4. Setting :
Suatu hari, kakek itu sedang duduk di tempat kerjanya. Suasananya sangat tenang dan
santai. Namun ular datang dengan gugup. Setelah ular itu berhasil selamat, ular itu mau
memakan kakek tersebut. Namun, sang kakek ingin pergi ke sebatang pohon yang ada di suatu
tempat yang lapang. Suasanapun menjadi tegang. Namun, menjadi tenang kembali saat ular itu
sudah berhsil dikeluarkan dai tubuh kakek. Kakek itupun merasa bahagia dan sangat bersyukur
pada Yang Kuasa.
5. Amanat :a. Jangan terlalu percaya kepada orang lain apalagi
yang mampu menjadi ‘musuh dalam selimut’ bagi kita.
b. Kebaikan pasti akan selalu dibalas dengan kebaikan.
c. Allah pasti akan menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang taat kepada-Nya.
6. Sudut pandang : Orang Ketiga Pelaku Utama.
7. Majas :
a. Majas Sinekdokhe pars prototo: Tiba-tiba seekor ular
menghampirinya dengan tergopoh-gopoh.
b. Majas Metafora: Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer.
c. Majas Simile: cukuplah Allah Yang Maha Esa bagai penolongku.
8. Pengalaman :
1) Menolong orang harus dengan suatu alasan.
2) Menolong tidak boleh asal-asalan.
3) Tidak boleh terlalu percaya pada orang asing.
9. Gagasan :
1. Kakek tersebut adalah orang yang baik hati dan suka menolong, namun terlalu mudah percaya
pada ular.
2. Ular itu mungkin dapat berencana licik, namun orang jahat akan mendapat kebrukan pula.
3. Kakek yang pasrah akhirnya dapat pertolongan dari Allah, dan iapun selamat.
Anggota Kelompok :
Ahmad Raihan
Ahmad Rafli
Alfin Faidz
Arief Maulana
Bayugiri
Ghifari Surya
Lutfi Maulana
Rizky Wiradhika
Rafi Wiratama
M Risyad
"Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia
pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena prilakunya
yang jahat."
Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Pada istriku dia mengucapkan
selamat tinggal. Ia berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang tahu betapa
sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami menyadari sepenuhnya perannya
dalam menyelamatkan kami dari lumpur kemiskinan sehingga menjadi kaya-raya.
Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu
nasehatnya kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai
kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan maksiat, bersenang-senang
dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.
Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang begitu
banyak. Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu
mengadukanku kepada kepala kampung. Kepala kampung memanggilku dan
menanyakan dari mana asal kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan
uang dalam jumlah yang cukup besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku
untuk mematuhi perintahnya seraya menebar ancaman.
Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tak seberapa, suatu
kali bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan menyuruh orang untuk
mencambukku. Kemudian ia menjebloskan aku ke penjara. Sudah tiga tahun lamanya
saya mendekam di penjara ini, merasakan berbagai aneka penyiksaan. Tak sedetikpun
saya lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang menghamparkan bumi ini dan
menjadikan langit begitu tinggi agar segera melepaskan saya dari penjara yang gelap ini
dan memulangkan saya pada isteri dan anak-anak saya.
Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa budi baik dari Baginda Rasyid,
Baginda yang agung dan menghukum dengan penuh pertimbangan.
Para napi di penjara Baghdad semakin banyak mendoakan agar Khalifah berumur
panjang setelah Khalifah meninggalkan harta yang cukup banyak buat mereka.
Khalifah lalu kembali ke istananya yang terletak di pinggir sungai Tigris. Di istana telah
menunggu siti Zubaidah. Khalifah lalu menceritakan apa yang sudah dilakukannya,
Zubaidah pun senang mendengarnya. Ia mengucapkan terima kasih dan memuji
Khalifah karena telah berbuat baik. Zubaidah juga mendoakan agar Khalifah panjang
umur.
Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sambil menghisap rokok dengan
nikmatnya (sesuai kebiasaan pada masa itu). Tangan kanannya memegang tasbih yang
selalu berputar setiap waktu di tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar menghampirinya
dengan tergesa-gesa. Rupanya, ular itu sedang mencoba menghindar dari kejaran
seorang laki-laki yang (kemudian datang menyusulnya) membawa tongkat.
"Kek," panggil ular itu dengan malang, "kakek kan terkenal suka menolong. Tolonglah
saya, selamatkanlah saya agar tidak dibunuh oleh laki-laki yang sedang mengejar saya
itu. Ia pasti membunuh saya setelah berhasil menangkap saya. Tentu adalah orang yang
baik jika mau membuka mulutmu lebar-lebar supaya saya dapat bersembunyi di
dalamnya. Demi Allah dan demi ayah kakek, saya mohon, kabulkanlah permintaan saya
ini."
"Ulangi sumpahmu sekali lagi," pinta si kakek. "Takutnya, setelah mulutku kubuka,
kamu masuk ke dalamnya dan selamat, budi baikku kamu balas dengan keburukkan.
Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah mencelakai saya."
Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah bahwa ia takkan melakukan itu sekali lagi.
Usai ular mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka mulutnya, kira-kira bisa
memasukkan ular itu kedalam mulutnya.
Setelah pria itu berada agak jauh, kakek lalu berbicara kepada ular: "Kini, kamu aman.
Keluarlah dari mulutku, agar aku dapat pergi sekarang."
Ular itu hanya menampakkan kepalanya sedikit, lalu berkata: "Hmm, kamu mengira
sudah mengenal lingkunganmu dengan baik, bisa membedakan mana orang jahat dan
mana orang baik, mana yang berbahaya bagimu dan mana yang berguna. Padahal,
kamu tidak tahu apa-apa. Kamu bahkan tidak bisa membedakan antara makhluk hidup
dan benda mati."
"Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang tahu
bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan. Sekarang kuberi kamu dua
pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau kumakan
jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat." kata ular itu mengancam.
"La haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan kekuatan kecuali
bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung] (ungkapan geram), bukankah aku telah
menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh? Terserah
kepada Allah Yang maha Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong terbaik."
Beberapa saat kemudian kakek itu tampak terpaku, shok dengan kejadian yang tak
pernah ia duga sebelumnya, perbuatan baiknya berbuah penyesalan.
Kakek itu akhirnya kembali bersuara, "Sebejat apapun kamu, tentu kamu belum lupa
pada sambutanku yang bersahabat. Sebelum kamu benar-benar membunuhku, izinkan
aku pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana ada sebatang pohon tempatku biasa
berteduh. Aku ingin mati di sana supaya jauh dari keluargaku."
Ular mengabulkan permintaannya. Namun, di dalam hatinya, orang tua itu berharap,
"Oh, andai Tuhan mengirim orang pandai yang dapat mengeluarkan ular jahat ini dan
menyelamatkanku."
Setelah sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar pada sang ular:
"Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik
merekam jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu
dapat masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tidak punya cara untuk
mengeluarkannya kembali. Cobalah engkau lihat pohon ini. Ambil daunnnya beberapa
lembar lalu makan. Moga Allah sentiasa membantumu."
Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik sehingga ketika keluar dari mulutnya
ular itu telah menjadi bangkai. Maka bebas dan selamatlah kakek itu dari bahaya musuh
yang mengancam hidupnya. Kakek itu senang bukan main sehingga berkata, "Suara
siapakah yang tadi saya dengar sehingga saya dapat selamat?"
Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang penolong bagi setiap pelaku kebajikan
dan berhati mulia. Suara itu berujar, "Saya tahu kamu dizalimi, maka atas izin Zat Yang
Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri (Allah) saya datang menyelamatkanmu."
Kakek bersujud seketika, tanda syukurnya kepada Tuhan yang telah memberi
pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya."
"Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia
pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena prilakunya
yang jahat."
Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Dia mengucapkan selamat tinggal
kepada istriku. Ia berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang tahu betapa
sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami menyadari perannya dalam
menyelamatkan kami dari lumpur kemiskinan sehingga menjadi kaya-raya.
Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu
nasehatnya kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai
kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan maksiat, bersenang-senang
dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.
Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang begitu
banyak. Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu mengaduku
kepada kepala kampung. Kepala kampung memanggilku dan menanyakan dari mana
asal kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan uang dalam jumlah yang
cukup besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku untuk mematuhi
perintahnya seperti menebar ancaman.
Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tidak seberapa,
suatu kali bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan menyuruh orang
untuk mencambukku. Kemudian ia memasukkan aku ke penjara. Sudah tiga tahun
lamanya saya mendekam di penjara ini, merasakan berbagai macam penyiksaan. Tak
sedetikpun saya lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang menghamparkan bumi
ini dan menjadikan langit begitu tinggi agar segera melepaskan saya dari penjara yang
gelap ini dan memulangkan saya pada isteri dan anak-anak saya.
Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa baik budi dari Baginda Rasyid,
Baginda yang agung dan menghukum dengan penuh pertimbangan.
Para napi di penjara Baghdad semakin banyak mendoakan agar Khalifah berumur
panjang setelah Khalifah meninggalkan harta yang cukup banyak buat mereka.
Khalifah lalu kembali ke istananya yang terletak di pinggir sungai Tigris. Di istana telah
menunggu siti Zubaidah. Khalifah lalu menceritakan apa yang sudah dilakukannya,
Zubaidah pun senang mendengarnya. Ia mengucapkan terima kasih dan memuji
Khalifah karena telah berbuat baik. Zubaidah juga mendoakan agar Khalifah panjang
umur.
B. UNSUR INTRINSIK
1. Tema : Balas Budi
2. Perwatakan tokoh :
a. Si Kakek : Baik hati, pandai, taat, terlalu mudah percaya pada siapapun, suka
menolong dan pasrah.
- Baik Hati : Dia rela menolong ular yang bahkan bisa membahayakan nyawanya
sendiri.
- Pandai : Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan
berotak encer.
- Taat : Ia dikenal takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah
wajib setiap waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca Al-
Qur’an pagi dan petang.
- Terlalu mudah percaya pada siapapun : Dia terlalu percaya bahkan pada hal yang
dia endiripun tahu jika itu dapat membunuhnya.
- Suka menolong : bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula
yang hendak kamu bunuh?
- Pasrah : Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai
penolong terbaik .
b. Ular : Licik, jahat, suka berbohong, dan tidak tahu balas budi.
- Licik : Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu,
padahal semua orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan.
- Jahat : Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang
mana; mau kumakan hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama
membuatmu sekarat.
- Suka berbohong : Pada awalnya dia berjanji hanya akan bersembunyi, tetapi
ternyata dia juga mengancam untuk memakan hati atau jantung si kakek.
- Tidak tahu balas budi : Setelah diberi pertolongan oleh kakek, bukannya
berterima kasih, ular itu malah mau membunuh kakek.
7. Majas :
a. Majas Sinekdokhe pars prototo : Tiba-tiba seekor ular
menghampirinya dengan tergopoh-gopoh.
b. Majas Metafora : Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal
berotot kuat dan berotak encer.
c. Majas Simile : cukuplah Allah Yang Maha Esa bagai
penolongku.
8. Pengalaman :
1. Menolong orang harus dengan suatu alasan.
2. Menolong tidak boleh asal-asalan.
3. Tidak boleh terlalu percaya pada orang asing.
9. Gagasan :
1. Kakek tersebut adalah orang yang baik hati dan suka menolong, namun terlalu
mudah percaya pada ular.
2. Ular itu mungkin dapat berencana licik, namun orang jahat akan mendapat
keburukan pula.
3. Kakek yang pasrah akhirnya dapat pertolongan dari Allah, dan iapun selamat.
Perbandingan “Novel ABORSI” dan “Hikayat Seorang kakek dan Seekor Ular”
Sinopsis Novel ABORSI
Ceritanya bermula ketika sepasang suami istri yaitu Handi dan Devi yang memiliki
seorang putri bernama Caca,membeli rumah baru yang bergaya klasik.Hal tersebut
malah membawa malapetaka,Caca jadi sering kerasukan dan mengamuk.
Kehidupan yang tak lagi dirasa tenang membuat Handi dan Devi merasa ketakutan
sekaligus penasaaran.Seiring berjalannya waktu yang memperkeruh keadaan,Mereka
baru lah menyadari apa yang telah mereka perbuat 10 tahun yang lalu.Janin yang
dipaksa keluar ,bangkit untuk membalas dendam orang tua yang biadab yang
membunuhnya.
Akhirnya,Devi yang merasa sangat bersalah ,rela mati untuk menemani "Cinta" di
dunia lain.
Sinopsis Hikayat Seorang Kakek dan Seekor Ular
Pada zaman dahulu kala,hidulah seorang kakek tua yang taat pada Allah yang
berotak encer,dan kuat.ketika itu ia sedang duduk di tempat kerjanya ,tiba-tiba
datanglah seekor ular ular itu meminta untuk disembunyikan dalam mulut Kakek
karena ia dikejar-kejar seorang laki-laki.Ular tersebut bersumpah,tidak akan
mencelakai kakek. Akhirnya kakek mengizinkannya.
Setelah orang yang mencari nya itu sudah pergi ,kakek menyuruh si ular untuk
keluar. Tetapi ular melanggar janjinya,ia malah hendak memakan jantung dan hati
kakek.
Kakek yang mengetahui kehendak ular berkata bahwa ia ingin mati di bawah pohon
yang biasa digunakannya untuk berteduh yang letaknya jauh dari keluarganya,ular
pun mengizinkannya.
Hatta sampai di tempat yang dimaksud,tiba-tiba terdengar suara yang lembut
menyuruh kakek untuk makan daun dari pohon tersebut.Tanpa berfikir
panjang,kakek segera melakukan apa yang diperintahkan suara tadi.Alhasil ular pun
akhirnya keluar dalam keadaan menjadi bangkai.Kakek pun bersujud,bersyukur atas
pertolongan yang di berikan Allah S.W.T
Perbandingan:
1. Hikayat berbentuk seperti dongeng yang menyajikan hal-hal takhayul sedangkan
novel lebih mengacu pada realita.
2. Pada hikayat biasa dimulai dengan Pada zaman dahulu sedangkan pada novel tidak
demikian.
3. Pada hikayat terdapat bahasa melayu kuno seperti “hatta” sedangkan pada novel
tidak.