Anda di halaman 1dari 4

Biografi

Soetomo
(Bung
Tomo)

Kelas
Aulia Rahma Azzahra (05)
XMM 2
Biografi Bung Tomo
Nama Lengkap : Sutomo

Tempat Lahir : Surabaya, Jawa Timur

Tanggal Lahir : 03 Oktober 1920

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Dikenal : Sebagai Pahlawan Indonesia

Kehidupan
Bung Tomo lahir pada 3 Oktober 1920 di Surabaya, Jawa Timur. Sutomo lebih dikenal dengan nama
Bung Tomo oleh rakyat. Bung Tomo dibesarkan dalam keluarga kelas menengah, dan juga keluarga yang
sangat menghargai dan menjunjung tinggi pendidikan. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo adalah
seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sebagai
staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil
di perusahan ekspor-impor Belanda. Bung Tomo mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa
pendamping dekat Pangeran Diponegoro. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura.

Bung Tomo suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan agar menjadi lebih baik. Pada saat usia 12
tahun, ketika ia terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO, Bung tomo melakukan berbagai
pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu.

Di usia muda Bung Tomo aktif dalam organisasi kepanduan atau KBI. Bung Tomo kemudian bergabung
dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Sutomo menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah
dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan
pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya.

Bung Tomo memiliki minat pada dunia jurnalisme. Ia pernah bekerja sebagai wartawan lepas pada
Harian Soeara Oemoem di Surabaya pada tahun 1937. Setahun kemudian, ia menjadi Redaktur
Mingguan Pembela Rakyat serta menjadi wartawan dan penulis pojok harian berbahasa Jawa, Ekspres,
di Surabaya pada tahun 1939.

Pada masa pendudukan Jepang, Bung Tomo bekerja di kantor berita tentara pendudukan Jepang,
Domei, bagian Bahasa Indonesia untuk seluruh Jawa Timur di Surabaya pada tahun 1942-1945. Saat
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan, beliau memberitakannya dalam bahasa
Jawa bersama wartawan senior Romo Bintarti untuk menghindari sensor Jepang. Selanjutnya, beliau
menjadi Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara di Surabaya.

Perjuangan Pertempuran Surabaya


10 November 1945
Pada tahun 1944 ia menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori Jepang, hampir tak seorang
pun yang mengenal dia. Namun semua ini mempersiapkan Bung Tomo untuk menjalankan peranannya
yang sangat penting.

Pada 19 September 1945 sebuah insiden terjadi di Hotel Yamato, Surabaya. Sekelompok orang Belanda
memasang bendera mereka. Rakyat marah. Seorang Belanda tewas dan bendera merah-putih-biru itu
diturunkan. Bagian biru dirobek, tinggal merah-putih, yang langsung dikibarkan.

Di Jakarta, pasukan Sekutu datang pada 30 September 1945. Para serdadu Belanda ikut rombongan.
Bendera Belanda berkibar di mana-mana. Saat itu, Bung Tomo masih berstatus wartawan kantor berita
ANTARA. Ia juga kepala bagian penerangan Pemuda Republik Indonesia (PRI), organisasi terpenting dan
terbesar di Surabaya pada saat itu.

Di Jakarta, Bung Karno meminta para pemuda untuk menahan diri, tak memulai konfrontasi bersenjata.
Bung Tomo kembali ke Surabaya. "Kita (di Surabaya) telah memperoleh kemerdekaan, sementara di
ibukota rakyat Indonesia terpaksa harus hidup dalam ketakutan," katanya seperti dicatat sejarawan
William H. Frederick dari Universitas Ohio, AS.

Pada bulan Oktober dan November 1945, ia menjadi salah satu Pemimpin yang sangat penting, karena ia
berhasil menggerakkan dan membangkitkan semangat rakyat Surabaya, yang pada waktu itu Surabaya
diserang habis-habisan oleh pasukan Inggris yang mendarat untuk melucutkan senjata tentara
pendudukan Jepang dan membebaskan tawanan Eropa.

Pada 9 November dikeluarkannya ultimatum yang ditunjukkan kepada para staf Gubernur Soerjo yang
berbunyi, pertama, seluruh pemimpin rakyat Surabaya harus menyerahkan diri paling lambat pukul
18.00 di hari itu dengan tangan di atas kepala. Kedua, seluruh senjata harus diserahkan. Lalu, pembunuh
Mallaby menyerahkan diri. Jika kedua hal tersebut diabaikan, Sekutu bakal mulai menyerang pada pukul
06.00 keesokan harinya. Seperti ultimatum terdahulu, pamflet berisi ultimatum disebar lewat udara. Jika
tidak dipatuhi, pada 10 November mulai pukul 06.00, Inggris akan mulai menggempur.

Setelah Kemerdekaan
Bung Tomo sempat terjun dalam dunia politik pada tahun 1950, dan kemudian menghilang dari
panggung politik karena ia tidak merasa bahagia terjun di dunia politik. Pada akhir masa pemerintahan
Soekarno dan awal pemerintahan Suharto yang mula-mula didukungnya, Sutomo kembali muncul
sebagai tokoh nasional.

Pada awal tahun 1970, ia kembali dan mempunyai pandangan pendapat yang berbeda dengan
pemerintahan Orde Baru. Ia berbicara dengan keras terhadap program-program yang dijalankan oleh
Suharto sehingga pada 11 April 1978 ia ditahan oleh pemerintah Indonesia yang tampaknya khawatir
akan kritik-kritiknya yang keras tersebut. Baru setahun kemudian ia dilepaskan oleh Suharto.

Akhir Hidup
Pada 7 Oktober 1981 Bung Tomo meninggal dunia di Padang Arafah, saat sedang menunaikan ibadah
haji. Berbeda dengan tradisi untuk memakamkan para jemaah haji yang meninggal dalam ziarah ke
tanah suci yang harus dimakamkan di tanah suci, tapi jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke tanah air
dan dimakamkan bukan di sebuah Taman Makam Pahlawan, melainkan di Tempat Pemakaman Umum
Ngagel di Surabaya.

Gelar Sebagai Pahlawan Indonesia


Setelah pemerintah didesak oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Fraksi Partai Golkar (FPG) agar
memberikan gelar pahlawan kepada Bung Tomo pada 9 November 2007. Akhirnya gelar pahlawan
nasional diberikan ke Bung Tomo bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November
2008. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu,
Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta.

Penutup
Sejarah mencatat bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya yang terdiri atas berbagai suku
bangsa sangat dahsyat. Tidak ada rasa takut menghadapi tentara Inggris yang bersenjata lengkap.
Tanggal 10 November kita kenang sebagai Hari Pahlawan. Bung Tomo terutama dikenang karena
seruan-seruan pembukaannya di dalam siaran-siaran radionya yang penuh dengan emosi

Anda mungkin juga menyukai