Anda di halaman 1dari 27

Biografi Bung Tomo

Nama : Sutomo
Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 3 Oktober 1820
Warga Negara : Indonesia
Profesi : Jurnalis, Penyiar Berita, Orator, Pahlawan Kemerdekaan
Pasangan : Sulistina
Anak : Bambang Sulistomo
Orangtua : Kartawan Tjiptowidjojo (Ayah), Subastita (Ibu)

Masa Kecil & Pendidikan

Bung Tomo yang bernama asli Sutomo ini lahir dari pasangan Kartawan Tiptowidjojo dan
Subastita pada tanggal 2 Oktober 1920. Beliau adalah anak laki-laki pertama dari enam
bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sementara sang ibu adalah seorang
distributor mesin jahit.

Dikarenakan pekerjaan sang ayah, Sutomo kecil beruntung karena dapat melanjutkan sekolah
seperti pribumi yang berasal dari golongan ningrat. Meskipun begitu, keadaan keluarganya
waktu itu juga cukup sulit sehingga beliau berinisiatif untuk membantu orangtuanya dengan
melakukan pekerjaan sampingan. Salah satunya adalah menjadi pemungut bola bagi para
bangsawan yang sedang bermain tenis.

Sayangnya saat berusia 12 tahun, Bung Tomo terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO.
Setelah putus sekolah, beliau kemudian bekerja. Tak lama setelah itu, beliau kemudian
melanjutkan pendidikan di HBS melalui korespondensi, tapi pendidikannya ini juga tidak
diselesaikannya.

Berkarier Sebagai Jurnalis

Pada tahun 1937, beliau yang saat itu masih berusia 17 tahun bekerja di Harian Soeara Oemoem
sebagai wartawan lepas. Setahun kemudian, beliau diangkat menjadi Redaktur Mingguan
Pembela Rakyat. Tak berhenti sampai di situ saja, beliau juga dijadikan sebagai jurnalis dan
penulis pojok harian berbahasa Jawa pada koran Ekspres.

Pada masa pendudukan Jepang, Bung Tomo meninggalkan Koran Ekspres dan kemudian bekerja
di Domei. Domei adalah sebuah lembaga penyiaran yang didirikan oleh pemerintah Jepang. Di
sana, beliau bertugas menyiarkan berita dalam Bahasa Indonesia untuk Surabaya.

Ketika Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan, Bung Tomo sudah menjabat sebagai kepala
kantor berita tersebut. Bersama dengan seorang wartawan senior, Romo Bintarti,
beliau menyiarkan berita tersebut dalam Bahasa Jawa untuk menghindari sensor dari pihak
Jepang. Setelah merdeka, kantor tersebut berubah nama menjadi Antara.

Meskipun bekerja pada kantor penjajah, semangat perjuangan dan nasionalisme Bung Tomo
tentu tidak padam. Pada tahun 1944, beliau bergabung menjadi aktivis Gerakan Rakyat Baru dan
didapuk menjadi pengurus Pemuda Republik Indonesia.

Pertempuran Surabaya

Berbicara mengenai Bung Tomo, tidak afdal rasanya jika kamu tidak membaca kronologi perang
10 November. Nah, informasinya kamu bisa simak lewat biografi dan profil Bung Tomo lengkap
di bawah ini.

1. Latar Belakang

Saat membaca biografi dan profil Bung Tomo lengkap ini, kamu akan me-refresh ingatanmu
mengenai sejarah pertempuran Surabaya. Tentunya, kamu sudah mendapatkan hal ini waktu
duduk di bangku sekolah dasar atau menengah pertama dahulu, kan?

Meletusnya Pertempuran Surabaya dilatarbelakangi adanya insiden Yamato yang terjadi pada
tanggal 18 September 1945. Pada saat itu, pasukan Belanda di bawah pimpinan Ploegman
mengibarkan bendera Belanda yang berwarna merah, putih, biru di puncak Hotel Yamato.

Penghinaan tersebut tentu saja membuat rakyat berang. Bagaimana tidak, pada tanggal 1
September 1945, pemerintah Indonesia baru saja mengeluarkan maklumat untuk mengibarkan
Sang Saka Merah Putih di seluruh penjuru tanah air. Rakyat pun kemudian berbondong-bondong
mengepung hotel itu.

Melihat kericuhan yang terjadi, Panglima Soedirman bersama Sidik dan Haryanto melakukan
perundingan dengan Ploegman. Sayangnya, perundingan tersebut berjalan alot bahkan
perundingan tersebut menyebabkan Ploegman dan Sidik tewas. Keadaan semakin memanas
sehingga membuat Jenderal Soedirman dan Hariyanto terdesak untuk segera meninggalkan hotel
tersebut.

Namun, keadaan di luar hotel sudah tidak bisa dikendalikan. Massa memaksa masuk agar bisa
segera menurunkan bendera Belanda dari puncak hotel. Mereka berhasil mengambilnya lalu
merobek bagian biru dan mengibarkan kembali menjadi bendera merah putih.

Beberapa bulan setelah kejadian tersebut mereda, perwakilan tentara Inggris yang dipimpin oleh
Brigjen Mallaby tiba di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Mereka datang kembali dengan
alasan untuk melucuti tentara Jepang. Namun ternyata, tentara sekutu ini dibonceng oleh Belanda
untuk kembali merebut kembali Indonesia.

Pada tanggal 27 Oktober, pasukan sekutu menyebar pamflet agar rakyat menyerahkan senjata
milik tentara Jepang kepada mereka. Hal ini kemudian membuat situasi semakin pelik sehingga
terjadi peperangan di mana-mana. Pemerintah Indonesia pun sempat melakukan sebuah
perundingan supaya dilakukan gencatan senjata dan pihak sekutu menyetujuinya.

Fakta Menarik Gambar Legendaris Bung Tomo

Saat mencari gambar Bung Tomo di dunia maya, pasti kamu akan menemukan foto beliau
sedang berpidato. Mungkin banyak dari kamu yang mengira bahwa foto tersebut diambil saat
beliau menyampaikan pidatonya untuk Pertempuran Surabaya, kan? Nyatanya, foto tersebut
diambil pada tahun 1947 di Lapangan Mojokerto pada saat Bung Tomo sedang berpidato dalam
mengumpulkan pakaian untuk korban perang Surabaya.

Apresiasi Pemerintah Terhadap Bung Tomo

Bung Tomo meninggal empat hari setelah merayakan ulang tahunnya yang ke-61. Beliau
meninggal saat menjalankan ibadah haji di Mekkah. Jenazah beliau dibawa pulang ke Indonesia
lalu dimakamkan di Pemakaman Umum Ngagel, Surabaya.

Gambar Bung Tomo juga diabadikan dalam mata uang rupiah Indonesia yang bernilai 1000
rupiah yang diterbitkan pada tahun 1980 lalu. Selain itu, foto beliau juga pernah dijadikan
perangko yang dirilis pada tahun 2010. Itulah dia beberapa apresiasi yang ditunjukkan oleh
pemerintah yang bisa kamu baca di profil dan biografi lengkap Bung Tomo ini.
Biografi Soekarno

 Nama lengkap : Ir. Soekarno


 Nama panggilan : Bung Karno
 Nama kecil : Kusno
 Tempat, tanggal lahir : Blitar, 6 Juni 1901
 Agama : Islam
 Nama Isteri :
o Fatmawati
o Hartini
o Ratna Sari Dewi
 Nama Anak :
o Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, Guruh (dari Fatmawati)
o Taufan, Bayu (dari Hartini)
o Kartika (dari Ratna Sari Dewi)
 Pendidikan :
o HIS di Surabaya
o Hoogere Burger School (HBS)
o Technische Hoogeschool (THS) di Bandung

 Meninggal : 21 Juni 1970

 Dimakamkan : Blitar, Jawa-Timur


Masa kecil Ir Soekarno

Masa kecil Presiden Soekarno bersama kedua orang tuanya di Blitar tidak dihabiskan dalam
waktu lama. Ayahnya adalah Raden Soekemi Sosrodihardjo yang merupakan seorang guru di
Jawa, tepatnya di Surabaya. Sedangkan Ibunya adalah Ida Ayu Nyoman Rai yang asalnya dari
Buleleng, Bali. Selanjutnya Beliau tinggal dengan kakeknya yang bernama Raden Hardjoko
yang ada di Tulung Agung, Jawa Timur. Beliau sempat bersekolah di sana meski tidak hingga
selesai lantaran kembali ikut orang tuanya ke Mojokerto.

Pendidikan Ir Soekarno

Saat di Mojokerto, ayah Ir Soekarno nmenyekolahkan Soekarno kecil di tempat sang ayah
menjadi guru. Tetapi di tahun 1911 ayahnya memindahkan Soekarno ke sekolah ELS
atau Europeesche Lagere School yang bertujuan agar nantinya Soekarno bisa mudah masuk ke
HBS atau Hogere Burger School yang ada di Surabaya. Tamat sekolah di Hogere Burger School
di tahun 1915, Soekarno selanjutnya tinggal bersama Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau kini
banyak yang lebih mengenal dengan nama H.O.S Cokroaminoto dimana beliau ini adalah teman
dari ayah Soekarno yang juga dikenal pendiri Serikat Islam.

Soekarno yang masih muda pun mulai belajar dalam dunia politik. Soekarno muda juga belajar
untuk pidato dengan cara melakukannya sendiri di kamarnya di depan cermin. Di
sekolahnya, Hogere Burger School, Soekarno pun memperoleh banyak sekali ilmu terkait
banyak hal. Setelah menyelesaikan pendidikan di Hogere Burger School di tahun 1921,
kemudian Soekarno pindah ke Bandung lalu tinggal bersama Haji Sanusi yang kemudian
melanjutkan sekolah ke THS atau Technische Hooge School di jurusan teknik sipil dimana saat
ini sudah menjadi ITB lalu kemudian bisa lulus di tanggal 25 Mei 1926 sehingga mendapatkan
gelar Insinyur atau Ir.

Soekarno memasuki masa pergerakan nasional dimana di tahun 1926 Soekarno muda


mendirikan Algemene Studie Club yang ada di Bandung. Ternyata organisasi ini jadi awal mula
mendirikannya Partai Nasional Indonesia dimana didirikan di tahun 1927. Selanjutnya aktivitas
Soekarno di Partai Nasional Indonesia pun menyebabkannya ditangkap oleh Belanja pada
Desember 1929 lalu memunculkan pledoi fenomenal saat itu yaitu Indonesia Menggugat. Beliau
kemudian dibebaskan saat 31 Desember 1931.

Selanjutnya Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia atau Partindo pada Juli 1932 dimana
partai ini adalah pecahan Partai Nasional Indonesia. Karena aktivitasnya ini, Soekarno pun
kembali ditangkap pada Agustus 1933 lalu diasingkan ke Flores. Pada kondisi ini, Soekarno pun
hampir dilupakan para tokoh nasional karena lokasinya yang jauh dan terasing. Meski begitu,
semangat Soekarno pun tidak pernah runtuh meski dalam pengasingan yang bisa tersirat dari
setiap surat ke Ahmad Hassan yang merupakan Guru Persatuan Islam. Biografi Soekarno masih
berlanjut dalam masa pengasingan yang dipindahkan ke Provinsi Bengkulu di tahun 1938.
Soekarno pun bisa bebas di masa penjajahan Jepang di tahun 1942.

Ketika awal masa penjajahan Indonesia oleh Jepang sekitar tahun 1942 sampai 1945, pemerintah
Kepang masih belum memperhatikan tokoh dari pergerakan Indonesia. Hal ini bisa terlihat dari
Gerakan 3A yang tokohnya adalah Shimizu dan Mr. Syamsuddin dimana mereka berdua kurang
populer. Tapi pada akhirnya pada masa pemerintahan Jepang, tokoh Indonesia ini kemudian
mulai diperhatikan lalu dimanfaatkan juga mulai dari Soekarno, Moh Hatta dan masih banyak
lagi beserta organisasinya, sehingga diusahakan bisa menarik perhatian dari penduduk Indonesia.

Setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, Presiden Soekarno pun diangkat
sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat sdengan Mohamad Hatta sebagai Perdana
menterinya. Lalu jabatan Presiden RI diberikan kepada Mr Assaat dimana dikenal sebagai RI
Jawa-Yogya saat itu. Meski begitu, karena tuntutan Indonesia menjadi yang ingin Indonesia
kembali menjadi negara kesatuan, maka 17 Agustus 1950 RIS diubah kembali menjadi RI dan
Soekarno kembali menjadi Presiden RI. Saat itu Indonesia sedang mengalami jatuh bangun
kabinet dimana Presiden Soekarno kurang percaya pada sistem multipartai dan menyebut sebagai
penyakit kepartaian.
Biografi BJ Habibie

Presiden Indonesia BJ Habibie

 Nama Lengkap: Prof. Dr.-Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie

 Nama Populer: BJ Habibie

 Istri: Hasri Ainun Besari

 Tempat, Tanggal Lahir: Pare-pare, 25 Juni 1936

 Masa Menjabat Presiden: 21 Mei 1998-20 Oktober 1999

 Pendidikan: SMAK Dago, Bandung, Institut Teknologi Bandung (ITB), RWTH Aachen

 Anak: Ilham Akbar, Thareq Kemal

Bacharuddin Jusuf Habibie merupakan nama lengkap dari BJ Habibie. Beliau lahir pada 25 Juni
1936 di Kota Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Presiden ketiga Indonesia ini menempuh pendidikan
SMA di SMAK Dago, Kota Bandung pada tahun 1954. Ia kemudian melanjutkan pendidikan di
ITB (Institut Teknologi Bandung). Namun, hanya beberapa bulan di ITB kemudian Ia
memutuskan untuk mengikuti jejak teman-temannya untuk bersekolah di Jerman. Namun
berbeda dengan yang lainnya, Ia tidak menggunakan beasiswa dari Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan untuk melanjutkan kuliahnya di Jerman melainkan dengan menggunakan biaya
sendiri dari ibunya yaitu R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Mengingat pesan Bung Karno tentang
pentingnya penguasaan Teknologi yang berwawasan nasional yaitu teknologi maritim dan
teknologi dirgantara dikala Indonesia waktu itu masih berkembang akhirnya BJ Habibie diberi
kesempatan belajar di Jerman.

Pada waktu itu pemerintah Indonesia dibawah Soekarno gencar membiayai ratusan siswa cerdas
Indonesia untuk mengemban pendidikan di luar negeri dan menimba ilmu disana. Habibie
merupakan rombongan kedua diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke
berbagai negara. Kemudian Habibie memilih jurusan Teknik Penerbangan dengan spesialisasi
Konstruksi pesawat terbang di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule.

Pendidikan yang ditempuh BJ Habibie diluar negeri bukan pendidikan kursus kilat akan tetapi
merupakan sekolah bertahun – tahun sambil kerja praktek. Sejak awal Habibie memang tertarik
dengan how to build commercial aircraft bagi rakyat Indonesia yang menjadi ide Soekarno di
masa jabatannya. Darisana kemudian muncul perusahaan – perusahaan strategis, ada PT PAL
dan salah satunya IPTN. Kemudian ketika BJ Habibie sampai di Jerman, Habibie punya tekad
untuk sungguh – sungguh di perantauan dan harus pulang membawa kesuksesan mengingat jerih
payah ibunya yang membiayai kuliah dan kehidupan sehari – harinya. Beberapa tahun kemudian,
di tahun 1955 di Aachean, 99% mahasiswa Indonesia yang belajar disana diberikan beasiswa
penuh. Hanya beliau yang punya paspor hijau atau swasta daripada teman yang lain.

BJ Habibie, Sang Visioner Nan Jenius


Negara Indonesia adalah negara yang kaya. Tak hanya kaya dari segi sumber daya, Indonesia
pun juga punya banyak pemuda yang berprestasi dan cerdas dalam segala bidang. Meski begitu,
terkadang kurangnya penghargaan akan para anak bangsa nan cerdas ini menjadi kendala bagi
mereka untuk mengembangkan diri sehingga memilih mengembangkan diri ke negeri lain. Dari
sekian banyak anak bangsa berprestasi, pastilah sosok BJ Habibie tidak akan bisa
dipisahkan. Biografi BJ Habibie pun banyak dicari karena banyaknya orang yang tertarik akan
kisah hidup sang visioner jenius ini.
Rumus yang satu ini dapat menghitung keretakan hingga ke atom pesawat terbang sekalipun
sehingga beliau diberi julukan Mr Crack. Di tahun 1967, BJ Habibie mendapatkan gelar Profesor
Kehormatan atau Guru Besar dari ITB. Selain itu, dari ITB juga BJ Habibie mendapatkan
penghargaan tertinggi yakni Ganesha Praja Manggala.

Dengan segala kejeniusan yang dimilikinya, tak heran jika beliau mendapatkan banyak
pengakuan dari lembaga kelas internasional mulai dari Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt,
yakni lembaga penerbangan di Jerman, The Royal Aeronautical Society London yang ada di
Inggris, The Academie Nationale de l’Air et de l’Espace dari Prancis, The Royal Swedish
Academy of Engineering Sciences dari Swedia dan bahkan The US Academy of Engineering dari
Amerika Serikat. BJ Habibie juga pernah mendapatkan penghargaan yang amat bergengsi yaitu
Edward Warner Award serta Award von Karman dimana penghargaan ini hampir setara
penghargaan Hadiah Nobel.
Di Indonesia sendiri, Habibie kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT
selama 20 tahun dan memimpin perusahaan BUMN Industri Strategis selama 10 tahun. Di tahun
1995, beliau berhasil memimpin proyek pembuatan pesawat yang diberi nama N250 Gatot Kaca
dimana menjadi pesawat yang dibuat pertama oleh Indonesia.

Pesawat yang dirancang oleh BJ Habibie ini bukanlah pesawat yang dibuat secara asal-asalan
melainkan sudah dipikir dan didesain matang dengan ilmu yang dimiliki oleh BJ Habibie.
Pesawat yang diciptakannya ini sudah bisa dibilang mampu terbang tanpa oleng berlebihan
dengan teknologi canggih dan terdepan kala itu dan bahkan sudah dipersiapkan untuk bisa 30
tahun ke depan. Untuk melengkapi desain awalnya saja, BJ Habibie butuh waktu selama 5 tahun.
Pesawat ini juga menjadi satu-satunya pesawat yang turboprop di dunia dimana menggunakan
teknologi Fly By Wire.
Biografi Chairil Anwar

Chairil Anwar adalah salah satu penyair terkemuka di Indonesia. Ia lahir di Medan, Sumatera
Utara, pada tanggal 26 Juli 1922. Ia terkenal dengan julukan "Si Binatang Jalang". Julukan itu 
sendiri didapat dari karya puisinya yang berjudul: Aku. Ia diperkirakan telah menulis 96 karya,
termasuk 70 puisi. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai
pelopor Angkatan '45 sekaligus puisi modern Indonesia.

Chairil lahir dan dibesarkan di Medan, sebelum pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dengan
ibunya pada tahun 1940, dimana ia mulai menggeluti dunia sastra. Setelah mempublikasikan
puisi pertamanya pada tahun 1942, Chairil terus menulis. Pusinya menyangkut berbagai tema,
mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, dan eksistensialisme, hingga tak jarang
multi-interpretasi.

Chairil Anwar dibesarkan dalam keluarga yang kurang harmonis. Orang tuanya bercerai, dan
ayahnya menikah  lagi. Ia merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes (ayah) dan Saleha
(ibu) , keduanya berasal dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Jabatan terakhir
ayahnya adalah sebagai bupati Inderagiri, Riau. Ia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan
Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Sebagai anak tunggal, orang tuanya selalu
memanjakannya. Namun, Chairil cenderung bersikap keras kepala dan tidak ingin kehilangan
apa pun; sedikit cerminan dari kepribadian orang tuanya.

Chairil Anwar mulai mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah


dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Ia kemudian meneruskan
pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Saat usianya mencapai 18 tahun,
ia tidak lagi bersekolah. Chairil mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, ia telah bertekad menjadi
seorang seniman.
Semasa kecil di Medan, Chairil Anwar sangat dekat dengan neneknya. Keakraban ini begitu
memberi kesan kepada hidup Chairil Anwar. Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah
satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu
dalam sajak yang luar biasa pedih:

Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu
setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta 

Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa
membilang nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu.
Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga
menunjukkan kecintaannya pada ibunya.

Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan,
pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut
dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang
kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. 

Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap,
menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam

Rakannya, Jassin pun punya kenangan tentang ini. “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama,
dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya
saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.

Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat,
dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan
masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah
menikahinya.
Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Tapi kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi
perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang
tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya,
Evawani Chairil Anwar, seorang notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat mengenang
kematian ayahnya, di tahun 1999, “Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang
bertentangan dengan dunia Chairil Anwar.”

KUMPULAN PUISI CHAIRIL ANWAR

- Deru Campur Debu (1949)


- Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)
- Tiga Menguak Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan Rivai Apin)
- "Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949", disunting oleh Pamusuk Eneste, kata
penutup oleh        Sapardi Djoko Damono (1986)
- Derai-derai Cemara (1998)
- Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide
- Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck
Pendidikan
 Hollandsch-Inlandsche School (HIS)
 Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)
Karir

 Penyair/ Sastrawan
 Penyiar Radio Jepang di Jakarta saat masa pendudukan Jepang
Penghargaan

 Bhagasasi Award dari pengurus Badan Kekeluargaan Masyarakat Bekasi (BKMB)


 Bekasi Award itu, sebagai salah satu bentuk kepedulian dan perhatian dari pengurus
DKB terhadap hasil karya besar Chairil Anwar

 Tertantang memerankan Chairil Anwar, Reza Rahadian hafalkan puisi yang sangat
banyak
Biografi Taufiq Ismail

Taufiq Ismail adalah seorang sastrawan ternama di Indonesia. Taufiq lahir di Bukittinggi,


Sumatera Barat 25 Juni 1935. Ia tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka
membaca. Ia telah bercita-cita menjadi sastrawan sejak masih SMA. Masa kanak-kanak sebelum
sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia
berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia masuk SMP di
Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan.

Taufik Ismail melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan


Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada tahun1963. Pada tahun 1971–
1972 dan 1991–1992 ia mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City,
Amerika Serikat. Ia juga belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University
in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia
sebelum selesai studi bahasanya.

Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat, ia pernah menjadi


Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960–1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–
1962). Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru
Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen
Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964).
Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden
Soekarno, ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia
kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964.
Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama
Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang
kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966). Sampai sekarang ini ia memimpin
majalah itu.
Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki
(TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga lembaga itu Taufiq
mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ
(1968–1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai
Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).

Pada tahun 1993 Taufik diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala
Lumpur, Malaysia. Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik
di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia
Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto,
peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.
Hasil karya:
1. Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966)
2. Benteng, Litera ( 1966)
3. Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972)
4. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974)
5. Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976)
6. Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990)
7. Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993)
8. Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995)
9. Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar,
Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis,
dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995)
10. Seulawah — Antologi Sastra Aceh (editor bersama L.K. Ara dan Hasyim K.S.),
Yayasan Nusantara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Aceh (1995)
11. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (1998)
12. Dari Fansuri ke Handayani (editor bersama Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono,
Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra
Indonesia dalam program SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001)
13. Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2),
Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bersama Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono,
Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar,
antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation
(2002)

Karya terjemahan:
 Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960)
 Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962)
 Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of
Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas
(1964)
Atas kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo
(Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, Taufiq telah
menghasilkan sebanyak 75 lagu.
Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di Asia, Amerika,
Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa,
Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina.

Anugerah yang diterima:


 Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970)
 Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977)
 South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994)
 Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994)
 Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor, Malaysia (1999)
 Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003)
Taufiq Ismail menikah dengan Esiyati Yatim pada tahun 1971 dan dikaruniai seorang anak laki-
laki, Bram Ismail. Bersama keluarga ia tinggal di Jalan Utan Kayu Raya 66-E, Jakarta 13120.

BIOGRAFI MARAH RUSLI

Marah Rusli bin Abu Bakar dilahirkan di Padang, 07 Agustus 1889. Ayahnya bernama
Abu Bakar, beliau seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran. Ayahnya bekerja sebagai
Demang. Sedangkan ibunya, adalah berasal dari Jawa dan keturunan Sentot Alibasyah, salah
seorang panglima perang Pangeran Diponegoro.
Marah Rusli bersekolah dasar di Padang yang menggunakan bahasa Belanda sebagai
pengantar. Setelah lulus, ia melanjutkan ke sekolah Raja (Kweek School) di Bukit Tinggi, lulus
tahun 1910. Setelah itu, ia melanjutkan sekolah ke Vee Arstsen School (sekolah dokter hewan).
Di Bogor dan lulus tahun 1915. Setelah tamat, ia ditempatkan di Sumbawa Besar sebagai Ajung
Dokter Hewan. Tahun 1916 ia menjadi Kepala Peternakan.
Pada tahun 1920, Marah Rusli diangkat sebagai asisten dosen Dokter Hewan Wittkamp
di Bogor. Karena berselisih dengan atasannya, orang Belanda, ia diskors selama setahun. Selama
menjalani skorsing itulah ia menulis novel Siti Nurbaya pada tahun 1921. Karirnya sebagai
dokter hewan membawanya berpindah-pindah ke berbagai daerah. Tahun 1921-1924 ia bertugas
di Jakarta, kemudian di Balige antara tahun 1925-1929 dan Semarang antara tahun 1929-1945.
Tahun 1945, Marah Rusli bergabung dengan Angkatan Laut di Tegal dengan pangkat terakhir
Mayor. Ia mengajar di Sekolah Tinggi Dokter Hewan di Klaten tahun 1948 dan sejak tahun 1951
ia menjalani masa pensiun.
Marah Rusli menikah dengan seorang gadis keturunan sunda kelahiran Buitenzorg
(Bogor) pada tahun 1911. Mereka mempunyai 3 orang anak, dua diantaranya laki-laki dan satu
perempuan. Perkawinan Marah Rusli dengan gadis sunda bukanlah perkawinan yang diinginkan
oleh orang tua Marah Rusli. Tetapi, Marah Rusli tetap kokoh pada sikapnya, dan ia tetap
mempertahankan perkawinannya.
Kesukaanya dalam dunia kesusastraan sudah tumbuh sejak kecil. Dia sangat senang
mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba (tukang dongeng di Sumatra Barat yang berkeliling
kampong menjual ceritanya, dan membaca buku-buku sastra. Marah Rusli meninggal pada
tanggal 17 Januari 1968 di Bandung dan dimakamkan di Bogor, Jawa Barat.
Dalam sejarah sastra Indonesia. Marah Rusli tercatat sebagai pengarang roman yang
pertama dan diberi gelar oleh H.B Jassin sebagai Bapak Roman Modern Indonesia. Sebelum
muncul bentuk roman Indonesia, bentuk prosa yang biasanya digunakan adalah hikayat.
Selain Siti Nurbaya, Marah Rusli juga menulis beberapa roman lainnya. Akan tetapi, Siti
Nurbaya yang terbaik. Pada tahun 1969, novel ini memperoleh hadiah penghargaan dari
pemerintah Indonesia sebagai hadiah tahunan yang diberikan setiap tanggal 17 Agustus- kini
Hadiah Tahunan Pemerintah ini tidak dilanjutkan lagi.
Karya – karya Marah Rusli diantaranya
• Siti Nurbaya (1922)
• La Hami (1924)
• Anak dan Kemenakan (1956)
• Memang Jodoh (otobiografi)
Biografi Mochtar Lubis

Mochtar Lubis lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922. Ayahnya pegawai Binnenlands
Bestuur (BB) Pemerintah Hindia Belanda yang pada tahun 1935 pensiun sebagai Demang
Kepala Daerah Kerinci. Demang Pandapotan itu digantikan oleh ayahnya, Demang Anwar
Maharadja Soetan.
Setelah tamat HIS Sungai Penuh, Mochtar masuk sekolah ekonomi di Kayutanam pimpinan SM
Latif. Seperti halnya dengan sekolah INS pimpinan M Syafei, juga di Kayutanam, murid-
muridnya diajar mengembangkan bakat melukis, mematung, bermusik, dan sebagainya.

Mochtar sebentar jadi guru sekolah dasar di Pulau Nias, kemudian pindah ke Jakarta. Di zaman
Jepang dia bekerja sebagai anggota tim yang memonitor siaran radio sekutu di luar negeri untuk
keperluan Gunseikanbu, Kantor Pemerintah Bala Tentara Dai Nippon. Tahun 1944 dia menikah
dengan Halimah, gadis Sunda yang bekerja di sekretariat redaksi harian Asia Raja.

Pada tahun 1945 dia bergabung dengan kantor berita Antara. Menjelang penyerahan kedaulatan
pada tanggal 27 Desember 1949, dia menjadi Pemimpin Redaksi Surat Kabar Indonesia Raya.
Tatkala pertengahan tahun 1950 pecah Perang Korea, Mochtar meliput kegiatan itu sebagai
koresponden perang.
Pada paruh pertama dasawarsa 1950-an pers di Jakarta dicirikan oleh personal journalism dengan
empat editor berteman dan berantem, yaitu Mochtar Lubis (Indonesia Raya), BM Diah
(Merdeka), S Tasrif (Abadi), dan Rosihan Anwar (Pedoman).

Yang paling militan di antara empat sekawan tadi ialah Mochtar Lubis. Tahun 1957 dia dikenai
tahanan rumah, kemudian dipenjarakan. Semuanya selama sembilan tahun sampai tahun 1966.

Sebagai wartawan, dia bikin berita gempar pada berbagai afair. Pertama, afair pelecehan seksual
yang dialami Ny Yanti Sulaiman, ahli purbakala, pegawai Bagian Kebudayaan Kementerian P &
K. Bosnya tidak saja mencoba merayu Yanti, tetapi juga mengeluarkan kata-kata seks serba
"seram". Kedua, afair Hartini ketika terungkap hubungan Presiden Soekarno dengan seorang
wanita di Salatiga yang mengakibatkan Ny Fatmawati marah dan meninggalkan istana. Ketiga,
afair Roeslan Abdulgani. Menurut pengakuan Lie Hok Thay, dia memberikan uang satu setengah
juta rupiah kepada Roeslan yang berasal dari ongkos mencetak kartu suara pemilu. Akibatnya,
Menteri Luar Negeri (Menlu) Roeslan Abdulgani yang hendak pergi menghadiri konferensi
internasional mengenai Terusan Suez mau ditahan oleh CPM tanggal 13 Agustus 1956, tetapi
akhirnya urung berkat intervensi Perdana Menteri (PM) Ali Sastroamidjojo.

Setelah Indonesia Raya tidak lagi terbit, tahun 1961 Mochtar dipenjarakan di Madiun bersama
mantan PM Sutan Sjahrir, Mohammad Roem, Anak Agung Gde Agung, Sultan Hamid, Soebadio
Sastrosatomo, dan lain-lain. Semuanya dinilai sebagai oposan Presiden Soekarno.

Tahun 1968 Indonesia Raya terbit kembali. Mochtar melancarkan investigasi mengenai korupsi
di Pertamina yang dipimpin Letjen Dr Ibnu Sutowo. Utang yang dibikin Ibnu Sutowo di luar
negeri mencapai 2,3 miliar dollar AS. Ia diberhentikan oleh Presiden Soeharto.

Ketika terjadi peristiwa Malari, Januari 1974, para mahasiswa mendemo PM Jepang Tanaka,
Pasar Senen dibakar, disulut oleh anak buah Kepala Opsus Ali Moertopo. Soeharto jadi
gelagapan. Ia instruksikan membredel sejumlah surat kabar, antara lain Indonesia Raya,
Pedoman, dan Abadi. Setelah bebas lagi bergerak pasca-G30S/PKI, Mochtar banyak aktif di
berbagai organisasi jurnalistik luar negeri, seperti Press Foundation of Asia. Di dalam negeri dia
mendirikan majalah sastra Horison. Ia menjadi Direktur Yayasan Obor Indonesia yang
menerbitkan buku-buku bermutu.

Selain sebagai wartawan, Mochtar juga dikenal sebagai sastrawan. Pada mulanya dia menulis
cerita pendek (cerpen) dengan menampilkan tokoh karikatural Si Djamal. Kemudian dia menulis
novel, seperti Harimau Harimau, Senja di Jakarta, Jalan Tak Ada Ujung, dan Berkelana dalam
Rimba. Dia memperoleh Magsaysay Award untuk jurnalistik dan kesusastraan.

Karena Mochtar dihargai sebagai pahlawan yang berjuang untuk cita-cita dan berani memikul
konsekuensinya, seperti mendekam dalam penjara bertahun-tahun lamanya, paling tidak orang-
orang di kampung halamannya, di Mandailing, memberikan sebutan kehormatan kepadanya.
Menurut putranya, Ade Armand Lubis, tatkala Mochtar beserta istri dan anak-anaknya pulang
kampung, di sana dia dinyatakan sebagai Raja Pandapotan Sibarani Sojuangan. Adapun Raja
Pandapotan itu gelar Mochtar. Sibarani dan Sojuangan adalah orang yang berani dan berjuang.

Penamaan lain diberikan oleh Dr Mochtar Pabottingi, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Ketika Mochtar merayakan hari ulang tahun ke-80, seorang pembicara, yaitu Mochtar
Pabottingi, menamakan Mochtar Lubis person of character, insan yang berwatak. Di negeri kita
sekarang makin langka person of character itu. Bung Hatta di zaman pendidikan nasional
Indonesia awal tahun 1930-an suka menyerukan agar tampil manusia-manusia yang punya
karakter.

Ketika tahun 1973 diusulkan oleh panitia yang diketuai Jenderal AH Nasution supaya kepada
tiga wartawan pejuang dianugerahkan Bintang Mahaputra, yaitu BM Diah, Rosihan Anwar, dan
Mochtar Lubis, kabarnya Presiden Soeharto bertanya kepada Jenderal Soemitro: "Mit, coba beri
saya alasan, mengapa Mochtar Lubis harus dapat Bintang Mahaputra".

Karya-Karya
Novel dan Cerpen

Tidak Ada Esok (novel, 1951)

Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain (kumpulan cerpen, 1950)

Teknik Mengarang (1951)

Teknik Menulis Skenario Film (1952)

Harta Karun (cerita anak, 1964)

Tanah Gersang (novel, 1966)

Senja di Jakarta (novel, 1970; diinggriskan Claire Holt dengan judul Twilight in Jakarta, 1963)

Judar Bersaudara (cerita anak, 1971)

Penyamun dalam Rimba (cerita anak, 1972)

Harimau! Harimau! (novel, 1975)

Manusia Indonesia (1977)

Berkelana dalam Rimba (cerita anak, 1980)

Kuli Kontrak (kumpulan cerpen, 1982)

Bromocorah (kumpulan cerpen, 1983)


Karya jurnalistik

Perlawatan ke Amerika Serikat (1951)

Perkenalan di Asia Tenggara (1951)

Catatan Korea (1951)

Indonesia di Mata Dunia (1955)

Lainnya ; Mochtar Lubis juga menjadi editor:

Pelangi: 70 Tahun Sutan Takdir Alisyahbana (1979)

Bunga Rampai Korupsi (bersama James C. Scott, 1984)

Hati Nurani Melawan Kezaliman: Surat-Surat Bung Hatta kepada Presiden Soekarno (1986)
Biografi Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya Ananta Toer atau yang lebih akrab disapa Pram adalah salah satu sastrawan
besar yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Putra sulung dari seorang kepala sekolah
Institut Budi Oetomo ini telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan dalam
41 bahasa asing. 
Pram yang pernah bekerja sebagai juru ketik dan korektor di kantor berita Domei (LKBN
ANTARA semasa pendudukan Jepang) memantapkan pilihannya untuk menjadi seorang
penulis. Ia telah menghasilkan artikel, puisi, cerpen, dan novel sehingga melambungkan
namanya sejajar dengan para sastrawan dunia. 
Karya Pram yang penuh dengan kritik sosial membuatnya sering keluar masuk penjara.
Pram pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada masa orde
lama. Kemudian selama orde baru ia ditahan selama 14 tahun sebagai tahanan
politik tanpa proses pengadilan. 
Pada masa kemerdekaan Indonesia, ia mengikuti kelompok militer di Jawa dan seringkali
ditempatkan di Jakarta di akhir perang kemerdekaan. Ia menulis cerpen dan buku
sepanjang karier militernya dan dipenjara Belanda di Jakarta pada 1948 dan 1949. Pada
1950-an ia kemudian tinggal di Belanda sebagai bagian program pertukaran budaya, dan
saat kembali ia menjadi anggota Lekra, organisasi sayap kiri di Indonesia. 
Beberapa karya Pram dilarang untuk dipublikasikan karena dianggap mengganggu
keananan negara pada masa pemerintahan Presiden Soekarno maupun Soeharto.
Misalnya pada tahun 1960-an, ia ditahan pemerintahan Soeharto karena pandangan pro-
komunis Tiongkoknya. Bukunya yang berjudul Hoakiau di Indonesia dicabut dari
peredaran, dan ia ditahan tanpa pengadilan di Nusakambangan di lepas pantai Jawa, dan
akhirnya di pulau Buru di kawasan timur Indonesia. Meskipun demikian, Pram
mendapatkan banyak penghargaan dari lembaga-lembaga di luar negeri. Potret kehidupan
Pram yang dibenci di negeri sendiri tetapi dihargai dunia membuatnya tetap optimis dan
tidak pernah berhenti berkarya. 
Ketika Pramoedya mendapatkan Ramon Magsaysay Award pada 1995, diberitakan
sebanyak 26 tokoh sastra Indonesia menulis surat 'protes' ke yayasan Ramon Magsaysay.
Beberapa dari tokoh-tokoh tersebut antara lain adalah Taufiq Ismail, Mochtar Lubis, dan
HB Jassin. Tokoh-tokoh tersebut protes karena Pram dianggap tidak pantas untuk
menerima penghargaan Ramon Magsaysay. Dalam berbagai opini-opini di media, para
penandatangan petisi 26 ini merasa sebagai korban dari keadaan pra-1965. Mereka
menuntut pertanggungjawaban Pram untuk mengakui dan meminta maaf akan segala
peran 'tidak terpuji' pada 'masa paling gelap bagi kreativitas' pada zaman Demokrasi
Terpimpin. Semenjak orde baru Pram memang tidak pernah mendapat kebebasan
menyuarakan suaranya sendiri, dan telah beberapa kali dirinya diserang dan
dikeroyok secara terbuka di koran. 
Sampai akhir hayatnya ia aktif menulis, walaupun kesehatannya telah menurun akibat
usianya yang lanjut dan kegemarannya merokok. Tepatnya pada 27 April 2006 kesehatan
Pram memburuk. Ia didiagnosis menderita radang paru-paru, penyakit yang selama
ini tidak pernah dijangkitnya, ditambah komplikasi ginjal, jantung, dan diabetes. Upaya
keluarga untuk merujuknya ke rumah sakit tidak membawa banyak hasil, malah
kondisinya semakin memburuk dan akhirnya meninggal pada 30 April 2006 di Jakarta.

Pendidikan
 SD Institut Boedi Oetomo (IBO), Blora
 Radio Vakschool 3 selama 6 bulan, Surabaya
 Kelas Stenografi, Chuo Sangi-In, satu tahun, Jakarta
 Kelas dan Seminar Perekonomian dan Sosiologi oleh Drs. Mohammad Hatta, Maruto
Nitimihardjo
 Taman Dewasa: Sekolah ini ditutup oleh Jepang, 1942-1943
 Sekolah Tinggi Islam: Kelas Filosofi dan Sosiologi, Jakarta
Karir

 Juru ketik di Kantor Berita Domei, Jakarta, 1942-1944


 Instruktur kelas stenografi di Domei
 Editor Japanese-Chinese War Chronicle di Domei
 Reporter dan Editor untuk Majalah Sadar, Jakarta, 1947
 Editor di Departemen Literatur Modern Balai Pustaka, Jakarta, 1951-1952
 Editor rubrik budaya di Surat Kabar Lentera, Bintang Timur, Jakarta, 1962-1965
 Fakultas Sastra Universitas Res Publica (sekarang Trisakti), Jakarta, 1962-1965
 Akademi Jurnalistik Dr. Abdul Rivai, 1964-1965
Penghargaan

 Freedom to Write Award dari PEN American Center, AS, 1988


 Penghargaan dari The Fund for Free Expression, New York, AS, 1989
 Wertheim Award, "for his meritorious services to the struggle for emancipation of
Indonesian people", dari The Wertheim Fondation, Leiden, Belanda, 1995
 Ramon Magsaysay Award, "for Journalism, Literature, and Creative Arts, in
recognation of his illuminating with briliant stories the historical awakening, and
modern experience of Indonesian people", dari Ramon Magsaysay Award Foundation,
Manila, Filipina, 1995
 UNESCO Madanjeet Singh Prize, "in recognition of his outstanding contribution to the
promotion of tolerance and non-violence" dari UNESCO, Perancis, 1996
 Doctor of Humane Letters, "in recognition of his remarkable imagination and
distinguished literary contributions, his example to all who oppose tyranny, and his
highly principled struggle for intellectual freedom" dari Universitas Michigan, Madison,
AS, 1999
BIOGRAFI SAPARDI DJOKO DAMONO

Nama Lengkap Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono


Tempat Lahir Kampung Baturono, Solo
Tanggal Lahir Rabu, 20 Maret 1940
Zodiak Pisces
Warga Negara Indonesia
Ayah Sadyoko
Ibu Sapariah

Prof.Dr. Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta , 20 maret 1940. Masa mudanya
dihabiskan di Surakarta. Sapardi bersekolah SD di Sekolah Dasar Kasatrian. Setelah itu ia
melanjutkan ke SMP Negeri 2 Surakarta. Pada saat itulah kegemarannya terhadap sastra mulai
nampak. Sapardi lulus dari SMA pada tahun 1955. Kemudian ia melanjutkan sekolah ke SMA
Negeri 2 Surakarta. Sapardi menulis puisi sejak duduk di kelas 2 SMA. Karyanya dimuat
pertama kali oleh sebuah suat kabar di Semarang. Tidak lama kemudian, karya sastranya berupa
puisi-puisi banyak diterbitkan di berbagai majalah sastra, majalah budaya dan diterbitkan dalam
buku-buku sastra. Sapardi lulus dari SMA pada tahun 1958.

Setelah lulus SMA, Sapardi melanjutkan pendidikan di jurusan Sastra Barat FS&K di
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Setelah lulus kuliah, selain menjadi penyair ia juga
melaksanakan cita-cita lamanya untuk menjadi dosen. Ia meraih gelar sarjana sastra tahun
1964.Kemudian Sapardi memperdalam pengetahuan di Universitas Hawaii,
Honolulu, Amerika Serikat (1970-1971) dan meraih gelar Doktor dari
Universitas Indonesia (1989).Setelah itu, Sapardi mengajar di IKIP Malang cabang
Madiun selama empat tahun. Kemudian dilanjutkan di Universitas Diponegoro , Semarang, juga
selama empat tahun. Sejak tahun 1974, Sapardi mengajar di FS UI. Beberapa karyanya yang
sudah ada di tengah masyarakat antara lain DukaMu Abadi (1969), Mata Pisau dan Aquarium
(1974). Sapardi juga menulis buku ilmiah, satu di antaranya Sosiologi Sastra, Sebuah Pengantar
Ringkas. (1978).

Para pengamat menilai sajak-sajak Sapardi dekat dengan Tuhan dan kematian. “Pada
Sapardi, maut atau kematian dipandang sebagai bagian dari kehidupan; bersama kehidupan itu
pulalah maut tumbuh,” tulis Jakob Sumardjo dalam harian Pikiran Rakyat, 19 Juli 1984. Sebuah
karya besar yang pernah ia buat adalah kumpulan sajak yang berjudul Perahu Kertas dan
memperoleh penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta dan kumpulan sajak Sihir Hujan – yang
ditulisnya ketika ia sedang sakit – memperoleh Anugerah Puisi Poetra Malaysia. Kabarnya,
hadiah sastra berupa uang sejumlah Rp 6,3 juta saat memperoleh Anugerah Puisi Poetra
Malaysia langsung dibelanjakannya memborong buku. Selain itu ia pernah memperoleh
penghargaan SEA Write pada 1986 di Bangkok, Thailand.

Bekas anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ini juga menulis esei dan kritik. Sapardi,
yang pernah menjadi redaktur Basis dan kini bekerja di redaksi Horison, berpendapat, di dalam
karya sastra ada dua segi: tematik dan stilistik (gaya penulisan). Secara gaya, katanya, sudah ada
pembaruan di Indonesia. Tetapi di dalam tema, belum banyak. Selain melahirkan puisi-puisi,
Sapardi juga aktif menulis esai, kritik sastra, artikel serta menerjemahkan berbagai karya sastra
asing. Dengan terjemahannya itu, Sapardi mempunyai kontribusi penting terhadap
pengembangan sastra di Tanah Air. Selain dia menjembatani karya asing kepada pembaca sastra,
ia patut dihargai sebagai orang yang melahirkan bentuk sastra baru. Sumbangsih Sapardi juga
cukup besar kepada budaya dan sastra, dengan melakukan penelitian, menjadi narasumber dalam
berbagai seminar dan aktif sebagai administrator dan pengajar, serta menjadi dekan Fakultas
Sastra UI periode 1995-1999. Dia menjadi penggagas pengajaran mata kuliah Ilmu Budaya
Dasar di fakultas sastra.

Beberapa puisinya sangat populer dan banyak orang yang mengenalinya, seperti Aku
Ingin (sering kali dituliskan bait pertamanya pada undangan perkawinan), Hujan Bulan
Juni, Pada Suatu Hari Nanti,Akulah si Telaga, dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari.

Kumpulan Puisi/Prosa
 "Duka-Mu Abadi", Bandung (1969)
 "Lelaki Tua dan Laut" (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway)
 "Mata Pisau" (1974)
 "Sepilihan Sajak George Seferis" (1975; terjemahan karya George Seferis)
 "Puisi Klasik Cina" (1976; terjemahan)
 "Lirik Klasik Parsi" (1977; terjemahan)
 "Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak" (1982, Pustaka Jaya)
 "Perahu Kertas" (1983)
 "Sihir Hujan" (1984; mendapat penghargaan Puisi Putera II diMalaysia)
 "Water Color Poems" (1986; translated by J.H. McGlynn)
 "Suddenly the night: the poetry of Sapardi Djoko Damono" (1988; translated by J.H.
McGlynn)
 "Afrika yang Resah (1988; terjemahan)
 "Mendorong Jack Kuntikunti: Sepilihan Sajak dari Australia" (1991; antologi
sajak Australia, dikerjakan bersama R:F: Brissenden dan David Broks)
 "Hujan Bulan Juni" (1994)
 "Black Magic Rain" (translated by Harry G Aveling)
 "Arloji" (1998)
 "Ayat-ayat Api" (2000)
 "Pengarang Telah Mati" (2001; kumpulan cerpen)
 "Mata Jendela" (2002)
 "Ada Berita Apa hari ini, Den Sastro?" (2002)
 "Membunuh Orang Gila" (2003; kumpulan cerpen)
 "Nona Koelit Koetjing: Antologi cerita pendek Indonesia periode awal (1870an -
1910an)" (2005; salah seorang penyusun)
     "Mantra Orang Jawa" (2005; puitisasi mantera tradisional Jawa dalam bahasa
Indonesia)
     "Kolam" (2009; kumpulan puisi)

Buku
 "Sastra Lisan Indonesia" (1983), ditulis bersama Subagio Sastrowardoyo dan A. Kasim
Achmad. Seri Bunga Rampai Sastra ASEAN.
   "Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan"
     "Dimensi Mistik dalam Islam" (1986), terjemahan karya Annemarie Schimmel
"Mystical Dimension of Islam", salah seorang penulis.

Penghargaan

 Cultural Award dari Australia (1978)


 Anugerah Puisi Putra dari Malaysia (1983)
 SEA Write Award dari Thailand (1986)
 Anugerah Seni dari Pemerintah Indonesia (1990)
 Mataram Award (1985)
 Kalyana Kretya (1996) dari Menristek RI
 Penghargaan Achmad Bakrie (2003)

Anda mungkin juga menyukai