PENDAHULUAN
Lakukan evaluasi
3.1 Hasil
Evaluasi Hasil Pengamatan
Organoleptis Warna : Putih
Rasa : Pahit
Bau : menyengat
Bentuk : cair, tidak larut
pH (25oC) Replikasi 1 : 3,6
Replikasi 2 : 3,7
Replikasi 3 : 3,6
Rata-rata : 3,63
Kejernihan Layar gelap : keruh dan tidak larut
Layar terang : tidak ada partikel-partikel
hitam
Bobot jenis 0,995 gram/ml
Viskositas Rpm : 60
Persentase : 3,7 %
Cp : 17,5
Rotor : 2#
3.2 Perhitungan
a. Parasetamol 120 mg/ml
120 x 60 ml = 7200 mg = 7,2 gram
b. Etanol 5 ml
c. Propilenglikol 7 ml
d. Sirup Simplek 20 %
20
= 100 x 60 ml = 12 ml
f. Aquadest ad 60 ml
g. Bobot jenis
Dik. Pikno kosong =17,77 gr
Pikno + air = 44,91 gr
Bobot air = (Pikno + Air) – (Pikno kosong)
= 44,91 – 17,77 = 27,14 gr
𝑀 𝐴𝑖𝑟
V Air = 𝜌 𝐴𝑖𝑟
27,14
= = 27,22 ml
0,997
Pada praktikum kali ini membahas tentang pembuatan dan evaluasi sediaan
sirup, yang bertujuan dapat membuat dan mengevaluasi bentuk-bentuk sediaan
sirup untuk penggunaan obat dalam sesuai dengan formula. Adapun sirup adalah
sediaan cair kental yang memiliki kadar gula terlarut yang tinggi, tetapi hampir
tidak memiliki kecenderungan untuk mengendapkan kristal.
Formula yang digunakan pada praktikum kali ini adalah parasetamol
sebagai zat aktif, etanol, propilenglikol, sirup simplek, asam benzoat dan aquadest.
Parasetamol atau bisa disebut dengan asetaminopen adalah obat golongan analgesik
dan antiperetik yang populer. Selain itu, parasetamol tergolong aman dalam dosis
standar, tetapi karena mudah didapat sehingga over dosis obat baik sengaja atau
tidak sengaja sering terjadi. Etanol berperan sebagai bahan tambahan (bukan zat
aktif), untuk membantu zat aktif yang tidak dapat larut dalam air sehingga terbantu
kelarutannya. Propilenglikol dapat melarutkan parasetamol, dimana parasetamol
agak sukar larut air karena dilihat dari kelarutannya yang dapat larut dalam air serta
tidak kompatibel dengan bahan lain. Sirup simplek dipilih sebagai pemanis karena
dapat menutupi rasa pahit dan tidak enak dari obat. Asam benzoat digunakan
sebagai pengawet agar sirup tahan lama dan bisa dipakai berulang-ulang, dan
aquadest berperan sebagai pelarut (Depkes RI, 2014).
Proses pembuatan sirup dapat dilakukan dengan beberapa metode/cara,
tergantung dari bahan yang digunakan terutama menyangkut sifat-sifat dan kimia
dari bahan aktif. Metode pembuatan sirup tersebut antara lain: metode pelarutan
dengan pemanasan, metode pengadukan tanpa pemanasan, metode penambahan
bahan aktif ke dalam sirup sederhana (sirup simplek) dan metode perkolasi (Ansel
dkk, 2009). Adapun metode yang digunakan pada praktikum kali ini ialah metode
pengadukan tanpa pemanasan.
Setelah sediaan sirup dibuat sesuai formula, kemudian sediaan tersebut
dilakukan evaluasi. Adapun evaluasi yang dilakukan meliputi organoleptis, uji ph,
uji kejernihan, uji bobot jenis dan uji viskositas. Pengujian tersebut dilakukan
sebagai evaluasi mutu sediaan obat.
Uji organoleptis bertujuan untuk mengetahui rasa, bau, warna dan rasa dari
sediaan yang dibuat. Dilihat dari warna, sediaan sirup memiliki warna putih,
memiliki bau menyengat, berbentuk cair dan memiliki rasa pahit. Warna putih dan
rasa pahit ditimbulkan dari zat aktif parasetamol itu sendiri karena pada saat
praktikum tidak menggunakan zat pewarna dan essence.
Uji ph bertujuan untuk melihat tingkat keasaman sediaan, untuk sediaan oral
di usahakan ph mendekati netral atau ph 7 (Pratimasari dan Novena, 2018). Pada
pengujian ph, yaitu dilakukan 3 kali replikasi sehingga diperoleh rata rata ph 3,63.
Sehingga hal tersebut tidak sesuai literatur Pratimasari dan Novena (2018), karena
seharusnya sirup parasetamol memiliki ph 6 dimana pada saat itu parasetamol
dalam keadaan stabil. Selaian itu faktor yang dapat menyebakan tidak sesuai ialah
pengaruh dari ph parasetamol ataupun aquades.
Uji kejernihan bertujuan untuk memastikan bahwa larutan yang di uji
terbebas dari pengotor. Menurut literatur (Fickri, 2018) suatu cairan dinyatakan
jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan. Pada uji
kejernihan dilakukan oleh 2 cara yaitu layar gelap dan layar terang. Pada layar gelap
terlihat keruh dan tidak larut sedangkan pada layar terang tidak ada partikel-partikel
hitam yang terlihat. Hal ini tidak sesuai karena masih ada partikel-partikel yang
terlihat, sediaan sirup seharusnya jernih dan tidak mengandung pengotor
didalamnya (Fickri, 2018).
Kemudian uji bobot jenis bertujuan untuk menjamin bobot jenis yang sesuai
dengan spesifikasi dari produk yang telah ditetapkan. Pada pengujian bobot jenis
menggunakan piknometer, yaitu piknometer kosong ditimbang kemudian di isi
penuh oleh sediaan, lalu ditimbang lagi. Kemudian dihitung bobot jenis
menggunakan rumus sehingga diperoleh hasil 0,995 gram/ml. Hal tersebut juga
tidak sesuai, karena seharusnya sediaan sirup memiliki bobot jenis sebesar 1,198
gram/ml (Pfizer, 2007). Faktor yang menyebabkan tidak sesuai kemungkinan
disebabkan karena adanya kontaminasi, atau bisa karena kurang teliti pada saat
penimbangan.
Dan yang terakhir yaitu uji viskositas, yang bertujuan untuk mengetahui
tingkat kekentalan sirup tersebut. Uji ini dilakukan dengan menggunakan
viskometer stromer, adapun hasil yang diperoleh ialah 17,5 cp. Hal tersebut sudah
sesuai dengan persyaratan dari viskositas sirup, dimana syarat dari viskositas sirup
ialah antara 10-30 cp (Leiwakabessy, 2018). Apabila suatu sediaan memiliki
viskositas tinggi maka akan semakin kental bentuk sediaan tersebut.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terjadi
ketidaksesuaian antara hasil pengujian dengan standar yang telah ditetapkan.
Karena menurut literatur Rosalina (2018) menyatakan bahwa akurasi dari suatu
metode analisis adalah kedekatan nilai hasil uji yang diperoleh dengan prosedur
analisis. Adapun faktor lain yang mempengaruhi ketidaksesuaian hasil pengujian
yaitu terdapat pada pelarut yang digunakan dalam pengujian yaitu etanol 70%.
Etanol termasuk dalam pelarut organik yang mudah menguap sehingga sebelum
pengukuran sampel dimungkinkan sebagian sampel telah menguap bersama dengan
pelarut etanol tersebut sehingga menyebabkan hasil penyerapannya berkurang serta
kurangnya faktor pengadukkan sebelum larutan sampel hendak di ukur juga
mempengaruhi hasil yang didapatkan dalam pengujian, sebab larutan harus benar-
benar homogen agar didapatkan hasil yang maksimal dalam pengujian.
BAB V
KESIMPULAN
Ansel, Howard, C., Loyd, V.A, Jr., dan Nicholas, G.P. 2009. Bentuk Sediaan
Farmasetis & Sistem Penghantar Obat. Jakarta : EGC.
British Pharmacopea. 2009. British National Formulary. Vol. 1 & 2. London : The
British Pharmacopea Commision.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta : Depkes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V.
Jakarta : Depkes RI.
Fickri, D. Zainuddin. 2018. Formulasi dan Uji Stabilitas Sediaan Sirup Anti Alergi
Dengan Bahan Aktif CTM. Journal of Pharmaceitical Care Anwar Medika.
Vol. 1 (1).
Leiwakabessy, Ivonnem dan Bertaollin. 2018. Uji Teknologi Pembuatan Sirup
Matoa Pommetia Pinnata Skala Rumah Tangga. Papua : Universitas
Kristen Papua.
Margareth, R.C., Marques, Cole, E., Kruep, D., Gray, V., Muarachanian, D.,
Brown, W.E., dan Giancaspro, D. 2009. Liquid filled Gelatin Capsule.
Pharmacopeial Forum. 1032-1033.
Pfizer. 2007. Pfizer MSDS of Cetirizine HCL Syrup. USA.
Pratimasari, Diah dan Novena, Y.L. 2018. Optimasi Zat Warna Bunga Telang
(Clitoria ternatea) Sebagai Pewarna Alami Pada Sirup Parasetamol. Jurnal
Ilmiah Manuntung. Vol.4 (2). 89-97.
Rosalina, Vivi. 2018. Analisis Kadar Sediaan Paracetamol Syrup Anak Terhadap
Lama Penyimpanan dan Suhu Penyimpanan. Jurnal Para Pemikir. Madiun
: Stikes Bhakti Husada Madiun. Vol. 7 No.2.
LAMPIRAN
Propilenglikol 7ml