Anda di halaman 1dari 4

NAMA : MUHAMMAD FAJRI NUGROHO

KELAS : X MIPA 6
BAHASA INDONESIA

HIKAYAT SEORANG KAKEK DAN SEEKOR ULAR

Pada zaman dahulu, tersebutlah ada seorang kakek yang cukup disegani.
Ia dikenal takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah wajib
setiap waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan
membaca Al-Qurâ’an pagi dan petang.
Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak
encer. Ia punya banyak hal yang menyebabkannya tetap mampu menjaga
potensi itu.
Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sembari menghisap
rokok dengan nikmatnya (sesuai kebiasaan masa itu). Tangan kanannya
memegang tasbih yang senantiasa berputar setiap waktu di tangannya.
Tiba-tiba seekor ular besar menghampirinya dengan tergopoh-gopoh.
Rupanya, ular itu sedang mencoba menghindar dari kejaran seorang laki-
laki yang (kemudian datang menyusulnya) membawa tongkat.

“Kek,” panggil ular itu benar-benar memelas, “kakek kan terkenal suka
menolong. Tolonglah saya, selamatkan lah saya agar tidak dibunuh oleh
laki-laki yang sedang mengejar saya itu.

Ia pasti membunuh saya begitu berhasil menangkap saya. Tentunya,


kamu baik sekali jika mau membuka mulut lebar-lebar supaya saya dapat
bersembunyi di dalamnya. Demi Allah dan demi ayah kakek, saya mohon,
kabulkan lah permintaan saya ini.”

“Ulangi sumpahmu sekali lagi,” pinta si kakek. “Takutnya, setelah


mulutku kubuka, kamu masuk ke dalamnya dan selamat, budi baikku kamu
balas dengan keculasan. Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah
mencelakai saya.”

Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah bahwa ia tak kan melakukan
itu sekali lagi. Usai ular mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka
mulutnya sekira-kira dapat untuk ular itu masuk.

Sejurus kemudian, datanglah seorang pria dengan tongkat di tangan. Ia


menanyakan keberadaan ular yang hendak dibunuhnya itu. Kakek
mengaku bahwa ia tak melihat ular yang ditanyakannya dan tak tahu di
mana ular itu berada. Tak berhasil menemukan apa yang dicarinya, pria itu
pun pergi.Setelah pria itu berada agak jauh, kakek lalu berbicara kepada
ular: “Kini, kamu aman. Keluarlah dari mulutku, agar aku dapat pergi
sekarang.”

Ular itu hanya menyembulkan kepalanya sedikit, lalu berujar: “Hmm,


kamu mengira sudah mengenal lingkunganmu dengan baik, bisa
membedakan mana orang jahat dan mana orang baik, mana yang
berbahaya bagimu dan mana yang berguna. Padahal, kamu tak tahu apa-
apa. Kamu bahkan tak bisa membedakan antara makhluk hidup dan benda
mati.”

“Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal


semua orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan.
Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana;
mau kumakan hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-
sama membuatmu sekarat.” Kontan ular itu mengancam.

“La haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan
kekuatan kecuali bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung] (ungkapan
geram), bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula
yang hendak kamu bunuh? Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah.

Dia cukup bagiku, sebagai penolong terbaik.” Sejurus kemudian kakek itu
tampak terpaku, terkejut dengan kejadian yang tak pernah ia duga
sebelumnya, perbuatan baiknya berbuah penyesalan.

Kakek itu akhirnya kembali bersuara, “Sebejat apapun kamu, tentu kamu
belum lupa pada sambutanku yang bersahabat. Sebelum kamu benar-benar
membunuhku, izinkan aku pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana ada
sebatang pohon tempatku biasa berteduh. Aku ingin mati di sana supaya
jauh dari keluargaku.”

Ular mengabulkan permintaannya. Namun, di dalam hatinya, orang tua


itu berharap, “Oh, andai Tuhan mengirim orang pandai yang dapat
mengeluarkan ular jahat ini dan menyelamatkanku.”

Setelah sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar


pada sang ular: “Sekarang, silakan lakukanlah keinginanmu.
Laksanakanlah rencanamu. Bunuhlah aku seperti yang kamu inginkan.”

Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang mengalun merdu tertuju


padanya:

“Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang
yang baik rekam jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah
menyebabkan musuhmu dapat masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu
tak punya cara untuk mengeluarkannya kembali. Cobalah engkau pandang
pohon ini. Ambil daunnnya beberapa lembar lalu makan. Moga Allah
sentiasa membantumu.”

Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik sehingga ketika keluar dari
mulutnya ular itu telah menjadi bangkai. Maka bebas dan selamatlah kakek
itu dari bahaya musuh yang mengancam hidupnya. Kakek itu girang bukan
main sehingga berujar, “Suara siapakah yang tadi saya dengar sehingga
saya dapat selamat?”

Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang penolong bagi setiap
pelaku kebajikan dan berhati mulia. Suara itu berujar, “Saya tahu kamu
dizalimi, maka atas izin Zat Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri
(Allah) saya datang menyelamatkanmu.”

Kakek bersujud seketika, tanda syukurnya kepada Tuhan yang telah


memberi pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat

Di akhir ceritanya, si Saudi berpesan:

“Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun


musuhmu, ia pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah
menang karena prilakunya yang jahat.”

Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Pada istriku dia


mengucapkan selamat tinggal. Ia berangkat meninggalkan kami. Hanya
Allah yang tahu betapa sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami
menyadari sepenuhnya perannya dalam menyelamatkan kami dari lumpur
kemiskinan sehingga menjadi kaya-raya.

Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu
persatu nasehatnya kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-
pesannya mulai kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan
maksiat, bersenang-senang dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka
menghambur-hamburkan uang.

Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku


yang begitu banyak. Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku,
mereka lalu mengadukanku kepada kepala kampung. Kepala kampung
memanggilku dan menanyakan dari mana asal kekayaanku. Dia juga
memintaku untuk membayarkan uang dalam jumlah yang cukup besar
sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku untuk mematuhi
perintahnya seraya menebar ancaman.

Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tak
seberapa, suatu kali bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun marah
dan menyuruh orang untuk mencambukku. Kemudian ia menjebloskan aku
ke penjara. Sudah tiga tahun lamanya saya mendekam di penjara ini,
merasakan berbagai aneka penyiksaan. Tak sedetikpun saya lewatkan
kecuali saya meminta kepada Zat yang menghamparkan bumi ini dan
menjadikan langit begitu tinggi agar segera melepaskan saya dari penjara
yang gelap ini dan memulangkan saya pada isteri dan anak-anak saya.

Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa budi baik dari Baginda
Rasyid, Baginda yang agung dan menghukum dengan penuh
pertimbangan.

Khalifah menjadi terkejut dan sedih mendengar ceritanya. Khalifah pun


memerintahkan agar ia dibebaskan dan dibekali sedikit uang pengganti
dari kerugian yang telah ia derita dan kehinaan yang dialaminya. Ia pun
memanjatkan doa dengan khusyu kepada Allah, satu-satunya Dzat yang
disembah, agar Khalifah Amirul Mukminin senantiasa bermarwah dan
berbahagia, selama matahari masih terbit dan selama burung masih
berkicau.

Para napi di penjara Baghdad semakin banyak mendoakan agar Khalifah


berumur panjang setelah Khalifah meninggalkan harta yang cukup banyak
buat mereka.

Khalifah lalu kembali ke istananya yang terletak di pinggir sungai Tigris.


Di istana telah menunggu siti Zubaidah. Khalifah lalu menceritakan apa
yang sudah dilakukannya, Zubaidah pun senang mendengarnya. Ia
mengucapkan terima kasih dan memuji Khalifah karena telah berbuat baik.
Zubaidah juga mendoakan agar Khalifah panjang umur.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai