Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN SEJARAH

Tokoh Nasionalis
Soeharto

Oleh:
Dewa Ayu Astini Dewi Yanti
No: 01
Kelas: XII IPS 5

SMAN 1 PETANG
Tahun Ajaran 2023/2024
Autobiografi Soeharto – Soeharto atau yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah
Presiden Republik Indonesia yang kedua. Soeharto merupakan Presiden yang paling lama
menjabat yaitu 32 tahun.

Pada saat itu, pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto banyak sekali penyimpangan atau hal-
hal yang tidak boleh dilakukan di berbagai bidang, seperti banyaknya korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Karena penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa pemerintahan Soeharto
maka Indonesia mengalami krisis ekonomi.Biografi Soeharto – Soeharto atau yang biasa dikenal
oleh masyarakat Indonesia adalah Presiden Republik Indonesia yang kedua. Soeharto merupakan
Presiden yang paling lama menjabat yaitu 32 tahun.

Pada saat itu, pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto banyak sekali penyimpangan atau hal-
hal yang tidak boleh dilakukan di berbagai bidang, seperti banyaknya korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Karena penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa pemerintahan Soeharto
maka Indonesia mengalami krisis ekonomi.Semua hal-hal yang terjadi pada masa pemerintahan
Soeharto bisa dijadikan pelajaran untuk pemerintahan yang akan datang. Soeharto akan menjadi
tokoh yang memiliki banyak cerita di masa hidupnya, baik itu tentang keluarga, Indonesia, dan
masih banyak lagi.

Bukan hanya itu, di mata dunia, Soeharto juga memiliki cerita yang fenomena. Simak ulasan
berikut tentang biografi singkat Soeharto mulai dari masa kecil hingga menjadi Presiden.
1. Masa Kecil Soeharto
Soeharto merupakan seseorang yang lahir di Yogyakarta, lebih tepatnya di desa Kemusuk,
Argomulyo. Soeharto lahir pada tanggal 8 Juni 1921. Ketika lahir, Soeharto bisa dikatakan
sebagai keluarga yang kurang mampu.

Soeharto adalah seorang anak yang lahir dari ayah yang bernama Kertosudiro dan ibu yang
bernama Sukirah. Ayah Soeharto merupakan seorang petani di desanya dan seorang pembantu
lurah dalam mengairi persawahan desa.

Saat Soeharto belum berusia 40 hari, sang ibu menitipkan anaknya kepada kakek atau Mbah
Kromo. Nama asli Mbah Kromo adalah Kromodiryo yang di mana ia merupakan seorang dukun
bayi yang membantu proses kelahiran Soeharto.
Soeharto tinggal di rumah Mbah Kromo bisa dibilang cukup lama sekitar empat tahun. Selama
empat tahun itulah, Soeharto bisa merasakan dan mendapatkan kasih sayang seperti orang tua
yang diberikan oleh Mbah Kromo. Dari rumah Mbah Kromo juga, Soeharto bisa belajar berdiri
bahkan sampai bisa berjalan.Saat masih anak-anak, Soeharto sering sekali diajak Mbah Kromo
pergi ke sawah. Soeharto sangat senang karena ketika di sawah ia bisa bermain membalik-
balikkan, memberikan perintah kepada kerbau ketika membajak sawah.

Soeharto lihai memberikan instruksi seperti maju, belok kiri, belok kanan, dan ia juga sangat
suka bermain air dan mandi di atas lumpur. Selain itu, hal yang paling senang ia lakukan adalah
mencari dan menangkap belut atau ikan. Oleh karena itu, sampai dengan masa tuanya, Soeharto
masih sangat gemar atau memiliki hobi memancing ikan.

Orang tua Soeharto berpisah, kemudian ibu Soeharto (Sukirah) menikah lagi dengan seorang
laki-laki yang bernama Atmopawiro dan memiliki tujuh orang anak. Sedangkan, ayah kandung
Soeharto (Kertosudiro) juga menikah lagi dan mempunyai empat orang anak.

Setelah sekian lama atau kurang lebih selama empat tahun tinggal bersama di rumah Mbah
Kromo, sang ibu Soeharto (Sukirah) mengambil anaknya dan dibawa pulang ke rumah ayah tiri
Soeharto (Atmopawiro).

Terkadang beberapa kali, ayah kandung Soeharto datang untuk melihat keadaan anaknya.
Hingga pada suatu waktu, Soeharto sangat senang kedatangan ayah kandungnya karena
dibawakan seekor kambing.
2. Pendidikan Soeharto
Saat berusia delapan tahun, Soeharto baru masuk sekolah dasar, tetapi ia beberapa pindah
sekolah. Pada awal masuk sekolah, Soeharto bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Puluhan,
Godean. Namun, ketika ibu dan ayah tirinya pindah rumah ke Kemusuk Kidul maka Soeharto
juga pindah sekolah ke Sekolah Dasar (SD) Pedes.
Kekhawatiran Kertosudiro (ayah kandung Soeharto) akan masa depan anaknya maka ia
menitipkan Soeharto kepada keluarga Prawirowihardjo yang bertempat tinggal di Wuryantoro,
Purwodadi, Jawa Tengah.

Prawirowiharjo merupakan suami dari adik Kertosudiro atau adik ipar Kertosudiro.
Prawirowiharjo merupakan seorang mantri tani dan ayahnya adalah seorang pengusaha yang
sudah terkenal yaitu Sudwikatmono.

Saat tinggal bersama bibi dan pamannya, Soeharto sangat senang karena sering diajak ke sawah
oleh pamannya sehingga ia perlahan-lahan bisa mengerti seluk beluk tentang dunia pertanian.
Untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP), Soeharto memilih untuk pulang ke
kampung halamannya di Kemusuk.

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah di Yogyakarta merupakan lembaga


pendidikan yang dipilih oleh Soeharto setelah tamat Sekolah Dasar (SD). Untuk menempuh jarak
ke sekolah, ketika berangkat dan pulang sekolah Soeharto menggunakan sepeda yang hampir
rusak.

Setelah tamat dari SMP, Soeharto ingin sekali melanjutkan pendidikannya ke jenjang Sekolah
Menengah Atas (SMA). Namun, karena keadaan ekonomi keluarga dan keterbatasan biaya yang
dimiliki oleh orang tuanya membuat Soeharto harus mengurungkan niatnya itu.

Soeharto sempat mendapatkan dua surat panggilan kerja yang terjadi pada sekitar tahun 1939,
surat pertama merupakan surat panggilan dari bank dan surat kedua merupakan surat panggilan
dari lembaga ketentaraan. Dan akhirnya yang dipilih oleh Soeharto adalah berkarir di dunia
militer.
3. Pernikahan Soeharto
Saat berusia 26 tahun, Soeharto menikahi Siti Hartinah yang berusia 24 tahun. Istri Soeharto
merupakan putri dari Soemoharjomo, wedana di Wuryantoro.Soemoharjomo juga merupakan
seorang pegawai Keraton Mangkunegaran, Surakarta. Pernikahan Soeharto dan Siti Hartinah
terlaksana pada tanggal 26 Desember tahun 1947 dan dilaksanakan di Solo.
Sebenarnya, Soeharto dan Siti Hartinah saat di Wuryantoro sudah saling mengenal satu sama lain
sejak masih anak-anak. Soeharto termasuk orang yang pemberani bahkan ia pernah dipuji oleh
Siti Hartinah karena keberaniannya itu.

Keberanian yang dilakukan oleh Soeharto berupa ia berani masuk ke dalam pekarangan rumah
kewedanan hanya untuk menggoda Siti Hartinah. Ketika masuk ke pekarangan, Soeharto selalu
memetik bunga sehingga ketika ada bunga yang rusak maka Siti Hartinah akan bilang kalau
pelaku yang merusak bunga adalah Soeharto.

Pernikahan yang terjadi antara Soeharto dan Siti Hartinah memberikan enam orang anak yang
terdiri dari tiga anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Berikut nama anak-anak Soeharto, Siti
Hardijanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Hariyadi, Hutomo
Mandala Putra, dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

Istri Soeharto mempunyai hubungan yang sangat baik dengan wartawan sehingga bisa dikatakan
Siti Hartinah (Ibu Tien) sangat akrab dengan wartawan.Para wartawan akan segera hadir jika
diminta oleh Ibu Tien di Jalan Cendana, Jakarta. Sebelum menulis berita setiap wartawan akan
diberikan pesan oleh Ibu Tien “Jangan sampai salah ya… dalam meliput acara Pak Harto”. Hal
itu dikarenakan pada saat itu, semua liputan dan hasil wawancara lebih banyak dengan tulis
tangan atau mencatat langsung.

Istri sekaligus Ibu dari enam anak Soeharto meninggal pada tanggal 28 April 1996. Berdasarkan
keterangan keluarga bahwa Ibu Tien meninggal karena menderita penyakit jantung. Ibu Tien
disemayamkan di Astana Giri Bangun, Karanganyar, Jawa Tengah.
4. Karir Militer Soeharto
Sebelum memulai karir politiknya, Soeharto menjadi anggota dari lembaga ketentaraan yaitu
TNI (Tentara Nasional Indonesia). Soeharto diangkat menjadi anggota TNI pada tanggal 5
Oktober 1945.4. Karir Militer Soeharto
Sebelum memulai karir politiknya, Soeharto menjadi anggota dari lembaga ketentaraan yaitu
TNI (Tentara Nasional Indonesia). Soeharto diangkat menjadi anggota TNI pada tanggal 5
Oktober 1945.
Saat menjadi anggota TNI, Soeharto diberikan tugas memimpin pasukan untuk melawan aksi-
aksi militer Belanda yang berusaha untuk kembali menjajah Indonesia.

Pada tanggal 1 Maret 1949, nama Soeharto semakin dikenal oleh banyak orang karena ia
berperan penting dalam serangan untuk menguasai kota Yogyakarta.

Kesuksesannya dalam menguasai Yogyakarta tidak bisa lepas dari peran dan perjuangan
masyarakat Indonesia dalam melawan pihak Belanda. Meskipun yang memimpin serangan ini
Soeharto, tetapi penggagas dari serangan ini sebenarnya adalah Raja Yogyakarta, Gubernur,
Militer, dan Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Soeharto berhasil menjadi seorang tentara dengan pangkat Brigadir Jenderal dan memimpin
Komando Mandala yang bertugas untuk merebut kembali Irian Barat. Komando Mandala
dilaksanakan pada tahun 1961, dan dari Komando Mandala ini Soeharto mendapatkan
pengalaman yang sangat berharga yaitu ia bisa berkenalan dengan Mayor Ali Moertopo, Kapten
L.B Moerdani, dan Kolonel Laut Sudomo. Ketiga orang itu merupakan orang-orang yang
memiliki peran penting dan strategis.

Soeharto mendapatkan kenaikan pangkat setelah selesai menjalankan tugas di Irian Barat dan
kembali dari Indonesia Timur. Pangkat yang diperoleh Soeharto adalah Mayor Jenderal dan oleh
Jenderal A.H. Nasution, ia ditarik ke markas besar ABRI (Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia). Bukan hanya itu, pada tahun 1962, Soeharto mendapatkan kenaikan menjadi
Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).

ABRI khususnya Angkatan Darat di tahun 1965 mengalami perpecahan atau konflik internal.
Konflik internal ini disebabkan adanya paham Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) yang
digagas oleh Soekarno sehingga membuat TNI AD terpecah menjadi dua kubu, pertama, kubu
sayap kiri, dan kedua, kubu sayap kanan.

Pada dini hari 1 Oktober 1965, terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap enam orang
Jenderal. Kelompok yang menculik dan membunuh enam Jenderal itu mengaku sebagai
kelompok Gerakan 30 September (G30S).

Semua kejadian itu terjadi begitu cepat hingga muncul Surat Perintah 11 Maret (Supersemar)
dari Presiden Soekarno yang berisi tentang pemberian kewenangan dan mandat kepada Soeharto
untuk mengambil dan menentukan segala tindakan supaya permasalahan ini terselesaikan dan
dapat memulihkan keamanan dan ketertiban.

Sejak dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) oleh Soekarno, jabatan Panglima
Komando Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) dipegang oleh
Soeharto.
Pada tanggal 27 Maret 1968, Soeharto dilantik oleh MPRS untuk menjadi Presiden Republik
Indonesia. Dengan pelantikan ini maka menjadi tanda lahirnya masa pemerintahan Orde Baru.
5. Karir Politik Soeharto Sebagai Presiden Orde Baru
Sebenarnya Soeharto mulai menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia sejak tahun 1966,
tetapi baru dilantik oleh MPRS pada tahun 1968. Dengan kata lain, Soeharto baru sah menjadi
Presiden Republik Indonesia yang kedua di tahun 1968. Pada awal menjadi Presiden Republik
Indonesia, Soeharto belum mempunyai wakil Presiden Republik Indonesia.

Sejak tahun 1973 hingga 1998, barulah Soeharto mempunyai Wakilnya. Simak ulasan berikut
tentang Wakil Presiden di masa pemerintahan Orde Baru atau masa di mana pemerintahan
dipimpin oleh Soeharto.

Wakil Presiden pertama pada kepemimpinan Soeharto ialah Sultan Hamengkubuwono IX. Pada
masa pemerintahan ini, Soeharto membentuk Kabinet Pembangunan I. Masa kerja pada Kabinet
Pembangunan I adalah tanggal 6 Juni 1968 sampai 28 Maret 1973.

Pada masa pemerintahan ini, Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban dijabat oleh
Jenderal Maraden Panggabean. Jenderal Maraden Panggabean, pada saat itu juga menjabat
sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan

Anda mungkin juga menyukai