Anda di halaman 1dari 17

{BAB IV}

AGAMA BANGSA BABILONIA

Agama bangsa Babilonia termasuk jenis Agama Thabi’in atau Agama Ardli yang dibangun oleh
bangsa itu sendiri. Agama ini merupakan Kultur rohaniah yang nilainya setarap dengan kultur
rohaniah bangsa Mesir dan Iran Kuno. Karena kultur ini diciptakan oleh manusia atau Bangsa, tentu
sifat dan isi dari kultur tersebut akan terwarnai sifat dan Kebudayaan bangsa yang membangunnya.
Untuk itu sebelum kita Mengadakan pengkajian lebih jauh tentang agama ini, terlebih dahulu Kita
perlu mengenal bangsa pembangunan agama tersebut dan kebudayaan yang Dihasilkan.

A. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BANGSA BABILONIA

Bangsa Babilonia terbentuk atas pembauran sebagian suku-suku bangsa dari rumpun Hamiah dan
Samiah yang masing-masing adalah keturunan dari Hamdan Sam bin Nuh AS. Suku-suku bangsa dari
rum- pun Hamiah pada masa purbanya mendiami daerah-daerah tepi Sungai Efrat (Furat) di sebelah
Utara Babil sampai daerah Teluk Persia dan Kaukasia. Kemudian suku-suku bangsa dari rumpun
Samiah mendiami daerah-daerah antara Sungai Dajlah (Tigris) dan Sungai Efrat.

Keturunan Ham yang masyhur dan bakal membentuk suku-suku bangsa dari rumpun Hamiah
adalah Kusy, Misradin, dan Kanan. Kusy mempunyai anak yang sangat yaitu Namrud dan ia-
merupakan manusia pertama yang memiliki kekuasaan terbesar di muka bumi ini. Keturunan Kusy
yang bakal membentuk sebagian suku-suku bangsa dari rumpun Hamiah dan yang akan membentuk
sebagian dari bangsa Babilonia pada fase pertama adalah Kusy dan Kanaan dan Kanaahlah yang
terbesar dalam membentuk suku-suku bangsa dari rumpun Hamiah yang bakal menciptakan
sebagian dari bangsa Babilonia itu. Keturunan Kanaan yang membentuk suku-suku bangsa dari
rumpun Hamiah Yang bakal menciptakan sebagian bangsa Babilonia adalah Hitid, Amorit dan
Sumeria. Kemudian keturunan Sam yang membentuk Suku bangsa dari rumpun Samiah yang bakal
menciptakan sebagian Bangsa Babilonia adalah Akad dan Assyur.

Sebagian suku-suku bangsa dari rumpun Hamiah pada masa purbanya mendirikan kerajaan-
kerajaan dan kota-kota besar serta menciptakan kan kebudayaan Babilonia pada fase pertama di
daerah-daerah Babil, Erekh, Akadia, dan semua itu terletak di Sinear. Dari wilayah itu mereka
mengembangkan kekuasaannya di wilayah lain, yaitu di Assyur dengan kota-kota yang dibangunnya
adalah Ninive, Rehobot-Ir, Kala dan Rasem.

suku-suku bangsa dari rumpun Samiah bertempat tinggal di daerah lembah antara Sungai Efrat
dan Sungai Tigris, yaitu daerah Mesopotamia (mesos, berarti tengah, dan patmos, berarti sungai).
Pembentukan bangsa Babilonia yang besar berlangsung lama yang ditempuh melalui
perkembangan politik cukup panjang. Semula suku-suku bangsa dari rumpun Samiah mendirikan
kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Mesopotamia sampai di daerah Teluk Persia. Sedangkan suku-
suku bangsa dari rumpun Hamiah pada pertengahan pertama tahun 3.000 SM di daerah Sumeria
mendirikan kerajaan-kerajaan kecil Ur Larsa, dan Lagasy. Kerajaan-kerajaan kecil suku bangsa Samiah
dan Hamiah itu satu sama lain saling berperang untuk merebutkan kekuasaan tertinggi di
Mesopotamia Hilir. Peperangan itu berlangsung selama kurang lebih 500 tahun, sehingga kerajaan-
kerajaan tersebut masing-masing menjadi lemah. Dalam kondisi yang cukup lemah itu, kurang lebih
pada tahun 2350 SM Sargon raja suku bangsa Akadia (termasuk rumpun suku bangsa Hamiah)
menaklukkan Sumeria. Pada tahun itu pula Sumaria disatukan dalam satu kekuasaan kerajaan
Akadis. E layah kekuasaan kerajaan Akadis terbentang dari bagian tepi timur Sungai Tigris sampai
dengan Asia Kecil bagian barat. Akan tetapi, kira-kira 400 tahun kemudian, yaitu kira-kira tahun
1950 SM. Kerajaan Aka itu ditaklukan pula oleh bangsa Amorit (salah satu dari rumpun suku bangsa
Hamiah pula). Bangsa Amorit menjadikan Babilonia sebagai ibu kota kerajaan dan pusat kebudayaan
di daerah lembah Masopotamia. Pada tahun 1800 SM. Babilonia di bawah pimpinan Raja
Hammuraby. Pada pemerintahan Raja Hammuraby ini. Babilonia mencapai puncak kejayaannya dan
wilayah kekuasaan kerajaannya membentang dari Babilonia sampai dengan daerah Teluk Persia.
(Hal 101-103)

B.KEHIDUPAN DAN KEBUDAYAN BANGSA BABILONIA

Masyarakat Babilonia terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu kelompok penguasa, terdiri dari
raja dan keluarganya, tuan tanah besar yang terdiri dari bangsawan dan kaum pendeta, para
saudagar bertempat tinggal di kota, para budak, serta para petani yang bertempat tinggal di desa-
desa.

Tanah di daerah lembah Mesopotamia cukup subur, karena memperoleh aliran air dari Sungai
Efrat dan Tigris. Dengan tanah yang subur itu, memungkinkan hasil cocok tanam para petani akan
bertambah banyak. Untuk meningkatkan hasil pertanian yang menjadi pokok kehidupan rakyat itu,
pemerintah bersama-sama rakyat membuat irigasi/saluran air untuk mengalirkan air dari sungai
Efrat dan Sungai Tigris ke persawahan dan ke ladang-ladang penduduk. Di samping teknik-teknik
pengairan, untuk menambah kesuburan tanah para petani juga memberi pupuk sawahnya, sehingga
hasil pertanian bertambah meningkat lagi.

Daerah Mesopotamia kondisinya terbuka, sehingga memungkinkan sekali untuk menerima


pengaruh dari kebudayaan bangsa lain, tetapi juga mudah diserang oleh negara lain. Dengan
keterbukaannya menerima pengaruh dari luar itu, maka bangsa Babilonia memiliki kekayaan budaya
beraneka ragam yang berbobot.

1. Kebudayaan Material
Kebudayaan material yang diciptakan oleh Bangsa Babilonia,antara lain adalah:

a. Penciptaan tanah pertanian menjadi petaan-petaan, sehingga mudah diairi dengan air
selokan.
b. Pembuatan irigasi/selokan-selokan untuk menyalurkan air ke sawah Dan ladang-ladang.
c. Pemberian pupuk untuk lebih menyuburkan tanah pertanian. D. Pembuatan jalan-jalan di
kota-kota.
d. Pembuatan bangunan rumah dengan bata dan tanah liat.
e. Pembuatan patung/kuil dan ziggurat (menara-menara kuil) yang tingginya rata-rata sampai
enam tingkat.
f. Penciptaan tulisan paku yang dituliskan pada lempengan tanah liat yang dikeringkan atau
dibakar.
g. Pembangunan taman bergantung yang merupakan salah satu keajaiban-keajaiban dunia.

2. Kebudayaan Moral Kemanusiaan

Kebudayaan moral kemanusiaan yang diciptakan bangsa Babilonia, antara lain adalah:

a. Membentuk negara, tata pemerintahan, dan menciptakan pranata-Pranata sosial yang tertib
dan teratur.
b. Menciptakan peraturan perundang-undangan dengan cara tertulis.
c. Menciptakan bermacam-macam ilmu pengetahuan, seperti ilmu berhitung, matematika,
ilmu ukur, kesenian, kedokteran, teknologi, ilmu mu falaq, ilmu alam, ilmu filsafat, ilmu sihir,
dan sebagainya.
d. Menciptakan perpustakaan keilmuan, kesusasteraan, dan kesenian. (Hal 104-106)

C.FAHAM KETUHANAN DALAM AGAMA BANGSA BABILONIA

Disebutkan pada uraian yang lampau, bahwa Babilonia yang berwilayah di daerah/lembah
Mesopotamia diperintah bangsa Sumeria dari salah satu rumpun Hamiah. Bangsa ini kemudian
membaur dengan berbagai bangsa dari rumpun yang sama, namun memiliki sifat dan kebudayaan
yang berbeda. Diketahui pula bahwa, negeri Babilonia terletak di tengah-tengah keramaian bangsa-
bangsa besar di Asia dan Afrika, seperti Iran, India, Ibrani, dan bangsa Mesir. Dengan keadaan yang
ter- buka itu sangat memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan politik atau kekuasaan. Di
dalam negeri masa ke masa selalu terjadi perebutan kekuasaan, sehingga menimbulkan kelemahan
negara. Dengan kelemahan pemerintah di dalam negeri itu, maka mudah sekali negara diserbu dan
ditaklukan oleh negara lain yang kuat, sehingga terjadi pemerintahan baru di bawah kekuasaan
bangsa asing. (Hal 107)

D. PENCIPTAAN DEWA, MAKHLUK DAN PEMUSNAHANNYA


Penciptaan alam semesta dalam agama bangsa Babilonia tidak jelas, siapa penciptanya. Berbagai
legenda atau dongengan yang sering kali diceritakan pada pendeta kepada rakyat atau diceritakan
para orang tua kepada anak cucu mereka, bahwa sebelum dunia diciptakan terjadi peperangan
antara dewa yang satu dengan dewa lainnya untuk merebut- kan kekuasaan tertinggi. Para dewa itu
kedudukannya diyakini oleh mereka sebagai makhluk, tetapi tidak disebutkan siapa Zat Penciptanya.
Ini menunjukkan bahwa, kebenaran para dewa dalam agama Babilonia itu tidak memerlukan
pencipta.(Hal 109)

E. FUNGSI DAN TUGAS PENDETA DALAM AGAMA

Pendeta yang dimaksud dalam uraian ini tentunya pendeta dalam agama bangsa Babilonia.
Kemudian fungsi dan tugas apa saja yang di- miliki dan harus dilaksanakan oleh pendeta itu dalam
agama? Untuk mengetahui fungsi dan tugas yang dimiliki dan harus dikerjakan oleh para pendeta
Babilonia dengan tepat dan benar, kita harus mengetahui tentang fungsi agama itu sendiri bagi
bangsa Babilonia. Agama bangsa Babilonia adalah agama Matahari yang berfungsi untuk memberi
arah dan mendorong para penganut dalam melaksanakan tugas-tugas hidup dan menciptakan
kebudayaan bangsa dan ilmu pengetahuan serta teknologi yang berhubungan dengan agama. Jika
fungsi agama dalam kehidupan manusia seperti itu, maka fungsi yang dimiliki dan tugas yang harus
dikerjakan oleh pendeta adalah:

1. Fungsi Pendeta Dalam Agama

Fungsi pendeta dalam agama bangsa Babilonia adalah:

a. Pembina penganut/pemeluk agama agar dalam melaksanakan tugas hidupnya sesuai


dengan ajaran agama.
b. Pembimbing pemeluk agama agar mereka dapat mengembangkan ajaran agama dan
melaksanakannya dengan baik.
c. Pemberi motivasi pemeluk agama agar setiap melaksanakan tugas- tugas selalu
didasari ajaran-ajaran agama.

2. Tugas-tugas Pendeta Dalam Agama

Berdasarkan fungsi-fungsi yang dimiliki, maka tugas-tugas yang di- laksanakan oleh pendeta adalah:

a.Memberi penjelasan kepada raja/kepala pemerintahan setempat Tentang:

1).Kisah terjadinya Kerajaan Babilonia dan kota-kota lain di Babilonia. 2).Kisah raja-raja yang
memerintah negeri Babilonia dan hubungannya dengan para dewa.

3).Kisah kepahlawanan nenek moyang, para dewa, dan hubungannya antara keduanya.

4). Kisah peperangan para dewa dan dewa yang paling sakti.

5).Tugas dan kekuasaan para dewa masing-masing dan musuh Dari para dewa itu.

6).Tempat tinggal para dewa dan kelompok-kelompok kerja para dewa itu.
7).Kisah tentang penciptaan makhluk, terjadinya taufan/air bah Dahsyat pada zaman Nabi Nuh AS
dan setelah purnanya air bah.

8). Hukuman makhluk yang berdosa/bersalah kepada Tuhan raja Dan pendeta.

9).Pembangunan tempat-tempat ibadah, patung, kuil, dan berhala.

10).Pembangunan kota dan isinya sebagai manifestasi motivasi ajaran agama.

11). Mengembangkan kekuasaan dan mempertahankan negara dari serangan musuh sebagai
manifestasi kepahlawanan nenek moyang dan kesaktian dewa yang dipuja dan disembah.

b. Menjelaskan dan memberi petunjuk kepada raja/kepala pemerintahan kota tentang:

1).Sifat-sifat dari setiap dewa dan kesenangan mereka masing-masing. 2).Bahan-bahan yang
digunakan untuk pembangunan tempat Ibadah, kuil, patung, dan berhala.

3).Bentuk-bentuk patung dewa-dewa besar.

4). Mantra-mantra yang harus dibaca dalam setiap jenis upacara keagamaan.

5).Raja/kepala pemerintahan kota agar mengerahkan rakyat dan budak-budak untuk melaksanakan
pembangunan tempat-tempat ibadah, patung, kuil, dan berhala.

6).Ketentuan dan ketetapan struktur masyarakat serta tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap
lapisan masyarakat, yaitu kaum pendeta, raja, para bangsawan, saudagar, petani, dan Para budak.

7).Waktu-waktu dan tempat-tempat yang digunakan untuk penyelenggaraan dan pelaksanaan


ibadat, dan upacara-upacara 10) Tertib urutan pelaksanaan ibadat dan upacara-upacara keagamaan.

c.Memimpin upacara-upacara keagamaan yang besar (berkelompok, massal).

d.Menyusun berbagai kisah yang berhubungan dengan kepercayaan agama.

e.Kepala pendeta atas nama dewa tertinggi (Marduk) berkewajiban memberi izin (restu) kepada
raja yang akan memerintah Kerajaan Babilonia atau harus berhenti dalam menjalankan
pemerintahan.

f.Setiap kepala pendeta mempunyai kewajiban memberi bimbingan kepada para pendeta
bawahannya mereka berkewajiban membimbing kelompok masyarakatnya agar melaksanakan
perintah-perintah agama, mematuhi/mentaati perintah dan larangan yang telah di- tetapkan para
pendeta, raja, kaum bangsawan dan tuannya.(Hal 111-113)

{BAB V}

AGAMA BANGSA YUNANI


A. BANGSA YUNANI KUNO DAN PERKEMBANGANNYA

Sekitar tahun 3000 sampai dengan tahun 1500 SM di Pulau Kreta dan di Mikene (Yunani bagian
Selatan) telah tumbuh dan berkembang kebudayaan yang berarti. Orang-orang Kreta berasal dari
Asia Kecil dan orang-orang Mikene dari Eropa bagian Utara.

Pemburuan antara orang-orang yang berasal dari Pulau Kreta dan orang-orang Mikene
membentuk kebudayaan Laut Aegea. Kebudayaan Laut Aegea ini lebih dikenal dengan kebudayaan
Minoa (berasal dari Minos, yaitu Raja Kreta). Karena alam lingkungan yang memiliki lautan, maka
kebudayaan Minoa yang berarti adalah kebudayaan yang berhubungan dengan maritim dan
bangunan gedung-gedung di kota.(Hal 123)

B. KEPERCAYAAN DAN PEMUJAAN BANGSA YUNANI KUNO

Bangsa Yunani Kuno pada fase pertama dan sebelum mengenal dewa , kehidupan rohaniahnya
seperti bangsa-bangsa lain, pertama bangsa itu memuja dan menyembah daya-daya alam, totem-
totem, roh nenek moyang dan kler atau pimpinan tertinggi dari anggota keturunan. Daya- daya alam
mereka puja dan sembah agar tidak mengganggu dan mencelakakan dirinya, bahkan dapat memberi
manfaat bagi kehidupan mereka.

Selain daya-daya alam, bangsa Yunani pada masa purbanya juga memuja dan menyembah totem
tumbuh-tumbuhan dan totem hewan. Totem-totem itu mereka puja dan sembah, karena benda-
benda totem itu mempunyai nenek moyang yang menurunkan mereka.(Hal 124)

C. PEMUJAAN DAN PENYEMBAHAN TERHADAP PARA DEWA

Pemujaan dan penyembahan terhadap darah dengan nenek moyangnya, bahkan benda-benda
totem tersebut benar-benar nenek moyang yang menurunkan mereka para dewa yang dipusatkan di
Gunung Olympius. Kepercayaan dan pemujaan terhadap dewa-dewa yang bermarkas di gunung itu
diceritakan dalam syair-syair yang diciptakan oleh Homerus dan Hesiodes.

Para dewa yang diyakini dan disembah oleh orang-orang Yunani Kuno bukan merupakan kreasi
asli budaya rohaniah mereka, tetapi mengambil dewa-dewa bangsa lain yang selanjutnya
dimodifikasi dan disesuaikan dengan bahasa, kondisi lingkungan, dan budaya yang dimiliki- nya.(Hal
125)
D. SIFAT-SIFAT PARA DEWA BANGSA YUNANI KUNO

Melangsir kembali pendapat Feurbach yang pernah diutarakan pada Bab II, bahwa manusia
menciptakan Tuhan setelah lamunannya. Lamunan akan melahirkan suatu sifat yang pada gilirannya
sifat dari hasil lamunan itu akan diwujudkan dalam bentuk yang konkret. Sifat-sifat yang diwujudkan
dalam bentuk yang konkret. Sifat-sifat yang diwujud. Kan dalam bentuk yang konkret ini dapat
diberikan contoh dalam pemujaan dan penyembahan bagi orang-orang primitif dan teori
pendewaan dalam suatu agama. Orang-orang primitif beranggapan bahwa, wabah penyakit itu
disebabkan serangan makhluk-makhluk halus yang berta biat jahat dan ganas. Tabiat atau sifat jahat
dan ganas itu digambarkan dalam bentuk syetan, gandaruwa dan jin jahat yang menakutkan. Daya-
daya alam, seperti angin besar atau topan, digambarkan sebagai dewa yang bertubuh besar dan
sangat perkasa.

1. Hedoisme

Hedoisme adalah faham atau ajaran yang mengutarakan bahwa perbuatan atau perilaku itu
dipandang baik (susila) apabila perbuat itu dapat menghasilkan hedone (kenikmatan, kelezatan, dan
kepuasan diri).

2. Naturalisme

Naturalisme adalah suatu faham atau ajaran yang mengutarakan bahwa, perbuatan dikatakan baik
(manusia), apabila perbuatan yang dapat mendatangkan kebahagiaan manusia itu dilakukan secara
alami (fitrah, natur) manusia sendiri.

3. Utilitarianisme

Utilitarianisme adalah ajaran yang mengutarakan bahwa, perbuatan bernilai baik jika perbuatan itu
bermanfaat besar bagi kehidupan manusia.

4. Idealisme

Idealisme adalah ajaran yang mengutarakan bahwa, perbuatan dikatakan baik jika perbuatan itu
dilakukan tidak hanya berdasarkan sebab- akibat, tetapi harus didasarkan pula prinsip rohaniah yang
lebih tinggi nilainya daripada prinsip-prinsip kualitas.

5. Teologisme

Teologisme adalah ajaran yang mengutarakan bahwa, perbuatan di nilai baik jika perbuatan itu
dilakukan berdasarkan perintah Tuhan.

6. Vitalisme

Vitalisme adalah ajaran yang mengutarakan bahwa, perbuatan manusia dianggap baik jika di dalam
perbuatan itu terdapat semangat hidup yang tinggi untuk mengendalikan perbuatan itu. (Hal 126-
128)

E. KEPERCAYAAN TERHADAP ROH


Bangsa Yunani Kuno pada fase permulaan, seperti suku-suku bangsa primitif lainnya, mereka
percaya bahwa alam semesta ini dihuni roh atau makhluk halus yang bertabiat baik dan bertabiat
jahat. Roh-roh yang bertabiat baik, seperti roh nenek moyang, roh para pembesar, dan roh para raja.
Sedangkan roh-roh bertabiat jahat, seperti syetan, jin, dan sejenisnya. Mereka percaya bahwa, roh
hidup berpindah-pindah (reinkarnasi).

Dari fase ke fase bangsa Yunani Kuno telah mengenal pensucian roh dan penebusan dosa akibat
kesalahan dari perbuatan manusia. Untuk mensucikan dan penebusan dosa itu dilakukan dengan
cara mengada- kan pemujaan dan penyembahan terhadap Dewa Dionysius, yaitu dewa minuman
keras, petir, pesta, dan dewa kemewahan.

Minuman keras merupakan lambang kegembiraan ketuhanan yang dapat membuat kegembiraan
hidup bagi orang yang meminumnya. Orang yang minum-minuman keras, jiwanya akan merasa
gembira, sehingga menjadi muda sepanjang masa.(Hal 130)

F. KONSEP KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

Konsep tentang kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa Yunani Kuno
diperoleh melalui buah pikiran filosufnya bernama Xenophanes yang dilahirkan kurang lebih abad VI
SM di Asia Kecil. Xeniphanes mengutarakan pendapatnya bahwa Tuhan itu Maha Esa dan tak
tersekutu bagi-Nya. Ia sangat mencela bangsanya yang memuja dan menyembah dewa-dewa seperti
makhluk yang dapat musnah atau binasa.(Hal 130)

G. UPACARA KEAGAMAAN

Sebagai realisasi terhadap sesuatu yang diyakini, orang-orang Yunani Kuno melaksanakan
amalan-amalan keagamaan yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk upacara keagamaan. Upacara-
upacara keagamaan mereka lakukan dengan maksud untuk menghormati, memelihara, membujuk,
dan menguasai benda-benda alam yang aneh, daya-daya dan peristiwa-peristiwa alam yang
menakjubkan, tempat-tempat yang dirasa seram dan menakutkan dan untuk menghormati, memuja
dan menyembah kepada roh nenek moyang, benda totem, roh-roh para

Pembesar, dan para dewa. Selain upacara keagamaan dilakukan untuk menghormati, memuja
dan menyembah roh nenek moyang, roh para pembesar dan para dewa, juga dilakukan untuk
pensucian jiwa dan penebusan dosa.

Upacara-upacara keagamaan dilakukan di tempat-tempat ibadat, seperti di kuil-kuil dan tempat-


tempat lain yang dianggap suci. Upacara keagamaan pelaksanaannya bercampur aduk, tidak
diarahkan kepada dewa tertentu, seperti upacara keagamaan untuk memuja dan menyem bah Dewa
Dionesus (dewa minuman keras) untuk pensucian jiwa dan penebusan dosa, pada saat yang sama
dilakukan pula untuk pemujaan dan penyembahan pada dewa-dewa yang lain, seperti Dewa Mitra,
dewa-dewa bangsa Mesir Kuno, dewa-dewa penganut Agama Majusi di Iran dan dewa-dewa
pemeluk Agama Brahma. Upacara keagamaan dilakukan seperti upacara keagamaan yang dilakukan
dalam Orphisme-rahasia (mystery religious). Agama Orphic rahasia dapat dipahami seperti
Sinkretisme dalam agama atau semacam agama yang unsur-unsurnya diambil dari bermacam-
macam kepercayaan atau paham keagamaan.(Hal 132)

{BAB VI}

AGAMA MITRA

A. KEPERCAYAAN TERHADAP DEWA MITRA

Kelahiran Mitra tidak banyak diketahui orang, kecuali serombongan pengembala yang mendapat
ilham untuk mengetahuinya. Kelahirannya di atas bumi berupa bayi berbentuk batu besar yang
terletak di tempat yang sangat terpencil. Karena bayi itu sangat ajaib, maka pengembala kagum,
sehingga mereka memberi hadiah dan kurban untuknya Selang beberapa waktu dari kelahirannya, ia
menutup auratnya dengan sehelai daun tin dan memakan buahnya sampai akhir masa menyusu.(Hal
138)

B. MUSNAHNYA KEJAHATAN MENURUT PENGANUT MITRAISME

Para penganut Mitraisme mempunyai kepercayaan bahwa, di dunia ini ada dua kekuatan, yaitu
baik dan buruk. Kekuatan baik mempunyai lambang cahaya terang dan dalam manifestasinya berupa
Dewa Mitra. Sedangkan kekuatan buruk mempunyai lambang gelap dan dalam manifestasinya
berwujud Ahriman. Mitra adalah dewa baik dan kebaikan yang memiliki balatentara malaikat-
malaikat yang berbudi baik dan selalu memberi petunjuk serta menolong manusia yang ingin
berbuat baik. Sedangkan Ahriman adalah makhluk yang menjadi raja dari segala kejahatan yang
memiliki balatentara syetan dan makhluk-makhluk jahat lainnya. Ia bersama balatentaranya sangat
benci terhadap Mitra dan semua makhluk yang ingin berbuat baik dan berbakti kepadanya. Dengan
sifat jahatnya, ia selalu mengganggu Mitra dan manusia yang melakukan perbuatan-perbuatan
baik.(Hal 139)

C. PEMUJAAN DAN HARI-HARI BESAR DALAM AGAMA MITRA


Penganut Mitraisme mengadakan pemujaan/kebaktian kepada Mitra pada setiap hari Ahad-
(Minggu). Dalam pemujaan itu mereka menyanyikan puji-pujian kepada Dewa Mitra atas kebesaran,
kecerlangan. Keindahan, dan kekuasaannya. Di samping itu, mereka juga berdo’a ke- pada-Nya agar
selalu memberi penerangan, petunjuk, dan melindungi keselamatan hidupnya dari segala
malapetaka kejahatan yang ditimbul kan oleh Ahriman dan balatentaranya.(Hal 142)

D. PERKEMBANGAN MITRAISME DI DUNIA BARAT

Pada abad ke-2 SM, Pompaius dari Romawi bersama-sama tentara- nya mengadakan serangan-
serangan ke Siria dan Asia Kecil untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Untuk menjaga keutuhan
daerah-daerah yang telah ditaklukan banyak legiun Romawi yang ditempatkan di daerah-daerah
yang telah ditaklukannya itu. Di antara mereka ada yang ditempatkan di daerah Lembah Sungai
Furat, di mana daerah tersebut penduduknya sebagian besar terdiri dari penganut Mitraisme.
Dengan demikian mereka hidup bersama, bergaul rapat dengan para penganut agama tersebut.
Mereka merasa tertarik pada pemujaan dan penyembahan terhadap Dewa Mitra yang dilakukan
oleh penduduk yang dijajahnya, sehingga para legiun Romawi itu menyatakan diri memeluk agama
itu. Setelah selesai masa dinasnya, mereka pulang ke negerinya sambil membawa ajaran agama itu
yang selanjutnya untuk disampaikan (di- ajarkan) kepada kaum kerabatnya, sehingga banyak orang
Romawi yang memeluk agama tersebut.(Hal 144)

{BAB VII}

AGAMA BANGSA MESIR KUNO

A. BUKTI-BUKTI TENTANG KETINGGIAN KEBUDAYAAN BANGSA MESIR KUNO

1. Ilmu Kimia

Bangsa Mesir Kuno telah memiliki ilmu pengetahuan kimia cukup tinggi. Hal ini telah dibuktikan
dengan penelitian bahwa, mayat para raja kondisinya masih tetap utuh/tidak rusak sampai sekarang
di makam masing-masing. Tidak rusaknya mayat itu karena diberi ramuan kimia yang disebut mumis.

2. Pyramide
Pyramide adalah kuburan raja-raja Mesir kuno yang hingga kini masih dapat disaksikan para turis
atau orang-orang yang berkunjung ke sana. Kita dapat membayangkan, betapa sulitnya untuk
mendapatkan bahan dan alat-alat untuk mewujudkan bangunan raksasa seperti itu. Barangkali
orang-orang modern sekarang ini akan merasa sulit pun tuk mewujudkan bangunan seperti itu,
sekalipun oleh orang Mesir sendiri.

3. Spink

Spink adalah nisan para raja (Fir’aun) Mesir Kuno yang dibuat dari batu yang tidak sedikit
jumlahnya. Spink diwujudkan dalam bentuk makhluk yang berbadan singa dan berkepala manusia.

4. Memadukan Antara Peradaban dan Agama

Tindakan untuk memadukan peradaban dan agama merupakan pekerjaan besar dan cukup sulit
pelaksanaannya. Pekerjaan ini memerlu kan penguasaan teori dan praktik tentang ilmu-ilmu seperti
antropologi (kebudayaan), sosiologi (kemasyarakatan), psikologi sosial (ilmu jiwa sosial), psikologi
agama (ilmu jiwa agama), administrasi manajemen (kepemimpinan) dan ekologi (ilmu lingkungan
hidup). Penguasaan ilmu yang berkeping-keping (secara terpisah-pisah), secara fungsional tidak
dapat dijadikan alat untuk memadukan peradaban dan agama. Supaya fungsional ilmu-ilmu tersebut
harus dimasak secara sistematis. Tegasnya untuk mewujudkan keterpaduan peradaban dan agama
diperlukan konsep-konsep yang masak berdasarkan ilmu-ilmu yang relevan dan kesadaran yang
tinggi dari masyarakat untuk melakukan pengintegrasian dalam segala sikap, tindakan dan
perbuatannya untuk kepentingan hidup dan kehidupan.

5. Kodivikasi Peradaban

Kondivikasi (pembukuan) peradaban bangsa Mesir Kuno pernah dilakukan oleh seorang menteri
dari Raja Isisy yang cukup arif. Buku kumpulan peradaban itu diberi judul “Ititah Hatah”. Buku ini
merupakan kumpulan peradaban tertua di dunia, karenanya buku tersebut oleh para ahli diberi
nama “Kitab Adab Pertama”. (Hal 152-154)

B. KEPERCAYAAN BANGSA MESIR KUNO

Bermacam ragam kepercayaan yang pernah tumbuh dan berkembang dalam kalangan
masyarakat Mesir Kuno pada zamannya. Kepercayaan-kepercayaan itu antara lain tentang asal
kejadian alam, adanya daya-daya alam, hewan-hewan yang dianggap suci, kejadian para dewa,
Tuhan Yang Maha Esa, dan roh manusia. Berikut ini akan diuraikan secara singkat.
1. Asal Kejadian Alam

Kepercayaan paling kuno yang tumbuh dan berkembang dalam kalangan masyarakat Mesir Kuno
adalah tentang asal kejadian alam. Menurut mereka, alam semesta ini berasal dari lautan air yang
sangat luas.

2. Kepercayaan Terhadap Daya-daya Alam

Pada bab tiga, khususnya yang menyangkut masalah dynamisme, di sana banyak kita jumpai
uraian tentang daya-daya alam yang menjadi kepercayaan pokok bagi suku-suku bangsa primitif,
bangsa Mesir pun pada masa purbanya mempercayai pula terhadap daya-daya alam.

Orang-orang Mesir Kuno pada fase pertama dari kehidupannya, percaya pada daya-daya alam
yang terdapat pada benda-benda di sekelilingnya. Di antara daya-daya alam yang terdapat pada
benda-benda itu, nampaknya Matahari dan Sungai Nil dipandang lebih banyak memiliki daya-daya
alam. Barangkali penilaian mereka itu didasarkan atas manfaat yang diberikan bagi kehidupan
manusia.

3. Kepercayaan Terhadap Hewan

Orang Mesir Kuno menganggap suci terhadap hewan-hewan teres tertentu seperti burung
rajawali, burung nasar, ibnu awa (anjing hutan) nas-nas (makhluk khayalan), kucing, buaya, dan lain
sebagainya. Mereka percaya bahwa hewan-hewan itu mengetahui masalah-masalah gaib yang tidak
diketahui oleh manusia. Berdasarkan kepercayaan itu, maka orang Mesir Kuno memandang hewan
sebagai makhluk yang suci.

Hewan adalah sesuatu yang dapat mendatangkan keuntungan, kesenangan, dan menapakan
kekayaan yang paling berharga bagi manusia Sejarahwan Yunani Kuno bernama Herodotus
menerangkan sebagai berikut: “Pada waktu terjadi kebakaran, yang terlebih dahulu diselamatkan
adalah kucing, kemudian baru benda-benda yang lain”. Informasi Herodotus ini dapat memperkuat
para pihak yang mengutarakan bahwa orang Mesir Kuno mensucikan dan memuliakan hewan.

4. Kepercayaan Terhadap Dewa

Pada uraian yang lampau telah diutarakan tentang kejadian dewa matahari atau Dewa Ra. Ra
dilahirkan melalui perantaraan sebutir telur besar yang mengapung di permukaan air yang sangat
luas. Kemudian dari Dewa Ra ini lahirlah empat dewa, yaitu Dewa Shaw (So), Dewa Tinut (Tifnit),
Dewa Geb (Jib) dan Dewa Nut. Empat dewa ini masing- masing diberi tugas tertentu oleh ayahnya
(Dewa Ra), yaitu Dewa So untuk mengatur suhu udara, Dewa Tifnit untuk mengatur angin, Dewa Jib
untuk menguasai bumi dan Dewa Nut untuk menguasai langit.

Dewa Jib berjenis kelamin wanita, sedangkan Dewa Nut berjenis kelamin laki-laki. Dua saudara
kandung dewa langit dan dewi bumi ini mengadakan perkawinan, dan dari hasil perkawinan mereka
itu lahirlah empat dewa, yaitu Oziris (dewa Sungai Nil), Isis (dewi kesuburan), Set (dewa tanah
tandus/dewa musim kemarau) dan Nephtys (dewa kejahatan atau perusak).

5. Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Kondisi kepercayaan bangsa Mesir Kuno pada abad ke 14 SM mengalami perubahan, dari
polyteisme (musyrik) menjadi monoteisme (tauhid). Perubahan kepercayaan polyteisme menjadi ini
diprakarsai oleh Raja Amenhotep IV. Ia sangat tidak setuju dengan konsep-konsep kepercayaan dan
struktur keagamaan yang diajarkan oleh pendeta-pendeta Dewa Amon.

6. Kepercayaan Terhadap Roh

Orang-orang Mesir Kuno mengetahui , bahwa perwujudan manusia terdiri dari jasmani dan
rohani yang satu sama lain tak terpisahkan. Orang yang telah meninggal dunia bukan berarti telah
selesai persoalan- nya, tetapi rohnya masih akan tetap hidup. Orang yang meninggal dunia dianggap
sedang beristirahat dari kehidupan di dunia yang fana. Roh pada hakikatnya tetap ingin bersatu
dengan jasad asalkan jasad tidak rusak/hancur. Untuk menjaga selalu bersatunya antara jasad dan
roh. Maka mayat-mayat orang yang telah meninggal dunia, khususnya mayat para raja, bangsawan,
dan pembesar lainnya, dibuatkan obat-obatan sejenis rempah-rempah yang dapat menyebabkan
tidak membusuknya mayat sampai ribuan tahun lamanya.(Hal 154-164)

C. PEMUJAAN DAN PENYEMBAHAN BANGSA MESIR KUNO

Kepercayaan dan keyakinan adalah suatu ucapan dan perbuatan yang bermuara pada perasaan
batin. Pemeluk agama yang baik tidak hanya mempercayai adanya Zat yang diyakini kebenarannya
saja, tetapi harus ada tindakan-tindakan dinamis yang lebih lanjut, seperti sikap, tindakan, dan
perbuatan-perbuatan berdasarkan ajaran-ajaran agama yang dipeluk. Tegasnya pernyataan iman
harus disertai dengan amalan- amalan yang bersih jasmaniah dan rokhaniah dengan sebaik-baiknya.
Wujud konkrit sebagai tindak lanjut dari iman adalah melakukan per- buatan-perbuatan yang sesuai
dengan ajaran-ajaran agama, seperti melakukan mu’amalat, hukum, menciptakan budaya,
seni/keindahan, dan pranata-pranata sosial lainnya.

1. Pemujaan Terhadap Kekuatan Alam


Seperti diutarakan pada uraian yang lampau, bahwa bangsa Mesir Kuno mempercayai adanya
daya-daya alam yang terdapat pada benda di sekelilingnya. Daya-daya alam itu kemudian mereka
fantastikan da lam bentuk dewa yang selanjutnya mereka puja dan sembah. Daya-daya alam yang
mereka puja dan sembah seperti, langit, bumi, air, Matahari , sungai Nil , dan lain sebagainya.

2. Pemujaan Terhadap Hewan

Pemujaan terhadap hewan dilakukan dengan cara membuat lambang-lambang atau gambar-
gambar hewan yang mereka anggap suci, sebagai penjelmaan dewa dan yang ada hubungan darah
dengan nenek moyangnya, seperti lembu, harimau, anjing, kucing, buaya, babi, dan lain sebagainya.
Hewan-hewan itu mereka puja karena keberanian dan keperkasaannya, banyak memberi jasa atau
keuntungan dan kejinakan serta agar jangan membahayakan mereka. Semua hewan yang mereka
pandang suci dan sebagai penjelmaan para dewa mereka beri sesaji agar selalu memberi petunjuk
tentang masalah-masalah gaib.

3. Pemujaan Terhadap Manusia dan Patung Atau Berhala

Pemujaan dan penyembahan manusia terhadap manusia lain ada dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama karena adanya dorongan dari dalam, yakni kesadaran dari pemujanya sendiri,
seperti pemujaan ter- hadap orang-orang yang dipandang mempunyai kesaktian dan keramat.
Kemungkinan kedua karena adanya dorongan dari luar, yakni ajaran yang secara tradisional
mewajibkan manusia dalam kelompok tertentu untuk memuja kepada kelompok manusia tertentu
lainnya dan paksaan dari pihak atasan pada pihak bawahan, seperti pemujaan yang dilaku- kan anak
kepada orang tua dan saudara-saudaranya, pemujaan rakyat terhadap raja atau kaisarnya.

4. Pemujaan Terhadap Roh

Pada uraian di muka telah diungkapkan bahwa orang-orang M Kuno memuja kepada roh orang-
orang yang telah meninggal d Roh-roh itu hidup di alam arwah dengan kehidupan seperti ketika mak
hidup di dunia. Mereka makan, minum, bergembira, bersedih hati dan berjalan kesana-kemari
seperti layaknya orang hidup di dunia.

5. Pemujaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Pada uraian terdahulu telah diutarakan bahwa konsep dan ajaran kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa berasal dari raja Akhnaton. Pada tulisan-tulisan yang diukirkan pada batu, patung-
patung dan lukisan-lukisan banyak diceritakan tentang kondisi badan dan fungsi-fungsi rohaninya
yang secara keseluruhan menunjukan bahwa dirinya sebagai seorang yang berkepribadian luar
biasa.(Hal 166-173)

D. FAHAM ATEISME DALAM KALANGAN MASYARAKAT MESIR KUNO

Dalam Agama Islam, kita kenal istilah mukmin dan kafir. Perkataan mukmin (isim mafu’l) artinya
orang yang dikenai iman dalam arti yang luas. Sedangkan perkataan kafir (isim fa’il), artinya orang
yang enggan

Mematuhi perintah Tuhan yang disertai sifat takabur (congkak). Orang yang berpredikat mukmin
harus bersikap, bertindak, dan melaksanakan perbuatan iman dengan sepenuh jiwa raga, yakni
mempercayai adanya Tuhan dan melaksanakan perintah dan menjauhi segala larangannya. Sesuatu
yang diimani, baik Zat, sifat dan perbuatan-Nya harus diyakini tentang kebenarannya menurut akal
fikiran dan perasaan yang sehat.

1. Sebab-sebab Timbulnya Faham Ateisme Dalam Kalangan Masyarakat Kuno

Timbulnya faham ateisme dalam kalangan masyarakat Mesir Kuno sejak pemerintahan raja-raja
dan dinasti yang kelima, sebelum raja Akhnaton bertahta. Hal-hal yang menyebabkan timbulnya
faham ateisme di kalangan masyarakat Mesir Kuno ini antara lain adalah:

a. Keserakahan para raja dan pembesar terhadap harta benda, kemewahan, dan
kepuasan diri, sedangkan nasib rakyat kurang mendapat perhatian.
b. Kekacauan ekonomi melanda seluruh wilayah negeri.
c. Rakyat merasa tertindas, mereka disuruh kerja paksa dan membayar pajak yang
sangat berat untuk kepentingan raja dan para pembesar.
d. Rakyat hidup miskin dan sengsara.
e. Pemerintah dikemudikan oleh kaum agama, tetapi mereka menjadikan agama
sebagai alat untuk menguasai dan menindas rakyat.
f. Kemerosotan moral bagi para pembesar sudah keterlaluan.
g. Orang-orang yang mempunyai fikiran cerdas tidak percaya lagi dengan para dewa
dan Fir’aun sebagai penjelmaan Tuhan.
h. Orang-orang yang berfikir rasional dan anti agama membakar hati/ semangat rakyat
agar anti dan memberontak pada pemerintahan agama.

2. Usaha-usaha Golongan Ateisme Untuk Menghilangkan Kepercayaan Rakyat Terhadap


Agama
Golongan rasionalis ateistik pada umumnya terdiri dari orang-orang yang cerdik, ulet, barani,
mahir berdebat dan tahu benar tentang kelemahan lawan sehingga mudah dijatuhkannya. Dalam
usaha memutarbalikkan fikiran rakyat, mereka menyusun sebuah buku yang berjudul “Perdebatan
Antara Tubuh dan Roh”. Buku ini diuraikan secara filosofis, yang intinya menguraikan tentang
perdebatan antara tubuh dan roh.. Roh memandang dirinya sebagai pengatur tubuh, sedangkan
tubuh merasa dirinya berdiri sendiri, tak mau dikekang oleh roh. Roh menjelas- kan kepada tubuh,
bahwa dirinya tidak pernah mengaturnya dan ia berkata “saya mengatur diri saya sendiri demi saya
sendiri. Saya telah berkata kepada anda, bahwa saya akan hidup lama dan akan
mempertanggungjawabkan perbuatanku di akhirat kelak”. Tubuh menjawab dengan
sombong,katanya “kehidupan diakhirat sebagai kelangsungan hidup di dunia ini tidak ada”.

3. Tindakan-tindakan Yang Dilakukan Golongan Ateis Untuk Menghancurkan Agama

Usaha dan tindakan golongan ateisme untuk menghancurkan agama tidak hanya sampai batas itu
saja. Dalam teori pendewaan, raja dipandang sebagai reinkarnasi (penjelmaan) dari dewa matahari
yang mempunyai sifat maha kuasa. Golongan ateisme menyerang kepercayaan ini.(Hal 174-177)

E. GERAKAN PEMBERATASAN GOLONGAN ATEISME

Dari berbagai ahli sejarah, khususnya DR. Muhammad Ghallab dan Henry Pristide yang banyak
mengkaji tentang peradaban bangsa Mesir Kuno, menerangkan bahwa mereka dalam menjalankan
per adaban agama akan berhasil dengan baik dari pusat sampai daerah-daerah di pelosok desa.
Namun kondisi seperti itu tidak seterusnya demikian.

Pada pemerintahan raja-raja dinasti kelima sebelumnya Akhnaton bertahta, terjadi kekacauan
ekonomi dan kemerosotan moral bagi pembesar negara. Dalam kondisi seperti itu golongan
rasionalis ateistik mengambil kesempatan untuk menambah kacaunya situasi dengan cara
membakar semangat rakyat, agar mereka memberontak kepada pemerintah.(Hal 178)

Anda mungkin juga menyukai