Anda di halaman 1dari 14

RIWAYAT HIDUP BUNG TOMO

A. Bung Tomo Kecil


Sutomo lahir di Kampung Blauran pinggir kota Surabaya.
Sutomo lahir pada tanggal 2 Oktober 1920 dan meninggal di
Mekah, Arab Saudi, pada tanggal 7 Oktober 1981 pada umur 62
tahun. Bung Tomo dilahirkan dengan nama Sutomo. Pada saat
Sutomo baru berusia dua tahun, ibunya sempat mengatakan
kepada Bung Tomo yang saat itu baru belajar berbicara bahwa
putranya kelak akan menjadi orang besar yang akan
membebaskan rakyat dari belenggu penjajahan. Sutomo
dibesarkan di rumah yang sangat menghargai pendidikan. Ia
berbicara dengan terus terang dan penuh semangat.BungTomo
sendiri ikut bekerja membantu orang tuanya. Ia suka bekerja
keras untukmemperbaiki keadaan.Pada usia 12 tahun, ketika ia
terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO1Sutomo
melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi
dampak depresi yang melanda dunia saat itu.

Belakangan ia menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat


korespondensi, namun tidak pernah resmi lulus.Bung Tomo kecil
nampak berbeda dengan anak-anak seusianya. Di masa kecilnya
Bung Tomo merupakan seorang anak yang pemberani, hal itu
dilihat dari keberanian Bung Tomo kecil yang berani berhadapan
langsung dengan penjajah. Bung Tomo pun sering berbincang
dengan kakeknya sendiri, karena kakeknya tersebut merupakan
orang yang sering memperhatikan perkembangan masyarakat
sekitar pada masa itu.

Suatu ketika Bung Tomo melihat seorang ustadz


ceramah di masjid, salah satu isi ceramah tersebut ialah ustadz
tersebut ingin mengkritik kebijakan penjajah namun ustadz
tersebut hanya menyindir dan tidak berani mengkritik penjajah
secara terang-terangan. Hal ini lah yang kemudian Bung Tomo
adukan kepada kakeknya. Di hati orang-orang pada masaitu rasa
ingin melawan penjajah memang sebenarnya sudah ada, namun
pada masaitu orangorang belum berani mengkritik atau melawan
penjajah secara terang-terangan karena masih takut dan khawatir
terhadap ancaman yang dilakukan oleh penjajah jika melawan
pemerintahannya

B. Orang-orang di sekitar Bung Tomo


Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo,seorang
kepala keluarga dari kelas menengah. Ia pernah bekerja sebagai
pegawai pemerintahan, sebagai staf pribadi di sebuah
perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor pajak pemerintah,
dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor Belanda. Ia
mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa
pendamping dekat Pangeran Diponegoro yang dikebumikan di
Malang. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda dan
Madura. Ia pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja, dan pernah
pula menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum ia pindah ke
Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin
jahit Singer.

C. Bung Tomo di Masa Muda


Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan
Bangsa Indonesia). Belakangan Sutomo menegaskan bahwa
filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang
diperolehnya dari kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan
pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya. Pada usia 17
tahun, ia menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang kedua di
Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Tomo
memiliki minat pada dunia jurnalisme. Ia pernah bekerja sebagai
wartawan lepas pada Harian Soeara Oemoem di Surabaya pada
tahun 1937. Setahun kemudian, ia menjadi redaktur Majalah
Pembela Rakyat serta menjadi wartawan dan penulis pojok harian
berbahasa Jawa, Ekspres, di Surabaya pada tahun 1939.
Pada masa pendudukan Jepang, Bung Tomo bekerja di
kantor berita tentara pendudukan Jepang, Domei bagian Bahasa
Indonesia untuk seluruh Jawa Timur di Surabaya pada tahun 1942
-1945. Ketika ia terpilih pada 1944 untuk menjadi anggota
Gerakan Rakyat Baru yang disponsori Jepang, hampir tak seorang
pun yang mengenal dia.
Di masa kepemimpinan Soekarno, Bung Tomo pernah
mengkritik kebijakan Soekarno yang mengeluarkan kebijakan
yang lebih menguntungkan pihak asing. Bung Karno saat itu
marah karena merasa kebijakan yang dikeluarkannya sudah benar
namun dikritik oleh Bung Tomo yang menurutnya orang awam
dan belum mengerti tentang politik.

D. Kebiasaan dan Karakter Bung Tomo

Bung Tomo memiliki kebiasaan-kebiasaan dan karakter


yang mungkin diantaranya tidak diketahui oleh banyak orang,
seperti kecintaan beliau kepada orang-orang disekitarnya tak
terkecuali kepada istrinya. Hal ini dibuktikan ketika Bung Tomo
sehabis pulang bertugas di luar kota, beliau selalu pulang dengan
membawa oleh-oleh untuk orang-orang yang beliau cintai. Selain
itu juga Bung Tomo mempunyai kebiasaan atau karakter jujur dan
tegas ketika berbicara dan menatap tajam lawan bicaranya.
Namun terkadang beliau juga melakukan candaan di sela-sela
obrolannya agar lawan bicaranya tidak tegang.

Bung Tomo merupakan sosok pekerja keras, hal ini


dilihat dari kerja keras beliau sejak kecil rajin membantu orang
tuanya hingga beliau dewasa bekerja keras demi bangsa dan
negara. Bung Tomo merupakan sosok yang pandai bergaul
dengan siapa pun, baik itu dengan rakyat biasa sampai kepada
orang-orang besar seperti kiyai hingga pejabat sangat
menghormati Bung Tomo.Bung Tomo sosok yang sangat
memperhatikan penampilan. Meski pun pakaiannya sederhana
namun pakaian yang beliau pakai harus bersih dan rapih. Hal ini
lah yang menjadi perhatian khusus bagi istri Bung Tomo, Sulistina
dalam mempersiapkan pakaian yang akan dipakai oleh suaminya.
Semua pakaian yang dipakai Bung Tomo harus rapih dan bersih,
termasuk juga sepatu yang harus dalam keadaan mengkilap
ketika akan dipakai.
Karakter lain dari seorang Bung Tomo adalah Bung
Tomo merupakan sosok orator dan berkharisma tinggi, itu
terbukti ketika beliau berorasi diradio dan berorasi di depan rakyat
sebelum pertempuran 10 November berlangsung. Orasi Bung
Tomo tersebut langsung direspon oleh rakyat dengan meletusnya
pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.Bung Tomo juga
ternyata memiliki kegemaran sering menulis puisi.

Belum diketahui dari mana beliau belajar menulis puisi


hingga menghasilkan puisi yang sangat indah. Pada umumnya
puisi-puisi Bung Tomo bertemakan tentang percintaan, puisi-puisi
tersebut banyak ditujukan kepada istrinya. Setiap ada
kesempatan waktu luang beliau selalu menyempatkan diri untuk
menulis puisi, bahkan saat beliau berada dalam ruang tahanan
pun beliau masih bisa menuliskan puisi sebagai ungkapan rasa
rindu kepada istrinya.

Bung Tomo sangat mengagumi Jenderal Sudirman dan


Letnan Jenderal Urip Sumarsono.13 Bung Tomo merupakan anak
buah Letnan Jenderal Urip Sumarsono, sedangkan Jenderal
Sudirman sendiri merupakan teman dekat dari Letnan Jenderal
Urip Sumarsono. Kedua panglima tentara ini sangat dikagumi
oleh Bung Tomo. Singkat cerita tentang Jenderal Sudirman dan
Jenderal Urip Sumarsono. Jenderal Sudirman merupakan seorang
perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia.
Jasanya sangat besar, terutama dalam memimpin perang gerilya
melawan Belanda.

Sikapnya yang pantang menyerah dan berjuang


dengan hati yang ikhlas demi bangsa dan negara membuat
Jenderal Sudirman dikagumi oleh banyak orang. Pada tanggal 12
November 1945 beliau terpilih sebagai panglima besar TKR
(Tentara Keamanan Rakyat) karena Sudirman termasuk salah
satu tokoh yang berperan mendirikan TKR, sedangkan Jenderal
Urip yang lebih dulu berkiprah di bidang militer terpilih sebagai
staf.14 Sudirman juga pernah menjabat sebagai wakil ketua
Pemuda Muhammadiyah Keresidenan Banyumas, selain itu beliau
juga pernah aktif di organisasi kepanduan Islam, Hizbul Wathan

Sudirman lahir di Purbalingga pada tanggal 24 Januari


1916 dan meninggal di Magelang karena penyakit yang
dideritanya pada tanggal 29 Januari 1950 dan dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.15Sedangkan
Jenderal Urip Sumarsono adalah seorang Jenderal dan Kepala
Staf Umum Tentara Nasional Indonesia pertama pada masa
Revolusi Nasional Indonesia.

Sebenarnya nama lahir Jenderal Urip Sumoharjo


adalah Muhammad Sidik, namun saat ia masih kecil nama itu
dirubah menjadi Urip Sumoharjo, bahkan di buku lain ada yang
menyebutkan nama beliau adalah Urip Sumarsono. Di awal
karirnya di bidang militer Urip Sumoharjo mendapatkan letnan dua
dari KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Lager).Di KNIL beliau
bertugas selama 25 tahun dan berpindah-pindah tugas dari
beberapa daerah di Kalimantan hingga pindahtugas ke Pulau
Jawa tepatnya di Purworejo, setelah itu beliau pindah ke
Magelang.

Di Magelang beliau menikah dengan seorang wanita


yang bernama Rohmah Soebroto, putri dari guru bahasa Jawa
dan Melayu yang pernah mengajar beliau. Dari Magelang Urip
pindah ke Ambarawa untuk melatih prajurit lokal. Setelah itu
beliau naik pangkat menjadi Kapten. Selain itu Jenderal Urip juga
pernah ditangkap pada tahun 1942 saat Jepang menguasai
Hindia Belanda, beliau ditahan di Cimahi selama tiga bulan.
Kemudian beliau terpilih sebagai staf di TKR (Tentara Keamanan
Rakyat), beliau menjadi panitia besar yang melakukan
reorganisasi di badan militer Indonesia. Urip pernah keluar dari
TKR karena ada konflik di dalam tubuh TKR, setelah itu beliau
mendirikan kelompok yang menggabungkan kalangan
masyarakat umum dengan tentara.

Urip Sumoharjo lahir di Purworejo pada tanggal 1893


dan meninggal di Yogyakarta pada 17 November 1948 dalam usia
55 tahun akibat serangan jantung dan dikebumikan keesokan
harinya di Taman Makam Pahlawan Semaki secara militer. Dari
kiprahnya itu lah Bung Tomo mengagumi kedua jenderal tersebut.
Terlebih ketika pertemuan pertama kali Bung Tomo dengan
Sudirman dan Sumarsono. Pertemuan itu berawal ketika Bung
Tomo bersama pejuang lainnya bertemu dengan Jenderal
Sudirman dan Letnan Jenderal Urip Sumarsono di kereta api
sehabis tugas dari Tasikmalaya menuju Purwokerto.

Awalnya Bung Tomo tidak beraniketika anggota Staf


Sekretariat Panglima Besar menawarkan kepada Bung Tomo dan
rekan-rekannya untuk duduk bersama Jenderal Sudirman dan
Letnan Jenderal Urip Sumarsono dalam satu ruangan di dalam
kereta. Karena pada masaitu, banyak orang yang menduga kalau
Letnan Jenderal Urip Sumarsono adalah mata-mata Belanda.
Namun setelah berbincang dengan Letnan Jenderal Urip
Sumarsono cukup lama di dalam kereta, akhirnya Bung Tomo dan
rekanrekannya tahu bahwa Jenderal Urip Sumarsono yang
merupakan bekas opsir tinggi tentara Kerajaan Belanda itu, bukan
merupakan mata-mata Belanda seperti yang disangkakan banyak
orang.

Selain itu juga, Bung Tomo memiliki karakter pribadi


yang mudah bergaul dengan siapa pun. Hal itu pula lah yang
membuat Bung Tomo akrab dengan semua kalangan, mulai dari
rakyat biasa, kiyai, bangsawan, sampai kepada pejabat semua
hormat kepada beliau. Contohnya ketika beliau bersekolah di HBS
Bung Tomo akrab dengan siswasiswa lainnya yang notabenenya
adalah anak-anak keturunan Belanda. Selain itu Bung Tomo juga
memiliki kedekatan dengan para kiyai, meski pun beliau tidak
pernah belajar di pesantren. Kedekatan Bung Tomo ini dilihat dari
setiap Bung Tomo akan melakukan aksi khususnya peperangan,
sebelum melakukan peperangan tersebut Bung Tomo selalu
meminta pendapat dan restu dari para kiyai.

Bung Tomo merupakan pribadi yang rendah hati. Salah


satu bukti bahwa Bung Tomo bersikap rendah hati adalah ketika
enam tahun setelah Indonesia merdeka tepatnya pada tanggal 9
November 1951, hari itu menjelang Hari Pahlawan keesokan
harinya di pagi hari Bung Tomo menyaksikan koran-koran
menampilkan foto beliau di bagian depan karena jasanya yang
begitu besar terhadap pertempuran 10 November 1945.

Namun Bung Tomo merasa jasanya belum seberapa


besar jika dibandingkan perjuangan rakyat dan pejuang lainnya
yang berperang dan gugur saat melawan penjajah. Bung Tomo
lebih bangga ketika menyaksikan generasi penerus yang
menghargai pengorbanan para pahlawan.Bung Tomo merupakan
seorang tokoh yang taat beragama. Saat kecil Bung Tomo tidak
hanya dididik dengan ilmu pengetahuan umum saja, melainkan
ilmu agama pun tetap nomor satu yang diajarkan oleh orang
tuanya kepada Bung Tomo. Hal itu lah yang menjadikan keimanan
Bung Tomo cukup kuat walaupun beliau bukan lulusan dari
pesantren.

Hal itu dilihat ketika Bung Tomo berpidato untuk


mengobarkan semangat perjuangan rakyat, Bung Tomo selalu
mengucapkan kalimat takbir di akhir pidatonya. Bung Tomo juga
sering meminta nasihat kepada kiyai atau ulama sebelum
mengambil keputusan. Selain itu juga Bung Tomo pernah menjadi
anggota Gerakan Pemuda Ansor yang merupakan salah satu
organisasi pemuda keislaman. Hingga saat Bung Tomo wafat pun
beliau sedang melakukan ibadah haji. Hal-hal ini lah yang
membuktikan ketakwaan Bung Tomo kepada Islam sebagai
agamanya.
E. Bung Tomo Mulai Menyukai Seorang Wanita

Walaupun Bung Tomo adalah sosok yang tangguh,


pemberani, pantang menyerah, dan heroik, tetapi ia bukanlah
seorang malaikat. Ia tidak lebih dari manusia biasa. Sebagai
seorang manusia biasa dan normal, seperti apa pun tingginya
heroisme Bung Tomo membela bangsa dan negara, seberapa
kuat ia mencurahkan hampir semua waktunya untuk menumpas
para penjajah, tetap saja ia adalah seorang manusia biasa yang
punya hasrat dan ketertarikan kepada lawan jenisnya.
Sebagaimana manusia normal pada umumnya, ia juga merasakan
perasaan jatuh cinta kepada seorang perempuan cantik, rasa
cemburu, merindukan kasih sayang, ingin diperhatikan oleh
perempuan yang dicintainya, dan perasaan-perasaan manusiawi
lainnya.

Perempuan yang dicintainya adalah Sulistina-kelak


setelah menikah dengan Bung Tomo dikenal dengan nama
Sulistina Sutomo-yang lahir di Malang, Jawa Timur, pada tanggal
25 Oktober 1925.27 Bung Tomo mulai mengenal Sulistina di
masa-masa pergolakan revolusi Indonesia. Pertemuan antara
kedua keduanya terjadi di kota Surabaya. Dunia Sulistina
barangkali dapat dikatakan bersinggungan dengan dunia Bung
Tomo. Keduanya sama-sama aktivis yang bergerak untuk
menegakkan kepentingan dan kesejahteraan orang banyak.

Hanya saja yang sedikit membedakan, pergerakan Bung


Tomo lebih mengarah pada perjuangan kemerdekaan Republik
Indonesia, sedangkan Sulistina lebih mengarah pada kepentingan
sosial. Pada saat itu, Sulistina memiliki kesibukan sebagai
anggota PMI (Palang Merah Indonesia) cabang Malang, Jawa
Timur. Pada suatu hari, Sulistina diberi tugas oleh kantornya ke
kota Surabaya. Di sanalah Sulistina pertama kali bertemu dengan
Bung Tomo. Padahal sebelumnya, Sulistina tidak banyak
mendengar tentang sosok Bung Tomo.Bung Tomo (Sutomo),
Pertempuran 10 November 1945, Kesaksian & Pengalaman
Seorang Aktor Sejarah (Jakarta: Visi Media, 2998), hlm. 159.
Sejak mengenal Bung Tomo-Sulistina memanggilnya
dengan sebutan "Mas Tomo"-Sulistina bisa membaca bahwa
karakter Bung Tomo sebenarnya cukup keras, apalagi dalam
menentang penjajah. Sikapnya yang tegas, lugas, keras, sangat
tercermin dalam gaya kesehariannya. Namun, di balik sosok Bung
Tomo yang keras, Sulistina justru menemukan sisi romantisme
dalam diri Bung Tomo yang barangkali tidak banyak dirasakan
oleh orang lain. Sisi romantisme itu mulai dirasakan ketika Bung
Tomo berani mengutarakan perasaan cintanya pada Sulistina.

Dengan berani tanpa rasa minder sedikit pun, Bung Tomo


menyatakan bahwa dirinya sangat mencintai Sulistina. Bung
Tomo menginginkan dirinya dengan Sulistina menjalin hubungan
yang lebih dari sekadar teman, hubungan yang lebih mengarah
pada masa depan jangka panjang sampai akhir hayat. Mendengar
ucapannya, Sulistina menyadari bahwa di balik sosoknya yang
heroik dan keras, Bung Tomo hanyalah manusia biasa yang bisa
jatuh cinta dan punya romantisme cinta yang indah untuk
dirasakan.

Tidak lama berselang setelah Bung Tomo meng- ungkapkan


perasaan cintanya kepada Sulistina, terjadilah hubungan sebagai
pasangan kekasih antara keduanya. Mereka berdua menjalin
hubungan itu dengan penuh romantisme. Mereka saling
mencintai dan mengasihi. Oleh karena itu, pertemuan keduanya
dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. Selain karena merasa
tidak enak kepada teman-teman sejawat, sepenanggungan, dan
seperjuangan, itu dilakukan untuk menghindar dari intaian tentara
Sekutu. Apalagi, ketika Bung Tomo baru menjalani hubungannya
dengan Sulistina, ia adalah sosok pemuda yang paling diburu oleh
tentara Sekutu.

Pasalnya, di mata para tentara Sekutu, Bung Tomo adalah


sosok pemberontak yang giat memobilisasi massa menentang
keberadaan Sekutu di Surabaya. Ia pun dikenal sebagai pemimpin
Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) yang paling
dicari oleh Sekutu. Tentara sekutu merasa tidak nyaman dengan
gerakan Bung Tomo.
Pada saat itu, Bung Tomo menjadi pemimpin BPRI sejak
12 Oktober 1945.30 Tidak hanya itu, di antara tahun 1945-1949, ia
juga membentuk pasukan berani mati. Yaitu, pasukan bom syahid
yang siap mengorbankan jiwanya untuk menghancurkan pasukan
Belanda dan Sekutu yang ingin menjajah kembali Indonesia.
Mereka bertugas untuk menghancurkan tank-tank musuh ataupun
fasilitas militer yang dimiliki pasukan Belanda dan Sekutu dengan
cara meledakkan diri mereka sendiri.
Mereka. mengorbankan dirinya sebagai seorang syuhada.
Kiprah Bung Tomo yang demikian itulah membuat para tentara
Sekutu selalu mengincarnya.Dengan demikian, sangat mustahil
bagi Bung Tomo untuk menjalin cinta dengan Sulistina secara
terang- terangan. Jika tidak ada kesempatan yang betul-betul
memungkinkan, Bung Tomo tidak bertemu dengan Sulistina.

Sulistina pun mengerti dengan keadaan yang dialami


Bung Tomo, serta mengerti dengan profesi Bung Tomo sebagai
pejuang, sehingga tidak banyak menuntut waktu Bung Tomo.
Hubungan mereka dijalani atas dasar kepercayaan yang tinggi
antara satu sama lain, sehingga sama sekali tidak terjadi masalah
serius dalam hubungan mereka walaupun dijalaninya dengan
jarak jauh. Dari sosok Sulistina yang penuh pengertian itulah,
Bung Tomo semakin cinta dan sayang kepada Sulistina.

F.Merasa Bersalah Menikah di Masa Revolusi

Setelah dipandang cukup lama menjalani hubungan


sebagai pasangan kekasih, akhirnya Bung Tomo memutus- kan
untuk segera melangsungkan pernikahan dengan Sulistina.
Pernikahan mereka dilangsungkan pada tanggal 19 Juni 1947 di
kota Malang. Namun, dari pernikahan inilah justru selama
hidupnya Bung Tomo merasakan kesalahan besar. Pasalnya, ia
menikah di masa-masa revolusi di mana masyarakat Indonesia
masih berada dalam situasi genting karena tekanan penjajah,
masa-masa di mana semua rakyat Indonesia masih dituntut
untuk menata kemerdekaan dengan agenda pembangunan,
sementara Bung Tomo lebih mementingkan hasrat pribadinya
(baca: menikah).

Dengan kata lain, seolah-olah Bung Tomo hanya


mencari kenikmatan diri-sendiri dan egois. Seolah-olah ia merasa
sangat berdosa karena pernikahannya diadakan dalam suasana
demikian.Bung Tomo merasa bersalah menikah pada masa itu
bukan hanya bertepatan dengan masa revolusi, tetapi karena
sebelumnya Bung Tomo juga mengecam pernikahan yang
dilakukan di masa revolusi. Sebelum menikah, ia pernah
mengatakan dalam sebuah pidatonya, terlepas ia mengatakannya
serius atau tidak serius, "Yang saya takutkan hanya satu, yaitu
mata-mata musuh perempuan.

G.Masa Kejayaan Bung Tomo

Cerita berawal dari kedatangan pasukan Sekutu yang


tergabung dalam Allied Forces Netherland East Indies (NICA) ke
Surabaya pada 25 Oktober 1945. Saat itu, Indonesia baru dua
bulan merdeka dari penjajahan.Pasukan Sekutu yang dipimpin
oleh Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sother Mallaby langsung
mendirikan pos-pos pertahanan.

Semula, pasukan Sekutu datang untuk mengamankan


para tawanan perang dan melucuti senjata Jepang.Namun, pada
27 Oktober 1945, mereka menyerbu penjara dan membebaskan
para tawanan perwira Sekutu yang ditahan oleh
Indonesia.Pasukan Sekutu juga mendirikan pertahanan di tempat-
tempat penting, seperti lapangan terbang, kantor radio, gedung
internatio, dan pusat kereta api.Mereka bahkan menyebarkan
selebaran yang berisi imbauan agar masyarakat Surabaya segera
menyerahkan senjata.
Namun, rakyat Surabaya menolak. Tak mau kembali
jatuh ke belenggu penjajah, para pemuda bersatu merapatkan
barisan untuk melawan Sekutu.Pada 28 Oktober 1945, pasukan
Indonesia yang dipimpin Bung Tomo mulai menyerang pos-pos
pertahanan milik Sekutu.Tiga hari kemudian tepatnya 31 Oktober
1945, Brigadir Mallaby tewas di tangan para pejuang Indonesia.

Peristiwa ini sontak menyulut kemarahan Sekutu. Mereka


mengultimatum rakyat untuk segera menyerah, atau jika tidak,
Surabaya akan dihancurkan.Bukannya tumbang, semangat rakyat
justru kian berkobar. Pemuda Indonesia bersenjatakan bambu
runcing bergerak menyerang tank-tank Sherman milik Sekutu.
Pertempuran berlangsung ganas dan kejam selama tiga minggu,
dan puncaknya terjadi pada 10 November 1945.

Berkarir di bidang jurnalistik, kemudian membawa Bung


Tomo pada industri radio. Bukan sebagai wartawan, tetapi Bung
Tomo menjadi pendiri Radio Pemberontakan atau sering disebut
juga sebagai radio gelap kepada Presiden Soekarno dan Menteri
Penerangan Amir Sjarifuddin. Radio ini dibangun sebagai sarana
menciptakan solidaritas dan semangat juang para pemuda.

Radio ini pun akhirnya mengudara pada 15 Oktober 1945,


dengan gelombang 34 meter dengan meminjam pemancar Radio
Republik Indonesia (RRI) Surabaya. Radio Pemberontakan
menyiarkan informasi dalam bahasa daerah dan bahasa Inggris
setiap malam Kamis dan malam Senin. Hingga akhirnya seluruh
RRI memancarkan siaran Radio Pemberontakan Bung Tomo
dengan lebih luas.

Sosok Sutomo atau yang lebih dikenal sebagai Bung Tomo


berperan besar dalam pertempuran 10 November 1945.Melalui
siaran radio, pemuda asal Surabaya itu tampil sebagai pimpinan
yang mengobarkan semangat perlawanan, mengajak seluruh
rakyat bersatu dan merebut tempat-tempat penting yang diduduki
Sekutu.Siaran Bung Tomo melanglang ke berbagai radio di
Surabaya. Menurut buku Indonesia dalam Arus Sejarah Edisi ke-6,
siaran Bung Tomo selalu dibuka dengan "Allahu Akbar! Allahu
Akbar!".

Seruan itu berhasil menggerakan hati warga, terutama


masyarakat santri di Surabaya.Dengan gaya bicara yang berapi-
api, Bung Tomo juga kerap memekik orasi "merdeka atau mati!"
yang menyulut jiwa juang para pemuda Surabaya bertempur di
medan laga.Saat itu, Bung Tomo bahkan mengikrarkan janji
bahwa dirinya tak akan menikah sebelum Belanda terusir dari
Indonesia.

Buku Revolt in Paradise karya K'tut Tantri mengatakan,


peran Bung Tomo dalam perang Surabaya sangat vital. Pada 14
November 1945 misalnya, tak lama setelah siaran di Jalan Mawar,
Surabaya, Bung Tomo langsung bergeser ke Malang.Gencarnya
siaran Bung Tomo juga membuat orang berbondong-bondong
datang ke Surabaya untuk ikut berperang. Rakyat dari sekitar
Surabaya, bahkan luar Jawa, termasuk dari Sulawesi Utara, turut
angkat senjata mempertahankan kemerdekaan.

Kobaran semangat inilah yang pada akhirnya berhasil


menyatukan rakyat, mengusir Sekutu dan mempertahankan
kedaulatan negara di tanah Surabaya.Hari ini, Surabaya dikenal
sebagai Kota Pahlawan. Tak hanya itu, 10 November diperingati
sebagai Hari Pahlawan.
H. Kematian Bung Tomo

Sosok Bung Tomo memang menularkan semangat juang


tinggi dari setiap upayanya mempertahankan kemerdekaan RI.
Hingga pada akhirnya sosok yang lahir di Surabaya, 3 Oktober
1920 ini menjemput ajalnya di Padang Arafah, Arab Saudi ketika
sedang menunaikan ibadah haji. Peristiwa wafatnya Bung Tomo
pada 7 Oktober 1981 ini pun menyisakan duka yang mendalam
bagi bangsa Indonesia karena kehilangan salah satu sosok
inspiratif yang penuh dengan semangat.

Meskipun begitu, Bung Tomo mendapatkan gelar


pahlawan dari pemerintah pada 9 November 2007 setelah
didesak oleh Gerakan Pemuda Ansor dan Fraksi Partai Golkar.
Gelar ini pun patut disematkan pada sosok Bung Tomo, melihat
berbagai upaya perjuangan yang dilakukan untuk membela
negara dan bangsa Indonesia.

Bukan hanya itu, kini semangatnya masih terus diingat


dan diabadikan di Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal
10 November. Dengan semangat ini, diharapkan kaum pemuda
Indonesia bisa meneruskan perjuangannya untuk menjadi bangsa
yang cerdas, beradab, dan berbudi luhur.

I. Kesimpulan
Sutomo atau lebih dikenal sebagal Bung Tomo dilahirkan di
Kampung Blauran, Surabaya, pada 3 Oktober 1920. Ayahnya
bernama Kartawan Tjiptowidjojo, Sutomo adalah sosok yang aktif
berorganisasi sejak remaja. Bergabung dalam Kepanduan Bangsa
Indonesia (KBI), beliau tercatat sebagai salah satu dari tiga orang
pandu kelas I di seluruh Indonesia saat itu. Pada masa mudanya,
Bung Tomo yang memiliki minat pada dunia jurnalisme tercatat
sebagai wartawan lepas pada Harian Soeara Oemoem di
Surabaya 1937. Setahun kemudian, ia menjadi Redaktur
Mingguan Pembela Rakyat serta menjadi wartawan dan penulis
pojok harian berbahasa Jawa, Ekspres, di Surabaya pada tahun
1939.

Anda mungkin juga menyukai