawan dkk,
(2012) yang menyatakan bahwa silase yang baik tidak berjamur, tidak menggumpal,
memiliki bau khas harum kemanisan dan warna hijau kegelapan atau kecoklatan.
Silase memiliki bau yang khas yaitu berbau asam, segar dan enak. Hal ini sesuai
dengan pendapat Ramli dkk, (2008) yang menyatakan bahwa indikator silase yang
baik yaitu memiliki aroma khas yaitu asam, segar dan enak.
Kandungan nutrisi yang terdapat pada silase secara umum yakni kandungan
protein yang meningkat dari bahan baku awal proses pembuatan silase serta bahan
kering 30 – 35% dan kadar air sebesar 60 -70%. Hal ini sesuai dengan pendapat
Retnani dkk, (2011) yang menyatakan bahwa kandungan protein kasar pada silase
cenderung meningkat dari bahan bakunya setelah proses ensilase dengan kadar air
pada rentang 60 – 70% dan bahan kering sekitar 30 – 35%. Silase jerami padi yang
merupakan contoh dari bahan pakan yang masuk dalam golongan silase mempunyai
kadar protein sebesar 5,21% . Hal ini sesuai dengan pendapat Kojo dkk, (2015) yang
menyatakan bahwa kandungan protein kasar jerami padi baerada pada rentang 3 – 6%
didalam silo dalam kondisi anaerob masuk kedalam golongan bahan pakan silase. Hal
ini sesuai dengan pendapat Lamid (2010) yang menyatakan bahwa bahan pakan yang
melalui proses ensilase oleh bakteri asam laktat secara anaerob didalam silo. Bahan
pakan silase seperti silase jerami padi mempunyai daya simpan yang lebih lama dan
daya cerna yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kojo dkk, (2015) yang
menyatakan bahwa silase sebagai bahan pakan membuat bahan bakunya akan
menjadi lebih tinggi daya cernanya dan dapat disimpan lebih lama dengan nutrien
Antinutrisi dalam silase merupakan zat bawaan yang berasal dari bahan pakan
yang diolah menjadi silase. Hal ini sesuai dengan pendapat Lamid (2010) yang
menyatakan bahwa antinutrisi dalam bahan pakan silase adalah berasal dari bahan
dasar pembuatan silase yang tidak terdegradasi. Antinutrisi yang ada pada bahan
pakan silase jerami padi sebagai contoh bahan pakan silase adalah mimosin yang
dapat membuat ternak mengalami kembung. Hal ini sesuai dengan pendapat Ridwan
dkk, (2009) yang menyatakan bahwa mimosin dalam jerami padi menjadi penyebab
Kojo, R.M., Rustadi., Y.R.L. Tulung dan S.S. Malalantang. 2015. Pengaruh
penambahan dedak padi dan tepung jagung terhadap kualitas fisik silase rumput
gajah (Pennisetum purpuremcv. Hawaii). J. Zootek. 35 (1) : 21 – 29.
Anwar, M., P. Mulyani dan Mardiyono. 2016. Pendampingan pakan induk sapi
potong di kabupaten magelang. J. INFO 18(2): 71 – 79.
Harfinda, H., Rinindar dan Winarudin. 2016. Pengaruh pemberian ekstrak kulit
batang jaloh (Salix tetrasperma roxb) dan serbuk daun singkong (Manihot
esculenta crantz) terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler. J. Medika
Veterinaria 10(1): 51 - 54.