Anda di halaman 1dari 2

assalammu'alaikum sahabat...

kali ini kita akan bercerita hikmah tentang Tidak Berputus Asa Dari Rahmat Allah

Jauh sebelum diutusnya Nabi SAW, pernah ada seseorang yang luar biasanya ‘prestasi’
kejahatannya, ia telah membunuh sembilanpuluh sembilan orang tanpa alasan yang benar. Namun
demikian, tiba-tiba tergerak dalam hatinya untuk bertaubat, hanya saja ia bimbang apakah masih
ada peluang baginya untuk kembali ke jalan kebaikan. Orang-orang di sekitarnya menyarankan agar
menemui seorang rahib untuk menanyakan hal itu.

Ketika tiba di tempat kediaman sang rahib, ia menceritakan kegundahan hatinya dan keinginannya
untuk bertaubat. Sang rahib bertanya, “Apakah kesalahanmu itu?”

Ia berkata, “Saya telah membunuh sembilanpuluh sembilan orang tanpa alasan yang benar!!”

“Apa??” Seru sang rahib penuh kekagetan, “Membunuh sembilanpuluh sembilan orang? Tidak ada
jalan bagimu!! Tempat yang tepat bagimu adalah neraka!!”

Lelaki itu sangat kecewa sekaligus marah. Ia sadar bahwa kesalahannya memang begitu besarnya.
Tetapi cara sang rahib menyikapi dan ‘memvonis’ itu sangat melukai perasaannya. Walau hatinya
mulai melembut dengan keinginannya untuk taubat, tetapi jiwa jahatnya belum benar-benar
menghilang. Tanpa banyak bicara, ia mengambil pisaunya dan membunuh sang rahib. Genap sudah
seratus nyawa tidak bersalah yang melayang di tangannya, tetapi ‘panggilan’ Ilahiah untuk bertaubat
terus mengganggu perasaannya, hanya saja ia tidak tahu harus bagaimana?

Suatu ketika ada orang yang menyarankan untuk menemui seseorang yang alim di suatu tempat,
dan ia segera menuju ke sana. Ketika tiba di tempat tinggal sang alim, ia menceritakan jalan
hidupnya, termasuk ketika ia menggenapkan pembunuhannya yang ke seratus pada diri sang rahib,
dan tentu saja keinginannya untuk bertaubat. Sang alim yang bijak itu berkata, “Tentu saja bisa, dan
tidak ada seorangpun yang bisa menghalangi keinginanmu untuk bertaubat. Tetapi tinggalkanlah
tempat tinggalmu itu karena di sana memang kota maksiat. Pergilah ke KotaA (kota lainnya) karena
di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah, beribadahlah engkau bersama mereka, dan
jangan pernah kembali ke kotamu itu. Insyaallah engkau akan memperoleh ampunan Allah dan
dimudahkan jalan kepada kebaikan!!”

Lelaki itu segera berangkat ke kotayang dimaksudkan sang alim, tetapi di tengah perjalanan
kematian menjemputnya. Datanglah dua melaikat untuk menjemput jiwa lelaki itu, satu Malaikat
rahmat dan satunya Malaikat azab (siksa). Dua malaikat itu bertengkar dan masing-masing merasa
berhak untuk membawa jiwa lelaki itu. Sang Malaikat rahmat berkata, “Ia telah berjalan kepada
Allah dengan sepenuh hatinya!!”

Malaikat azab berkata, “Ia tidak pernah berbuat kebaikan sama sekali, justru kejahatannya yang
bertumpuk-tumpuk!!”

Mereka berdua terus beradu argumentasi, sampai akhirnya Allah mengutus malaikat yang ketiga
dalam bentuk manusia untuk menjadi ‘hakim’ bagi keduanya. Setelah masing-masing mengajukan
pendapatnya, ia berkata, “Ukurlah jarak dua kota itu dari tempat kematiannnya ini, mana yang lebih
dekat, maka ia termasuk dalam golongannya!!”

Mereka mengukur jaraknya, dan ternyata kota yang dituju (kota tempat ibadah dan penuh kebaikan)
lebih dekat sejengkal daripada Kota maksiat yang ditinggalkannya. Maka jiwanya dibawa oleh
Malaikat rahmat, dan ia memperoleh ampunan Allah.

Dalam riwayat lainnya disebutkan, sebenarnya lelaki itu belum jauh meninggalkan kota maksiat
tersebut. Tetapi Allah memang berkehendak untuk mengampuninya, maka dari tempat kematinnya
itu, kota kebaikan dan ibadah dipanggil mendekat dan kota maksiat ‘dihalau’ menjauh hingga jarak
keduanya hanya selisih sejengkal tangan, lebih dekat kepada kota kebaikan.

Anda mungkin juga menyukai