Anda di halaman 1dari 24

38

BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Paparan Data

1. Paparan Data Pra-penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Idala Jaya Hilisimaetano

Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan. Sebelum melaksanakan

penelitian ini, terlebih dahulu peneliti mengantar surat permohonan izin

penelitian dengan melampirkan 1 (satu) rangkap proposal penelitian

kepada Kepala Desa Idala Jaya Hilisimaetano yaitu Bapak Yohanes Dakhi

untuk berkenan mengizinkan peneliti melaksanakan penelitian di desa

yang beliau pimpin khususnya kepada siswa kelas VIII. Disambut baik

sehingga pada hari itu juga beliau mengeluarkan surat izin penelitian untuk

melaksanakan penelitian. Selain kepada Kepala Desa, peneliti juga

meminta izin kepada orangtua masing-masing siswa untuk memberikan

izin mendatangi rumah siswa saat melakukan penelitian. Dan sebelum

peneliti memberikan tes dan wawancara kepada siswa, peneliti

menanyakan terlebih dahulu apakah materi yang berkaitan di tes tersebut

pernah di pelajari atau tidak.

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan penelitian kualitatif

dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini terdiri dari dua metode

pengumpulan data yaitu metode pemberian tes berupa soal uraian yang

terdiri dari 5 soal dan wawancara tidak terstruktur. Pemberian tes dan

wawancara dilakukan kepada siswa kelas VIII di Desa Idala Jaya


39

Hilisimaetano yang berjumlah 14 orang siswa. Proses penelitian ini

berawal dari tanggal 12 sampai 20 April 2021.

2. Paparan Data Hasil Penelitian

a. Paparan Hasil Tes

Miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal diperoleh

berdasarkan hasil lembar jawaban siswa melalui pemberian tes. Selama

tes berlangsung siswa berusaha untuk mengerjakan soal tersebut

dengan usahanya sendiri, dan peneliti mengawasi serta mengingatkan

siswa agar teliti dalam mengerjakan setiap soal. Setelah tes dilakukan,

peneliti memeriksa lembar kerja siswa untuk mendeskripsikan

kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal dan bagaimana

miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal.

Berdasarkan hasil tes yang di kerjakan oleh siswa, bahwasanya

siswa masih kurang memahami soal, tidak tahu mana yang diketahui

dan ditanya dalam soal, dan penggunaan konsep siswa masih salah,

sehingga dari kesalahan tersebut siswa mengalami miskonsepsi.

Kemudian, siswa juga dalam penyelesaian soal tidak memperhatikan

tanda positif dan negatif. Jika siswa dihadapkan pada soal dalam

bentuk cerita, siswa mengalami miskonsepsi dalam membuat model

matematika dari soal tersebut. Hal ini dikategorikan kedalam beberapa

miskonsepsi siswa yaitu :


40

1) Miskonsepsi siswa dalam memahami masalah, yaitu tidak dapat

memahami maksud soal dengan benar, tidak menuliskan apa yang

diketahui dan ditanyakan dalam soal.

2) Miskonsepsi siswa dalam merencanakan penyelesaian soal, yaitu

tidak dapat membuat model matematika dengan benar sehingga

berakibat pada hasil dari tes yang dikerjakan.

3) Miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan perencanaan, yaitu tidak

dapat menentukan metode dengan benar.

4) Miskonsepsi siswa dalam penarikan kesimpulan, yaitu tidak dapat

menyimpulkan jawaban akhir dengan benar.

Miskonsepsi siswa tersebut diatas, disajikan dalam tabel

berikut ini :

Tabel 4.1
Jenis-jenis Miskonsepsi Siswa
No. Siswa Jenis Miskonsepsi Siswa
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
1 B A A E E
2 C A A A E
3 F B B B B
4 D A E A A
5 A A A A A
6 A A A A E
7 A A E E B
8 F B B A A
9 B A A A A
10 A A A A A
11 B B B E E
12 A A A A E
13 A A A A E
14 A A A A E

Sumber : Hasil lembar jawaban siswa, peneliti 2021


Catatan : A = Miskonsepsi siswa dalam memahami masalah
B = Miskonsepsi siswa dalam merencanakan penyelesaian soal
C = Miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan perencanaan
D = Miskonsepsi siswa dalam penarikan kesimpulan
41

E = Tidak menjawab soal


F = Tidak ada kesulitan

Dari tabel diatas, terlihat bahwa 14 orang siswa menyelesaikan

soal dengan miskonsepsi yang berbeda-beda. Proses penyelesaian soal

terjadi sebanyak 14 orang x 5 soal = 70 kali, dengan presentase setiap

jenis miskonsepsi siswa

jumlah kejadian mengalami miskonsepsi tertentu


¿ x 100 % . Adapun
jumlah seluruh kejadian penyelesaian soal

jumlah kejadian mengalami miskonsepsi dan persentase setiap

miskonsepsi yang dialami siswa, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2
Jumlah Kejadian Mengalami Miskonsepsi Pada Setiap Soal
Jenis Jumlah Kejadian Mengalami Jumlah Persentase
Miskonsepsi Miskonsepsi Pada Setiap Butir Soal
1 2 3 4 5

A 8 11 9 10 5 42 60%
B 3 3 3 2 1 12 17,14%
C 1 - - - - 1 1,43%
D 1 - - - - 1 1,43%
E - - 2 3 7 12 17,14%
F 2 - - - - 2 2,86%
Total 70 100%

Sumber : Penelitian, 2021

Untuk lebih jelas, persentase masing-masing jenis miskonsepsi

siswa dapat dilihat pada diagram berikut :


42

Gambar 4.1
Diagram Persentase Miskonsepsi Siswa

A B C D E F
Sumber : Peneliti,2021
Catatan: A= Miskonsepsi siswa dalam memahami masalah
B= Miskonsepsi siswa dalam merencanakan penyelesaian soal
C= Miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan perencanaan
D= Miskonsepsi siswa dalam penarikan kesimpulan
E=Tidak menjawab soal
F=Tidak ada kesulitan

Dari diagram diatas, dapat disimpulkan bahwa persentase

tertinggi adalah miskonsepsi siswa dalam memahami soal yaitu 60%,

dan persentase terendah adalah miskonsepsi siswa dalam

menyelesaikan perencanaan dan penarikan kesimpulan yaitu 1,43%.

b. Hasil Wawancara

Melihat hasil tes siswa yang kurang baik, peneliti melakukan

wawancara terkait miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal tes

tersebut. Hasil wawancara kepada siswa kelas VIII di Desa Idala Jaya

Hilisimaetano, ditemukan beberapa miskonsepsi siswa dalam

menyelesaikan soal tes tersebut adalah sebagai berikut :


43

a) Siswa salah dalam memahami soal, sehingga mempunyai

gambaran yang salah dalam menerapkan konsep dalam

mengerjakan soal.

b) Siswa mengalami miskonsepsi dalam menafsirkan konsep yang

ingin digunakan dalam penyelesaian soal.

c) Siswa masih kurang paham dalam menentukan metode yang

digunakan dalam penyelesaian soal.

d) Miskonsepsi siswa dalam penarikan kesimpulan, yaitu tidak dapat

menyimpulkan jawaban akhir dengan benar.

B. Temuan Penelitian

1. Jenis-jenis Miskonsepsi Siswa

Berdasarkan hasil penelitian pada siswa kelas VIII di Desa Idala

Jaya Hilisimaetano melalui pemberian tes dan wawancara, peneliti

menemukan beberapa miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal tes,

pada materi SPLDV yaitu sebagai berikut:

a. Miskonsepsi siswa dalam memahami masalah, yaitu tidak dapat

memahami maksud soal dengan benar, tidak menuliskan apa yang

diketahui dan ditanyakan dalam soal.

b. Miskonsepsi siswa dalam merencanakan penyelesaian soal, yaitu tidak

dapat membuat model matematika dengan benar sehingga berakibat

pada hasil dari tes yang dikerjakan.


44

c. Miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan perencanaan, yaitu tidak

dapat menentukan metode dengan benar.

d. Miskonsepsi siswa dalam penarikan kesimpulan, yaitu tidak dapat

menyimpulkan jawaban akhir dengan benar.

Adapun beberapa penjelasan dibawah ini tentang miskonsepsi

siswa yaitu :

a. Miskonsepsi siswa dalam memahami masalah

Siswa tidak dapat memahami soal dengan baik, sehingga

terjadi kesalahan saat proses penyelesaian soal. Adakalanya hal ini

guru harus hati-hati saat melakukan kegiatan pembelajaran atau dalam

menumbuhkan dan memberikan motivasi bagi kegiatan belajar para

siswa. Terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 4.2
Miskonsepsi siswa dalam memahami masalah

Sumber : Siswa Kelas VIII di Desa Idala Jaya Hilisimaetano

Dari gambar diatas, terlihat bahwa dalam menyelesaikan soal

nomor 2, siswa tidak mampu menggunakan bahasa matematika untuk


45

mengekspresikan bahasa matematika secara benar. Sehingga

melakukan kesalahan ketika mengerjakan soal. Miskonsepsi yang

dilakukan adalah tidak dapat memahami soal dengan benar.

Seharusnya dalam menyelesaikan soal siswa terlebih dahulu

memahami apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal.

Berikut hasil wawancara terhadap siswa-5 terkait hasil

pengerjaannya:

Peneliti : Bagaimana kamu menyelesaikan soal tersebut ?

S-5 : Langsung saya menyelesaikan soalnya

Peneliti : Apakah pada saat kamu menyelesaikan soal, kamu paham

maksud dari soal tersebut ?

S-5 : Paham

Peneliti : Kira-kira menurut kamu apa saja yang diketahui dan

ditanyakan dalam soal no.2 ?

S-5 : Tidak tahu

Peneliti : Banyak belajar ya

S-5 : Iya

Berdasarkan hasil wawancara, diketahui siswa tidak tahu

bagaimana cara menyelesaikan soal dan tidak dapat memahami soal

dengan benar. Sehingga siswa menyelesaikan soal dengan cara yang

tidak tepat.
46

b. Miskonsepsi siswa dalam merencanakan penyelesaian soal

Siswa tidak mampu memahami masalah yang terdapat dalam

soal, sehingga siswa mengalami miskonsepsi saat mengerjakan soal

tersebut. Siswa tidak dapat membuat model matematika dengan benar.

Terlihat pada penyelesaian soal dibawah ini :

Gambar 4.3
Miskonsepsi siswa dalam merencanakan penyelesaian soal

Sumber : Siswa Kelas VIII di Desa Idala Jaya Hilisimaetano

Dari gambar diatas terlihat bahwa siswa masih kurang dalam

membuat model matematika, sehingga pada saat menyelesaikan soal,

siswa mengalami miskonsepsi.

Berikut hasil wawancara pada S-12 terkait hasil pengerjaannya pada

soal nomor 4:

Peneliti : Di soal no. 4 apakah kamu paham maksud dari soal ?

S-12 : Paham

Peneliti : Bagaimana kamu menyelesaikan soal tersebut ?

S-12 : Langsung saya menyelesaikan soalnya


47

Peneliti : Iya ya, kamu tidak membuat model matematikanya

terlebih dahulu ?

S-12 : Tidak

Peneliti : Sebenarnya dalam menyelesaikan soal tersebut,

sebelumnya kamu harus buat dulu model matematikanya,

baru menyelesaikan soalnya

S-12 : Baik bu

Berdasarkan hasil wawancara, jelas bahwa siswa tidak dapat

membuat model matematika ketika disuruh dalam menyelesaikan soal.

c. Miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan perencanaan

Miskonsepsi siswa tanpak terlihat pada penyelesaian soal di

bawah ini :

Gambar 4.4
Miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan perencanaan

Sumber : Siswa Kelas VIII di Desa Idala Jaya Hilisimaetano


48

Dari gambar diatas, terlihat bahwa siswa tidak mampu

menyelesaikan soal nomor 3, siswa tidak memperhatikan apa yang

dimaksud dalam soal tersebut sehingga menggunakan metode yang

salah dalam penyelesaian soal.

Berikut hasil wawancara pada S-3 terkait hasil pengerjaannya

pada soal nomor 3:

Peneliti : Di soal nomor 3, disini jawaban kamu sama dengan 10,5.

Bisakah kamu jelaskan bagaimana cara kamu

mendapatkan jawaban tersebut?

S-3 : Saya langsung menyelesaikannya

Peneliti : Metode apa yang yang kamu gunakan dalam

menyelesaikan soal nomor 3 ini?

S-3 : Metode SPLDV.

Peneliti : Apa metode SPLDV yang kamu gunakan dalam

menyelelesaikan soal tersebut ?

S-3 : Kurang tahu. Saya kasih saja apa yang saya tahu.

Peneliti : Coba perhatikan soal nomor 3

S-3 : Iya bu.

Peneliti : Kamu tahu apa saja yang ditanyakan dalam soal tersebut ?

S-3 : Iya, tahu.

Peneliti : Apa yang di tanyakan dalam soal tersebut ?

S-3 : Diketahui penyelesaian sistem persamaan 2x – 3y = 7 dan

3x + 2y = 4 adalah x= 2 dan y=3b, maka nilai a-b ?


49

Peneliti : Terus bagaimana kamu menyelesaikannya, sehingga kamu

mendapatkan penyelesaiannya 10,5 ?

S-3 : Saya langsung menyelesaikannya menggunakan

persamaan yang ada dalam soal

Peneliti : Apakah kamu melakukan eliminasi ataupun substitusi

dalam menyelesaikan persamaan tersebut ?

S-3 : Iya, saya melakukan eliminasi.

Peneliti : Setelah kamu eliminasi, apa langkah kamu selanjutnya ?

S-3 : Langsung saya dapat nilainya ibu yaitu nilai y dan itu

hasilnya

Peneliti : Iya ya

S-3 : iya ibu

Peneliti : Lebih giat belajar lagi ya.

S-3 : Iya bu.

Berdasarkan hasil wawancara, jelas bahwa siswa kurang teliti

dalam membaca soal, siswa juga seringkali merasa bingung ketika

diminta menjelaskan kembali hasil pengerjaannya, siswa tidak

memperhatikan apa yang ditanyakan dari soal tersebut sehingga terjadi

banyak kesalahan saat mengerjakan soal.


50

d. Miskonsepsi siswa dalam penarikan kesimpulan

Siswa ini belum menguasai konsep SPLDV sehingga

mengalami miskonsepsi dalam menyelesaikan soal. Walaupun

hasilnya benar, tetapi pada saat siswa melakukan penarikan

kesimpulan tidak sesuai dengan permintaan soal. Dapat terlihat pada

penyelesaian soal dibawah ini :

Gambar 4.5
Miskonsepsi siswa dalam penarikan kesimpulan

Sumber : Siswa Kelas VIII di Desa Idala Jaya Hilisimaetano

Untuk lebih jelas, berikut hasil wawancara terkait hasil

pengerjaannya:

Peneliti : Bagaimana cara menyelesaikan soal no.1 ?

S-4 : Saya menyelesaikannya sesuai dengan permintaan soal

Peneliti : Apakah kamu paham maksud dari soal tersebut ?

S-4 : iya, saya paham.


51

Peneliti : Bagaimana kamu melakukan penarikan kesimpulan dari

soal tersebut ?

S-4 : Tidak tahu

Dari hasil wawancara diatas, diperoleh informasi bahwa siswa

tidak dapat menarik kesimpulan dari penyelesaian soal yang

diselesaikan.

2. Miskonsepsi Siswa dalam Menyelesaikan Soal

Keberhasilan belajar siswa salah satunya ditentukan oleh

kemampuan siswa dalam memahami konsep penyelesaian dalam soal.

Tanpa pemahaman konsep yang benar penyampaian ide dan gagasan

dalam penyelesaian suatu masalah matematis tidak bisa disampaikan

dengan tuntas. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep siswa

menimbulkan banyak hambatan atau kesulitan dalam belajar, khususnya

dalam menyelesaikan masalah atau soal yang diberikan.

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan miskonsepsi siswa

dalam menyelesaikan soal SPLDV kelas VIII di Desa Idala Jaya

Hilisimaetano, yaitu:

a) Kurangnya penguasaan materi SPLDV sehingga siswa mengalami

miskonsepsi dalam menyelesaikan soal cerita dikerenakan siswa masih

belum menguasai konsep SPLDV.

b) Kurangnya minat siswa dalam belajar.


52

c) Siswa merasa kebingungan saat menemukan soal dalam bentuk cerita

diubah kedalam model matematika.

d) Siswa tidak menguasai konsep dalam menyelesaikan soal cerita

sehingga dalam pengerjaan soal siswa tidak melakukan prosedur

penyelesaian yang benar.

e) Siswa masih kurang paham akan metode yang digunakan dalam

penyelesaian soal.

f) Siswa kurang dalam memahami soal.

g) Siswa dalam penarikan kesimpulan tidak sesuai dengan prosedur yang

diminta dalam soal.

Miskonsepsi siswa diatas, diuraikan berdasarkan hasil wawancara

pada siswa, sebagai berikut.:

Hasil wawancara pada S-2:

Peneliti : Dari soal yang saya berikan, pada nomor berapa saja

anda mengalami kesulitan?

S-2 : nomor 2, 4 dan 5

Peneliti : Kesulitan apa yang kamu alami?

S-2 : Saya tidak tahu apa itu SPLDV.

Peneliti : Apakah kamu tidak pernah mempelajarinya disekolah?

S-2 : Pernah

Peneliti : Lalu kenapa kamu tidak tahu?

S-2 : Karena jarang membaca jadi saya lupa materinya bu.


53

Peneliti : Apakah kamu mengerti materi yang disampaikan gurumu

saat mengajar?

S-2 : Tidak bu.

Peneliti : Kenapa?

S-2 : Karena guru kami menjelaskan materinya terlalu cepat.

Peneliti : Lalu ketika kamu tidak mengerti materi yang

disampaikan gurumu apakah kamu bertanya?

S-2 : Tidak bu, saya diam saja.

Peneliti : Kenapa kamu tidak bertanya?

S-2 : Saya takut salah bu.

Hasil wawancara terhadap siswa-13

Peneliti : Dalam menyelesaikan soal yang saya berikan, apakah kamu

mengalami kesulitan?

S-13 : Iya

Peneliti : Pada soal nomor berapa saja kamu mengalami kesulitan?

S-13 : Soal nomor 5

Peneliti : Kesulitan apa yang kamu alami?

S-13 : Saya tidak memahami soalnya dan tidak tahu cara

mengerjakannya.

Peneliti : Apakah kamu pernah pelajari materi SPLDV?

S-13 : Pernah

Peneliti : Lalu, kenapa kamu tidak tahu cara mengerjakannya?

S-13 : Karna saya tidak aktif belajar di rumah juga di sekolah bu.
54

Peneliti : Apakah kamu mengerti apa yang disampaikan guru saat

mengajar?

S-13 : Iya, tapi kalau hari berikutnya ditanya lagi saya kadang lupa.

Peneliti : Apakah kamu suka belajar matematika?

S-13 : Iya tapi kalau saya tidak mengerti materi yang diberikan saya

jadi tidak suka belajar matematika.

Peneliti : Apa yang membuat kamu tidak mengerti?

S-13 : Dari materi yang diberikan. Kadang terlalu sulit menurut saya.

Hasil wawancara terhadap siswa-8:

Peneliti : Menurut kamu bagaimana menyelesaikan soal dengan

mengubah soal uraian dengan kedalam model matematika? apa

kamu bisa atau tidak?

S-8 : Tidak bisa. Susah..

Peneliti : Susahnya dibagian mana?

S-8 : Dibagian mengubah soal uraian kedalam model matematika

bu. Terus soal yang lainnya juga masih bingung bu.

Peneliti : Lalu cara kamu mengatasi kesulitan yang kamu alami seperti

ini bagaimana?

S-8 : Saya asal jawab saja, yang penting kertas jawaban saya terisi.

Peneliti : Apakah soal-soal seperti tes ini sudah pernah diajarkan oleh

guru mata pelajaranmu sebelumnya?

S-8 : iya, sudah pernah.


55

Peneliti : Lalu apa yang membuat kamu masih bingung dalam

menyelesaikan soal seperti ini?

S-8 : Karena saya belum paham cara pengerjaannya.

Peneliti : Bisakah kamu menjelaskan bagaimana kamu menyelesaikan

soal nomor 5?

S-8 : Tidak bisa

Hasil wawancara pada S-6:

Peneliti : Pernahkah kamu menjumpai soal seperti ini disekolahmu?

S-6 : Kalau soal seputar SPLDV pernah saya jumpai atau pernah

saya pelajari di sekolah tapi kalau soal cerita seperti ini saya

tidak pernah pelajari karena guru saya di sekolah membuat

soal SPLDV dengan menentukan langsung persamaannya,

bukan seperti ini.

Peneliti : Lalu, adakah kesulitan yang kamu alami saat menyelesaikan

soal tes ini?

S-6 : Ada bu pada soal cerita misalnya pada soal nomor 5, saya tidak

mengerti bagaimana cara membuat model matematika.

Peneliti : Di bagian mana yang tidak kamu mengerti?

S-6 : Dibagian cara membuat model matematikanya bu. Karena

disekolah kami tidak diberikan soal seperti ini bu.

Peneliti : Lalu bagaimana cara kamu menyelesaikan masalah seperti ini?

S-6 : Saya kosongkan saja bu jawabannya saya kerjakan soal yang

lain.
56

Berdasarkan hasil wawancara diatas, miskonsepsi siswa lebih

dominan di sebabkan oleh kurangnya minat belajar siswa, siswa kurang

memperhatikan guru saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, siswa

kurang paham dengan konsep-konsep dasar yang sudah diajarkan pada

materi SPLDV, siswa tidak terbiasa dalam mengemukakan gagasan atau

ide matematikanya, sehingga siswa sulit menerjemahkan hasil/jawaban

yang sudah dikerjakannya. Siswa cenderung malu dan tidak berani untuk

bertanya.

C. Pembahasan

1. Jenis-jenis Miskonsepsi Siswa Dalam Menyelesaikan Soal

Dari hasil tes, dapat dilihat bahwa siswa kelas VIII di Desa Idala

Jaya Hilisimaetano mengalami miskonsepsi dalam menyelesaikan soal

karena rendahnya pemahaman konsep siswa. Pada penelitian ini, siswa

mengalami miskonsepsi pada saat menyelesaikan soal, tidak dapat

menuliskan mana yang diketahui dan ditanya dalam soal, tidak dapat

membuat model matematika dalam menyelesaikan soal, siswa sulit

memahami maksud dari pada soal, tidak dapat menentukan metode yang

tepat dalam menyelesaikan soal, dan siswa juga tidak dapat menyimpulkan

hasil akhir dengan benar sesuai dengan konteks soal.

Langkah awal dalam menyelesaikan soal adalah memahami

masalah, sehinggga unsur-unsur yang terkandung dalam masalah tersebut

dapat diidentifikasi dengan benar dan tidak terjadi miskonsepsi dalam

pemaknaan masalah. Dalam penelitian ini, persentase siswa yang


57

mengalami miskonsepsi dalam memahami masalah sangat besar.

Sehinggga dapat dikatakan bahwa miskonsepsi siswa dalam memahami

masalah sangatlah tinggi.

Miskonsepsi siswa tersebut diatas dapat dikelompokkan kedalam

empat jenis miskonsepsi siswa, yaitu :

a. Miskonsepsi siswa dalam memahami masalah

Miskonsepsi siswa dalam memahami masalah adalah tidak

dapat memahami maksud soal dengan benar, tidak menuliskan apa

yang seharusnya diketahui dan ditanyakan dalam soal, dan siswa asal

menjawab pertanyaan yang diberikan kepadanya.

b. Miskonsepsi siswa dalam merencanakan penyelesaian soal

Miskonsepsi siswa dalam merencanakan penyelesaian soal

adalah tidak dapat membuat model matematika dengan benar sehingga

berakibat pada hasil dari tes yang dikerjakan, dan tidak dapat

melakukan pemisalan dalam menyelesaikan soal.

c. Miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan perencanaan

Miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan perencanaan adalah

tidak dapat menentukan metode dengan benar, dan cara mengeliminasi

persamaan yang masih kurang tepat.

d. Miskonsepsi siswa dalam penarikan kesimpulan

Miskonsepsi siswa dalam penarikan kesimpulan adalah tidak

dapat menyimpulkan jawaban akhir dengan benar.


58

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa siswa mengalami

miskonsepsi dalam menyelesaikan masalah, dengan tidak memahami

pokok permasalahan dengan baik dan penguasaan konsep masih kurang.

Sejalan dengan pendapat Winarni dan Harmini (2012:1):

Untuk memahami matematika dan dapat menggunakannya dalam


menyelesaikan masalah diperlukan penguasaan konsep yang lebih baik.
Supaya dapat menyelesaikan soal-soal dengan benar diperlukan
kemampuan, antara lain memahami masalah dan dapat mengungkapkan
kembali masalah yang sedang dipelajari, membuat rencana
penyelesaian, mengkaji langkah-langkah penyelesaian, dan
mengadakan dugaan dari informasi yang tidak lengkap.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi siswa dalam

menyelesaikan masalah terjadi karena siswa tidak memahami soal/masalah

yang ada dalam soal dan penguasaan konsep siswa masih kurang.

Miskonsepsi dalam menyelesaikan soal adalah suatu kesalahan

konsep dalam menyelesaikan soal. Dengan demikian, kesalahan konsep

dalam menyelesaikan soal dapat membuat hasil penyelesaian soal yang

tidak benar. Sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Ferry Ferdianto dan Leonardus Yesino (2019) yang menyimpulkan bahwa

beberapa kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal yaitu kesalahan siswa

dalam memahami soal dan mengubah bentuk soal tersebut ke dalam model

matematika, kesalahan siswa dalam membuat grafik dari model

matematika yang telah dibuat, kesalahan membuat kalimat matematika

yaitu kesalahan siswa dalam memodelkan sebuah permasalahan yang telah

diberikan, kesalahan menarik kesimpulan yaitu kesalahan siswa dalam

menyimpulkan jawaban yang telah dikerjakan sebelumnya. Sehingga


59

dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi siswa terjadi karena memiliki

konsep yang salah dalam menyelesaikan permasalahan.

2. Miskonsepsi Siswa Dalam Menyelesaikan Soal

Miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal terlihat pada

miskonsepsi-miskonsepsi dalam setiap langkah penyelesaian soal.

Dimana, di dalam penyelesaian soal siswa tidak mampu mamahami dan

memecahkan soal dengan benar. Bahkan siswa dalam memecahkan

masalah, asal menyelesaikan soal tanpa berpikir apakah penyelesaiannya

tersebut sudah sesuai dengan konteks soal. Menurut Polya dalam Winarni

dan Harmini, (2011:124-125) yaitu :

a. Pemahaman terhadap masalah, maksudnya mengerti


masalah dan melihat apa yang dikehendaki.
Cara memahami suatu masalah antara lain sebagai
berikut :
1) Masalah harus dibaca berulang-ulang agar dapat
dipahami kata demi kata, kalimat demi kalimat.
2) Menentukan/mengidentifikasi apa yang diketahui
dari masalah.
3) Menentukan/mengindentifikasi apa yang
ditanyakan/apa yang dikehendaki dari masalah.
4) Mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dengan
masalah.
5) Sebaiknya tidak menambah hal-hal yang tidak ada
agar tidak menimbulkan masalah yang berbeda
dengan masalah yang seharusnya diselesaikan.
b. Perencanaan pemecahan masalah, maksudnya melihat
bagaimana macam soal yang dihubungkan dan
bagaimana ketidakjelasan dihubungkan dengan data
agar memperoleh ide membuat suatu rencana
pemecahan masalah. Untuk itu dalam menyusun
perencanaan pemecahan masalah, dibutuhkan suatu
kreativitas dalam menyusun strategi pemecahan
masalah.
c. Melaksanakan perencanaan pemecahan masalah.
d. Melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah,
maksudnya sebelum menjawab permasalahan, perlu
60

mereview apakah penyelesaian masalah sudah sesuai


dengan melakukan kegiatan sebagai berikut : mengecek
hasi, menginterprestasi jawaban yang diperoleh,
meninjau kembali apakah ada cara lain yang dapat
digunakan untuk mendapat penyelesaian yang sama,
dan meninjau kembali apakah ada penyelesaianyang
lain sehingga dalam memecahkan masalah dituntut
tidak cepat puas dari satu hasil penyelesaian saja, tetapi
perlu dikaji dengan beberapa penyelesaian.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi siswa dalam

menyelesaikan soal terjadi karena siswa tidak paham atau tidak memahami

maksud soal, yang membuat perencanaan yang salah dalam menyelesaikan

soal, dan berakibat pada hasil akhir dalam soal, kemudian penguasaan

konsep yang masih kurang.

Hal ini juga didukung dengan penelitian Edwaldus Dedeng, dkk

(2020), yaitu: Miskonsepsi yaitu siswa yang memilih jawaban yang salah,

memberikan alasan yang salah serta meyakini jawaban yang diberikan.

Selain itu, siswa yang mengalami miskonsepsi merupakan siswa yang

mampu memilih jawaban yang benar, namun tidak bisa memberikan

alasan yang benar serta meyakini jawaban yang diberikan. Miskonsepsi

yang dialami siswa sebagian besar terjadi pada soal menyelesaikan

permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan sistem persamaan linear

dua variabel yaitu siswa kurang mampu menerjemahkan soal cerita ke

bentuk matematika, sehingga tidak mampu menyelesaikan permasalahan

yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel. Karena siswa

tidak memahami akan soal yang diberikan kepadanya, membuat dirinya

asal mengerjakan soal, selain itu penguasaan konsep soal yang masih
61

kurang, dan penggunaaan metode penyelesaian yang kurang tepat yang

menyebabkan hasil dari pada penyelesaiannya yang tidak benar. Selain itu,

ketika siswa pun ditanya ulang akan hasil yang didapatnya, membuat

dirinya kebinggungan untuk menjelaskan kembali hasil yang

didapatkannya.

Kemudian miskonsepsi siswa juga terjadi karena siswa kurang

memahami materi yang diajarkan, karena pada dasarnya siswa dapat

menyelesaikan soal jika sudah menguasai materi dengan benar. Selain itu,

minat siswa dalam menyelesaikan soal yang masih kurang dan bahkan

tidak peduli, dan jika dihadapkan dalam bentuk soal cerita, siswa binggung

dalam membuat model matematika dan juga sulit dalam melakakukan

pemisalan.

Dalam penyelesaian soal terdapat siswa yang menurutnya dia

paham akan penyelesaian soal, pada saat diselesaikannya soal, penggunaan

metode dalam penyelesaian soal tidak sesuai dengan metode penyelesaian

yang diminta dalam soal. Walaupun hasil akhirnya benar akan tetapi,

langkah-langkah yang digunakan dalam penyelesaian soal masih kurang

tepat, itulah sebabnya siswa mengalami miskonsepsi.

Anda mungkin juga menyukai