Anda di halaman 1dari 14

B.

   Apresiasi unsur intrinsik


1.     Tema : Balas Budi
2.      Perwatakan tokoh :
a)      Si Kakek : Baik hati, pandai, taat, terlalu mudah percaya pada siapapun, suka menolong
dan pasrah.
-          Baik Hati : Dia rela menolong ular yang bahkan bisa membahayakan nyawanya sendiri.
-          Pandai : Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer.
-          Taat : Ia dikenal takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah wajib setiap waktu,
menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca Al-Qur’an pagi dan petang.
-          Terlalu mudah percaya pada siapapun : Dia terlalu percaya bahkan pada hal yang dia endiripun
tahu jika itu dapat membunuhnya.
-          Suka menolong : bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak
kamu bunuh?
-          Pasrah : Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong terbaik .
b)      Ular : Licik, jahat, suka berbohong, dan tidak tahu balas budi.
-          Licik : Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang tahu
bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan.
-          Jahat : Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan
hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat.
-          Suka berbohong : Pada awalnya dia berjanji hanya akan bersembunyi, tetapi ternyata dia juga
mengancam untuk memakan hati atau jantung si kakek.
-          Tidak tahu balas budi : Setelah diberi pertolongan oleh kakek, bukannya berterima kasih, ular
itu malah mau membunuh kakek.
c)      Suara penolong : Baik hati, suka menolong.
-          Baik hati : Dia ada disaat yang tepat. Saat kakaek akan dibunuh oleh ular itu.
-          Suka menolong : Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan mengirimkan seorang juru
penyelamat untuknya.

3.      Jenis alur beserta tahapan peristiwa : Jenis alurnya maju.


Tahapan peristiwanya dimulai dari paragraf 1 yaitu pengenalan tokoh utama.
Paragraf 2 dan 3 yaitu penyebab permasalahan.
Paragraf 4 dan 5 yaitu bagian klimaks.
Paragraf 6 yaitu bagian peleraian.
Paragraf 7 yaitu bagian penyelesaian.

4.     Setting :
Suatu hari, kakek itu sedang duduk di tempat kerjanya. Suasananya sangat tenang dan
santai. Namun ular datang dengan gugup. Setelah ular itu berhasil selamat, ular itu mau
memakan kakek tersebut. Namun, sang kakek ingin pergi ke sebatang pohon yang ada di suatu
tempat yang lapang. Suasanapun menjadi tegang. Namun, menjadi tenang kembali saat ular itu
sudah berhsil dikeluarkan dai tubuh kakek. Kakek itupun merasa bahagia dan sangat bersyukur
pada Yang Kuasa.

5.      Amanat :a. Jangan terlalu percaya kepada orang lain apalagi
yang mampu menjadi ‘musuh dalam selimut’ bagi kita.
b. Kebaikan pasti akan selalu dibalas dengan kebaikan.
c. Allah pasti akan menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang taat kepada-Nya.
6.     Sudut pandang : Orang Ketiga Pelaku Utama.

7.      Majas :
a.       Majas Sinekdokhe pars prototo: Tiba-tiba seekor ular
menghampirinya dengan tergopoh-gopoh.
b.      Majas Metafora: Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer.
c.       Majas Simile: cukuplah Allah Yang Maha Esa bagai penolongku.

8.      Pengalaman :
1)      Menolong orang harus dengan suatu alasan.
2)      Menolong tidak boleh asal-asalan.
3)      Tidak boleh terlalu percaya pada orang asing.

9.      Gagasan :
1.      Kakek tersebut adalah orang yang baik hati dan suka menolong, namun terlalu mudah percaya
pada ular.
2.      Ular itu mungkin dapat berencana licik, namun orang jahat akan mendapat kebrukan pula.
3.      Kakek yang pasrah akhirnya dapat pertolongan dari Allah, dan iapun selamat.

C.   Unsur Ekstrinsik


1)    Nilai Moral : Kita dapat belajar bahwa menolong orang itu memang baik, namun kita
juga harus memikirkan pula tentang akibat dari pertolongan kita itu.
2)    Nilai Pendidikan : Kita dapat belajar bahwa perbuatan baik juga akan mendapatkan balasan
yang baik pula.
3)    Nilai Religius : Allah akan selalu melindungi hamba-Nya yang taat kepada-Nya.
4)      Nilai Sosial : Menolong sesama yang membutuhkan adalah hal yang baik, apalagi bila
memang sedang membutuhkan pertolongan.
5)    Nilai Budaya : Budaya tolong-menolong antara kiat memang harus selalu
diterapkan dimanapun dan kapanpun.
6)    Nilai Estetika : Hubungan antar umat manusia yang saling tolong-menolong dan
pertolongan Allah yang terkadang tak terduga.

3.     Kata-Kata yang Unik


Tersebutlah                  : Terdapat
Disegani                      : Ditakuti
Gandrung                    : Tergila-gila
 Petang                                    : Sore
Beotot kuat                 : Kuat
Berotak encer              : Pintar
Sumbari                       : Sambil
Senantiasa                   : Selalu
Tergopoh-gopoh          : Tergesa-gesa
Rupanya                      : Ternyata
Memelas                      : Malang
Budi baik                    : Kebaikkan
Keculasan                    : Kecurangan
Sejurus kemudian        : Sesaat kemudian
Kini                             : Sekarang
Menyembulkan           : Mengeluarkan
Kontan                                    : Tiba-tiba
Pula                             : Juga
Hendak                       : Akan
Terpaku                       : Terdiam
Shok                            : Terkejut
Duga                           : Sangka
Bersuara                      : Berbicara
Sebejat                                    : Sejahat
Berujar                                    : Berkata
Mengalun                    : Terdengar
Tertuju                         : Kepada
Amalkan                      : Lakukan
Setiap pelaku               : Orang
Seketika                      : Sesaat

  4.     Kesamaan Dengan Kehidupan


Terdapat seorang yang alim, taat beragama namun sering dizalimi oleh orang yang jahat.
Terdapat orang yang menyerahkan segala sesuatunya kepada sang pencipta.

Adanya kepercayaan terhadap suara suara ghaib.


Selasa, 26 November 2013
TUGAS BAHASA INDONESIA HIKAYAT

Anggota Kelompok :
Ahmad Raihan
Ahmad Rafli
Alfin Faidz
Arief Maulana
Bayugiri
Ghifari Surya
Lutfi Maulana
Rizky Wiradhika
Rafi Wiratama
M Risyad

Hikayat Seorang Kakek dan Seekor Ular


Pada zaman dahulu, tersebutlah ada seorang kakek yang cukup disegani. Ia
dikenal takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah wajib setiap
waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca Al-Qur’an pagi
dan petang. Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak
encer. Ia punya banyak hal yang menyebabkannya tetap mampu menjaga potensi itu.
Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sembari menghisap rokok
dengan nikmatnya (sesuai kebiasaan masa itu). Tangan kanannya memegang tasbih
yang senantiasa berputar setiap waktu di tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar
menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Rupanya, ular itu sedang mencoba
menghindar dari kejaran seorang laki-laki yang (kemudian datang menyusulnya)
membawa tongkat. “Kek,” panggil ular itu benar-benar memelas, “kakek kan terkenal
suka menolong. Tolonglah saya, selamatkanlah saya agar tidak dibunuh oleh laki-laki
yang sedang mengejar saya itu. Ia pasti membunuh saya begitu berhasil menangkap
saya. Tentunya, kamu baik sekali jika mau membuka mulut lebar-lebar supaya saya
dapat bersembunyi di dalamnya. Demi Allah dan demi ayah kakek, saya mohon,
kabulkanlah permintaan saya ini.” “Ulangi sumpahmu sekali lagi,” pinta si kakek.
“Takutnya, setelah mulutku kubuka, kamu masuk ke dalamnya dan selamat, budi
baikku kamu balas dengan keculasan. Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah
mencelakai saya.”
Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah bahwa ia takkan melakukan itu
sekali lagi. Usai ular mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka mulutnya sekira-
kira dapat untuk ular itu masuk. Sejurus kemudian, datanglah seorang pria dengan
tongkat di tangan. Ia menanyakan keberadaan ular yang hendak dibunuhnya itu.
Kakek mengaku bahwa ia tak melihat ular yang ditanyakannya dan tak tahu di mana
ular itu berada. Tak berhasil menemukan apa yang dicarinya, pria itu pun pergi.
Setelah pria itu berada agak jauh, kakek lalu berbicara kepada ular: “Kini, kamu
aman. Keluarlah dari mulutku, agar aku dapat pergi sekarang.”
Ular itu hanya menyembulkan kepalanya sedikit, lalu berujar: “Hmm, kamu
mengira sudah mengenal lingkunganmu dengan baik, bisa membedakan mana orang
jahat dan mana orang baik, mana yang berbahaya bagimu dan mana yang berguna.
Padahal, kamu tak tahu apa-apa. Kamu bahkan tak bisa membedakan antara makhluk
hidup dan benda mati.” “Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu,
padahal semua orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan.
Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan
hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat.”
Kontan ular itu mengancam.
“La haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan kekuatan
kecuali bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung] (ungkapan geram), bukankah aku
telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh?
Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong
terbaik.” Sejurus kemudian kakek itu tampak terpaku, shok dengan kejadian yang
tak pernah ia duga sebelumnya, perbuatan baiknya berbuah penyesalan. Kakek itu
akhirnya kembali bersuara, “Sebejat apapun kamu, tentu kamu belum lupa pada
sambutanku yang bersahabat. Sebelum kamu benar-benar membunuhku, izinkan aku
pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana ada sebatang pohon tempatku biasa
berteduh. Aku ingin mati di sana supaya jauh dari keluargaku.” Ular mengabulkan
permintaannya.
Namun, di dalam hatinya, orang tua itu berharap, “Oh, andai Tuhan mengirim orang
pandai yang dapat mengeluarkan ular jahat ini dan menyelamatkanku.” Setelah
sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar pada sang ular:
“Sekarang, silakan lakukanlah keinginanmu. Laksanakanlah rencanamu. Bunuhlah aku
seperti yang kamu inginkan.” Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang mengalun
merdu tertuju padanya:
“Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik rekam
jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu dapat
masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tak punya cara untuk mengeluarkannya
kembali. Cobalah engkau pandang pohon ini. Ambil daunnnya beberapa lembar lalu
makan. Moga Allah sentiasa membantumu.”
Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik sehingga ketika keluar dari
mulutnya ular itu telah menjadi bangkai. Maka bebas dan selamatlah kakek itu dari
bahaya musuh yang mengancam hidupnya. Kakek itu girang bukan main sehingga
berujar, “Suara siapakah yang tadi saya dengar sehingga saya dapat selamat?”
Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang penolong bagi setiap pelaku kebajikan
dan berhati mulia. Suara itu berujar, “Saya tahu kamu dizalimi, maka atas izin Zat
Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri (Allah) saya datang menyelamatkanmu.”
Kakek bersujud seketika, tanda syukurnya kepada Tuhan yang telah memberi
pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya.”
Di akhir ceritanya, si Saudi berpesan:

"Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia
pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena prilakunya
yang jahat."

Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Pada istriku dia mengucapkan
selamat tinggal. Ia berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang tahu betapa
sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami menyadari sepenuhnya perannya
dalam menyelamatkan kami dari lumpur kemiskinan sehingga menjadi kaya-raya.

Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu
nasehatnya kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai
kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan maksiat, bersenang-senang
dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.

Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang begitu
banyak. Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu
mengadukanku kepada kepala kampung. Kepala kampung memanggilku dan
menanyakan dari mana asal kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan
uang dalam jumlah yang cukup besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku
untuk mematuhi perintahnya seraya menebar ancaman.

Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tak seberapa, suatu
kali bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan menyuruh orang untuk
mencambukku. Kemudian ia menjebloskan aku ke penjara. Sudah tiga tahun lamanya
saya mendekam di penjara ini, merasakan berbagai aneka penyiksaan. Tak sedetikpun
saya lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang menghamparkan bumi ini dan
menjadikan langit begitu tinggi agar segera melepaskan saya dari penjara yang gelap ini
dan memulangkan saya pada isteri dan anak-anak saya.

Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa budi baik dari Baginda Rasyid,
Baginda yang agung dan menghukum dengan penuh pertimbangan.

Khalifah menjadi terkejut dan sedih mendengar ceritanya. Khalifah pun


memerintahkan agar ia dibebaskan dan dibekali sedikit uang pengganti dari kerugian
yang telah ia derita dan kehinaan yang dialaminya. Ia pun memanjatkan doa dengan
khusyu kepada Allah, satu-satunya Dzat yang disembah, agar Khalifah Amirul
Mukminin senantiasa bermarwah dan berbahagia, selama matahari masih terbit dan
selama burung masih berkicau.

Para napi di penjara Baghdad semakin banyak mendoakan agar Khalifah berumur
panjang setelah Khalifah meninggalkan harta yang cukup banyak buat mereka.

Khalifah lalu kembali ke istananya yang terletak di pinggir sungai Tigris. Di istana telah
menunggu siti Zubaidah. Khalifah lalu menceritakan apa yang sudah dilakukannya,
Zubaidah pun senang mendengarnya. Ia mengucapkan terima kasih dan memuji
Khalifah karena telah berbuat baik. Zubaidah juga mendoakan agar Khalifah panjang
umur.

Transliterasi ke Bahasa Indonesia:


Pada zaman dahulu, ada seorang kakek yang cukup dihormati. Ia dikenal takut kepada
Tuhan, tergila-gila pada kebenaran, selalu beribadah setiap waktu, melaksanakan salat
lima waktu dan selalu berusaha membaca Al-Qur'an pada pagi dan petang. Selain
dikenal alim dan taat, ia juga terkenal memiliki otot yang kuat dan berotak encer. Ia
punya banyak hal yang menyebabkannya mampu menjaga potensi itu.

Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sambil menghisap rokok dengan
nikmatnya (sesuai kebiasaan pada masa itu). Tangan kanannya memegang tasbih yang
selalu berputar setiap waktu di tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar menghampirinya
dengan tergesa-gesa. Rupanya, ular itu sedang mencoba menghindar dari kejaran
seorang laki-laki yang (kemudian datang menyusulnya) membawa tongkat.

"Kek," panggil ular itu dengan malang, "kakek kan terkenal suka menolong. Tolonglah
saya, selamatkanlah saya agar tidak dibunuh oleh laki-laki yang sedang mengejar saya
itu. Ia pasti membunuh saya setelah berhasil menangkap saya. Tentu adalah orang yang 
baik jika mau membuka mulutmu lebar-lebar supaya saya dapat bersembunyi di
dalamnya. Demi Allah dan demi ayah kakek, saya mohon, kabulkanlah permintaan saya
ini."
"Ulangi sumpahmu sekali lagi," pinta si kakek. "Takutnya, setelah mulutku kubuka,
kamu masuk ke dalamnya dan selamat, budi baikku kamu balas dengan keburukkan.
Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah mencelakai saya."

Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah bahwa ia takkan melakukan itu sekali lagi.
Usai ular mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka mulutnya, kira-kira bisa
memasukkan ular itu kedalam mulutnya.

Beberapa saat kemudian, datanglah seorang pria dengan tongkat di tangannya. Ia


menanyakan keberadaan ular yang akan dibunuhnya itu. Kakek mengaku bahwa ia
tidak melihat ular yang ia tanyakan dan tidak tahu di mana ular itu berada. Karena tidak
berhasil menemukan apa yang sedang dicarinya, pria itu pun pergi.

Setelah pria itu berada agak jauh, kakek lalu berbicara kepada ular: "Kini, kamu aman.
Keluarlah dari mulutku, agar aku dapat pergi sekarang."

Ular itu hanya menampakkan kepalanya sedikit, lalu berkata: "Hmm, kamu mengira
sudah mengenal lingkunganmu dengan baik, bisa membedakan mana orang jahat dan
mana orang baik, mana yang berbahaya bagimu dan mana yang berguna. Padahal,
kamu tidak tahu apa-apa. Kamu bahkan tidak bisa membedakan antara makhluk hidup
dan benda mati."

"Buktinya kamu  biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang tahu
bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan. Sekarang kuberi kamu dua
pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau kumakan
jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat." kata ular itu mengancam.

"La haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan kekuatan kecuali
bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung] (ungkapan geram), bukankah aku telah
menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh? Terserah
kepada Allah Yang maha Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong terbaik."
Beberapa saat kemudian kakek itu tampak terpaku, shok dengan kejadian yang tak
pernah ia duga sebelumnya, perbuatan baiknya berbuah penyesalan.

Kakek itu akhirnya kembali bersuara, "Sebejat apapun kamu, tentu kamu belum lupa
pada sambutanku yang bersahabat. Sebelum kamu benar-benar membunuhku, izinkan
aku pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana ada sebatang pohon tempatku biasa
berteduh. Aku ingin mati di sana supaya jauh dari keluargaku."

Ular mengabulkan permintaannya. Namun, di dalam hatinya, orang tua itu berharap,
"Oh, andai Tuhan mengirim orang pandai yang dapat mengeluarkan ular jahat ini dan
menyelamatkanku."

Setelah sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar pada sang ular:

"Sekarang, silakan lakukanlah keinginanmu. Laksanakanlah rencanamu. Bunuhlah aku


seperti yang kamu inginkan."
Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang mengalun merdu tertuju padanya:

"Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik
merekam jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu
dapat masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tidak punya cara untuk
mengeluarkannya kembali. Cobalah engkau lihat pohon ini. Ambil daunnnya beberapa
lembar lalu makan. Moga Allah sentiasa membantumu."

Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik sehingga ketika keluar dari mulutnya
ular itu telah menjadi bangkai. Maka bebas dan selamatlah kakek itu dari bahaya musuh
yang mengancam hidupnya. Kakek itu senang bukan main sehingga berkata, "Suara
siapakah yang tadi saya dengar sehingga saya dapat selamat?"

Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang penolong bagi setiap pelaku kebajikan
dan berhati mulia. Suara itu berujar, "Saya tahu kamu dizalimi, maka atas izin Zat Yang
Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri (Allah) saya datang menyelamatkanmu."

Kakek bersujud seketika, tanda syukurnya kepada Tuhan yang telah memberi
pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya."

Di akhir ceritanya, si Saudi berpesan:

"Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia
pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena prilakunya
yang jahat."

Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Dia mengucapkan selamat tinggal
kepada istriku. Ia berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang tahu betapa
sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami menyadari perannya dalam
menyelamatkan kami dari lumpur kemiskinan sehingga menjadi kaya-raya.

Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu
nasehatnya kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai
kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan maksiat, bersenang-senang
dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.

Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang begitu
banyak. Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu mengaduku
kepada kepala kampung. Kepala kampung memanggilku dan menanyakan dari mana
asal kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan uang dalam jumlah yang
cukup besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku untuk mematuhi
perintahnya seperti menebar ancaman.

Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tidak seberapa,
suatu kali bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan menyuruh orang
untuk mencambukku. Kemudian ia memasukkan aku ke penjara. Sudah tiga tahun
lamanya saya mendekam di penjara ini, merasakan berbagai macam penyiksaan. Tak
sedetikpun saya lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang menghamparkan bumi
ini dan menjadikan langit begitu tinggi agar segera melepaskan saya dari penjara yang
gelap ini dan memulangkan saya pada isteri dan anak-anak saya.

Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa baik budi dari Baginda Rasyid,
Baginda yang agung dan menghukum dengan penuh pertimbangan.

Khalifah menjadi terkejut dan sedih mendengar ceritanya. Khalifah pun


memerintahkan agar ia dibebaskan dan dibekali sedikit uang pengganti dari kerugian
yang telah ia derita dan kehinaan yang dialaminya. Ia pun memanjatkan doa dengan
khusyu kepada Allah, satu-satunya Dzat yang disembah, agar Khalifah Amirul
Mukminin senantiasa bermarwah dan berbahagia, selama matahari masih terbit dan
selama burung masih berkicau.

Para napi di penjara Baghdad semakin banyak mendoakan agar Khalifah berumur
panjang setelah Khalifah meninggalkan harta yang cukup banyak buat mereka.

Khalifah lalu kembali ke istananya yang terletak di pinggir sungai Tigris. Di istana telah
menunggu siti Zubaidah. Khalifah lalu menceritakan apa yang sudah dilakukannya,
Zubaidah pun senang mendengarnya. Ia mengucapkan terima kasih dan memuji
Khalifah karena telah berbuat baik. Zubaidah juga mendoakan agar Khalifah panjang
umur.

A.    Sinopsis (Ringkasan Hikayat)


Hikayat Seorang Kakek dan Seekor Ular
Pada zaman dahulu, ada seorang kakek yang sangat disegani oleh penduduk. Ia
sangat taat beragama dan berotot juga pandai otaknya.  Suatu hari, ia tengah
duduk-duduk ditempat kerjanya. Namun, tiba-tiba seekor ular menghampirinya dan
meminta tolong. Ular itu beralasan bahwa ia sedang dikejar-kejar pemburu, maka
dari itu ia ingin bersembunyi di mulut kakek.
Namun setelah ular itu selamat, ternyata ia malah tidak mau keluar dan malah
mengancam kakek untuk memakannya. Kakek bingung, namun pasrah akan takdir yang
akan menimpanya. Setelah meminta tolong pada Allah, ternyata ia mendengar suara.
Berkat kata-kata dari suara itulah ular itu keluar dan kakek pun selamat.

B. UNSUR INTRINSIK
1. Tema                       : Balas Budi
2. Perwatakan tokoh    :
a. Si Kakek     : Baik hati, pandai, taat, terlalu mudah percaya pada siapapun, suka 
menolong dan pasrah.
- Baik Hati     : Dia rela menolong ular yang bahkan bisa membahayakan nyawanya
sendiri.
- Pandai          : Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan
berotak encer.
- Taat            : Ia dikenal takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah
wajib setiap waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca Al-
Qur’an pagi dan petang.
- Terlalu mudah percaya pada siapapun : Dia terlalu percaya bahkan pada hal yang
dia endiripun tahu jika itu dapat membunuhnya.
- Suka menolong : bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula
yang hendak kamu bunuh?
- Pasrah : Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai
penolong terbaik .

b. Ular                        : Licik, jahat, suka berbohong, dan tidak tahu balas budi.
-  Licik                        : Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu,
padahal semua orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan.
- Jahat           : Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang
mana; mau kumakan hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama
membuatmu sekarat.
- Suka berbohong     : Pada awalnya dia berjanji hanya akan bersembunyi, tetapi
ternyata dia juga mengancam untuk memakan hati atau jantung si kakek.
- Tidak tahu balas budi       : Setelah diberi pertolongan oleh kakek, bukannya
berterima kasih, ular itu malah mau membunuh kakek.

c. Suara penolong : Baik hati, suka menolong.


- Baik hati                  : Dia ada disaat yang tepat. Saat kakek akan dibunuh oleh ular
itu.
- Suka menolong        : Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan mengirimkan
seorang juru penyelamat untuknya.

3.       Jenis alur beserta tahapan peristiwa    : Jenis alurnya maju.


Tahapan peristiwanya dimulai dari paragraf 1 yaitu pengenalan tokoh utama.
Paragraf 2 dan 3 yaitu penyebab permasalahan.
Paragraf 4 dan 5 yaitu bagian klimaks.
Paragraf 6 yaitu bagian peleraian.
Paragraf 7 yaitu bagian penyelesaian.
4.     Setting                        :
Suatu hari, kakek itu sedang duduk di tempat kerjanya. Suasananya sangat tenang
dan santai. Namun ular datang dengan gugup. Setelah ular itu berhasil selamat, ular
itu mau memakan kakek tersebut. Namun, sang kakek ingin pergi ke sebatang pohon
yang ada di suatu tempat yang lapang. Suasanapun menjadi tegang. Namun, menjadi
tenangkembali saat ular itu sudah berhsil dikeluarkan dai tubuh kakek. Kakek itupun
merasabahagia dan sangat bersyukur pada Yang Kuasa.

5.      Amanat                      :a. Jangan terlalu percaya kepada orang lain


apalagi                                                                        yang mampu menjadi ‘musuh
dalam selimut’ bagi kita.
 b. Kebaikan pasti akan selalu dibalas dengan kebaikan.
 c. Allah pasti akan menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang  taat    kepada-Nya.
6.     Sudut pandang                   : Orang Ketiga Pelaku Utama.

7.      Majas                          :
a. Majas Sinekdokhe pars prototo : Tiba-tiba seekor ular 
menghampirinya dengan tergopoh-gopoh.
b. Majas Metafora                           : Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal
berotot kuat dan berotak encer.
c. Majas Simile                                  : cukuplah Allah Yang Maha Esa bagai
penolongku.

8.      Pengalaman               :
1. Menolong orang harus dengan suatu alasan.
2. Menolong tidak boleh asal-asalan.
3. Tidak boleh terlalu percaya pada orang asing.

9.      Gagasan                     :
1. Kakek tersebut adalah orang yang baik hati dan suka menolong, namun terlalu
mudah percaya pada ular.
2. Ular itu mungkin dapat berencana licik, namun orang jahat akan mendapat
keburukan pula.
3. Kakek yang pasrah akhirnya dapat pertolongan dari Allah, dan iapun selamat.

C.    Unsur Ekstrinsik


1. Nilai Moral             : Kita dapat belajar bahwa menolong orang itu memang baik,
namun kita juga harus memikirkan pula tentang akibat dari pertolongan kita itu.
2. Nilai Pendidikan    : Kita dapat belajar bahwa perbuatan baik juga akan
mendapatkan balasan yang baik pula.
3. Nilai Religius         : Allah akan selalu melindungi hamba-Nya yang taat kepada-
Nya.
4. Nilai Sosial                        : Menolong sesama yang membutuhkan adalah hal yang
baik, apalagi bila memang sedang membutuhkan pertolongan.
5. Nilai Budaya          : Budaya tolong-menolong antara kiat memang harus selalu
diterapkan dimanapun dan kapanpun.
6. Nilai Estetika        : Hubungan antar umat manusia yang saling tolong-menolong
dan pertolongan Allah yang terkadang tak terduga.

Perbandingan “Novel ABORSI” dan “Hikayat Seorang kakek dan Seekor Ular”
Sinopsis Novel ABORSI
Ceritanya bermula ketika sepasang suami istri yaitu Handi dan Devi yang memiliki
seorang putri bernama Caca,membeli rumah baru yang bergaya klasik.Hal tersebut
malah membawa malapetaka,Caca jadi sering kerasukan dan mengamuk.
Kehidupan yang tak lagi dirasa tenang membuat Handi dan Devi merasa ketakutan
sekaligus penasaaran.Seiring berjalannya waktu yang memperkeruh keadaan,Mereka
baru lah menyadari apa yang telah mereka perbuat 10 tahun yang lalu.Janin yang
dipaksa keluar ,bangkit untuk membalas dendam orang tua yang biadab yang
membunuhnya.
Akhirnya,Devi yang merasa sangat bersalah ,rela mati untuk menemani "Cinta" di
dunia lain.
Sinopsis Hikayat Seorang Kakek dan Seekor Ular
Pada zaman dahulu kala,hidulah seorang kakek tua yang taat pada Allah yang
berotak encer,dan kuat.ketika itu ia sedang duduk di tempat kerjanya ,tiba-tiba
datanglah seekor ular ular itu meminta untuk disembunyikan dalam mulut Kakek
karena ia dikejar-kejar seorang laki-laki.Ular tersebut bersumpah,tidak akan
mencelakai kakek. Akhirnya kakek mengizinkannya.
Setelah orang yang mencari nya itu sudah pergi ,kakek menyuruh si ular untuk
keluar. Tetapi ular melanggar janjinya,ia malah hendak memakan jantung dan hati
kakek.
Kakek yang mengetahui kehendak ular berkata bahwa ia ingin mati di bawah pohon
yang biasa digunakannya untuk berteduh yang letaknya jauh dari keluarganya,ular
pun mengizinkannya.
Hatta sampai di tempat yang dimaksud,tiba-tiba terdengar suara yang lembut
menyuruh kakek untuk makan daun dari pohon tersebut.Tanpa berfikir
panjang,kakek segera melakukan apa yang diperintahkan suara tadi.Alhasil ular pun
akhirnya keluar dalam keadaan menjadi bangkai.Kakek pun bersujud,bersyukur atas
pertolongan yang di berikan Allah S.W.T
Perbandingan:
1. Hikayat berbentuk seperti dongeng yang menyajikan hal-hal takhayul sedangkan
novel lebih mengacu pada realita.
2. Pada hikayat biasa dimulai dengan Pada zaman dahulu sedangkan pada novel tidak
demikian.

3. Pada hikayat terdapat bahasa melayu kuno seperti “hatta” sedangkan pada novel
tidak.

Anda mungkin juga menyukai