Anda di halaman 1dari 13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Bahan Pakan

Hijauan Kering atau Hay

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil tabel bahan pakan berupa hijauan

kering (hay) sebagai berikut :

Tabel 1. Bahan Pakan Sumber Hijauan Kering


No Bahan Pakan Organoleptik Kandungan Secara Secara Anti
Nutrisi (%) Internasi kelaziman Nutrisi
onal
1. Rumput Bentuk: KA : 21,79% 1 Lazim Tanin
Lapangan Memanjang PK : 15,50%
Tekstur: Kasar LK : 4,25%
Warna: hijau SK: 42,10%
kecoklatan Energi:55%
Bau: Menyengat Ca : 0,02%
P : 0,1%
2. Rumput Bentuk : KA : 13,52% 1 Lazim Tanin
gajah potongan kecil PK : 15,4%
Tekstur : LK :0,41%
kasar SK : 45,28%
Warna : Energi : 61%
kuning Ca : 0,62%
kecoklatan P : 0,72%
Bau :
menyengat
3. Daun Bentuk : KA : 91,24% 1 Lazim HCN
Singkong potongan PK : 21,33%
Tekstur : keras LK : 2,41%
Warna : kuning SK : 27,7%
kecoklatan Energi : 2,420%
Bau : Ca : 0,14%
Menyengat
No Bahan Pakan Organoleptik Kandungan Secara Secara Anti
Nutrisi (%) Internasion kelaziman Nutrisi
al
5. Tepung Bentuk : KA : 80,05% 1 Lazim Tani
Kangkung Tepung kasar PK : 14,28% n
Tekstur : kasar LK : 4,26%
Warna : coklat SK : 24,54%
kekuningan Energi : 48%
kecoklatan Ca : 0,25%
Bau :
Menyengat, Khas
6. Tepung Bentuk : KA : 24,77% 1 Tidak Lazim -
Pucuk Tebu tepung PK : 5,47%
Tekstur : agak LK : 1,37%
halus SK : 39,9%
Warna :
kecoklatan
Bau:
Menyengat, Khas
7. Kulit Bentuk : KA : 81,18% 1 Tidak Lazim Asam
Edamame Spiral PK : 8,33% Oksala
Tekstur : kasar LK : 1,04% t
dan keras SK : 38,28%
Warna : coklat Energi : 1,554%
kekuningan Ca : 0,19%
Bau :
Seperti kedelai
kering, khas
8. Enceng Bentuk : KA : 79,44% 1 Lazim Asam
Gondok Daun kering, PK : 13,42% Oksala
potongan LK : 3,88% t
Tekstur : kasar SK : 29,04%
Warna : coklat Energi : 2,110%
Bau:
khas
9. Jerami Bentuk : KA : 75,45% 1 Lazim Asam
Jagung Potongan kasar PK : 2,6% Oksala
Tekstur : kasar LK : 2,21% t dan
dan keras SK : 26,3% tanin
Warna : coklat Energi : 62,05%
kekuningan Ca : 0,42%
Bau :
Jagung kering,
khas
10. Rumput Bentuk : KA : 86,48% 1 Lazim Asam
Gajah Potongan daun PK : 15,11% Oksala
kering LK : 0,41% t
Tekstur : kasar SK : 45,28%
Warna : coklat Energi : 61%
Bau: Ca : 0,62%
Khas dan
menyengat
11. Rumput Bentuk : KA : 87.72% 1 Tidak Lazim Asam
Lapangan Potongan kecil PK : 7,54% Oksala
Tekstur : kasar LK : 1,06% t
dan keras SK : 29,09%
Warna : hijau Energi : 48%
cerah daun Ca : 0,22%
Bau : seperti teh
12. Fooder Bentuk : KA : 82,63% 1 Lazim Saponi
Jagung Daun kering, PK : 6,38% n
potongan LK : 2,92%
Tekstur : kasar SK : 31,44%
Warna : coklat Energi : 52%
Bau: Ca : 0,18%
Khas

Sumber: Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2017.

Berdasarkan hasil praktikum mengenai hijauan kering diketahui secara

keseluruhan secara umum memiliki tekstur kasar dan warna hijau hingga kecoklatan

dan berbau khas sesuai tanaman pakannya cenderung menyengat. Hal ini sesuai

dengan pendapat Imansyah (2008) yang menyatakan bahwa hijauan kering (hay)

secara organoleptik dalam hal tekstur, warna dan bau yakni teksturnya keras dan

kasar berbulu, warnanya hijau kecoklatan dan coklat, baunya menyengat. Umumnya

hijauan kering (hay) memiliki bentuk daun sejajar seperti pita maupun memanjang

atau potongan kasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan dkk, (2013) yang

menyatakan bahwa hijauan kering yang diberikan pada ternak berbentuk potongan

dapat masih berupa daun asli tanaman pakan yang dikeringkan.


Kandungan nutrisi dalam hijauan kering (hay) sebagai tanaman hijauan yang

diawetkan dengan cara dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian disimpan

dalam bentuk kering mengandung kadar air 12% - 13%. Hal ini sesuai dengan

pendapat Hatta dkk, (2016) yang menyatakan bahwa hijauan kering (hay) ialah pakan

yang berasal dari hijauan yang telah mengalami suatu proses yaitu pengeringan

dengan menggunakan sinar matahari sehingga diperoleh kandungan kadar air sekitar

12% - 13%. Bahan pakan yang merupakan hijauan kering (hay) contohnya yaitu

rumput gajah, rumput lapangan, tebon jagung, jerami padi dan sebagainya. Hal ini

sesuai dengan pendapat Anwar dkk, (2016) yang menyatakan bahwa tanaman pakan

yang dikeringkan dan diberikan sebagai pakan untuk ternak berasal dari limbah

pertanian yang dikeringkan seperti tebon jagung atau tanaman pakan dari rumput

yakni rumput gajah.

Secara Internasional seluruh tanaman pakan yang diberikan pada ternak dalam

kedaan yang kering akan masuk dalam golongan hijauan kering atau hay. Hal ini

sesuai dengan pendapat Harfinda dkk, (2016) yang menyatakan bahwa rumput dan

leguminosa yang dikeringkan sebagai bahan pakan digolongkan dalam kelas hijauan

kering. tanaman pakan yang masuk dalam golongan hay diperoleh dengan cara

pengawetan secara kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan dkk, (2013) yang

menyatakan bahwa hijauan kering diperoleh melalui cara pegawetan penjemuran

hingga kering.

Kelaziman pada hijauan kering (hay) termasuk pakan yang konvensional yaitu

pakan yang mudah untuk didapatkan dan diketahui oleh masyarakat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Harfinda dkk, (2016) yang menyatakan bahwa hijauan yang

dikeringkan termasuk dalam pakan yang biasa digunakan dalam pemenuhan

kebutuhan pakan ternak. Zat antinutrisi yang terkandung dalam hijauan kering

contohnya tanin, tanin adalah senyawa yang berasal dari bahan alam yang banyak

terdapat pada berbagai tanaman yang mengandung protein kasar yang tinggi. Hal ini

sesuai dengan pendapat Islamiya (2015) menyatakan bahwa tanin merupakan

senyawa pengikat protein yang tergolong sebagai zat antinutrisi yang terdapat pada

berbagai tanaman.

Hijauan Segar

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil tabel bahan pakan berupa hijauan

segar sebagai berikut :

Tabel 2. Bahan Pakan Sumber Hijauan Pakan


No Bahan Pakan Organoleptik Kandungan Secara Secara Anti
Nutrisi (%) Internasional kelaziman Nutrisi

1. Lamtoro Bentuk : daun BK : 88,7% 2 Lazim Mimosin


kecil, PK : 23,4%
lojong/majemuk LK : 1,82%
Tekstur : halus SK: 42,52%
Warna : hijau Energi :
Bau : 50,55%
harum/wangi Ca : 0,6%

2. Gamal Bentuk : daun BK : 85,91 % 2 Lazim HCN


menyirip, oval PK : 28,7%
Tekstur : halus LK :0,83%
Warna : hijau SK : 40,91%
Bau : wangi Energi : 60%
segar Ca : 0,42%

3. Sentro Bentuk : daun BK : 91,24% 2 Lazim Tanin


menyirip, PK : 21,33%
trivoliat LK : 2,41%
Tekstur : kasar, SK : 27,7%
ada bulu Energi : 61
Warna : hijau Ca : 0,62%

4. Hijauan Bentuk : BK : 86,48% 2 Lazim Asam Oksalat


rumput Potongan PK : 15,11%
gajah Tekstur : Kasar LK : 0,41%
Warna : Hijau SK : 45,28%
tua batangnya Energi : 47%
puth Ca : 0,01%
Bau : Khas P : 0,4%
rumput gajah

5. Daun Bentuk : daun BK : 86,45% 2 Lazim Tanin


Mimba bergerigi kecil PK : 20,52%
Tekstur : halus LK : 1,05%
Warna : hijau SK: 57,5%
Bau : Energi :
harum/wangi 55,82%
khas daun Ca : 0,52%
6. Babadotan Bentuk : daun BK : 84,65 % 2 Lazim Asam Oksalat
berbulu PK : 10,54%
Tekstur : halus LK :1,42%
Warna : hijau SK : 35,91%
Bau : wangi Energi : %
segar minyak
kayu putih
Sumber: Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2017.

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa pada pengamatan secara

organoleptik didapati hijauan segar secara umum memiliki bau khas masing-masing
tanaman pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryati dkk, (2016) yang menyatakan

bahwa hijauan segar yang diberikan pada ternak memiliki bau khas sebagai penciri

tanaman pakan tersebut. Secara umum dengan rabaan hijauan segar mempunyai

tekstur yang kasar dan berbulu atau lembut dan berbulu serta warna dominannya

adalah hijau dengan bentuk sesuai jenis tanaman asalnya. Hal ini sesuai dengan

pendapat Susanti dan Marhaeniyanto (2016) yang menyatakan bahwa hijauan segar

memiliki tekstur kasar ataupun lembut dengan bulu secara dominan sebagai penutup

permukaan daunnya serta warna hijau dengan bentuk yang beraneka ragam sesuai

tanaman.

Kandungan nutrisi yang secara umum terdapat dalam hijauan segar yakni

kadar air sekitar 80%, protein kasar, serat kasar, BETN, lemak kasar sekaligus zat

abu. Hal ini sesuai dengan pendapat Kataren dan Purba (2010) yang menyatakan

bahwa kandungan nutrisi dalam golongan leguminosa dan graminae seperti lamtoro

dan rumput gajah yakni kadar abu, lemak kasar, protein kasar, serat kasar dan BETN

dan kadar air yang tinggi ≥ 80%. Lamtoro sebagai hijauan segar memiliki kandungan

nutrisi yang cukup baik pada protein kasar sehingga cocok diberikan untuk ternak

ruminansia. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryati dkk, (2016) yang menyatakan

bahwa kadar air (KA) 11,3%, protein kasar (PK) 23,4%, lemak kasar (LK) 42,52%,

serat kasar (SK) 1,82%, energi 50,53%, Ca 0,6% dan P 0,1%.

Berdasarkan penggolongan bahan pakan secara internasional diketahui bahwa

lamtoro sebagai legum dan rumput raja dari kelas graminae tergolong dalam hijauan

segar bila diberikan secara langsung kepada ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Harfinda dkk, (2016) yang menyatakan bahwa rumput dan legum tergolong dalam

hijauan segar secara internasional dengan pemberian kepada ternak secara langsung.

hijauan segar merupakan penggolongan bahan pakan secara internasional dengan

syarat diberikan langsung baik dipotong ataupun tidak kepada ternak. Hal ini sesuai

dengan pendapat dari susanti dan Marhaeniyanto (2012) yang menyatakan bahwa

penggolongan hijauan segar secara internasional dilakukan dengan melihat kondisi

saat pemberiannya yang secara langsung kepada ternak baik melalui proses chopper

atau tidak.

Zat antinutrisi yang sering ada pada kelas hijauan segar khususnya legum

adalah mimosin seperti pada lamtoro. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan dkk,

(2013) yang menyatakan bahwa lamtoro merupakan leguminosa hijauan segar yang

mempunyai mimosin sebagai antinutrisinya. lamtoro merupakan salah satu

leguminosa pohon yang mengandung protein tinggi dan karatenoid. Menurut Muiz

(2016) menyatakan lamtoro merupakan salah satu leguminosa pohon yang

mengandung protein tinggi berkisar 25% - 30% dan karetenoid yang sangat potensial

bagi pakan ternaknamun mengandung mimosin yang dapat menghambat pencernaan

dalam kadar tertentu.


Silase

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil tabel bahan pakan berupa hijauan

segar sebagai berikut :

Tabel 3. Bahan Pakan Sumber Hijauan Pakan


No Bahan Pakan Organoleptik Kandungan Secara Secara Anti
Nutrisi (%) Internasional kelaziman Nutrisi

1. Silase Bentuk : daun BK : 31,87% 3 Lazim Mimosin


Jerami Padi kecil, berbentuk PK : 5,21%
potongan LK : 1,17%
Tekstur : kasar SK: 26,77%
Warna : coklat Energi : 52%
keputihan Ca : 0,35%
Bau : busuk
2. Silase Bentuk : daun BK : 72,44 % 3 Lazim -
Rumput berupa potongan PK : 10,2%
Gajah Tekstur : lembut LK :3,82%
Warna : coklat SK : 28,42%
kemerha na Energi : 52%
Bau : Ca : 0,32%
menyengat apek
3. Silase Bentuk : Tepung BK : 71,83% 3 Lazim Asam Oksalat
Rumput kasar PK : 10,2%
Lapang Tekstur : kasar LK : 3,82%
Warna : cokat SK : 27,84%
kemerahan Energi : 51
Bau : Seperti Ca : 0,14%
jerami padi
4. Konsentrat Bentuk : tepung BK : 82,92% 3 Lazim -
Probiotik kasar PK : 15,14%
Tekstur : Kasar LK : 5,22%
Warna : Coklat SK : 33,28%
Bau : Khas agak Energi : 61,5%
menyengat Ca : 0,72%

5. Konsentrat Bentuk : BK : 82,93% 3 Lazim -


Fermentasi Gumpalan kasar PK : 16,14%
Probiotik Tekstur : halus LK : 5,32%
Warna : Coklat SK: 23,28%
Bau : sangat Energi : 51.5%
menyengat Ca : 0,62%

Sumber: Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2017.

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diketahui bahwa silase secara

fisik memiliki warna hijau kecoklatan dan memiliki bau agak harum kemanisan, tidak

berjamur dan tidak menggumpal. Hal ini sesuai dengan pendapat Prasetyawan dkk,

(2012) yang menyatakan bahwa silase yang baik tidak berjamur, tidak menggumpal,

memiliki bau khas harum kemanisan dan warna hijau kegelapan atau kecoklatan.

Silase memiliki bau yang khas yaitu berbau asam, segar dan enak. Hal ini sesuai

dengan pendapat Ramli dkk, (2008) yang menyatakan bahwa indikator silase yang

baik yaitu memiliki aroma khas yaitu asam, segar dan enak.

Kandungan nutrisi yang terdapat pada silase secara umum yakni kandungan

protein yang meningkat dari bahan baku awal proses pembuatan silase serta bahan

kering 30 – 35% dan kadar air sebesar 60 -70%. Hal ini sesuai dengan pendapat

Retnani dkk, (2011) yang menyatakan bahwa kandungan protein kasar pada silase

cenderung meningkat dari bahan bakunya setelah proses ensilase dengan kadar air

pada rentang 60 – 70% dan bahan kering sekitar 30 – 35%. Silase jerami padi yang

merupakan contoh dari bahan pakan yang masuk dalam golongan silase mempunyai

kadar protein sebesar 5,21% . Hal ini sesuai dengan pendapat Kojo dkk, (2015) yang
menyatakan bahwa kandungan protein kasar jerami padi baerada pada rentang 3 – 6%

yang tergolong rendah.

Secara Internasional semua bahan pakan yang diproses melalui ensilase

didalam silo dalam kondisi anaerob masuk kedalam golongan bahan pakan silase. Hal

ini sesuai dengan pendapat Lamid (2010) yang menyatakan bahwa bahan pakan yang

melalui proses ensilase oleh bakteri asam laktat secara anaerob didalam silo. Bahan

pakan silase seperti silase jerami padi mempunyai daya simpan yang lebih lama dan

daya cerna yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kojo dkk, (2015) yang

menyatakan bahwa silase sebagai bahan pakan membuat bahan bakunya akan

menjadi lebih tinggi daya cernanya dan dapat disimpan lebih lama dengan nutrien

yang stabil pada rentang waktu yang relatif lama.

Antinutrisi dalam silase merupakan zat bawaan yang berasal dari bahan pakan

yang diolah menjadi silase. Hal ini sesuai dengan pendapat Lamid (2010) yang

menyatakan bahwa antinutrisi dalam bahan pakan silase adalah berasal dari bahan

dasar pembuatan silase yang tidak terdegradasi. Antinutrisi yang ada pada bahan

pakan silase jerami padi sebagai contoh bahan pakan silase adalah mimosin yang

dapat membuat ternak mengalami kembung. Hal ini sesuai dengan pendapat Ridwan

dkk, (2009) yang menyatakan bahwa mimosin dalam jerami padi menjadi penyebab

kembung pada ternak bila dalam pemberian yang tidak terukur.


Hatta, U., B. Sundu dan A.P. Damayanti. 2010. Pengaruh kombinasi enzim dan
bungkil inti sawit terhadap keseragaman tumbuh, livebilitas, income over feed
dan chick cost ayam broiler. J. Agroland. 17(1) : 77-84.

Imansyah, T.A.D. 2008. Pengaruh Penggunaan Bungkil Biji Kapuk (Ceiba


Pentandra) dalam Ransum terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan
Organik padaDomba Lokal Jantan. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret, Surakarta. (Skripsi)

Islamiya T. Y. 2015. Karakteristik Mie Basah Dengan Substitusi Tepung Jagung


Kuning Dan Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) Sebagai Pangan
Fungsional. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jember. (Skripsi).
Kataren, P dan M. Purba. 2010. Performa itik majantan umur 6 minggu dengan
suplementasi santoquin dan vitamin E dalam pakan. Jurnal Ilmu Ternak. 2(5) :
16-22.

Muiz, A. 2016. Pengaruh penggunaan tepung daun binahong (andredera cordifolia)


sebagai feed additive terhadap kualitas karkas ayam pedaging. J. Agrisains 17
(1) : 54 – 61.

Prastyawan, R.M., B.I.M. Tampoebolon dan Surono. 2012. Peningkatan kualitas


tongkol jagung melalui teknologi amoniasi fermentasi terhadap kecernaan
bahan kering dan bahan organic serta protein total secara in vitro. J. Animal
Agriculture. 1 (1): 611 – 621.
Ramli, N., Yatno., A. D. Hasjmy., Sumiaty., Rismawati dan R. Estianan. 2008.
Evaluasi sifat fisio-kimia dan nilai energi metabolit konsentrat protein bungkil
inti sawit pada broiler. J. Ilmu Ternak Veteriner. 23 (4) : 249 – 255.
Ridwan, R., S. Ratnakomala, G Kartina, dan Y. Widyastuti. 2009. Pengaruh
Penambahan Dedak Padi dan Lactobacillus planlarum lBL-2 dalam Pembuatan
Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). J. Media Peternakan. 28 (3): 24
-31.

Lamid, M. 2010. Karakteristik silase pucuk tebu dengan penambahan Lactobacillus


plantarum. J. Agroveterinner. 1 (1) : 5 – 10.

Kojo, R.M., Rustadi., Y.R.L. Tulung dan S.S. Malalantang. 2015. Pengaruh
penambahan dedak padi dan tepung jagung terhadap kualitas fisik silase rumput
gajah (Pennisetum purpuremcv. Hawaii). J. Zootek. 35 (1) : 21 – 29.

Gunawan, E. R., D. Suhenda dan D. Hermanto. 2013. Optimalisasi integrasi sapi,


jagung dan rumpt laut(pijar) pada teknologi pengolahan pakan ternak berbasis
limbah pertanian jagung – rumput laut guna mendukung program bumi sejuta
sapi (BSS) di nusa tenggara barat. J. Buletin Peternakan 37(3): 157 – 164.

Anwar, M., P. Mulyani dan Mardiyono. 2016. Pendampingan pakan induk sapi
potong di kabupaten magelang. J. INFO 18(2): 71 – 79.

Harfinda, H., Rinindar dan Winarudin. 2016. Pengaruh pemberian ekstrak kulit
batang jaloh (Salix tetrasperma roxb) dan serbuk daun singkong (Manihot
esculenta crantz) terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler. J. Medika
Veterinaria 10(1): 51 - 54.

Suryati, R. Linda dan Mukarlina. 2016. Kemampuan ekstrak daun bandotan


(Ageratum conyzoides l.) dalam mempertahankan kesegaran buah tomat. J.
Protobiont 5(1): 14 – 19.

Susanti, S. dan Marhaeniyanto. 2012. Proporsi penggunaan berbagai jenis daun


tanaman untuk pakan ternak kambing pada lokasi dan ketinggian berbeda di
wilayah malang raya. J. Ilmu-ilmu Peternakan 26(3): 42 -52.

Anda mungkin juga menyukai