Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

BIOGRAFI & KONTRIBUSI BUNG


TOMO

Kelompok
Muhammad Al-Fatih

Disusun Oleh:

● Arief Zaidan Ramadhinata


● Cindi Andriani Aulia
● Eka Sulistia Warni
● Hafdhal Prayoga
● M. Alpri Alpariza
● Muda Alfaris
● Mhd. Rizky Pradana
● Naufal Syafahlevie Samosir
BIOGRAFI BUNG TOMO

Nama :Sutomo

Tempat, Tanggal Lahir :Surabaya, 3 Oktober 1820

Warga Negara :Indonesia

Profesi :Jurnalis, Penyiar Berita, Orator, Pahlawan Kemerdekaan

Pasangan :Sulistina

Anak :Bambang Sulistomo

Orangtua :Kartawan Tjiptowidjojo (Ayah), Subastita (Ibu)


Bung Tomo dilahirkan di Kampung Blauran, Surabaya pada 3 Oktober
1920 dengan nama Sutomo. Dia merupakan sulung dari enam orang
bersaudara. Adiknya masing-masing bernama Sulastri, Suntari, Gatot
Suprapto, Subastuti, dan Hartini.

Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang priayi golongan


menengah yang pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah, staf
perusahaan swasta, asisten kantor pajak, hingga pegawai perusahan
ekspor-impor Belanda. Karyawan mengaku mempunyai pertalian darah
dengan beberapa pengikut dari Pangeran Diponegoro yang
dimakamkan di Malang.

Ibu Sutomo bernama Subastita, seorang perempuan berdarah


campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura anak seorang distributor
lokal mesin jahit Singer di wilayah Surabaya, yang sebelum pindah ke
Surabaya pernah menjadi polisi kotapraja dan anggota Sarekat Islam
(SI).

Sutomo menikah dengan Sulistina, seorang bekas perawat Palang


Merah Indonesia (PMI) pada 19 Juni 1947. Pasangan ini dikaruniai
empat orang anak, masing-masing bernama Titing Sulistami (lahir
tanggal 29 Juni 1948), Bambang Sulistomo (lahir tanggal 22 April 1950),
Sri Sulistami (lahir tanggal 16 Agustus 1951), dan Ratna Sulistami (lahir
tanggal 12 November 1958

MASA KECIL & PENDIDIKAN

Bung Tomo yang bernama asli Sutomo ini lahir dari pasangan Kartawan
Tjiptowidjojo dan Subastita pada tanggal 2 Oktober 1920.

Beliau adalah anak laki-laki pertama dari enam bersaudara. Ayahnya


bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sementara sang ibu adalah
seorang distributor mesin jahit.Dikarenakan pekerjaan sang ayah,
Sutomo kecil beruntung karena dapat melanjutkan sekolah.
Seperti pribumi yang berasal dari golongan ningrat. Meskipun begitu,
keadaan keluarganya waktu itu juga cukup sulit sehingga beliau
berinisiatif untuk membantu orangtuanya dengan melakukan pekerjaan
sampingan. Salah satunya adalah menjadi pemungut bola bagi para
bangsawan yang sedang bermain tenis.Sayangnya saat berusia 12
tahun, Bung Tomo terpaksa meninggalkan pendidikannya di
MULO.Setelah putus sekolah, beliau kemudian bekerja. Tak lama
setelah itu, beliau kemudian melanjutkan pendidikan di HBS melalui
korespondensi, tapi pendidikannya ini juga tidak diselesaikannya.

BERKARIR SEBAGAI JURNALIS

Pada tahun 1937, beliau yang saat itu masih berusia 17 tahun bekerja di
Harian Soeara Oemoem Sebagai wartawan lepas. Setahun kemudian,
beliau diangkat menjadi Redaktur Mingguan Pembela Rakyat. Tak
berhenti sampai disitu saja, beliau juga dijadikan sebagai jurnalis dan
penulis pojok harian berbahasa Jawa pada koran Ekspres.Pada masa
pendudukan Jepang, Bung Tomo meninggalkan Koran Ekspres dan
kemudian bekerja di Domei. Domei adalah sebuah lembaga penyiaran
yang didirikan oleh pemerintah Jepang.

Disana, beliau bertugas menyiarkan berita dalam Bahasa Indonesia


untuk Surabaya.Ketika Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan,
Bung Tomo sudah menjabat sebagai kepala kantor berita tersebut.
Bersama dengan seorang wartawan senior, Romo Bintarti, beliau
menyiarkan berita tersebut dalam Bahasa Jawa untuk menghindari
sensor dari pihak Jepang. Setelah merdeka, kantor tersebut berubah
nama menjadi Antara.Meskipun bekerja pada kantor penjajah, semangat
perjuangan dan nasionalisme Bung Tomo Tentu tidak padam. Pada
tahun 1944, beliau bergabung menjadi aktivis Gerakan Rakyat Baru dan
didapuk menjadi pengurus Pemuda Republik Indonesia.
PERTEMPURAN SURABAYA

Pada 28 Oktober 1945, pasukan Indonesia yang dipimpin Bung Tomo


mulai menyerang pos-pos pertahanan milik Sekutu.Tiga hari kemudian
tepatnya 31 Oktober 1945, Brigadir Mallaby tewas di tangan para
pejuang Indonesia.Peristiwa ini sontak menyulut kemarahan

Sekutu. Mereka mengultimatum rakyat untuk segera menyerah, atau jika


tidak, Surabaya akan dihancurkan.Bukannya tumbang, semangat rakyat
justru kian berkobar. Pemuda Indonesia bersenjatakan bambu runcing
bergerak menyerang tank-tank Sherman milik Sekutu.Pertempuran
berlangsung ganas dan kejam selama tiga minggu, dan puncaknya
terjadi pada 10 November 1945.

Sosok Sutomo atau yang lebih dikenal sebagai Bung Tomo berperan
besar dalam pertempuran 10 November 1945 Melalui siaran radio,
pemuda asal Surabaya itu tampil sebagai pimpinan yang mengobarkan
semangat perlawanan, mengajak seluruh rakyat bersatu dan merebut
tempat-tempat penting yang diduduki Sekutu.

Siaran Bung Tomo melanglang ke berbagai radio di Surabaya. Menurut


buku Indonesia dalam Arus Sejarah Edisi ke-6, siaran Bung Tomo selalu
dibuka dengan "Allahu Akbar! Allahu Akbar!".Seruan itu berhasil
menggerakan hati warga, terutama masyarakat santri di Surabaya.

Dengan gaya bicara yang berapi-api, Bung Tomo juga kerap memekik
orasi "merdeka atau mati!" yang menyulut jiwa juang para pemuda
Surabaya bertempur di medan laga.Saat itu, Bung Tomo bahkan
mengikrarkan janji bahwa dirinya tak akan menikah sebelum Belanda
terusir dari Indonesia.
Buku Revolt in Paradise karya K'tut Tantri mengatakan, peran Bung
Tomo dalam perang Surabaya sangat vital. Pada 14 November 1945
misalnya, tak lama setelah siaran di Jalan Mawar, Surabaya, Bung Tomo
langsung bergeser ke Malang.

Gencarnya siaran Bung Tomo juga membuat orang


berbondong-bondong datang ke Surabaya untuk ikut berperang. Rakyat
dari sekitar Surabaya, bahkan luar Jawa, termasuk dari Sulawesi Utara,
turut angkat senjata mempertahankan kemerdekaan.

Kobaran semangat inilah yang pada akhirnya berhasil menyatukan


rakyat, mengusir Sekutu dan mempertahankan kedaulatan negara
ditanah Surabaya.

Hari ini, Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan. Tak hanya itu, 10
November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

KONTRIBUSI BUNG TOMO

Bung Tomo merupakan salah satu tokoh dalam peristiwa pertempuran


10 November 1945 di Surabaya. Bung Tomo berhasil mengajak rakyat
Surabaya untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari
serangan pasukan Sekutu dan NICA. Peristiwa itu membuat Bung Tomo
dekat dengan rakyat dan menjadi populer. Bung Tomo mempunyai cara
yang berbeda dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di
Surabaya yakni dengan mengobarkan semangat rakyat melalui radio,
oleh karena itulah penulis tertarik mengkaji dan menganalisis Peranan
Bung Tomo dalam Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai