Anda di halaman 1dari 3

Berlayar

Hadrin sidang Jum’at yang berbahagia


Al-Qur’an menjelaskan bahwa seseorang, apabila dikelilingi oleh bahaya dan bencana
dengan kematian berada di depan mata, maka perasaannya dengan bulat akan menyerah
kepada Allah semata. Sebagaimana penumpang kapal laut yang tiba-tiba diterpa badai dan
hantaman ombak dari segala penjuru, saat itu ia sadar hanya kuasa Allah yang tidak
terbataslah yang bisa menolongnya.

… ‫َج ۤا َء ْتَها ِرْيٌح َعاِص ٌف َّوَج ۤا َء ُهُم اْلَم ْو ُج ِم ْن ُك ِّل َم َك اٍن َّو َظُّنْٓو ا َاَّنُهْم ُاِح ْيَط ِبِهْۙم َدَعُو ا َهّٰللا ُم ْخ ِلِص ْيَن َلُه الِّدْيَن ۚە َلِٕىْن َاْنَج ْيَتَنا ِم ْن‬
‫ٰه ِذٖه َلَنُك ْو َنَّن ِم َن الّٰش ِكِر ْيَن‬

… tiba-tiba datanglah badai dan gelombang menimpanya dari segenap penjuru, dan mereka
mengira telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa dengan tulus ikhlas kepada Allah
semata. (Seraya berkata), “Sekiranya Engkau menyelamatkan kami dari (bahaya) ini, pasti
kami termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS. Yunus 10 :22)
Tidak ada yang lain, hanya Allah saja yang ia ingat. Memohon dengan penuh keikhlasan,
bahkan bernazar agar dikeluarkan dari marabahaya di hadapannya. Tidak ada lagi
kecongkakkan, dialektika, kekuatan, kecerdikkan yang ia sombong-sombongkan. Tidak ada
lagi saudara maupun berhala tempat ia memohon pertolongan. Jabatan kehilangan kuasanya,
perhiasan bertahta berlian telah padam cahayanya. Padahal sebelumnya ia merasa gembira
karena perjalanan baru telah dimulai, anginpun bertiup dengan baik mengembangkan layar.

Hanya apabila telah berlalu keadaan kritis, selamat dari kepungan marahabaya, ia kembali
melakukan kezaliman. Membusungkan dada, karena fikirnya semata-mata kemampuan
dirinyalah yang telah menyelamatkan ia dari bencana. Lupa bahwa sebelumnya ia baru saja
tersungkur mengharap pertolongan, dengan bulat menyerah kepada Allah SWT karena telah
lucut segala kemampuan dan kekuatan yang lama ia banggakan.

Merasa aman telah keluar dari lautan, tak akan terkena lagi bencana serupa di daratan.
Padahal apabila hendak kembali ke kampung halaman, bukankah lautan luas itu juga yang
akan ia lewati.
Bersenang-senang dan berpaling melupakan jasa Allah yang telah menyelamatkannya.
Apakah ia mengira tanah yang ia pijak tidak dapat meletus, terbelah menelan segala yang
dipermukaan, longsor, dan juga banjir, bagaimana pula dengan petir?

Jika hanya karena berada di darat membuat ia merasa aman dari badai serta hantaman ombak
di tengah laut, bukankah dulu Allah pernah menurunkan azab berupa banjir besar yang
bahkan lebih tinggi dari gunung?

Jika berada dalam rumah yang kuat sekokoh gunung membuat ia merasa congkak dari
ancaman apapun yang dia dan nenek moyangnya pernah alami, bukankah Allah dulu pernah
menurunkan azab berupa petir diiringi suara yang amat keras hingga mereka mati
bergelimpangan di rumahnya seolah-olah mereka belum pernah tinggal di rumah itu ?

Jika hanya karena memliki pasukan besar membuat ia merasa aman dari kekalahan, bukankah
Allah dulu juga pernah mengutus burung Ababil, sehingga membuat pasukan bergajah
Abrahah mengalami bencana yang amat mengerikan?

Rasulullah pernah bersabada, bahwa syurga dan neraka itu amat dekat sekali. Lebih dekat
dari tali sandal yang kita pakai.

‫َح َّد َثِني ُم وَس ى ْبُن َم ْسُعوٍد َح َّد َثَنا ُس ْفَياُن َع ْن َم ْنُصوٍر َو اَأْلْع َمِش َع ْن َأِبي َو اِئٍل َع ْن َع ْبِد ِهَّللا َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه َقاَل َقاَل الَّنِبُّي َص َّلى‬
6488 : ‫ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم اْلَج َّنُة َأْقَر ُب ِإَلى َأَحِد ُك ْم ِم ْن ِشَر اِك َنْع ِلِه َو الَّناُر ِم ْثُل َذ ِلَك صحيح البخاري‬
… dari Abu Wail dari Abdullah radhiallahu’anhu menuturkan, Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, “Surga
lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada tali sandalnya, neraka juga seperti
itu.”
Lebih dekat dari tali sandal, berarti jalan menuju syurga dan neraka telah jelas dan mudah.
Yakni syurga dengan jalan ketaatan, sedangkan neraka dengan jalan kemaksiatan. Lebih
dekat dari tali sandal juga berarti kematian itu selalu dengan manusia, ia telah siap
membersamai setiap orang yang hendak keluar dari pintu meninggalkan rumahnya, pergi ke
halaman yang jauh lebih luas tak berujung.

Hanya saja, meskipun telah jelas setiap hari kita melihat dan mendegar kabar orang
meninggal, baik dari lingkungan sendiri ataupun melalui tayangan televisi yang mengabarkan
bencana yang sedang terjadi, rasa-rasanya kepada diri kita sendiri sajalah kematian itu tidak
akan pernah menjemput. Padahal kita tahu bahwa bermilyar-milyar orang telah dan sedang
hidup, tak ada satupun dari mereka yang kekal abadi.
Hadiri yang berbahagaia
Sebagaimana sembuh badan dari sakitnya, segar setelah haus, dan subur setelah tandus,
hendaklah kita tidak lupa berterimakasih dan insyaf. Bahwa segala pertolongan dan ampunan
datang karena kehendak Allah semata.

Anda mungkin juga menyukai