TOMO
dan putih. Maka selama itu tidak akan kita akan mau
menyerah kepada siapapun juga.
Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah keadaan
genting!
Tetapi saya peringatkan sekali lagi. Jangan mulai
menembak, baru kalau kita ditembak, Maka kita akan
ganti menyerang mereka itulah kita tunjukkan bahwa kita
ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka.
Dan untuk kita saudara-saudara.
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara.
Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan
kita, sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah saudara-saudara. Tuhan akan melindungi kita
sekalian.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!!!
Setelah Kemerdekaan
Bung Tomo sempat terjun dalam dunia politik pada tahun
1950, dan kemudian menghilang dari panggung politik
karena ia tidak merasa bahagia terjun di dunia politik.
Pada akhir masa pemerintahan Soekarno dan awal
pemerintahan Suharto yang mula-mula didukungnya,
Sutomo kembali muncul sebagai tokoh nasional.
Pada awal tahun 1970, ia kembali dan mempunyai
pandangan pendapat yang berbeda dengan
pemerintahan Orde Baru. Ia berbicara dengan keras
terhadap program-program yang dijalankan oleh Suharto
sehingga pada 11 April 1978 ia ditahan oleh pemerintah
Indonesia yang tampaknya khawatir akan kritik-kritiknya
yang keras tersebut. Baru setahun kemudian ia
dilepaskan oleh Suharto.
Akhir Hidup
Pada 7 Oktober 1981 Bung Tomo meninggal dunia di
Padang Arafah, saat sedang menunaikan ibadah haji.
Berbeda dengan tradisi untuk memakamkan para jemaah
haji yang meninggal dalam ziarah ke tanah suci yang
harus dimakamkan di tanah suci, tapi jenazah Bung Tomo
dibawa kembali ke tanah air dan dimakamkan bukan di
sebuah Taman Makam Pahlawan, melainkan di Tempat
Pemakaman Umum Ngagel di Surabaya.