Anda di halaman 1dari 101

Ulum Qur’an

i
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 2
1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang
undangan yang berlaku.
Ketentuan pidana
Pasal 72:
1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit
Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara apaling lama 7 (tujuh) tahun atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (5 milyar rupiah)
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

ii
Ulum Qur’an

Dr. H. Haris Kulle, Lc., M.Ag.


Dr. H. Rukman AR Said, Lc., M.Th.I
Teguh Arafah Julianto, S.Th.I., M.Ag.
Muh. Agil Amin, S.Pd.I., M.Pd.

Editor: Dr. Hj. Fauziah Zainuddin, M.Ag.

iii
Ulum Qur’an
Dr. H. Haris Kulle, Lc., M.Ag.
Dr. H. Rukman AR Said, Lc., M.Th.I
Teguh Arafah Julianto, S.Th.I., M.Ag.
Muh. Agil Amin, S.Pd.I., M.Pd.

Editor: Dr. Hj. Fauziah Zainuddin, M.Ag.

@ Hak Cipta Penerbitan Pada Penerbit Aksara Timur


All right reserved

ISBN: dalam proses pengajuan ISBN

Penerbit Aksara Timur


Jl. Makkarani Kompleks Green Riyousa Blok E No. 12 A
Gowa Sulawesi Selatan
HP/WA : 08114121449
E-mail : penerbitaksaratimur@gmail.com
Facebook : Penerbit Aksara Timur
Website : https://omp.aksaratimur.my.id/

Ukuran: 15,5 X 23 cm; Halaman: x + 90


Cetakan Pertama, Nopember 2023

Perancang Sampul dan Tata Letak: Hasriadi, S.Pd., M.Pd.


Hak cipta dilindungi undang undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak tanpa izin dari penerbit kecuali untuk
kepentingan penelitian dan promosi

iv
KATA PENGANTAR

Buku ini hadir sebagai upaya untuk memberikan


pemahaman mendalam mengenai Ulumul Qur'an, sebuah disiplin
ilmu yang mempelajari berbagai aspek terkait Al-Qur'an. Dengan
semakin meningkatnya minat dan keinginan masyarakat,
terutama para pelajar dan peneliti, untuk memahami lebih dalam
pesan-pesan Al-Qur'an, buku ini diharapkan dapat menjadi
panduan yang komprehensif.
Tujuan utama dari buku ini adalah membantu pembaca
memahami kandungan Al-Qur'an melalui pemahaman Ulumul
Qur'an yang holistik. Dengan merinci berbagai aspek, mulai dari
pengertian Ulumul Qur'an, wahyu, nuzul Al-Qur'an, hingga kajian
tentang perumpamaan, sumpah, dan kisah-kisah dalam Al-Qur'an,
buku ini bertujuan untuk menjadikan pembaca lebih terhubung
secara batin dengan wahyu Ilahi.
Buku ini dirancang dengan struktur yang terinci untuk
memudahkan pembaca dalam mengeksplorasi berbagai aspek
Ulumul Qur'an. Pembahasan dimulai dengan pengenalan Ulumul
Qur'an, memberikan landasan konseptual yang mendalam tentang
esensi ilmu ini. Bab pertama membahas pengertian Ulumul Qur'an,
nama-nama Al-Qur'an, dan urgensi mempelajari disiplin ini.
Seiring dengan itu, pembahasan tentang wahyu, nuzul Al-Qur'an,
dan asbab al-nuzul membentuk kerangka landasan konseptual
yang diperlukan untuk pemahaman mendalam terhadap
kandungan Al-Qur'an.
Dalam kelanjutan struktur, buku ini juga mengeksplorasi
aspek-aspek khusus dari Al-Qur'an, seperti makkiyah dan
madaniyah, pengumpulan Al-Qur'an pada masa Rasulullah dan
Khulafa’ Al Rasyidin, serta muhkam dan mutasyabih. Bab-bab
tersebut disusun secara sistematis untuk memberikan pandangan
holistik terhadap konteks dan makna ayat-ayat Al-Qur'an. Tak
hanya itu, pembaca juga diajak untuk memahami konsep-konsep

v
penting seperti nasikh dan mansukh, perumpamaan, sumpah, dan
kisah-kisah dalam Al-Qur'an, termasuk konsep I’jaz Al-Qur’an.
Dengan demikian, struktur buku ini memberikan arah yang jelas
bagi pembaca untuk meresapi dan menggali kekayaan ilmu
Ulumul Qur'an dengan lebih mendalam.
Dalam penulisan buku ini, penulis berharap dapat
memberikan kontribusi positif pada pemahaman Al-Qur'an di
kalangan pembaca. Harapannya, buku ini dapat menjadi sumber
ilmu yang bermanfaat dan membantu pembaca untuk meraih
pemahaman yang lebih mendalam terhadap kandungan Al-Qur'an,
serta memotivasi untuk mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Pembaca diharapkan tidak hanya menjadi penerima pasif
informasi, tetapi juga menjadi bagian dari proses belajar. Diskusi,
refleksi, dan penelusuran lebih lanjut atas materi yang disajikan
diharapkan dapat menjadi langkah-langkah pembaca untuk
memahami Al-Qur'an dengan lebih utuh. Dengan terlibat aktif
dalam proses belajar, diharapkan pembaca dapat merasakan
kebermanfaatan yang diinginkan.

Palopo, Agustus 2023

Penulis

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v


DAFTAR ISI ...................................................................................................... vvii
BAB I ULUMUL QUR’AN DAN CAKUPANNYA ........................................... 1
A. Pengertian Ulumul Qur’an .................................................... 1
B. Nama-nama Al-Qur’an............................................................ 4
C. Urgensi mempelajari Ulumul Qur’an ................................ 6
D. DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 7
BAB II WAHYU DAN CAKUPANNYA ............................................................ 8
A. Pengertian Wahyu .................................................................... 8
B. Cara Penyampaian Wahyu Kepada Nabi dan Rasul.. 11
C. Urgensi Memahami Wahyu ............................................... 12
D. DAFTAR PUSTAKA................................................................. 13
BAB III NUZUL AL-QUR’AN ......................................................................... 15
A. Pengertian Nuzul al-Qur’an ............................................... 15
B. Proses Nuzulul Qur’an ......................................................... 16
C. Hikmah Nuzul al-Qur’an ..................................................... 18
D. DAFTAR PUSTAKA................................................................. 21
BAB IV ASBAB AL-NUZUL ........................................................................... 23
A. Pengertian Asbab al-Nuzul................................................. 23
B. Sumber dan Cara Mengetahui Asbab al-Nuzul .......... 24
C. Urgensi mempelajari Asbab al-Nuzul ............................ 26
D. DAFTAR PUSTAKA................................................................. 27
BAB V MAKKIYAH DAN MADANIYAH ..................................................... 28
A. Pengertian Makkiyah dan Madaniyah ........................... 28
B. Metode Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah ......... 29
C. Klasifikasi Makkiyah dan Madaniyah ............................ 30
D. Karakteristik Makkiyah dan Madaniyah ..................... 31
E. Manfaat mempelajari Makkiyah dan Madaniyah ...... 32
F. DAFTAR PUSTAKA................................................................. 32
BAB VI PENGUMPULAN AL-QUR’AN ....................................................... 34
A. Pengertian Pengumpulan al-Qur’an ............................... 34

vii
B. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah Saw
dan Khulafa’ Al Rasyidin. .................................................... 35
C. DAFTAR PUSTAKA................................................................. 39
BAB VII MUHKAM DAN MUTASYABIH.................................................... 41
A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih............................ 41
B. Sikap ulama terhadap ayat Al-Mutasyabihat .............. 42
C. Contoh ayat ayat Muhkam dan Mutasyabih ................ 44
D. Hikmah adanya ayat ayat Muhkam dan Mutasyabih44
E. DAFTAR PUSTAKA................................................................. 45
BAB VIII MUNASABAH DALAM AL-QUR’AN ......................................... 46
A. Pengertian Munasabah ....................................................... 46
B. Macam-Macam Munasabah ............................................... 48
C. Manfaat mempealajari Ilmu Munasabah ..................... 48
D. DAFTAR PUSTAKA................................................................. 50
BAB IX NASIKH DAN MANSUKH ............................................................... 51
A. Pendahuluan ........................................................................... 51
B. Pengertian Nasikh dan Mansukh .................................... 51
C. Jenis-jenis Naskh ................................................................... 53
D. Hikmah adanya Nasikh dan Mansukh ........................... 58
E. DAFTAR PUSTAKA..... Error! Bookmark not defined.
BAB X PERUMPAMAAN DALAM AL-QUR’AN ........................................ 59
A. Pengertian Perumpamaan ................................................. 59
B. Macam-macam Amtal dalam Al-Qur’an ........................ 60
C. Tujuan dan Manfaat mempelajari Am£al ..................... 64
D. DAFTAR PUSTAKA................................................................. 65
BAB XI SUMPAH DALAM AL-QUR’AN ...................................................... 66
A. Pengertian sumpah dalam al-Qur’an ............................. 66
B. Macam-Macam penggunaan Sumpah............................ 66
C. Redaksi Sumpah dan Contohnya ..................................... 68
D. Tujuan Sumpah dalam al-Qur’an ................................... 68
E. DAFTAR PUSTAKA................................................................. 69
BAB XII KISAH-KISAH DALAM AL-QUR’AN........................................... 70
A. Pengertian Kisah ................................................................... 70
B. Macam-macam Kisah Al-Qur’an ...................................... 71

viii
C. Tujuan Kisah dalam al-Qur’an .......................................... 72
D. DAFTAR PUSTAKA................................................................. 73
BAB XIII MEMAHAMI I’JAZ AL-QUR’AN.................................................. 75
A. Pengertian Mukjizat dan I’jaz Al-Qur’an ...................... 75
B. Aspek-Aspek I’jaz Al-Qur’an.............................................. 78
C. Urgensi Mempelajari ilmu I’jaz Al-Qur’an ................... 87
D. DAFTAR PUSTAKA................................................................. 88

ix
x
BAB I
ULUMUL QUR’AN DAN
CAKUPANNYA

A. Pengertian Ulumul Qur’an


Ulumul Qur’an berasala dari bahasa Arab yang terdiri dari
dua kata, yaitu: Ulum dan al-Qur’an. kata ‘Ulum sendiri berasal dari
kata jamak ‘Ilm. ‘Ulum berarti al-fahmu al-ma’rifat. (pemahaman
dan pengetahuan). Sedangkan ‘Ilm yang berarti al-fahmu wa al-
idrak (paham dan menguasai).1
Sebelum melangkah ke pengertian Ulumul Qur’an, perlu
terlebih dahulu mengetahui apa hakikat dari al-Qur’an itu sendiri.
Kata al-Qur'an berasal dari bahasa Arab merupakan akar kata dari
qara’a (membaca). Pendapat lain bahwa lafal al-Quran yang
berasal dari akar kata qara'a juga memiliki arti al-jam'u
(mengumpulkan dan menghimpun). Jadi lafal qur’an dan qira'ah
memiliki arti menghimpun dan mengumpulkan sebagian huruf-
huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya.2 Pengertian al-
Qur’an menurut Quraish Shihab secara harfiah berarti bacaan
sempurna3, al-Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca.

1 Achmad Abubakar, La Ode Ismail Ahmad, Yusuf Assagaf, ‘Ulumul Qur’an : Pisau
Analisis Dalam Menafsirkan Al-Qur’an, Repositori UIN Alauddin Makassar’
(Semesta Aksara, 2019), 1.
2 Ibid., 4.
3 M. Quraish Shihab, Wawasan Al Quran: Tafsir Maudhu’i, VIII (Bandung: Mizan,

1998), 3.

1
Makna al-Qur’an sebagai bacaan sesuai dengan firman
Allah Swt. dalam QS. al-Qiyamah/75: 17-18;
ۚ ٗ‫علَ ْينَا َج ْم َعهٗ َوقُ ْر ٰانَهٗ ۚ فَ ِاذَا قَ َرأْ ٰنهُ فَاتَّ ِب ْع قُ ْر ٰانَه‬
َ ‫ا َِّن‬
Terjemahnya: Sesungguhnya tugas Kamilah untuk mengumpulkan
(dalam hatimu) dan membacakannya. Maka, apabila Kami telah
selesai membacakannya, ikutilah bacaannya itu.4 Dalam ayat
tersebut bacaan merujuk kepada al-Qur’an.
Adapun secara terminologi, al-Qur’an didefinisikan
menurut para ulama sebagai berikut:
1. Muhammad ‘Abd al-Azim al-Zarqani memberikan
pengertian sebagai : al-Qur’an adalah firman Allah Swt,
yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, yang tertulis dalam mushaf diriwayatkan
secara mutawatir yang merupakan ibadah bagi yang
membacanya.
2. Imam Jalal al-Din al-Suyuthi mengemukakan definisi al-
Qur’an ialah firman Allah swt yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. sebagai mukjizat, walaupun hanya dengan
satu surah daripadanya.
3. Mardan mendefinisikan al-Qur’an yang lebih luas, ia
mendefinisikan alQur’an yaitu firman Allah swt. yang
mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada penutup
para nabi dan Rasul dengan perantara malaikat Jibril as.,
yang tertulis dalam mushaf disampaikan secara mutawatir
yang dianggap sebagai ibadah bagi yang membacanya, yang
dimulai dengan surah al-Fatihah dan ditutup dengan surah
al-Nas.5
4. Muhammad ‘Abd al-Rahim mengemukakan bahwa al-
Qur’an adalah kitab samawi yang diwahyukan Allah Swt.
kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. penutup para nabi dan

4 Al-Quran Tajwid Dan Terjemahnya Dilengkapi Dengan Ashabul Nuzul Dan Hadits

Sahih (Bandung: Syaamil Quran, 2010), 577.


5 Mardan, Al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an, I (Jakarta: Mapan,

2009), 29.

2
rasul melalui perantaraan Jibril yang disampaikan kepada
generasi berikutnya secara mutawatir (tidak diragukan),
dianggap ibadah bagi orang yang membacanya.
Berdasarkan definisi tersebut diperoleh unsur-unsur
penting yang mencakup tentang definisi al-Qur’an:
a. Firman Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw.
b. Diturunkan melaluai perantaraan malaikat Jibril As.
c. Berbahasa Arab
d. Di turunkan secara Mutawatir
e. Ditulis dalam sebuah Mushaf
f. Membacanya bernilai Ibadah.
g. Sebagai bentuk peringatan, petunjuk, tuntunan, dan hukum
yang digunakan umat manusia untuk sebagai pedoman
untuk menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat. Kedudukan al-Qur’an sebagai sumber utama dan
pertama dijelaskan dalam QS al-Nahl/16: 64;
َ ‫علَيْكَ ْال ِك ٰت‬
ْ ‫ب ا ََِّّل ِلت ُ َب ِينَ لَ ُه ُم الَّذِى‬
َ‫اختَلَفُ ْوا ِف ْي ِۙ ِه َوهُدًى َّو َرحْ َمةً ِلقَ ْو ٍم يؤْ مِ نُ ْون‬ َ ‫َو َما ٓ ا َ ْنزَ ْلنَا‬
Terjemahnya: Kami tidak menurunkan Kitab (Al-Qur’an) ini
kepadamu (Nabi Muhammad), kecuali agar engkau menjelaskan
kepada mereka apa yang mereka perselisihkan serta menjadi
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.6

Ayat diatas mengungkapkan bahwa al-Qur’an merupakan


sebauh khazanah utama bagi kehidupan, kebudayaan, dan
peradaban umat manusia terutama yang menyangkut aspek
kerohanian, al-Qur’an merupakan pedoman penting untuk umat
manusia baik itu dalam pendidikan kemasyaralatan, pendidikan
moral, dan spiritual. Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut
maka dapat dijelaskan bahwa Ulumul Qur’an adalah sejumlah
pengetahuan (ilmu) yang berkaitan dengan Al+Qur’an baik secara

6Kementrian Agama RI, Qur’an Kemenag Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Jakarta:


PT Lajnah Pentashihan, 2019), 273.

3
umum seperti ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab, dan secara
khusus adalah kajian tentang al-Qur’an seperti sebab turunnya al-
Qur’an, Nuzul al-Qur’an, nasikh mansukh, I’jaz, Makki Madani, dan
ilmu-ilmu lainnya.7
Adapun pengetian Ulumul Qur’an secara terminologi
menurut para ulama dapat didefinisikan sebagai berikut.
Menurut Iman Al- Zarqani ulumul Qur’an adalah sejumlah
pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an al karim, baik itu
dari segi turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya,
bacaannya, tafsirnya, kemukjizatannya, nasikh mansukhnya, srta
penolakan-penolakan yang meragukannya.
Menurut Manna Khalil al-Qattan ulumul Qur’an adalah ilmu
yang mempelajari bahasan-bahasan yang berkaitan dengan al-
Qur’an dari sisi pengetahuan asbab al-Nuzulnya, pengumpulan al-
Qur’an, urutannya, pengetahuan tentang surat Makkiy dan
Madaniy, nasikhmansukh, muhkam dan mutasyabih dan bahasan
lain yang berhubungan dengan al-Qur’an.
Sedangkan menurut imam Al-Suyuthi ulumul Qur’an adalah
Ilmu yang membahas keadaan Kitab al-Qur’an dari aspek
turunnya, sanadnya, adabnya, lafaz-lafaznya, makna-maknanya
yang berkaitan dengan hukum dan selainnya.

B. Nama-nama Al-Qur’an
Disebutkan dalam kitan al-itqan fi ‘ulum al-Qur’an karya
syekh jalaluddin al-Suyuthi jika diuraikan maka nama-nama al-
Qur’an yaitu:
1. Kitab
Nama Al-Quran yang pertama yaitu “al-Kitab”, karena di
dalamnya terkumpul dan terhimpun berbagai ilmu pengetahuan,
kisah-kisah terdahulu, dan Akhbar. Hal ini dikarenakan makna
bahasa dari Kitab adalah menghimpun (al-Jam’u). Sebagaimana

7Rusydi Khalid, Mengkaji Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Makassar: Alauddin University


Press, 2001), 1.

4
dalam Q.S. al-Dukhan [44] ayat 2:
‫ب ْال ُم ِبي ِۙ ِْن‬
ِ ‫َو ْال ِك ٰت‬
Demi Kitab (Al-Qur’an) yang jelas.8
2. Mubin
Penamaan Al-Quran dengan nama “al-Mubin” dikarenakan
fungsi Al-Qur’an adalah memperjelas yang hak dari yang batil.
Sebagaimana telah disebutkan dalam kutipan ayat pada nama Al-
Quran sebelumnya.
3. Karim
Al-Qur’an diberi nama “al-Karim” karena terdapat sifat
kemuliaan yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana dalam Q.S.
al-Waqi’ah [56] ayat 77:
‫اِنَّهٗ لَقُ ْر ٰا ٌن ك َِر ْي ِۙ ٌم‬
Sesungguhnya ia benar-benar Al-Qur’an yang sangat mulia.9
4. Kalam
Dinamakan dengan “al-Kalam”, dikarenakan Al-Qur’an
dapat mempengaruhi akal orang yang mendengarkan untaian
ayat-ayatnya. Sebagaimana dalam Q.S. al-Taubah [9] ayat 6:
ِ ّٰ ‫َحتّٰى َي ْس َم َع ك َٰل َم‬
‫ّٰللا‬
lindungilah dia supaya dapat mendengar firman Allah.
5. Nur
Al-Qur’an dinamakan dengan “al-Nur” karena dengan
cahaya tersebut, umat manusia mampu mengetahui hal-hal yang
rumit dalam perkara halal dan haram. Sebagaimana dalam Q.S. al-
Nisa’ [4] ayat 174
‫َوا َ ْنزَ ْلنَا ٓ اِلَ ْي ُك ْم نُ ْو ًرا مبِ ْينًا‬
Dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang
benderang (Al-Qur’an).
6. Huda
Dinamakan dengan nama “al-Huda” karena di dalam Al-

8 Kementrian Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahnya (Jakarta: PT Lajnah


Pentashihan, 2019), 496.
9 Ibid., 537.

5
Qur’an terdapat petunjukpetunjuk yang menuntun umat manusia
ke jalan yang benar (al-Haqq). Sebagaimana dalam Q.S. Yunus [10]
ayat 57:
َ‫َوهُدًى َّو َر ْح َمةٌ ل ِْل ُمؤْ مِ نِ ْين‬
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang mukmin.
7. Rahmah
Al-Qur’an dikenal dengan nama “al-Rahmah” karena Al-
Qur’an merupakan rahmat terbesar dari Allah yang diberikan
kepada umat Islam. Sebagaimana telah disebutkan dalam kutipan
ayat pada nama Al-Qur’an sebelumnya.
8. Furqan
Al-Quran memiliki nama “al-Furqan”, dikarenakan Al-
Qur’an mampu membedakan antara yang haq dan batil,
sebagaimana didefinisikan oleh Mujahid. Sebagaimana dalam Q.S.
al-Furqan [25] ayat 1:
َ ‫ع ٰلى‬
‫ع ْبد ِٖه ِليَ ُك ْونَ ل ِْل ٰعلَمِ يْنَ نَ ِذي ًْرا‬ َ َ‫ِي ن ََّز َل ْالفُ ْرقَان‬ ْ ‫ت َ ٰب َركَ الَّذ‬
Maha melimpah anugerah (Allah) yang telah menurunkan Furqan
(Al-Qur’an) kepada hamba-Nya (Nabi Muhammad) agar dia
menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.

C. Urgensi mempelajari Ulumul Qur’an


Adapun manfaat mempelajari Ulumul Qur’an yaitu antara
lain:
1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan yang penting yang
berkaitan dengan al-Quran al-Karim.
2. Membantu umat Islam dalam memahami al-Qur’an dan
menarik (istinbath) hukum dan adab dari al-Qur’an, serta
mampu menafsirkan ayat-ayatnya.
3. Mengetahui sejarah kitab al-Qur’an dari aspek nuzul
(turunnya), periodenya, tempat-tempatnya, cara
pewahyuannya, waktu dan kejadiankejadian yang melatar-
belakangi turunnya al-Qur’an.
4. Menciptakan kemampuan dan bakat untuk menggali

6
pelajaran, hikmah dan hukum dari al-Qur’an al-Karim.

D. DAFTAR PUSTAKA
Achmad Abubakar, La Ode Ismail, Yusuf Assagaf. “’ulumul Qur`an :
Pisau Analisis Dalam Menafsirkan Al-Qur`an.” Semesta
Aksara, 2019.
Al-Quran Tajwid Dan Terjemahnya Dilengkapi Dengan Ashabul
Nuzul Dan Hadits Sahih. Bandung: Syaamil Quran, 2010.
Khalid, Rusydi. Mengkaji Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Makassar: Alauddin
University Press, 2001.
Mardan. Al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an. I.
Jakarta: Mapan, 2009.
RI, Kementrian Agama. Al-Quran Dan Terjemahnya. Jakarta: PT
Lajnah Pentashihan, 2019.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al Quran: Tafsir Maudhu’i. VIII.
Bandung: Mizan, 1998.

7
BAB II
WAHYU DAN CAKUPANNYA

A. Pengertian Wahyu
Kata wahyu berasal dari kata ‫ الوحي‬bahasa asing lainnya.
Secara umum pengertian kata “waḥy” ini berkisar: “al-ishārah al-
sarīʽah” (isyarat yang cepat), “al-kitābah” (tulisan), “al-maktūb”
(tertulis), “al-risālah” (pesan), “al-ilhām” (ilham), “al-iʽlām al-
khafī” (pemberitahuan yang bersifat tertutup dan tidak diketahui
pihak lain) “al-kalām al-khafī al-sarīʽ” (pembicaraan yang bersifat
tertutup dan tidak diketahui pihak lain dan cepat).10 Secara
etimologi (kebahasaan) Pengertian wahyu bila dikaitkan dengan
pendekatan dalil ayat al-Qur’an meliputi:
1. Ilham al fithri li al insan (ilham yang menjadi fitrah
manusia). Seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa,

َ ‫َوأَ ۡو َح ۡينَا ٓ إِلَ ٰ ٓى أ ُ ِم ُمو‬


ِ ‫س ٰ ٓى أ َ ۡن أ َ ۡر‬
٧ َ ‫ضعِي ِِۖه‬
"Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia..” (Al
Qashas: 7)
2. Ilham yang berupa naluri pada binatang, seperti wahyu
kepada lebah,
َّ ‫َوأ َ ۡو َح ٰى َربكَ ِإ َلى ٱل َّن ۡح ِل أ َ ِن ٱتَّخِ ذِي مِ نَ ۡٱل ِجبَا ِل بُيُو ٗتا َومِ نَ ٱل‬
ُ ‫ش َج ِر َومِ َّما يَعۡ ِر‬
٦٨ َ‫شون‬
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-

10Anis Malik Thoha, “Konsep Wahyu Dan Nabi Dalam Islam. Makalah Workshop
on Islamic Epistemology and Education Reform,” Universitas Islam Negeri (UIN)
Pekanbaru, 2010.

8
sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-
tempat yang dibikin manusia". (An-Nahl: 68)
3. Isyarat yang cepat melalui isyarat, seperti isyarat Zakaria
yang diceritakan Al-Qur’an,

َ ‫سبِ ُحواْ ب ُۡك َر ٗة َو‬


١١ ‫عش ِٗيا‬ ِ ‫علَ ٰى قَ ۡومِ ِۦه مِ نَ ۡٱلمِ ۡح َرا‬
َ ‫ب فَأ َ ۡو َح ٰ ٓى إِلَ ۡي ِه ۡم أَن‬ َ ‫فَخ ََر َج‬
“Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia
memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih
di waktu pagi dan petang”. (Maryam: 11)
4. Bisikan setan untuk menghias yang buruk agar tampak
indah dalam diri manusia.
َّ ‫ق َو ِإ َّن ٱل‬ٞۗ ۡ‫علَ ۡي ِه َو ِإنَّ ۥهُ لَ ِفس‬
‫ش ٰ َيطِ ينَ لَيُو ُحونَ ِإلَ ٰ ٓى أَ ۡو ِل َيا ٓ ِئ ِه ۡم‬ ِ َّ ‫َو ََّل ت َۡأ ُكلُواْ مِ َّما لَ ۡم ي ُۡذك َِر ٱسۡ ُم‬
َ ‫ٱَّلل‬
١٢١ َ‫طعۡ ت ُ ُموه ُۡم ِإنَّ ُك ۡم لَ ُم ۡش ِر ُكون‬ َ َ‫ِليُ ٰ َج ِدلُو ُك ۡ ِۖم َو ِإ ۡن أ‬
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang
tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada
kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika
kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah
menjadi orang-orang yang musyrik”. (Al-An’am: 121)
5. Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikat-Nya
berupa suatu perintah untuk dikerjakan.
ۚ ٓ
‫ب ٱ َّلذِينَ َكف َُرو ْا‬ ِ ‫سأ ُ ۡلقِي ِفي قُلُو‬َ ‫ِإ ۡذ يُوحِ ي َربكَ ِإ َلى ۡٱل َم ٰ َل ِئ َك ِة أَنِي َم َع ُك ۡم َفث َ ِبتُو ْا ٱ َّلذِينَ َءا َمنُو ْا‬
١٢ ‫َان‬ ٖ ‫ٱض ِربُواْ مِ ۡن ُه ۡم ُك َّل َبن‬ ۡ ‫ق َو‬ ِ ‫ٱض ِربُواْ فَ ۡوقَ ۡٱۡل َ ۡعنَا‬ ۡ َ‫ب ف‬ َ ‫ٱلر ۡع‬
“(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para
malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan
(pendirian) orang-orang yang telah beriman". Kelak akan Aku
jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir,
maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap
ujung jari mereka”. (Al-Anfal: 12)
Sedangkan wahyu Allah Swt kepada para nabi-Nya, secara
syariat mereka definisikan sebagai “Kalam Allah yang diturunkan
kepada nabi”. Definisi ini menggunakan pengertian maf’ul,
yaitu al-muha (yang diwahyukan). Ustadz Muhamad Abduh
mendefinisakan wahyu di dalam Risalah At-Tauhid sebagai

9
“pengetahuan yang didapati seseorang dari dalam dirinya dengan
suatu keyakinan bahwa pengetahuan itu datang dari Allah, baik
melalui perantara ataupun tidak.Yang pertama melalui suara yang
terjelma dalam telinganya atau bahkan tanpa melalui suara. Beda
antara wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham itu intuisi yang
diyakini oleh jiwa yang mendorong untuk mengikuti apa yang
diminta, tanpa sadar dari mana datangnya. Hal seperti itu serupa
dengan perasaan lapar, haus, sedih, dan senang”.11
Definisi di atas adalah definisi wahyu dengan pengertian
masdar. Bagian awal definisi ini mengesankan adanya kemiripan
antara wahyu dengan suara hati atau kasyaf. Tetapi
pembedaannya dengan ilham di akhir definisi tadi menafikan
kemiripan ini.
Sedangkan pengertian wahyu secara isthilah (terminologi)
banyak pula pendapat dari para ahli:
a. Menurut Hasbie assidiqie, Wahyu adalah nama bagi yang
disampaikan kepada nabi dan rasul dari Allah. Demikian
juga dipergunakan untuk lafaz al- Qur`an. Wahyu Allah
kepada nabi dan rasul-Nya ialah, Allah menyampaikan
wahyu-Nya ke dalam jiwa nabi dan rasul, tentang
pengertian pengetahuan yang Allah kehendaki yang akan
mereka sampaikan pula kepada manusia, sebagai petunjuk
bagi mereka dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat.Nabi dan rasul sesudah menerima wahyu itu
betul-betul percaya bahwa yang mereka terima tentang
wahyu itu adalah dari Allah Swt.12
b. menurut al-Zarqani, Wahyu ialah pengetahuan yang di
dapat seseorang pada dirinya sendiri dengan keyakinan
yang penuh, bahwa pengetahuan itu datang dari Allah, baik
dengan sesuatu perantaraan ataupun tidak. Bedanya

11 Manna’ Al-Qathan, Mabahistu Fi Ulumul Qur’an (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,


2004).
12 Hashbi Asddidiqie, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Bulan Bintang, 1953), 17.

10
dengan ilham ialah bahwa ilham adalah, perasaan yang
meyakinkan hati, dan yang mendorongnya untuk mengikuti
tanpa diketahui dari mana datangnya. Dan ilham itu hampir
serupa dengan perasaan lapar, haus, suka dan duka.13
Bila dicermati kedua pengertian wahyu secara istilah di
atas dapatlah kita pahami bahwa pihak yang pertama memberikan
pengertian wahyu secara isthilah lebih cendrung kepada nama
dari yang disampaikan kepada nabi dan rasul, termasuk lafaz al-
Qur`an serta wahyu yang langsung diresapkan ke dalam jiwa
mereka itu, yakni berupa pengetahuan yang disampaikan kepada
umatnya. Guna mendapatkan kehidupan yang layak dunia akhirat.
Nabi dan rasul tersebut juga yakin bahwa pengetahuan mereka
semuanya datang dari Allah. Sementara itu pihak yang kedua yakin
bahwa pengetahuan nabi dan rasul itu juga datang dari Allah, baik
yang disampaikan melalui perentara ataupun tidak. Kemudian
juga mereka bedakan wahyu itu dengan ilham yang sama artinya
dengan perasaan yang meyakinkan hati, dan mendorong mereka
untuk mengikuti dengan setia tanpa mengetahui darimana
datangnya, bahkan ilham mereka artikan hampir sama dengan
pengertian insting seperti adanya perasaan lapar, haus, suka dan
duka.

B. Cara Penyampaian Wahyu Kepada Nabi dan Rasul


Terdapat tiga cara Allah Swt menyampaikan wahyu kepada
Nabi dan Rasul-Nya yaitu: (1) melalui mimpi yang benar; (2) dari
balik tabir; (3) melalui perantaraan malaikat seperti malaikat
Jibril.
1. Melalui mimpi yang benar
Wahyu dengan cara ini langsung disampaikan kepada Nabi
dan Rasul-Nya tanpa perantara malaikat. Contohnya adalah
mimpi Nabi Ibrahim AS.Agar menyembelih putranya Ismail.

13Muh Al Zarqani, ‘Irfan Fi ‘Ulumul Qur’An (Beirut: Darul Kutubil ‘Ilmiah, 1988),
140–41.

11
Hal ini terdapat dalam ” (Q.S. ash-Shaffat 37: 101-112).
2. Dari balik tabir Penyampaian wahyu dengan cara ini
kepada Nabi dan Rasul- Nya juga sifatnya langsung tidak
melalui perantara malaikat. Penerima wahyu hanya
mendengar Kalam Ilahi akan tetapi ia tidak dapat melihat-
Nya. Contohnya seperti yang terjadi pada Nabi Musa AS.
Terdapat pada QS al Araf : 143.
3. Melalui malaikat Jibril Menurut Manna’ al-Qathan14 ada
dua cara penyampaian wahyu oleh malaikat kepada Rasul:
a. Datang dengan suatu suara seperti suara lonceng, yaitu
suara yang amat kuat yang dapat mempengaruhi
kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap
menerima pengaruh itu. Cara ini adalah yang paling berat
bagi Rasul. Apabila wahyu yang turun kepada Rasulullah
dengan cara ini, biasanya beliau mengumpulkan segala
kekuatan dan kesadarannya untuk menerima, menghafal
dan memahaminya.
b. Malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki.
Cara seperti ini lebih ringan daripada cara sebelumnya,
karena adanya kesesuaian anatara pembicara dengan
pendengar. Beliau mendengarkan apa yang disampaikan
pembawa wahyu itu dengan senang, dan merasa tenang
seperti seseorang yang sedang berhadapan dengan
saudaranya sendiri.

C. Urgensi Memahami Wahyu


Wahyu dalam bentuk kitab suci yang diturunkan kepada
Nabi dan Rasul yang ditujukan kepada manusia, karena walaupun
manusia disebut ebagai makhluk paling sempurna diantara
makhluk lainnya terdapat kelemahan pada diri manusia. Maka dari
itu, manusia membutuhkan wahyu yang berbentuk kitab suci
seperti Al-Qur’an sebagai pedoman utama menjalani hidup baik

14 Al-Qathan, Mabahis Fi Ulumul Qur’an.

12
didunia maupun diakhirat. Wahyu merupakan sumber ilmu yang
jelas dalam berma’rifah, wahyu juga merupakan sumber informasi
yang utama dan tepat tentang kepastian yang akan terjadi seperti
hal ghaib, kiamat kehidupan setelah mati, hari pembalasan dll.
Salah satu hal yang jelas yang dapat diambil dari wahyu
Allah Swt ialah Moral dan etika. Ditegaskan bahwa diperlukan
sebagai tutunan moral yang benar untuk mewujudkan relatin
yang harmoni. M. Quraish shihab menjelaskan secara terperinci
fungsi dan tujuan Wahyu diturunkan kepada Nabi dan Rasul
sebelumnya, yaitu Al-Qur’an sebagai berikut;
1. Untuk membersihkan akal dan mensucikan jiwa dari segala
bentuk syirik dan memantapkan keyakinan tentang
keesaan yang sempurna bagi Allah Swt, keyakinan yang
tidak semata-mata sebagai konsep teologis tetapi falsafah
kehidupan ummat manusia,
2. Untuk mengajarkan manusia bersikap adal dan beradab,
3. Untuk menciptakan persatuan bukan hanya antarsuku atau
bangsa, tetapi kesatuan alam semesta,
4. Untuk mengajak manusia berpikir dan bekerja sama dalam
bermasyarakat dan bernegara melalui musyawarah,
5. Untuk menyatukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat
dan kasih sayang, dll.
Maka dari itu ditekankan bahwa Wahyu al-Qur’an berfungsi
secara menyatu dan menyeluruh. Wahyu al-Quran adalah
petunjuk yang apabila dipelajari akan membantu manusia
mendapatkan nilai-nilai yang dijadikan sebagai pedoman hidup.15

D. DAFTAR PUSTAKA
Al-Qathan, Manna’. Mabahistu Fi Ulumul Qur’an. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2004.
Asddidiqie, Hashbi. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang,

15 ROSITA BAITI DAN ABDUR RAZZAQ, ““ESENSI WAHYU DAN ILMU


PENGETHUAN",” n.d.

13
1953.
RAZZAQ, ROSITA BAITI DAN ABDUR. ““ESENSI WAHYU DAN ILMU
PENGETHUAN",” n.d.
Thoha, Anis Malik. “Konsep Wahyu Dan Nabi Dalam Islam. Makalah
Workshop on Islamic Epistemology and Education Reform.”
Universitas Islam Negeri (UIN) Pekanbaru, 2010.
Zarqani, Muh Al. ‘Irfan Fi ‘Ulumul Qur’An. Beirut: Darul Kutubil
‘Ilmiah, 1988.

14
BAB III
NUZUL AL-QUR’AN

A. Pengertian Nuzul al-Qur’an


Nuzulul Qur’an terdiri dari kata nuzul dan Al-Qur’an yang
berbentuk idafah. Penggunaan kata nuzul dalam istilah nuzulul
Qur’an (turunnya Al-Quran) tidaklah dapat kita pahami maknanya
secara harfiah, yaitu menurunkan sesuatu dari tempat yang tinggi
ke tempat yang rendah, sebab Al-Quran tidaklah berbentuk fisik
atau materi. Tetapi pengertian nuzulul Qur’an yang dimaksud
adalah pengertian majazi, yaitu penyampaian informasi (wahyu)
kepada Nabi Muhammad SAW. dari alam gaib ke alam nyata
melalui perantara malakikat Jibril AS.16
Muhammad Abdul Azhim Al-Zarqani mentakwilkan kata
nuzul dengan kata i’lam (seperti yang dikutip oleh Rif’at Syauqi
Nawawi dan M. Ali Hasan). Alasannya; pertama, mentakwilkan
kata nuzul dengan i’lam berarti kembali pada apa yang telah
diketahui dan dipahami dari yang diacunya, kedua, yang dimaksud
dengan adanya Al-Quran di Lauh al-mahfuzh, Baitul ’Izzah dan
dalam hati Nabi saw. Juga berarti bahwa Al-Quran telah di-i’lam-
kan oleh Allah pada masing-masing tempat tersebut sebagai
petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebenaran, ketiga,
mentakwilkan kata nuzul dengan i’lam hanyalah tertuju pada Al-

16 Abdul
Aziz Dahlan dan Dkk, Ensiklopedi Hukum Islam I, I (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1996), 134.

15
Quran semata dengan semua segi dan aspeknya.17

B. Proses Nuzulul Qur’an


Perbedaan kitab Al-Quran dipandang dari aspek proses
penurunannya sangat jauh berbeda dengan kitab-kitab wahyu
lainnya. Sehingga karena alasan perbedaan tersebut, sikap
meragukan sumber munculnya teks wajar Ketika dipertanyakan
oleh orang-orang kafir. Dalam Al-Quran Allah mengabadikan
pertanyaan mereka;
ُ‫علَ ْي ِه ْالقُ ْر ٰانُ ُج ْملَةً َّواحِ دَةً ۛ ك َٰذلِكَ ۛ ِلنُثَ ِبتَ ِب ٖه فُ َؤادَكَ َو َرتَّ ْل ٰنه‬
َ ‫﴿ َوقَا َل الَّ ِذيْنَ َكف َُر ْوا لَ ْو ََّل نُ ِز َل‬
)32 :25/‫ ﴾ ( الفرقان‬٣٢ ‫ت َْرتِي ًًْل‬
Terjemahan18
“Orang-orang yang kufur berkata, “Mengapa Al-Qur’an itu
tidak diturunkan kepadanya sekaligus?” Demikianlah, agar
Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya dan
Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur,
perlahan, dan benar).” (Al-Furqan/25:32)
Menurut Manna’ al-Qaththan, terdapat dua mazhab pokok
di kalangan para ulama seputar pemahaman tentang proses
turunnya Al-Quran, yaitu:
1.) Pendapat Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, bahwa yang
dimaksud dengan turunnya Al-Quran ialah turunnya Al-
Quran secara sekaligus ke Baitul ’Izzah di langit dunia untuk
menunjukkan kepada para malaikatnya bahwa betapa
besar masalah ini, selanjutnya Al-Quran diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Secara bertahap selama dua puluh
tiga tahun sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang
mengiringinya sejak beliau diutus sampai wafatnya.
Pendapat ini didasarkan pada riwayat-riwayat dari Ibnu
Abbas. Antara lain:

17Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, II (Jakarta: PT
Bulan Bintang, 1992), 65–67.
18 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Lajnah

Pentashihan, 2019).

16
“Al-Quran diturunkan sekaligus ke langit dunia pada lailah
al-qadr. Kemudian setelah itu, ia diturunkan selama dua puluh
tahun”
“Al-Quran itu dipisahkan dari al-zikr, lalu diletakkan di
Baitul ’Izzah di langit dunia. Maka Jibril mulai menurunkannya
kepada Nabi SAW.”19
“Al-Quran diturunkan pada lailah al-qadrpada bulan
Ramadhan ke langit dunia sekaligus, lalu ia diturunkan secara
berangsur-angsur.”20
2.) Pendapat yang disandarkan pada al-Sya’bi21 bahwa
permulaan turunnya Al-Quran dimulai pada lailah al-qadrdi
bulan Ramadhan, malam yang diberkahi. Sesudah itu turun
secara bertahap sesuai dengan peristiwa yang
mengiringinya selama kurang lebih dua puluh tiga tahun.
Dengan demikian, Al-Quran hanya memiliki satu macam
cara turun, yaitu turun secara bertahap kepada Rasulullah
SAW., sebab yang demikian inilah yang dinyatakan oleh Al-
Quran
ۤ
)106 :17/‫اَّلسراء‬ ٍ ‫ع ٰلى ُم ْك‬
( ﴾ ١٠٦ ‫ث َّون ََّز ْل ٰنهُ ت َ ْن ِزي ًًْل‬ َ ‫﴿ َوقُ ْر ٰانًا فَ َر ْق ٰنهُ ِلتَ ْق َرا َ ٗه‬
ِ َّ‫علَى الن‬
َ ‫اس‬
Terjemahan22
“Al-Qur’an Kami turunkan berangsur-angsur agar engkau
(Nabi Muhammad) membacakannya kepada manusia secara
perlahan-lahan dan Kami benar-benar menurunkannya
secara bertahap.” (Al-Isra'/17:106)

19 Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an Menurut Manna’ al-Qaththan, pernyataan ini


diriwayatkan oleh al-Hakim, al-Baihaqi dan al-Nasa’i. Manna’ al-Qaththan,
Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an.Diterjemahkan oleh H. Aunur Rafiq el-Mazni dengan
judul, Menurut Manna’ Al-Qaththan, Pernyataan Ini Diriwayatkan Oleh Al-Hakim,
Al-Baihaqi Dan Al-Nasa’i. Manna’ Al-Qaththan, Mabahits Fi ‘Ulum Al-
Qur’an.Diterjemahkan Oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni Dengan Judul, Pengantar
Studi Ilmu Al-Qur’an, I (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), 126.
20 Menurut Manna’ Al-Qaththan, Pernyataan Ini Diriwayatkan Oleh Al-Hakim Dan

Al-Baihaqi. Manna’ Al-Qaththan, Mabahits Fi ‘Ulum Al-Qur’An., n.d.


21 Al-Sya’bi Adalah Amir Bin Syarahil, Termasuk Tabiin Besar Dan Salah Seorang

Guru Abu Hanifah Yang Terkemuka. Beliau Juga Dikenal Sebagai Ahli Hadis Dan
Ahli Fikhi, Wafat 109 H. Manna’ Al-Qaththan, Mabahits Fi ‘Ulum Al-Qur’An, n.d.
22 RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya.

17
ُ‫علَ ْي ِه ْالقُ ْر ٰا ُن ُج ْملَةً َّواحِ دَة ً ۛ ك َٰذلِكَ ۛ ِلنُثَ ِبتَ ِب ٖه فُ َؤادَكَ َو َرتَّ ْل ٰنه‬
َ ‫﴿ َوقَا َل الَّ ِذيْنَ َكف َُر ْوا لَ ْو ََّل نُ ِز َل‬
)33-32 :25/‫ ﴾ ( الفرقان‬٣٣ ٞۗ ‫سنَ تَ ْف ِسي ًْرا‬ َ ْ‫ق َواَح‬ ِ ‫ َو ََّل يَأْت ُ ْونَكَ ِب َمثَ ٍل ا ََِّّل ِجئْ ٰنكَ ِب ْال َح‬٣٢ ‫ت َْرتِي ًًْل‬
Terjemahan23
32. Orang-orang yang kufur berkata, “Mengapa Al-Qur’an itu
tidak diturunkan kepadanya sekaligus?” Demikianlah, agar
Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya dan
Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur,
perlahan, dan benar). Tidaklah mereka datang kepadamu
(membawa) sesuatu yang aneh, kecuali Kami datangkan
kepadamu kebenaran dan penjelasan yang terbaik. (Al-
Furqan/25:32-33)
Di samping dua pendapat mayoritas di atas, terdapat lagi
pandangan-pandangan yang lain, yaitu:
3.) Pendapat yang menyebutkan bahwa Al-Quran diturunkan
ke langit dunia pada dua puluh malam kemuliaan (lailah al-
qadr), yang setiap malam kemuliaan tersebut ada yang
ditentukan oleh Allah untuk diturunkan setiap tahunnya,
dan jumlah untuk satu tahun penuh itu kemudian
diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah
SAW.
4.) Ada juga sebagian ulama yang berpandangan bahwa Al-
Quran turun pertama-tama secara berangsur-angsur ke
Lauh al-mahfuz, kemudian diturunkan secara sekaligus ke
Bait al-‘Izzah. Dan setelah itu, turun sedikit demi sedikit.24

C. Hikmah Nuzul al-Qur’an


Terdapat dua bentuk keperluan yang dibutuhkan oleh
Rasulullah SAW. akan turunnya Al-Quran secara berngsur-angsur,
yaitu; Pertama, untuk memantapkan dan memperteguh hati
beliau, karena setiap peristiwa yang beliau alami selalu disusul
dengan turunnya Al-Quran. Kedua, agar Al-Quran mudah dihafal.25

23 Ibid.
24 Manna’ Lihat Al-Qaththan, Mabahits Fi ‘Ulum Al-Qur’an/ Pengantar Studi Ilmu
Al-Qur’an, I (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), 125–30.
25 Shuhbhi Shaleh, Mabahith Fi ’Ulum Al-Qur’an (Dar al-’Ilm Lil Malayin, 1988),

18
Menurut Muhammad Baqir Hakim, terdapat beberapa
tanda bukti kebesaran Al-Quran yang dapat kita ketahui melalui
proses turunnya secara bertahap, yaitu:
Pertama, Selama perjalanan dakwah Rasulullah SAW.
selama dua puluh tahun lebih lamanya telah terjadi perubahan-
perubahan yang mendasar melalui proses yang cukup berat dan
cobaan yang sangat dahsyat. Bagi manusia biasa akan sangat
kewalahan dan tidak akan mampu menjalaninya. Akan tetapi Al-
Quran dapat mengiringi perjalanan dakwah beliau SAW. Baik
dalam keadaan lemah maupun kuat, sulit maupun dalam keadaan
lapang, dan dalam masa-masa memperoleh kekalahan maupun
kemenangan.26
Kedua, Al-Quran diturunkan secara bertahap kepada
Rasulullah SAW. memberikan semangat dan membantu Rasulullah
SAW. secara batiniah bagi keberlanjutan proses dakwah
Rasulullah SAW.27 Allah berfirman:
ُ‫علَ ْي ِه ْالقُ ْر ٰا ُن ُج ْملَةً َّواحِ دَةً ۛ ك َٰذلِكَ ۛ ِلنُثَبِتَ بِ ٖه فُ َؤادَكَ َو َرتَّ ْل ٰنه‬
َ ‫﴿ َوقَا َل الَّ ِذيْنَ َكف َُر ْوا لَ ْو ََّل نُ ِز َل‬
)32 :25/‫ ﴾ ( الفرقان‬٣٢ ‫ت َْرتِي ًًْل‬
Terjemahan28
“Orang-orang yang kufur berkata, “Mengapa Al-Qur’an itu
tidak diturunkan kepadanya sekaligus?” Demikianlah, agar
Kami memperteguh hatimu (Nabi Muhammad) dengannya
dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur,
perlahan, dan benar).” (Al-Furqan/25:32)
Ketiga, Risalah Islam mengalami berbagai keraguan,
tuduhan-tuduhan, kondisi politik yang tidak menentu dan cobaan
lainnya yang berasal dari kaum musyrik. Untuk menghadapi

http://perpustakaan.uinantasari.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=697
1.
26 Ayatullah Muhammad Baqir Hakim, ‘Ulum Al-Qur’An, I (Jakarta: Al-Huda,

2006),
https://onesearch.id/uploaded_files/sampul_koleksi/original/Monograf/1369
1.jpg.
27 Ibid., 24.
28 RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya.

19
semua itu, Rasulullah SAW. memerluakan bantuan dari Al-Quran.
Dan bantuan tidak akan maksimal bila Al-Quran tidak diturunkan
secara berangsur-angsur, karena pada waktu itu kondisi
memerlukan proses yang harus melewati tahapan-tahapan
tertentu secara terus-menerus dan berkelanjutan.29
)33 :25/‫ ﴾ ( الفرقان‬٣٣ ٞۗ ‫سنَ تَ ْف ِسي ًْرا‬ ِ ‫﴿ َو ََّل يَأْت ُ ْونَكَ بِ َمث َ ٍل ا ََِّّل ِجئْ ٰنكَ بِ ْال َح‬
َ ْ‫ق َواَح‬
Terjemahan30
“Tidaklah mereka datang kepadamu (membawa) sesuatu
yang aneh, kecuali Kami datangkan kepadamu kebenaran dan
penjelasan yang terbaik.” (Al-Furqan/25:33)
Manna’ al-Qaththan dalam kitab Mabahits fi‘Ulum al-
Qur’an-nya juga memberikan beberapa kesimpulan tentang
hikmah turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur, yaitu:
1) Untuk meneguhkan hati Rasulullah SAW. dalam
menghadapi kaum yang memiliki watak dan sikap yang
begitu keras.
2) Tantangan dan mukjizat. Kaum musyrikin sering
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan maksud
melemahkan dan menantang untuk menguji kenabian
Rasulullah SAW., mengajukan hal-hal batil dan tidak masuk
akal, seperti masalah hari kiamat. Maka turunlah Al-Quran
untuk menjealaskan kepada mereka suatu kebenaran dan
jawaban yang amat tegas atas pertanyaan mereka itu.
3) Untuk memudahkan hafalan dan pemahaman, sebab Al-
Quran turun di tengah-tengah ummat yang ummi, yang
tidak pandai membaca dan menulis. Dan yang menjadi
catatan mereka adalah hafalan dan daya ingatnya.
4) Relevan dengan peristiwa, pentahapan dan penetapan
hukum. Manusia tidak akan mudah mengikuti dan tunduk
kepada agama yang baru ini, jika Al-Quran tidak
memberikan strategi yang jitu dalam merekonstruksi
kerusakan dan kerendahan martabat mereka.

29 Hakim, ‘Ulum Al-Qur’An, 26.


30 RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya.

20
5) Karena proses turunnya yang berangsur-angsur, maka
orang pun mengkajinya sedikit demi sedikit. Ketika itu,
mereka mendapati rangkaiannya yang tersusun cermat
sekali dengan makna yang saling bertaut, dengan redaksi
yang begitu teliti, ayat demi ayat, surat demi surat yang
terjalin saling bertautan bagaikan rangkaian mutiara yang
indah danbelum pernah ada bandingannya.
6) Mempunyai faedah dalam pendidikan dan pengajaran.
Proses turunnya yang secara berangsur-angsur dan
bertahap merupakan bantuan yang paling baik bagi jiwa
manusia dalam upaya menghafal Al-Quran, memahami,
mempelajari, memikirkan makna-maknanya dan
mengamalkan kandungannya. 31

Pernyataan yang diungkap oleh beberapa ulama di atas


menyangkut hikmah penurunan Al-Quran secara bertahap
mencerminkan suatu pengakuan hubungan yang nyata bahwa teks
Al-Quran ternyata tidak hanya merespon kondisi penerima wahyu
pertama semata, yaitu Rasul SAW. tetapi lebih dari itu realitas
kultural pun masuk dalam cakupan perhatiannya. Dan antara Al-
Quran dengan penerima pertama dan masyarakat sebagai objek
sasarannya yang memiliki kondisi tersendiri haruslah menjadi
perhatian dan tidak bisa dilepaskan dan dipisahkan begitu saja.
Artinya, bahwa yang ideal adalah teks dan realitas harus berjalan
seiringan. Karena alasan ini pula pemahaman tentang ilmu
asbabun nuzulmenjadi penting untuk dimiliki.

D. DAFTAR PUSTAKA
Al-Sya’bi Adalah Amir Bin Syarahil, Termasuk Tabiin Besar Dan
Salah Seorang Guru Abu Hanifah Yang Terkemuka. Beliau
Juga Dikenal Sebagai Ahli Hadis Dan Ahli Fikhi, Wafat 109 H.
Manna’ Al-Qaththan, Mabahits Fi ‘Ulum Al-Qur’An, n.d.
Dkk, Abdul Aziz Dahlan dan. Ensiklopedi Hukum Islam I. I. Jakarta:

31Lihat Al-Qaththan, Mabahits Fi ‘Ulum Al-Qur’an/ Pengantar Studi Ilmu Al-


Qur’an, 26.

21
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.
Hakim, Ayatullah Muhammad Baqir. ‘Ulum Al-Qur’An. I. Jakarta: Al-
Huda, 2006.
https://onesearch.id/uploaded_files/sampul_koleksi/origi
nal/Monograf/13691.jpg.
Hasan, Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali. Pengantar Ilmu Tafsir. II.
Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992.
Lihat Al-Qaththan, Manna’. Mabahits Fi ‘Ulum Al-Qur’an/
Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. I. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006.
Menurut Manna’ al-Qaththan, pernyataan ini diriwayatkan oleh al-
Hakim, al-Baihaqi dan al-Nasa’i. Manna’ al-Qaththan,
Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an.Diterjemahkan oleh H. Aunur
Rafiq el-Mazni dengan judul, Pengantar Studi Ilmu Al-
Qur’an. Menurut Manna’ Al-Qaththan, Pernyataan Ini
Diriwayatkan Oleh Al-Hakim, Al-Baihaqi Dan Al-Nasa’i.
Manna’ Al-Qaththan, Mabahits Fi ‘Ulum Al-
Qur’an.Diterjemahkan Oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni Dengan
Judul, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. I. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006.
Menurut Manna’ Al-Qaththan, Pernyataan Ini Diriwayatkan Oleh Al-
Hakim Dan Al-Baihaqi. Manna’ Al-Qaththan, Mabahits Fi
‘Ulum Al-Qur’An., n.d.
RI, Kementrian Agama. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Jakarta: PT.
Lajnah Pentashihan, 2019.
Shaleh, Shuhbhi. Mabahith Fi ’Ulum Al-Qur’an. Dar al-’Ilm Lil
Malayin, 1988. http://perpustakaan.uin-
antasari.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=6971.

22
BAB IV
ASBAB AL-NUZUL

A. Pengertian Asbab al-Nuzul


Kata asbāb al-nuzūl berasal dari dua kata, yaitu asbab dan
al-nuzul. Asbab adalah kata yang berasal sababa-yazbabu-asbab
yang artinya telah menyebabkan. Jadi ketika berubah wazan jadi
asbab (plural) maka artinya sebab-sebab. Sedangkan al-nuzul
berasal dari kata nazala-yunzilu yang artinya telah menurunkan,
sehingga ketika kata itu berubah menjadi masdar (nuzul) maka
berarti kata tersebut bermakna turun.
Sedangkan dalam buku yang ditulis oleh Ahmad Tajuddin
dijelaskan bahwa Secara bahasa asbab an-nuzul terdiri dari 2 suku
kata yang dihukumi 1 kata atau dalam ilmu bahsa arab dikenal
dengan istilah idhafah (‫ )اضبفخ‬yakni terdiri dari asbab ( ‫ ) اسجبة‬yang
maksudnya sebab-sebab, bentuk jamak (plural) dari mufrad
(tunggal), sabab yang artinya alasan, illat (sesuatu yang logis),
perantaraan, hubungan kekeluargaan, kerabat, asal, sumber dan
jalan.
Sedangkan kata nuzul artinya turun, terjadi dan
menyerang, hinggap. Maka makna yang mau disampaikan ialah
penurunan, penurunan al-Quran dari Allah Swt. kepada Nabi
Muhammad Saw. Melalui malaikat Jibril as. Karena itu pengertian
secara bahasa Asbab al-Nuzul al-Qur`an bermakna sebab-sebab
turun al-Quran.
Kendati seperti itu, secara keilmuan biasanya asbab al-

23
nuzul alquran disebut asbab al-nuzul saja, tanpa menyertakan kata
al-Qur`an karena secara kelaziman itu telah menyebutkan kata al-
Qur´an didalamnya. Maka dari itu, disimpulkan bahwa secara
bahasa makna asbab al-nuzul adalah sebab-sebab turunnya ayat-
ayat al-Quran.
Secara istilah, berbagai definisi muncul terhadap asbab al-
nuzul.
Adapun defenisi tersebut sebagai berikut:
1. Dawud Al-Aththar
Asbab al-nuzul adalah sesuatu yang melatarbelakangi
turunnya satu ayat atau beberapa ayat atau suatu
pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat sebagai
sebagai jawaban, atau sebagai penjelasan yang diturunkan
pada waktu terjadinya suatu peristiwa.32
2. Subhi al-Salih
Asbab al-nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya
satu ayat atau beberapa ayat yang memberi jawaban
terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada
masa terjadinya sebab itu.33
3. Baqir al-Hakim
Asbab al-nuzul adalah segala sebab yang terjadi pada masa
wahyu diturunkan yang menyebabkan turunnya wahyu.
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat dipahami bahwa
asbab al-nuzul ialah hal yang melatarbelakangi ayat Al-Quran
diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw. Untuk itu
yang perlu diperhatikan dalam asbab al-nuzul adalah pelaku,
tempat dan waktu peristiwa agar kita dapat menerapkan atau
membumikan ayat-ayat itu pada kehidupan kita.

B. Sumber dan Cara Mengetahui Asbab al-Nuzul


Asbab al-nuzul dapat diketahui melalui riwayat yang

32 Amroeni Drajat, Ulumul Quran (Pengantar Ilmu-Ilmu Alquran), n.d.


33 Achmad Abubakar, Ulumul Quran (Piasu Analisis Menafsirkan Al-Quran), n.d.

24
terhubung langsung dengan Nabi Muhammad Saw. Namun, tidak
bisa dipungkiri bahwasanya banyak peristiwa yang telah
terlewatkan akan tetapi tidak terdokumentasikan secara rapi. Jadi
riwayat yang membahas tentang asbab al-nuzul haruslah dapat
dipastikan secara benar.
Al-Wahidi, dalam asbab al-nuzulnya berpendapat bahwa
tidak boleh menyertakan pendapat pribadi terkait dengan asbab
al-nuzul ayat-ayat al-Qur`an kecuali ada riwayat yang benar dan
dapat dipercaya. Selain itu, al-Wahidi juga berpandangan bahwa di
zaman ini banyak pembohong terlibat dalam masalah ini. Untuk
mengetahui hakikat al-Qur`an harus berhati-hati. Selain itu, Imam
Ahmad bin Hanbal juga berpendapat bahwa ada tiga hal yang tidak
berdasar;
1. Al-Maghazi (hal-hal yang berkaitan dengan peperangan
Nabi),
2. Fitan (fitnah-fitnah)
3. Tafsir.34
Oleh karena itu semua, perlu kiranya ditetapkan
mekanisme untuk mengetahui asbab al-nuzul. Adapun pendapat
beberapa ilmuan ilmu al-Qur`an, untuk mengidentifikasi riwayat
sahih dapat menggunakan cara sebagai berikut:
1. Achmad Abu bakar, dkk.
a. Apabila periwayat sendiri yang mengatakan lafal sebab
tegas.
b. Apabila periwayat mengatakan riwayatnya dengan
memasukkan huruf fa’taqibayah pada kata pada kata nazal.
c. Terkadang ada suatu bentuk ungkapan yang tidak
menyatakan asbab al-nuzul yang tegas. Yang dimaksudkan
ayat itu adalah hukum yang terkandung dalam ayat itu.
2. Muhammad Hadi Ma’rifat
a. Hendaknya sanad riwayat, khususnya perawi terakhir
adalah orang yang dapat dipercaya

34 Muhammad Hadi Ma`rifat, Sejarah Al-Quran, II (Jakarta: Al-Huda, 2007).

25
b. Hendaknya kemutawatiran dan banyaknya riwayat-
riwayat diteliti sejeli mungkin, meskipun teksnya berbeda-
beda namun kandungannya satu.
c. Riwayat yang berhubungan dengan sababun nuzul harus
memiliki relasi kuat dan menjelaskan.

C. Urgensi mempelajari Asbab al-Nuzul


Dengan mengetahui asbab al-nuzul suatu ayat, maka akan
memberikan dampak yang besar dalam membantu memahami
ayat-ayat al-Qur`an dan akan lebih dapat mengetahui rahasia-
rahasia dibalik cara pengungkapan al-Qur`an dalam menjelaskan
peristiwa. Maka siapa siapa yang tidak mengetahui asbab al-nuzul
suatu ayat, maka bisa dipastikan ia tidak akan mengetahui rahasia
yang terkandung dibalik cara al-Qur`an mengungkapakan ayat-
ayatnya.35
Adapun Urgensi asbab al-nuzul :
1) Mengetahui fungsi dan hikmah yang dapat menunjang
hukum syara’, serta menjadi alasan awal yang nebdasari
suatu ketetapan hukum
2) Menjadi penolong dalam memahami makna-makna ayat
dan menghilangkan kemusykilan di sekitar ayat tersebut
3) Untuk mentakhshis suatu hukum dengan sebab (ini bagi
yang berpendapat bahwa ‘ibrah tergantung pada
khususnya sebab)
4) Untuk menolak waham yang menyempitkan suatu masalah
yang tampaknya sempit
5) Untuk mengetahui situasi historis pada zaman Nabi dan
perkembangan komunitas Muslim
6) Untuk mengetahui tujuan ayat diturunkan, serta maksud
asal sebuah ayat.36

35Muhammad Baqir Hakim, Ulumul Quran, 1st ed. (Jakarta: Al-Huda, 2006).
36Mardan, Al-Quran Sebuah Pengantar, ed. Abd. Rauf Amin (Jakarta: Mazhab
Ciputat, 2010).

26
D. DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Achmad. Ulumul Quran (Piasu Analisis Menafsirkan Al-
Quran), n.d.
Drajat, Amroeni. Ulumul Quran (Pengantar Ilmu-Ilmu Alquran), n.d.
Hakim, Muhammad Baqir. Ulumul Quran. 1st ed. Jakarta: Al-Huda,
2006.
Ma`rifat, Muhammad Hadi. Sejarah Al-Quran. II. Jakarta: Al-Huda,
2007.
Mardan. Al-Quran Sebuah Pengantar. Edited by Abd. Rauf Amin.
Jakarta: Mazhab Ciputat, 2010.
Muhammad Yunan. “Nuzulul Qur’ an Dan Asbabun Nuzul.” Al-
Mutsla 2, no. 1 (2020): 43–65.
https://doi.org/10.46870/jstain.v2i1.33.

27
BAB V
MAKKIYAH DAN MADANIYAH

A. Pengertian Makkiyah dan Madaniyah


Surah Makkiyah adalah “surah atau ayat-ayat yang
diturunkan di Makkah selama 12 tahun 5 bulan 12 hari, terhitung
sejak tanggal 17 Ramadhan tahun ke-14 dari kelahiran Nabi (6
Agustus 610 M) sampai pada tanggal 1 Rabi`ul Awwal tahun ke-54
dari kelahiran Nabi Muhammad Saw”. Sedangkan yang dimaksud
dengan “surah madaniyah adalah surah atau ayat-ayat yang turun
setelah Nabi Muhammad Saw, melakukan hijrah dari Makkah ke
Madinah, dengan waktu selama 9 tahun 9 Bulan 9 Hari, dan
terhitung sejak nabi hijrah ke Madinah sampai pada tanggal 9
Dzulhijjah tahun 63 dari kelahiran Nabi.37
Dalam menentukan pengertian surah atau ayat makkiyah
dan madaniyah ada beberapa kriteria yang dikemukakan oleh para
Ulama Tafsir, diantaranya :
1. Dari segi tempat, Makkiyah merupakan ayat-ayat yang
diturunkan di Makkah dan madaniyah berarti ayat-ayat
atau surah yang yang diturunkan di Madinah.38
Berdasarkan definisi ini, maka ayat-ayat yang diturunkan di
sekitar kota Makkah seperti Mina, Arafah, dan Hubaibiyah

37 Yusuf Assagaf Achmad Abubakar, La Ode Ismail, “’ulumul Qur`an : Pisau


Analisis Dalam Menafsirkan Al-Qur`an,” Semesta Aksara, 2019, 67.
38 al-Imam al Sayuti, Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an (al-Qahirah: Dar al-Suruq, 2002),

23.

28
termasuk dalam katagori ayat Makkiyah. Begitupun ayat-
ayat yang yang diturunkan di daerah sekitar Madinah
seperti Uhud, dan Badar adalah termasuk dalam ayat
Madadiyah.39
2. Pengertian Makkiyah dan Madaniyah berdasarkan waktu.
Makkiyah adalah ayat-ayat dan surah yang diturunkan
sebelum hijrah ke Madinah, sedangkan Madaniyah adalah
ayat-ayat dan surah yang diturunkan setelah Hijrah. Pada
definisi ini yang menjadi patokan adalah saat Hijrah Nabi
Saw. Dari Makkah menuju ke Madinah.
3. Pengertian Makkiyah dan Madaniyah berdasarkan
sasarannya. Makkiyah berarti segala ayat yang Khitab (isi
pembicaraannya) kepada penduduk Makkah dan
sekitarnya, dan Madaniyah adalah segala ayat yang isi
pembicaraannya dirujukan kepada penduduk Madinah dan
sekitarnya. Berdasarkan pendapat ini, para pendukungnya
menyatakan bahwa ayat Al-qur`an yang mengandung
seruan yaa ayyuhan nas (wahai manusia)adalah Makki,
sedangkan ayat yang mengandung seruan yaa ayyuhal
lazina amanu (wahai orang-orang yang beriman) adalah
Madani.40

B. Metode Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah


Para ulama mengatakan bahwa metode mengetahui ayat-
ayat Makkiyah dan Madaniyah adalah melalui riwayat dari sahabat
dan tabi`in karena tidak ada satupun hadits dari Rasulullah yang
menjelaskan tentang pembagian Al-qur`an kepada ayat-ayat
Makiyyah dan Madaniyah.

39 Nasaruddin Umar, ULUMUL QUR`AN : Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi


Al-Qur`an, ed. M.Hamam Faizin Muhammad Nasir, 1st ed. (ciputat Jakarta
Selatan: Al-Ghazali Center, 2010).
40 Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur`an (Bogor: Litera AntarNusa,

2016).

29
َّ‫ورة ٌمِ ن ْكِتَ اب ِال َّل ه ِ ِإَّل‬ َ ‫س‬ ُ ْ ‫غي ُْره ُ َما أ ُ ْن ِزلَت‬ َ َ ‫ّٰللا الَّذِي َّلَ ِإلَه‬ ِ َّ ‫َو‬
‫أَنَ ا أَعْل َم ُأَي ْن َأ ُ ْن ِزلَت َْوَّل َأ ُ ْن ِزلَت ْآي َة ٌم ِن ْكِتَ اب ِال َّل ه ِ ِإَّلَّ أَنَ ا‬
َّ ‫ِيم أ ُ ْن ِزلَت َْولَو ْأ َ ْعلَم ُأ َ َحدًا أ َ ْعلَم َمِ نِي بِ ِكتَاب‬
ُ‫ِّٰللا ِتُبَ ِلغ ُه‬ َ ‫أ َ ْعلَ ُم ف‬
‫اإلبِل ُلَ َر ِكبْت ُإِلَ ْي ِه‬
ِ
“Demi Allah, tiada Tuhan selain Dia, tidak diturunkan sebuah
surat dari kitab Allah (Al-Qur'an) kecuali aku mengetahui di
mana ia diturunkan? Dan tidak diturunkan sebuah ayat dari
kitab Allah kecuali aku mengetahui dalam perkara apa ia
diturunkan?. Seandainya saya tahu bahwa ada seseorang
yang lebih mengerti tentang kitab Allah dari pada aku dan
tempatnya bisa dijangkau dengan mengendarai unta, niscaya
aku akan datang kepadanya.” (H.R. Bukhari).
Hadits ini menunjukkan pada masa Rasulullah, para
sahabat mengetahui proses penurunan Al-Qur’an secara langsung
sehingga tidak heran jika mereka tidak membutuhkan ilmu makki
dan madani. Itulah sebabnya Rasulullah tidak pernah memberikan
penjelasan secara rinci tentang pembagian ayat makki dan madani.
Karena tidak ada penjelasan tersebut maka wajar jika terjadi
perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai jumlah
surat makki dan madani.

C. Klasifikasi Makkiyah dan Madaniyah


1. Klasifikasi Surah-Surah Makkiyah
Al-Fatihah, Asy-Syura ,Al-Lahab, Az-Zukhruf , At-Takwir,
Ad-Dukhan, Al-A’la, Al-Jatsiah, Al-Lail, Al-Ahqaf, Al-Fajr, Al-
Adzariyat, An-Naml, Al-Ghosiyah, Al-Qoshash, Al-Kahfi, Al-Isra, An-
Nahl, Yunus, Nuh, Hud, Ibrahim, Yusuf, Al-Anbiya’, Al-Hijr, Al-
Mu’minun, Al-An’am, As-Sajadah, Ash-Shaffat, At-Thur, Luqman,
Al-Mulk, Ad-Dhuha, Al-Haqqoh, Al-Insyirah, Al-Ma’arij, Al-Ashr,
An-Naba’, Al-Adiyat, An-Nazi’at, Al-Kautsar, Al-Balad, At-Takatsur,
Al-Infithar, Al-Ma’un, Al-Insyiqoq, Al-Kafirun, Ar-Rum, Al-Fiil, Al-
Ankabut, Al-Falaq, Al-Muthaffifin, An-Nash, Al-Zalzalah, Al-Ikhlas,
Ar-Rod, An-Najm, Ar-Rahman, Abasa’, Al-Insan, Al-Qadar, Al-
Bayyinah, Asy-Syams, Al-Qomar, Al-Buruj, Shad, At-Tiin, Al-A’raf,
Al-Quraisy, Jinn, Al-Qari’ah, Yasin, Al-Qiyamah, Al-Furqan, Al-

30
Humazah, Fathir, Al-Mursalat, Maryam, Qaf , At-Thoha, At-Thoriq,
Al-Waqiah, Asy-Syu’ara, Al-Alaq, Saba’, Al-Qolam, Az-Zumar, Al-
Muzammil, Qhofir, Al-Muddatsir dan Fushshilat.
2. Klasifikasi Surah-Surah Madaniyah
Ali-Imran, Al-Jumuah, Al-Hujurat, Al-Fath, Al-Ahzab, Al-
Maidah, At-Taghabun, At-Taubah, As-Shaf, An-Nashr, Al-Baqarah,
Al-Hasr, Al-Anfal, An-Nur, Al-Mumtahanah, Al-Hajj, An-Nisa, Al-
Munaqikun, Al-Hadid, Al-Mujadilah, Al-Qital, At-Tahrim, dan At-
Tholaq.

D. Karakteristik Makkiyah dan Madaniyah


Karakteristik umum Surah-surah Makkiyah, yaitu :
1. Tiap surah yang ada lafadz ‫كًل‬adalah Makkiyah.
2. Tiap surah yang di dalamnya ada ayat sajdah
3. Tiap surah yang dimulai dengan huruf Hijaiyah adalah
Makkiyag kecuali surah Al-Baqarah, Ali Imran dan Ar-
Ra`du.
4. Tiap surah yang di dalamnya menceritakan kisah-kisah
para Nabi dan Umat terdahulu dan kisah Nabi Adam AS dan
Iblis merupakan Makkiyah, kecuali Surah al-Baqarah.
5. Setiap Surah yang di dalamnya terdapat lafadz ‫ ياأيها الناس‬Dan
tidak ada lafadz ‫ ياأيها الذين آمنوا‬adalah makkiyah kecuali surah
Al-Hajj.41
6. Setiap Surat yang di awali dengan Huruf-huruf Muqoto’ah
seperti, “alif lam mim, “alif lam rha”, “ha mim”, dan
sebagainya, selain Surat Al-baqarah dan Ali Imran.42
Karakteristik umum Surah-surah Madaniyah, yaitu:
1. Setiap ayat yang dimulai dengan lafadz ‫ ياأيها الذين آمنوا‬adalah
Madaniyah.
2. Setiap ayat yang membicarakan soal hokum, fardhu, dll

41Umar, ULUMUL QUR`AN : Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al-Qur`an.


42Istiadi Nasrullah, Risqi Rahmatullah, Muh Imron abdussyukur, Ulumul Qur`an
Untuk Pemula, ed. Syaiful Arief (Cilandak, Jakarta Selatan, 2022).

31
merupakan Madaniyah.
3. Ayat-ayat dan surah-surah madaniyah pada umumnya
panjang-panjang.43

E. Manfaat mempelajari Makkiyah dan Madaniyah


1. Membantu para mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat
Alquran dengan penafsiran yang baik dan benar. Oleh
karena dengan mengetahui peristiwa-peristiwa turunnya,
para mufasir dapat memahami secara mudah dan lebih
jelas kandungan ayat-ayat Al-qur`an.
2. Merasakan gaya bahasa dan susunan kalimat Alquran yang
begitu indah, serta dijadikan oleh para da'i sebagai media
untuk mengajak umat manusia kembali kepada Tuhannya.
3. Membantu mufasir dalam mengistimbatkan hukum-hukum
Islam
4. Mengetahui petunjuk-petunjuk Nabi saw. dalam membina
dan membangun masyarakat Islam.
5. Mengetahui sejarah perjalanan kenabian Muhammad saw.
dalam menerima wahyu-wahyu Al-qur`an dari Allah swt
melalui malaikat Jibril.

F. DAFTAR PUSTAKA
Achmad Abubakar, La Ode Ismail, Yusuf Assagaf. “’ulumul Qur`an :
Pisau Analisis Dalam Menafsirkan Al-Qur`an.” Semesta
Aksara, 2019, 67.
Al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur`an. Bogor: Litera
AntarNusa, 201
Mardan. Al-Quran Sebuah Pe 6. ngantar. Edited by Abd. Rauf Amin.
Jakarta: Mazhab Ciputat, 2010.
Nasrullah, Risqi Rahmatullah, Muh Imron abdussyukur, Istiadi.
Ulumul Qur`an Untuk Pemula. Edited by Syaiful Arief.
Cilandak, Jakarta Selatan, 2022.

43Mardan, Al-Quran Sebuah Pengantar, ed. Abd. Rauf Amin (Jakarta: Mazhab
Ciputat, 2010), 99.

32
Sayuti, al-Imam al. Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an. al-Qahirah: Dar al-
Suruq, 2002.
Umar, Nasaruddin. ULUMUL QUR`AN : Mengungkap Makna-Makna
Tersembunyi Al-Qur`an. Edited by M.Hamam Faizin
Muhammad Nasir. 1st ed. ciputat Jakarta Selatan: Al-
Ghazali Center, 2010.

33
BAB VI

PENGUMPULAN AL-QUR’AN

A. Pengertian Pengumpulan al-Qur’an


Proses pengumpulan al-Qur’an dikenal dalam bahasa arab
secara Etimologi al-jam’u berasal dari kata ‫يجمع‬-‫ جمع‬yang berarti
mengumpulkan, sedangkan secara terminologi para ulama
mengemukakan pendapat berbeda-beda. Menurut Az-Zarqani,
Jam’ul Qur’an memiliki dua pengertian, pertama mengandung
makna menghafal al-Qur’an dalam hati, dan kedua menuliskan
huruf demi huruf dan ayat demi ayat yang telah diwahyukan Allah
Swt kepada Nabi Muhammad dalam sebagian besar literatur yang
membahas tentang ilmu-ilmu al-Qur’an, istilah yang digunakan
untuk membuktikan arti penulisan, pembukuan, atau kodifikasi al-
Qur’an adalah Jam’u Al-Qur’an.44
Adapun yang dimaksud dengan pengumpulan
(pengkodifikasikan) Al-Qur’an di kalangan para ulama terbagi
kedalam dua pengertian yaitu:
1. Pengumpulan dalam arti Hifzuhu (mengahfalnya dalam
hati).
Periode ini dimulai dari awal turunnya Al-Qur’an. oleh
karena itu Rasulullah Saw adalah orang pertama yang
menghafalnya, Allah Swt menjamin akan mengumpulkannya di
dada Nabi Saw Allah berfiman:

44Nuril Anisa, “JAM ’ UL QUR ’ AN MASA NABI MUHAMMAD SAW” 2, no. 1


(2022): 93–100.

34
ْ
ٗ َ ٰ ْ ُ ْ َّ َ ُ ٰ َ َ َ َ ٗ َ ٰ ْ ُ َ ٗ َ ْ َ َ ْ َ َ َّ َ َ َْ َ َ ْ َ ُ َ
ۚ‫لا تح ِّرك ِّبهٖ ِّل َسانك ِّلتعجل ِّب ٖهٖۗ ِّان علينا جمعه وقرانهۚ ف ِّاذا قرأنه فات ِّبع قرانه‬

ٗ َ َ َ َ ْ َ َ َّ ُ
ٖۗ‫ثَّم ِّان علينا بيانه‬
Terjemah
Jangan engkau (Nabi Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk
membaca Al-Qur’an) karena hendak tergesa-gesa
(menguasai)-nya. Sesungguhnya tugas Kamilah untuk
mengumpulkan (dalam hatimu) dan membacakannya. Maka,
apabila Kami telah selesai membacakannya, ikutilah
bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya tugas Kami (pula)-
lah (untuk) menjelaskannya. (Q.S Al-Qiyamah 16-19).45
Ibn ‘Abbas mengatakan, Rasulullah sangat ingin segera
menguasai Al-Qur’an yang diturunkan. Ia menggerakkan bibirnya,
karena takut apa yang turun itu akan terlewatkan. Ia ingin segera
menghafalnya, maka Allah Swt menurunkan ayat di atas dengan
maksud bahwa kamilah yang akan mengumpulkannya di dadamu,
kemudian kami membacakannya. Dalam ungkapan yang lain
dikatakan, atas tanggungan kamilah yang membacakannya.
2. Pengumpulan dalam arti kitabuhu’ kullihi (penulisan Al-
Qur’an secara keseluruhan)
Ini dimaksudkan adalah baik dengan memisah-misahkan
ayat-ayat dan surah-surahnya, atau pun dengan menertibkan ayat-
ayatnya semata, baik setiap surah ditulis dalam satu lembaran
secara terpisah yang menghimpun semua surah yang sebagiannya
ditulis sesudah bagian yang lain.46

B. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah Saw


dan Khulafa’ Al Rasyidin.
1. Jam’ul Qur’an Pada Masa Rasulullah Saw
Pada masa awal dakwah Nabi Muhammad Saw, hanya
segelintir orang yang mendapatkan hidayah dan mereka membuat

45 Kementrian Agama, Qur’an Kemenag Al-Qur’an Dan Terjemahnya (jakarta:


pustaka lajnah, 2019), 577.
46 mardan, Al-Qur’an Sebuah Pengantar, ed. abd rauf Amin (jakarta: Mazhab

Ciputat, 2010), 57–58.

35
sebuah perkumpulan di rumahnya Arqam bin Abi al-Arqam untuk
memepelajari al-Qur’an, karena bahasa al-Qur’an adalah bahasa
Arab yang sudah biasa dipakai sehari-hari, dan apabila mendapat
kesulitan dalam mengartikan ayat-ayat al-Qur’an mereka akan
langsung bertanya kepada Rasulullah Saw.
Nabi Muhammad Saw, dibantu oleh sahabat yang
merupakan orang Arab murni sehingga mampu menghayati semua
keistimewaan bahasa Arab dan kesempurnaan panghafalan serta
kecerdasan memahami makna. pada masa ini belum lahir disiplin
ilmu ulumul Qur’an, yang terkodifikasi dalam karya-karya tertentu
dan diriwayatkan secara lisan.47
Para ulama berpendapat tentang Jam’ul Qur’an pada masa
Nabi yaitu pengumpulan wahyu yang diterima oleh Nabi
Muhammad Saw, melalui dua cara, yaitu: masa pengumpulan
dalam dada/ hafalan, dan masa pengumpulan dalam bentuk
tulisan. Upaya pelestarian al-Qur´an pada masa Nabi Muhammad
Saw, dilakukan oleh Rasulullah sendiri, setiap kali merima wahyu
dari Allah Swt. beliau secara langsung mengingat dan
menghafalkannya para sahabat mendengarkan bacaan al-Qur´an
secara berulang-ulang dari Rasulullah hingga mereka hafal.
Sebagian sahabat itu selain langsung menghafalnya, juga
mencatatnya dalam berbagai benda yang ditemuinya, seperti
pelepah kurma atau tulang belulang binatang. Setelah selesai
ditulis, Rasulullah meminta sahabat membacanya kembali di
hadapan beliau untuk dikoreksi benar salahnya tulisan. 48
Mengapa pada zaman Nabi Muhammad SAW Al-Qur’an
tidak dihimpun dalam satu mushaf? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, Az-Zarqani mengemukakan beberapa beberapa alasan:
a). Umat Islam belum membutuhkannya karena para qurra’

47 Nasiruddin Umar, Ulumul Qur’an Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi


Dalam Al-Qur’an, ed. M. hamam faizin muhammad nasir, 1st ed. (jakarta selatan:
al-ghazali center, 2010).
48 Muhammad Izzan, Ulumul Qur´an: Telaah Tekstualitas dan kontestualitas al-

Qur´an, (cet.3; Bandung: Tafakur, 2009), h. 69

36
banyak, hafalan lebih diutamakan daripada tulisan, alat tulis-
menulis sangat terbatas, dan yang lebih penting lagi, Rasul masih
hidup sebagai rujukan utama. b). Al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur selama lebih kurang 23 tahun, dan masih
mungkin ada ayat-ayat yang akan di-shakh oleh Allah SWT. c).
Susunan ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an tidaklah berdasarkan
kronologis turunnya.49
2. Jam’ul Qur’an pada masa Khulafa al-Rasyidin
a. Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab
Sepeninggal Rasulullah Saw, kaum muslimin melakukan
konsensus untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah
menggantikan Nabi. Pada masa awal pemerintahan Abu Bakar,
terjadi kekacauan dan pemberontakan oleh musailamah al-
Kazzab beserta pengikut-pengikutnya. Mereka menolak
membayar zakat dan murtad dari agama Islam. Karena itu ia
segera menyiapkan pasukan untuk menumpas gerakan tersebut.
Dari peperangan itu sekitar 70 sahabat gugur yang diyakini
memiliki hafalan Al-Qur’an yang dikenal dengan perang Yamamah
terjadi pada tahun ke 12 Hijriah. 50
Peristiwa tersebut membuat Umar merasa Khawatir,
sehingga ia mengusulkan kepada Abu Bakar agar segera
mengumpulkan dan membukukan Al-Qur’an karena jika hanya
mengandalkan hafalan dikhawatirkan akan musnah. Awalnya Abu
Bakar menolak usulan tersebut karena itu belum pernah dilakukan
oleh Nabi, akan tetapi umar terus membujuknya sehingga Allah
membuka hati Abu Bakar untuk menerima usulan tersebut.
Kemudian mulai lah mengumpulkan Al-Qur’an ke dalam satu
mushaf yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit. Zaid mengumpulkan

49 Yunahar Ilyas, Al-Qur’an Al-Karim, Sejarah Pengumpulan dan Metodologi


Penafsiran, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ulumul Qur’an pada
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 18 November
2008, hlm. 9
50 Mardan, Al-Qur’an Sebuah Pengantar, 61.

37
Al-Qur’an dari pelepas kurma, kepingan-kepingan batu, kulit
binatang, dan dari hafalan dari penghafal.51
b. Pada masa Utsman bin Affan
Pada masa Ustman pennyebaran Islam semakin meluas
hingga sampai ke daerah Asia dan Afrika Selatan ketika Utsman Ra
memegang tampuk pemerintahan. Demi berjalannya misi dakwah
Islam Utman ra mengirim beberapa sahabat ke daerah tersebut,
masing-masing sahabat mengajarakan Qira’ah, sebagaimana yang
mereka dengar dari Rasul. Dari sinilah, bacaan-bacaan Qira’ah
mulai dipopulerkan olaeh para sahabat di setiap daerah yang
mereka kunjungi. Perbedaan bacaan di kalangan umat Islam yang
dikunjungi para sahabat tersebut terjadi karena para sahabat yang
dikirim berbeda-beda, sehingga secara otomatis bacaan yang
mereka ajarkan pun bervariatif. Penduduk Syam membaca Al-
Qur’an mengikuti bacaan Ubai bin Ka’ab, penduduk Kufah
mengikuti bacaan Abdullah ibn Mas’ud, dan sebagian yamg lain
mengikuti cara bacaan Abu Musa Al-Asy’ari.52
Perbedaan pendapat yang terjadi tentang qiraah antara
umat Islam dari Irak dengan umat Islam dari Syam waktu perang
Armenia dilaporkan oleh Hudzaifah ibn al-Yaman kepada Khalifah
Utsman. Kalau tidak segera diatasi, dikhawatirkan pada masa yang
akan datang akan menimbulkan fitnah dan malapetaka besar bagi
umat. Mendengar laporan tersebut Utsman bin Affan memberi
keputusan untuk membentuk “panitia empat”, ketua tim Zaid ibn
Tsabit, anggota Abdullah ibn Zubair, Sa’ad ibn Ash dan
Abdurrahman ibn Harits ibn Hisyam. Tiga anggota berasal dari
suku Quraish dan Zaid berasal dari Madinah. Langkah Utsman
binAffan lainnya, selain membentuk “panitia empat” yaitu
membakar selain mushaf yang dikerjakan oleh panitia empat,
Dengan demikian kaum muslimin hanya mengenal satu musahaf

51Indah suci dan inayatul Aisye, “Jam’ul Qur’an Pada Masa Khulafa Al-Rasyidin
Dan Setelah Khulafa Al-Rasyidin” 2, no. 1 (2022): 114–15.
52Umar, Ulumul Qur’an Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Dalam Al-

Qur’an, 120.

38
saja yaitu mushaf Utsman bin Affan. Dibakarnya mushaf selain
yang disusun panitia empat karena Utsman merasa khawatir
apabila mushaf-mushaf yang lain itu beredar, akan menimbulkan
fitnah.53
Seperti diketahui bahwa mushaf Al-Qur’an pada masa
permulaan Islam belum mempunyai tanda-tanda baca dan baris.
Mushaf Utsmani wujudnya tidak seperti yang dikenal sekarang,
dilengkapi tanda-tanda baca. Ketika itu belum ada tanda-tanda
berupa titik sehingga sulit membedakan antara huruf Ya (‫)ي‬,
Ba(‫ )ب‬, Sin(‫ )س‬Syin (‫)ش‬, Tha (‫)ط‬, Dha (‫)ض‬, Jim (‫)ج‬, Ha (‫)ح‬, dan Kha
(‫)خ‬, dan seterusnya. Karena pada saat itu para sahabat belum
mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an, para sahabat
rata-rata masih mengandalkan hafalan dan ada kemungkinan
mushaf-mushaf itu jarang dibaca.54

C. DAFTAR PUSTAKA
Aisye, “Jam’ul Qur’an Pada Masa Khulafa Al-Rasyidin Dan Setelah
Khulafa Al-Rasyidin,.
Anisa,Nuril (2022) “JAM ’ UL QUR ’ AN MASA NABI MUHAMMAD
SAW”
Izzan, Muhammad Izzan, (2009) Ulumul Qur´an: Telaah
Tekstualitas dan kontestualitas al-Qur´an, (cet.3; Bandung:
Tafakur,
Ilyas, Yunahar ( 2008) Al-Qur’an Al-Karim, Sejarah Pengumpulan
dan Metodologi Penafsiran, Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar Ulumul Qur’an pada Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
Kementrian Agama, Qur’an Kemenag Al-Qur’an Dan
Terjemahnya (jakarta: pustaka lajnah, 2019), 577.

53 Aisye, “Jam’ul Qur’an Pada Masa Khulafa Al-Rasyidin Dan Setelah Khulafa Al-
Rasyidin,” 117.
54 Umar, Ulumul Qur’an Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Dalam Al-

Qur’an, 126.

39
Mardan, (2010) Al-Qur’an Sebuah Pengantar, ed. abd rauf Amin
Jakarta: Mazhab Ciputat,
Suci Indah Dkk ( 2022) “Jam’ul Qur’an Pada Masa Khulafa Al-
Rasyidin Dan Setelah Khulafa Al-Rasyidin”
Umar, Ulumul Qur’an Mengungkap Makna-Makna
Tersembunyi Dalam Al-Qur’an
Umar, Nasaruddin (2010) Ulumul Qur’an Mengungkap Makna-
Makna Tersembunyi Dalam Al-Qur’an, ed. M. hamam faizin
muhammad nasir, 1st ed. jakarta selatan: al-ghazali center,

40
BAB VII
MUHKAM DAN MUTASYABIH

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih


Muhkamat berasal dari bahasa Arab yang berbentuk jamak
dari kata “muhkam”, sedangkan mutasyabihat berasal dari bentuk
jamak kata “mutasyabih”. Secara harfiah, muhkam artinya “yang
dikokohkan” dan mutasyabih berarti “samar atau serupa”. Dalam
membedakan arti dari kata muhkamat dan mutasyabihat yang
berada dalam beberapa ayat Al-Qur’an terdapat perbedaan
pendapat di kalangan para ulama, sebagian ada yang
mengemukakan bahwa muhkam adalah “sesuatu yang sudah jelas
maknanya”, dan mustasyabih kebalikannya, yaitu “sesuatu yang
belum jelas maknanya”. Ada pula yang mengartikan muhkam
adalah sesuatu yang sudah dapat dipahami maksudnya secara
langsung maupun tidak langsung (melalui ta’wil), sedang
mutasyabih adalah sesuatu yang maksudnya dirahasiakan Allah.55
Secara istilah kata muhkam memiliki banyak definisi yang
disimpulkan menjadi dua. Pertama, suatu ungkapan yang sudah
jelas dan tegas maknanya, serta berdiri sendiri tanpa memerlukan
penjelasan, kedua lafaz yang kandungan maknanya tidak
mengandung keraguan. Sedangkan mutasyabih secara istilah juga

55Mardan, Al-Quran Sebuah Pengantar, ed. Abd. Rauf Amin (Jakarta: Mazhab
Ciputat, 2010), 103.

41
memiliki banyak pengertian, diantaranya teringkas menjadi empat
definisi, yaitu:
1. Suatu lafaz yang maknanya tidak jelas, karena ia satu lafaz
yang memiliki banyak makna atau karena mengandung
makna yang global, atau karena lain hal.
2. Suatu lafaz yang maknanya tidak berdiri sendiri, tetapi
membutuhkan penjelasan lain di luar lafaznya.
3. Suatu lafaz yang sulit ditafsirkan kandungannya karena
menyerupai hal lain di luar dirinya.
4. Suatu lafaz yang pada lahiriahnya tidak mengemukakan apa
yang dikehendaki atau yang dimaksud.56

B. Sikap ulama terhadap ayat Al-Mutasyabihat


Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai
muhkam dan mutasyabihat:
Pertama, ada yang menyatakan bahwa al-qur’an seluruhnya
muhkam dimana ayat-ayat mutasyabihatus shifat haurs
ditakwilkan dengan pegunaan bahasa yang pas dan sesuai dengan
sifat-sifatnya keagungan dan kesempurnaan Allah swt. dikuatkan
dengan (QS. Hud[11:1]).57
َّ ْ َ ُ ُ ٗ ُ ٰ ْ
َ َ ْ ُ ُْ ٰ
‫ا ۤل ٰرٖۗ ِّكت ٌب اح ِّك َمت ا ٰيته ثَّم ف ِّصلت ِّم ْن لدن ح ِّك ْي ٍم خ ِّب ْي ٍر‬
Terjemah :
Alif Lām Rā. (Inilah) Kitab yang ayat-ayatnya telah disusun
dengan rapi kemudian dijelaskan secara terperinci (dan
diturunkan) dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana lagi
Mahateliti.58
Kedua, ada yang menyatakan semua ayat al-Qur’an mutasyabihat
tidak boleh ditakwilkan, hakikat maknanya harus dikembalikan

56 Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, 1st ed. (Jakarta: PT Qaf Media Kreativa,
2017), 727–28.
57 Mardan, Al-Quran Sebuah Pengantar, 74.
58 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Lajnah

Pentashihan, 2019), 221.

42
sepenuhnya kepada Allah swt. didukung dengan (QS. Az-
Zumar:23).59
َّ ُ ُ ْ َ َ
ُ َّ َ َ ْ َ َ ْ ُ ُ ْ َ َْ َ َ َ
ۚ‫ث ِّكت ًبا ُّمتش ِّاب ًها َّمث ِّان َي تقش ِّع ُّر ِّمنه جل ْود ال ِّذين يخش ْون َربه ْم‬
ٰ ْ ‫ّٰلل َنَّز َل ا ْح َس َن ال َحد‬
‫ي‬ ُ‫اه‬
ِّ ِّ
ْ ٰ ُ ُ ُ ُ
ْ
‫ٖۗو َم ْن ُّيض ِّل ِّل‬ ِّ
‫ه‬
َ ‫اّٰلل َي ْهد ْي بهٖ َم ْن يَّ َشا ُۤء‬ ‫ى‬ ‫د‬
َ ُ َ ٰ ‫ه‬
‫ه‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫ٖۗذ‬
‫اّٰلل‬
ِّ ‫ر‬ ‫ك‬‫ذ‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ْ ‫ُثَّم َتل ْي ُن ُج ُل ْو ُد ُه ْم َوقل ْوبه‬
‫م‬
ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ
َ ْ َٗ َ َ ُ‫ه‬
‫اّٰلل فما له ِّمن ه ٍاد‬
Terjemah :
Allah telah menurunkan perkataan yang terbaik, (yaitu)
Kitab (Al-Qur’an) yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-
ulang.662) Oleh karena itu, kulit orang yang takut kepada
Tuhannya gemetar. Kemudian, kulit dan hati mereka
menjadi lunak ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk
Allah yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa
yang Dia kehendaki. Siapa yang dibiarkan sesat oleh Allah
tidak ada yan g dapat memberi petunjuk. 60
Ketiga, sebagian mereka berpendapat ada yang muhkam dan ada
pula yang mutasyabih, didukung dengan (QS. Al- Imran[3:7])61
ََ ٌ ٰ َ َ ُ ٰ ْ ُ ُ ٌ َ ْ ُّ ٌ ٰ ُ ْ ٰ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َّ َ ُ
‫ي ان َزل عل ْيك ال ِّكت َب ِّمنه ا ٰيت محك ٰمت هَّن ا ُّم ال ِّكت ِّب َواخ ُر ُمتش ِّب ٰهتٖۗ فاَّما‬ ْٓ ‫هو ال ِّذ‬
ْ َْ َ
َٗ َ َ ْ َْ ْ َ ُ ْ َ ََ َ ُ ََّ َ ٌ َ ُ ُ َ ْ َّ
‫ال ِّذين ِّف ْي قل ْو ِّب ِّه ْم ز ْيغ فيت ِّبع ْون َما تش َابه ِّمنه ْاب ِّتغا َۤء ال ِّفتن ِّة َو ْاب ِّتغا َۤء تأ ِّو ْي ِّل ٖهۚ َو َما َيعل ُم تأ ِّو ْيل ْٓه‬
ُ ُ َّ َّ َّ َ ْ ٌّ ُ َّ ٰ َ ُ ُ ْ ْ َ ُ ‫هُ َ ه‬ َّ
‫الر ِّسخ ْون ِّفى ال ِّعل ِّم َيق ْول ْون ا َمنا ِّبهٖ كل ِّم ْن ِّعن ِّد َر ِّبناۚ َو َما َيذك ُر ِّال ْٓا اولوا‬ ‫ِّالا اّٰللۘو‬

‫اب‬ ‫ب‬َ ‫ْال َا ْل‬


ِّ
Terjemah :
Dialah (Allah) yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an)
kepadamu (Nabi Muhammad). Di antara ayat-ayatnya ada
yang muhkamat,84) itulah pokok-pokok isi Kitab (Al-

59 Dkk Nasrullah, Ulumul Qur’an Untuk Pemula, ed. Syaiful Arief, 1st ed. (jakarta
selatan: program studi ilmu Al-qur’an dan tafsir,Fakultas Ushuluddin,Institut
PTIQ Jakarta, 2022), 75.
60 RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, 461.
61 Nasrullah, Ulumul Qur’an Untuk Pemula, 75.

43
Qur’an) dan yang lain mutasyabihat.85) Adapun orang-
orang yang dalam hatinya ada kecenderungan pada
kesesatan, mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat
untuk menimbulkan fitnah (kekacauan dan keraguan) dan
untuk mencari-cari takwilnya. Padahal, tidak ada yang
mengetahui takwilnya, kecuali Allah. Orang-orang yang
ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-
Qur’an), semuanya dari Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat
mengambil pelajaran, kecuali ulul albab.62

C. Contoh ayat ayat Muhkam dan Mutasyabih


Para ulama memberikan contoh ayat ayat Muhkam dalam
al-Qur’an melalui ayat ayat tentang halal, haram, hudud, janji dan
ancaman. Sedangkan contoh ayat ayat mutasyabih .
1. Qs Tohaa ayat 5
2. al-Qahshas ayat 88
3. al-Fatah ayat 10
4. al-an’am ayat 18

D. Hikmah adanya ayat ayat Muhkam dan Mutasyabih


Dari ayat 7 surah ali-imran dapat kita lihat hikmah yang
tersirat dan rahasia dibalik adanya muhkam dan mutasyabih di
dalam al-qur’an. Karena itu para ulama berusaha untuk
mnggalinya dan diantara sekian banyak hikmahnya adalah sebagai
berikut:
1. Memperlihatkan keagungan dan kebenaran al-Qur’an.
2. Sebagai salah satu beentuk ujian dari Allah swt.
3. Memberi kesempatan kepada umat Islam untuk mengkaji
dan meneliti ayat-ayat al-Qur’an.63

62 RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, 50.


63 Mardan, Al-Quran Sebuah Pengantar.

44
E. DAFTAR PUSTAKA
Harun, Salman. Kaidah-Kaidah Tafsir. 1st ed. Jakarta: PT Qaf
Media Kreativa, 2017.
Mardan. Al-Quran Sebuah Pengantar. Edited by Abd. Rauf Amin.
Jakarta: Mazhab Ciputat, 2010.
Nasrullah, Dkk. Ulumul Qur’an Untuk Pemula. Edited by Syaiful
Arief. 1st ed. jakarta selatan: program studi ilmu Al-qur’an
dan tafsir,Fakultas Ushuluddin,Institut PTIQ Jakarta, 2022.
RI, Kementrian Agama. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Jakarta: PT.
Lajnah Pentashihan, 2019.

45
BAB VIII
MUNASABAH DALAM AL-
QUR’AN

A. Pengertian Munasabah
Pengertian Munasabah dapat diambil dari Etimologi dan
Terminologi. Kata Munasabah secara Etimologi merupakan bentuk
masdar dari kata nasabah yang berarti Dekat. Menurut As-suyuthi
munasabah berarti Al-musyakalah (keserupaan) dan al-
muqarabah (kedekatan). Sedangkan Al-Zarkasyi sendiri
memberikan contoh seperti fulan yunasibu fulan, hal ini berarti
bahwa si A mempunyai hubungan dekat dengan si B dan
menyerupainya. Dari kata itu , lahir pula kata an-nasab yang
artinya kerabat atau mempunyai hubungan seperti dua orang
bersaudara. Istilah Munasabah dipakai pada istilah pengertian ‘Illa
dalam bab qiyas, Al wasf Al-muqarib li Al-hukm(gambaran yang
berhubungan dengan hukum.64 Adapun secara Terminologi dari
kalangan Ahli Ilmu al-Qur’an ada beberapa macam rumusan atau
pengertiannya;
1. Menurut Manna Al-Qathan, Al-Munasabah yaitu segi
pertalian antar kalimat-kalimat dalam satu ayat, atau antara
ayat dengan ayat antara banyak ayat, atau surat dengan

64 Jalaluddin Al-Suyuthi, “Al-Itqan Fi Ulum Al-Quran’,” n.d.

46
surat. Menurut pengertian tersebut, segi persesuaian pada
garis besarnya ada Tiga macam;
a. Persesuaian antara kalimat(Jumlah), yaitu persesuaian
antara kalimat-kalimat dalam satu ayat,
b. Persesuaian antara ayat maksutnya persesuaian antara satu
ayat dengan ayat berikutnya atau dengan ayat sesudahnya,
c. Persesuaian antara Surah, artinya persesuaian antara
pembuka surah dengan penutup surah sebelumnya atau
antara penutup surah dengan pembuka surah berikutnya.65
2. Menurut Ibn Al-‘Arabi, Munasabah adalah keterikatan ayat-
ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu
ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan
keteraturan redaksi merupakan satu ungkapan yang
memiliki satu makna dan keteraturan redaksi. Munasabah
merupakan ilmu yang sangat agung.
3. Menurut Al-Biqa’i (w. 885 H) didalam kitab Nazhm Ad-
Durar fi Tanasub al-Ayat wa as-Suwar “Ilmu munasabat al-
Qur’an adalah suatu ilmu yang darinya dapat diketahui
alasan-alasan dibalik susnan bagian-bagian al-Qur’an.66
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
munasaba adalah pengetahuan yang mengkaji tentang hubungan
antara ayat dengan ayat, antara hubungan surah dengan surah
lainnya dan juga kesatuan yang bagian-bagiannya yang saling
berkaitan.67 Melalui munasabah, kita dapat mengketahui kualitas
dan tingkat ke-balaghah-an bahasa al-Qur’an dan konteks kalimat-
kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta kesesuaian ayat
atau surah yang satu dari yang lain. Selain itu, munasabah dapat
membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an setelah
diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau
ayat yang lain.

65 MUIS SAD IMAN, AL-MUSABAH(CABANG ULUMUL QUR’AN), 2016.


66 CECE ABDULWALY, “MUNASABAH DALAM AL-QURAN,” n.d., 21.
67 ABDULWALY. MUNASABAH DALAM AL-QURAN

47
B. Macam-Macam Munasabah
Dalam garis besar, munasabah terbagi menjadi 5 macam
beserta contohnya, yaitu;
1. Antara surah dengan surah sebelumnya; contohnya dalam
surah Al-Fatihah ayat 2 dengan surah Al-Baqarah ayat 152
dan 186
2. Nama surah dengan tujuan turunnya; contoh surah Al-
Baqarah dengan surah Yusuf
3. Kalimat dengan kalimat dalam ayat; surah Al-Baqarah ayat
1-20
4. Ayat dengan ayat dalam satu surah, surah Al-Baqarah ayat
1-5 dengan surah Al-Ikhlas
5. Penutup surah terdahulu dengan awal uraian surah
berikutnya.68 Contohnya pada surah Al-Hadid ayat 1 dengan
surah Al-Waqiah ayat 96. 69

C. Manfaat mempealajari Ilmu Munasabah


Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, Munasabah
berarti hubungan kegunaan anatara bagian Al-Qur’an yang satu
dengan bagian yang lainnya. Oleh karena itu, Munasabah secara
garis besar terbagi menjadi dua;
1. Munasabah antara surah dalam surah,
2. Munasabah antara ayat dalam surah lainnya.70
Ilmu Munasabah sangatlah penting dalam penafsiran al-
Qur’an, yang berfungsi untuk memperlihatkan kesamaan antara
satu surah dengan surah berikutnya, antara kalimat dalam kalimat
satu ayat, dan juga keselarasan antara satu ayat dengan ayat
berikutnya. Para Ulama juga bersepakat bahwa al-Quran yang
sudah turun kurang lebih 13 abad lalu, dan menyimpan macam-
macam hukum, sebab, perbedaan dan juga hubungan erat, sampai

68 M.Ag Prof. DR. Mardan, Al-Qur’an Sebuah Pengantar, n.d.


69 Nabjibah nida nurjannah Uin sultan maulana hasanuddin BANTEN Banten,
“URGENSI Munasabah Ayat Dalam Penafsiran Al-Qur’an,” Al-Fath, n.d.
70 M. S. YUSUF, “Penggunaan Ilmu Munasabah Dalam Istinbath Hukum,” 2019.

48
asbab nuzulnya tidak perlu lagi dicari karena semua yang
bersangkutan itu sudah bisa mewakili.71
Adapun kegunaan mempelajari Munasabah, Dapat
mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema al-
Qur’an kehilangan relevansi antara satu bagian dan bagian yang
lainnya. Contohnya terhadap firman Allah Swt dalam surah Al-
Baqarah 2:189:
َُْ ْ َ ْ َْ َْ َّ ُ ْ َ َ ْ ُ َّ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ
‫اس َوالح ِّجٖۗ َولي َس ال ِّب ُّر ِّبان تأتوا‬ ْ
ِّ ‫۞ يس َٔـلونك ع ِّن الا ِّهل ِّةٖۗ قل ِّه َي مو ِّاقيت ِّللن‬
‫ه‬
َ‫اّٰلل‬ ُ َّ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ ُ ْ َ ٰ َّ َ َّ ْ َّ ٰ َ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ ُ ُ ْ
‫البيوت ِّمن ظهو ِّرها ول ِّكن ال ِّبر م ِّن اتقىۚ وأتوا البيوت ِّمن ابو ِّابهاۖ واتقوا‬
َ ُ ْ ُ ُ َّ َ َ
‫لعلك ْم تف ِّلح ْون‬
Artinya; Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad)
tentang bulan sabit.52) Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk)
waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Bukanlah suatu
kebajikan memasuki rumah dari belakangnya, tetapi
kebajikan itu adalah (kebajikan) orang yang bertakwa.
Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan
bertakwalah kepada Allah Swt agar kamu beruntung.
Orang yang membaca ayat tersebut pasti akan bertanya:
Apakah hubungan atau korelasi antara pembicaraan bulan sabit
dengan pembicaraan mendatangi suatu rumah. Dalam
menjelaskan munasabah antara kedua pembicaraan itu, Al-
Zarkasy menjelaskan:
1. Sudah diketahui bahwa ciptaan Allah Swt mempunyai
hikmah yang jelas dan mempunyai kemaslahatan bagi
hamba-hamba-Nya, maka tinggalkan pertanyaan tentang
itu, dan perhatikanlah sesuatu yang engkau anggap sebagai
kebaikan, padahal sama sekali bukan merupakan sebuah
kebaikan.”

71 dkk Muhammad Iqbal, Al-Qura’an Imanku, n.d.

49
2. Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian
al-Qur’an, baik antara kalimat atau antar-ayat maupun
antar-surah, sehingga lebih memperdalam pengetahuan
dan pengenalan terhadap kitab al-Qur’an dan memperkuat
keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3. Dapat mengetahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa
al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu
dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat atau surah
yang satu dari yang lain.
4. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan
kalimat atau ayat yang lain.

D. DAFTAR PUSTAKA
Abdulwaly, Cece. “Munasabah Dalam Al-Quran,” N.D., 21.
Al-Suyuthi, Jalaluddin. “Al-Itqan Fi Ulum Al-Quran’,” N.D.
Banten, Nabjibah Nida Nurjannah Uin Sultan Maulana Hasanuddin
Banten. “Urgensi Munasabah Ayat Dalam Penafsiran Al-
Qur’an.” Al-Fath, N.D.
Iman, Muis Sad. Al-Musabah(Cabang Ulumul Qur’an), 2016.
Muhammad Iqbal, Dkk. Al-Qura’an Imanku, N.D.
Prof. Dr. Mardan, M.Ag. Al-Qur’an Sebuah Pengantar, N.D.
Yusuf, M. S. “Penggunaan Ilmu Munasabah Dalam Istinbath
Hukum,” 2019.

50
BAB IX
NASIKH DAN MANSUKH

A. Pendahuluan
Dalam uraian M.Mardan, Sebelum membicarakan nasikh-
mansukh terlebih dahulu perlu digarisbawahi bahwa ulama
sepakat tentang tidak ditemukannya ikhtilaf dalam arti
“kontradiksi” dalam kandungan ayat-ayat al- Qur’an. Dalam
menghadapi ayat-ayat yang sepintas lalu dinilai memiliki gejala
yang kontradiksi, mereka dapat mengkompromikannya.
Pengkompromian tersebut ditempuh oleh satu pihak tanpa
menyatakan adanya ayat yang dibatalkan, dihapus, atau tidak
berlaku lagi, dan ada pula yang menyatakan bahwa ayat- ayat yang
turun kemudian telah membatalkan kandungan ayat sebelumnya,
akibat kerusakan kondisi sosial. Apa pun cara rekonsiliasi
tersebut, pada akhirnya mereka sepakat bahwa tidak ada
kontradiksi dalam ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini, karena disepakati
bahwa syarat kontradiksi, antara lain adalah: persamaan subjek,
objek, waktu, syarat, dan lain-lain. 72

B. Pengertian Nasikh dan Mansukh


Nasikh-mansukh berpangkal dari akar kata naskh. Dari segi
etimologi, kata ini dipakai untuk beberapa pengertian, yaitu:
pembatalan, penghapusan, pemindahan, dan pengubahan.

72 M. Mardan, al-Qur’an Sebuah Pengantar, ( Jakarta : Mazhab Ciputat 2010


)h.109

51
Menurut Abu Hasyim, pengertian hakiki Nasikh-mansukh, adalah
“penghapusan”, sedang pengertian majazinya adalah “pemindahan
atau pengalihan”. Pengertian etimologios tersebut, ada di
antaranya yang dibakukan menjadi pengertian terminologis.
Perbedaan term yang ada antara ulama mutaqaddimin dengan
ulama mutaakhkhirin terkait pada sudut pandang masing-masing
dari segi etimologis dari kata naskh tersebut.
Dalam al-Qur’an, kata naskh dalam berbagai bentuk kata
jadiannya digunakan sebanyak 4 kali, yaitu: QS al-Baqarah,2:106;
QS al-A’raf,7:154; QS al-Hajj,22:52; dan QS Jas\iyyah,45:29. Naskh
berarti sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan
dan
sebagainya; sedangkan mansukh berarti sesuatu yang
dibatalkan, dihapus, dipindahkan, dan sebagainya. Menurut al-
Imam al-Zarqani, nasikh-mansukh berarti “raf’ul hukm al-syar’i bi
dalil syar’i” (menghapus hokum syara dengan hokum syara yang
lain).
Masalah adanya naskh-mansukh dalam al-Qur’an, ulama
berbeda pendapat. Ada yang mendukungnya dan ada pula yang
menolaknya. Para pendukung naskh mengemukakan QS al-
Baqarah, 2:106 sebagai dalil mereka.
‫ر‬
‫اّللَ عَ لَ ى كُ ل‬ ْ ‫أَو نُ نْ س َه ا ََنْت ِبَ ْير م نْ َه ا‬
َ َ‫أَو م ثْ ل َه ا أَلَْ تَ عْ لَ مْ أَن‬ ْ ‫مَ ا نَ نْ سَ ْخ م ْن آيَة‬
‫شَ ْي ءر قَد ير‬
Terjemah :
Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan
(manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik
daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah
kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu?

Menurut para pendukung naskh, “ayat” yang di-naskh itu


adalah ayat al-Qur’an yang mendukung ketentuan-ketentuan
hukum. Penafsiran ini berbeda dengan penafsiran mereka yang
menolak adanya naskh dalam pengertian terminology di atas

52
dengan menyatakan bahwa “ayat” yang dimaksud adalah mukjizat
para Nabi.
Ulama yang tidak mengakui adanya naskh dalam al-Qur’an,
pada umumnya, dari ulama mutaakhkhirin, di antaranya adalah
Abu Muslim al-Asfahani. Alasan-alasan mereka adalah sebagai
berikut:
1. Kalau ada ayat yang mansukh berarti dalam al-Qur’an ada
ayat yang batal, sementara pada yang demikian mustahil
terjadi. Hal ini dijelaskan Allah dalam QS Fussilat, 41:42.
‫َل َيْت يه ا لْب اط ل م ن ب ي ي دَ ي ه و َل م ن خ لْ ف ه تَ نْ زيل م ن ح ك ي رم ََح يدر‬
َ ْ َ ْ َ ْ َ َْ ْ ُ َ َ
Terjemah:
Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari
depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb
Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
2. Al-Qur’an adalah Syariat yang kekal.
3. Kebanyakan hukum-hukum dalam al-Qur’an bersifat kulli,
bahkan juz’iyyah, atau khas, sedang penjelasan-
penjelasannya bersifat ijmali, bahkan tafsili.
4. Adapun yang dimaksud kata “ayat” dalam QS al-
Baqarah,2:106, itu adalah “mukjizat”.
Dengan demikian, para penolak adanya naskh dalam al-
Qur’an dari saat ke saat membuktikan kemampuan mereka dalam
mengkompromikan ayat-ayat al-Qur’an yang tadinya dinilai
kontradiktif. Sebagian dari usaha mereka itu telah diterima secara
baik oleh para pendukung naskh sendiri, sehingga jumlah ayat
yang masih dinilai kontradiktif oleh para pendukung naskh, dari
hari ke hari semakin berkuarang. Ulama menyepakati bahwa ayat-
ayat al- Qur’an baru dikatakan kontradiktif apabila memenuhi
beberapa syarat, antara lain: adanya persamaan subjek, objek,
waktu, syarat, dan lain-lain.

C. Jenis-jenis Naskh
Masalah pertama yang ingin disoroti pada bagian ini, ialah
adanya naskh antara satu syari’at dengan syari’at lainnya. Masalah

53
pertama yang ingin disoroti pada bagian ini adalah adanya naskh
antara satu syari’at dengan syari’at lainnya. Hal ini terjadi,
misalnya, antara syari’at Nabi Isa a.s. dengan syari’at Nabi Musa
a.s., dengan kata lain, antara hokum agama Kristen dengan hukum
agama Yahudi yang lebih dahulu adanya. Dalam hubungan ini,
dapat dikatakan bahwa bilamana diikrarkan agama Islam sebagai
syari’at kita dengan sendirinya berarti kita mengaku adanya naskh
itu, karena syari’at- syari’at sebelumnya tidak akan kita anut lagi
dan segala hokum- hukumnya tidak akan diberlakukannya lagi
sepanjang tidak dikukuhkan kembali oleh syari’at Nabi
Muhammad Saw.
Jadi adanya nasikh-mansukh antar syari’at-syari’at itu
adalah salah satu bentuk naskh. Hal semacam ini, jika ditinjau dari
segi pendekatan ilmu hukum, sangat jelas juga adanya, yakni
dalam hal pengertian satu pemerintahan/Negara dengan
pemerintahan/Negara lain; misalnya, pengertian pemerintahan
colonial Hindia-Belanda dengan pemerintahan Nasional Republik
Indonesia. Dalam hubungan ini, soal kedaulatan, hukum dasar dan
hukum-hukum yang langsung yang berhubungan dengan
kedaulatan itu, serta hukum-hukum lainnya sepanjang tidak
dikukuhkan oleh pemerintah yang baru itu, semuanya dicabut dan
tidak diberlakukan lagi.
Jika kita sudah melihat adanya nasikh-mansukh antar
syari’at, apakah di dalam satu syari’at terjadi juga nasikh-mansukh
antara hukum yang satu dengan hokum yang lainnya? Dalam
masalah ini, jika kita kembali kepada syari’at Islam sendiri, kita
akan menemui beberapa kasus yang dapat memberikan jawaban
atas kasus ini. Jika kita sudah melihat adanya nasikh-mansukh
antar syari’at, apakah di dalam satu syari’at terjadi juga nasikh-
mansukh antara hukum yang satu dengan hokum yang lainnya?
Dalam masalah ini, jika kita kembali kepada syari’at Islam sendiri,
kita akan menemui beberapa kasus yang dapat memberikan
jawaban atas kasus ini.

54
1. Kaum Muslim sesudah hijrah ke Madinah berkiblat kea rah
Bait al-Muqaddas. Sekitar enam bulan kemudian,
ditetapkan ketentuan lain, yaitu keharusan berkiblat
kearah Bait al-Haram (QS al-Baqarah,2:114). Hal ini berarti
bahwa telah terjadi nasikh- mansukh dalam hokum kiblat.
2. Kasus yang digambarkan di atas, menyangkut bidang
ibadah. Selanjutnya, dalam bidang muamalat, dapat pula
dicatat beberapa kasus, misalnya, dalam bidang hokum
keluarga. Semua ditetapkan masa tenggang (‘iddah) bagi
seorang janda, lamanya satu tahun (QS al-Baqarah,2:240),

‫اج ا َو ص يَ ةً ِل َْز َواج ه مْ مَ تَ اعً ا إ َل ا ْْلَ ْو ل غَ ْيَ إ ْخ َرا رج‬


ً ‫أَز َو‬ َ ‫َوالَذ‬
ْ ‫ين يُ تَ َو فَ ْو نَ م نْ كُ مْ َو يَذَ ُرو َن‬
‫اّللُ عَ زيز َح ك يم‬
َ ‫وف َو‬ ‫فَإ ْن خ رج ن فَ َل ج نَ اح ع لَ ي كُ م ف م ا فَ ع لْ ن ف أَنْ فُ س ه نَ م ن م ع ر ر‬
ُْ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ َ ُ َ ْ ََ
Terjemahnya.
240. Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara
kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk
isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun
lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan
tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa
bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan
mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Beberapa waktu kemudian ditetapkan ketentuan lain
bahwa masa tenggang iddah-nya bagi seorang janda itu, ialah 4
bulan 10 hari (QS al-Baqarah,2:234).
‫أَربَ عَ ةَ أَ ْش هُ رر َو عَ ْش ًرا فَإ ذَ ا‬
ْ َ‫ص نَ ِبَنْ فُ س ه ن‬ ْ َ‫اج ا يَ ََتَب‬ ْ َ‫ين يُ تَ َو فَ ْو َن م نْ كُ مْ َو يَذَ ُرون‬
ً ‫أَز َو‬ َ ‫َوالَذ‬
‫اّللُ ِبَا تَ عْ َم لُو َن‬
َ ‫ْم عْ ُروف َو‬
َ ‫يم ا فَ عَ لْ نَ ف أَنْ فُ س ه نَ ِب ل‬
َ ‫أَج لَ هُ نَ فَ َل جُ نَ احَ عَ لَ يْ كُ مْ ف‬
َ ‫بَ لَ غْ َن‬
‫َخ ب ي‬

Terjemahnya.
234. Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu)
menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh
hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada
dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat

55
terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui
apa yang kamu perbuat.
Dari kasus-kasus di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
memang terbukti adanya nasikh-mansukh yang sifat intern dalam
syari’at yang satu itu, yakni beberapa ketentuan hokum yang
sudah berlaku pada suatu ketika, kemudian dicabut, atau berakhir
masa pemberlakuannya dan diganti dengan ketentuan hokum
yang lain. Hal seperti ini, jika dilihat dari sudut pendekatan ilmu
hokum, adalah hal yang lumrah dan banyak terjadi, yaitu bahwa
sesuatu undang-undang atau peraturan hokum lainnya dicabut,
atau dinyatakan tidak berlaku lagi, kemudian diganti dengan
menetapkan undang-undang atau peraturan lain dalam hal yang
dahulunya diatur oleh peraturan terdahulu itu.
Yang dipersoalkan lebih jauh dalam masalah nasikh-
mansukh yang bersifat intern itu, ialah nasikh-mansukh antara al-
Qur’an dengan hadis Nabi saw. Adanya nasikh-mansukh antara
satu ayat yang memuat ketentuan hukum dalam al-Qur’an dengan
ayat lain, yang juga memuat ketentuan hukum dalam soal yang
sama, adalah satu hal yang tidak diperselisihkan lagi. Demikian
pula adanya nasikh-mansukh antara satu hadis yang memuat
ketentuan hokum dalam sunnah dengan hadis lain, yang juga
memuatketentuan hokum dalam soal yang sama, adalah suatu hal
yang tidak diperselisihkan lagi.
Masalah yang menimbulkan perbedaan pendapat antara
para ulama, ialah adanya nasikh-mansukh silang antara al-Qur’an
denga hadis Nabi saw. Dalam hubungan ini, jika disimak alasan
masing- masing pihak, mungkin dapat ditarik satu garis, bahwa
faktor utama terjadinya perbedaan pendapat dalam masalah ini
adalah pandangan masing-masing tentang kedudukan khirarki al-
Qur’an dan Sunnah dalam syari’at itu sendiri. Karena ada semacam
kesepakatan bahwa di dalam nasikh-mansukh, kedua unsurnya
harus samatingkatnya, sama nilai, dan sifatnya. Lembaga
mutawatir dan ahad termasuk factor yang dipertimbangkan.
Jalan pikiran seperti ini terdapat juga di kalangan para ahli

56
hukum, bahwa sesuatu peraturan hokum tidak dapat dicabut
dengan peraturan hokum lain yang lebih rendah tingkatnya,
demikian juga lembaga yang memproduk peraturan hokum itu,
menjadi factor pertimbangan.
Berdasarkan uraian di atas, satu hal perlu secara dini
dicatat bahwa setelah wafatnya Rasulullah saw., maka tidak ada
lagi nasikh- mansukh yang mungkin terjadi pada syari’at Islam.
Jenis nasikh- mansukh yang diuraikan di atas, adalah menyangkut
segi formalnya.
Adapun jenis lain, yang menyangkut segi materialnya, ada
yang bersifat eksklusif (sarih) ada juga yang sifatnya inklusif
(dimni). Dalam jenis yang sifatnya ekslusif, nasikh itu langsung
menunjuk atau menjelaskan mansukh-nya. Misalnya, dalam
hokum kiblat, ketentuan yang mansukh (dicabut) ditunjuk secara
langsung; sedang ketentuan yang nasikh (mengganti) ditetapkan
secara jelas dalam (QS al-Baqarah,2:142).
َ ‫سَ يَ قُ و ُل ال سُّ فَ هَ اءُ م َن ال نَاس مَ ا َو َل هُ مْ عَ ْن ق بْ لَ ت ه مُ الَت كَ انُوا عَ لَ يْ َه ا قُلْ َّلل ا ل‬
‫ْم ْش ر ُق‬
‫س تَ ق ي رم‬ ‫ر‬
ْ ُ‫ب يَ ْه د ي مَ ْن يَشَ اءُ إ َل ص َراط م‬ ُ ‫ْم غْ ر‬
َ ‫َوا ل‬
Terjemahnya.
Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan
berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam)
dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah
berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah
timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".
Ini contohnya dari al-Qur’an. Contoh lain, dari sunnah,
misalnya, hokum ziarah kubur. Di dalam hadis Nabi saw.
disebutkan bahwa “Pernah aku melarang kalian melakukan ziarah
kubur, sekarang lakukanlah” (Lihat Jami’ al-S{ahih oleh Imam
Muslim). Berbeda dengan hal tersebut di atas, nasikh yang sifatnya
inklusif, tidak memuat penegasan di dalamnya bahwa ketentuan
yang mendahuluinya dicabut olehnya, tetapi isinya cukup jelas
bertentangan dengan ketentuan yang mendahuluinya itu. Jenis
nasikh-mansukh yang seperti inilah yang banyak ditemukan dalam

57
hokum syari’at.

D. Hikmah adanya Nasikh dan Mansukh


Menurut ulama ulum al-Qur’an, Nasikh dan mansukh
memiliki hikmah yang penting untuk diketahui. Masuk kategori
penting sebab seorang muslim yang tidak mengetahui hikmah
tersebut, bisa terjerumus pada tindakan menghujat Al-Quran
sebab menganggap di dalam Al-Quran dianggap ada ayat yang tak
lagi berguna.
Menurut Imam As-Suyuthi di dalam kitab al Itqan Fi ulum al-
Qur’an hikmah dari keberadaan nasakh dan mansukh atau ayat
yang hanya dibatalkan hukumnya saja, sementara status ayatnya
masih ada di dalam Al-Quran: Pertama, untuk menunjukkan
bahwa antara ayat dan hukum yang dikandungnya memiliki fungsi
sendiri-sendiri. Ayat fungsinya adalah untuk dibaca. Membaca ayat
Al-Quran tanpa memahami maknanya, tetap memperoleh pahala
tersendiri. Sedang hukum yang dikandung ayat tersebut berfungsi
untuk dipelajari dan diamalkan.
Pada saat suatu ayat dibatalkan kandungan maknanya dan
status bunyi ayatnya masih dinyatakan termasuk bagian dari Al-
Quran, sehingga tatkala membaca ayat tersebut tetap terhitung
ibadah, pembaca Al-Quran akan tahu bahwa keutamaan ayat-ayat
Al-Quran tidak bergantung sepenuhnya terhadap makna yang
dikandungnya. Namun juga bergantung bahwa ayat itu merupakan
firman Allah dan dinyatakan sebagai ayat suci Al-Quran. Kedua,
proses pencabutan serta pembatalan suatu hukum umumnya
disertai pergantian ke hukum yang lebih ringan, sebagaimana
dalam contoh di atas. Pencabutan suatu hukum tanpa disertai
pencabutan status bunyi ayatnya, dapat menjadi pengingat bagi
manusia terhadap keberadaan rahmat Allah Swt kepada hamba-
Nya berupa proses memberi keringanan dalam melakukan
kewajiban.

58
BAB X
PERUMPAMAAN DALAM AL-
QUR’AN

A. Pengertian Perumpamaan
Perumpaman dalam bahasa arab diungkap menggunakan
kata amtsal yang terambil dari akar kata dengan huruf-huruf mim,
£a, lam. struktur huruf-huruf ini mengandung makna
“perbandingan antara sesuatu dengan sesuatu yang lainnya, atau
antara ini dengan itu.” Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal.
Kata matsal, mitsal, dan matsil adalah sama dengan term syabah,
syibh, dan syabih,73 baik lafal dan maknanya. Dengan demikian,
amtsal dari sudut leksikalnya berarti “menyerupakan sesuatu
(seseorang, keadaan) dengan yang lain dari apa yang terkandung
dari perkataan itu, guna diambil ibrah atau pelajaran dari
peristiwa dan penjelasannya.”74 Misalnya, “‫”رب رمية من غير راء‬
(betapa banyak lemparan panah yang mengena tanpa sengaja).
Artinya, betapa banyak lemparan panah yang mengenai sasaran
itu dilakukan oleh seorang pelempar yang biasanya tidak tepat
lemparannya.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mendefinisikan am£al al-Qur’an
dengan “menyerupakan sesuatu dengan sesuati yang lain dalam

73 Abu’ al-H’usain Ah’mad bin Fa’ris bin Zakariya’’, Mu’jam Maqa’yis Al-Lugah Juz
V, II (Mesir: Mus’t’afa’ al-Ba’b al-Halabi’ wa Syarika’hu’, 1972), 296.
74 Syekh Muhammad ’Abduh, Tafsi’r Al-Mana’r (Cairo-Mesir: Da’r al-Taufiqiyyah,

2003), 236.

59
hal yang indrawi (konkrit, makhs’us’), atau mendekatkan salah
satu dari dua makhs’us dengan yang lain dan menganggap salah
satunya itu sebagai yang lain.”75 Salah satu ulama yaitu Syaikh ‘Izzu
ad-Din juga menyatakan, adanya amtsal al-Qur’an merupakan
bentuk nasihat dan peringatan dari Allah Swt.
Kata amtsal menurut ahli balaghah ialah kesamaan makna
antara satu hal dengan yang lainnya karena kesepadanan sifat atau
kedekatan tujuan. Dalam pengertan lain juga disebutkan sebagai
mengekspresikan makna, pesan atau ide melalui bentuk indera
sehingga tampak menarik dan indah.76 Kemudian menurut para
ahli tafsir ialah pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang
indah, singkat dan menarik, berbentuk tasybih ataupun majaz
yang mengena pada jiwa.77

B. Macam-macam Amtal dalam Al-Qur’an


Mengenai macam-macam am£al terdapat dua pendapat.
Menurut al-Suyuthi terdapat dua kategori yaitu mus’arrahah dan
kaminah, sedangkan oleh Manna al-Qattan menjadikan am£al tiga
kategori yaitu mus’arrahah (jelas), kaminah (tersimpan) dan
mursalah, yang kemudian akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Am£al Mus’arrah’ah, yaitu bentuk yang di dalamnya
terdapat lafaz yang jelas menunjukkan adanya
perumpamaan. Berikut contohnya dalam al-Qur’an.
Perumpamaan orang-orang munafik seperti api dalam QS.
Al-Baqarah/2: 17
ُ ُ ‫ْ َ ْ َ َ َ ً َ َ َّ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ٗ َ َ َ ه‬ َّ َ َ َُ
‫اّٰلل ِّبن ْو ِّر ِّه ْم‬ ‫َمثل ُه ْم ك َمث ِّل ال ِّذى استوقد ناراۚ فلمآْ اضاۤءت ما حوله ذهب‬
َ
َ
‫ص ُر ْون‬ ْ ُ َّ ٰ ُ ُ ْ ُ َََ
ِّ ‫وتركهم ِّف ْي ظلم ٍت لا يب‬

75 Nurchalish Madjid, Pengantar Studi Al-Qur’an: Memahami Al-Qur’an Secara


Utuh (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1997), 179.
76 Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an: Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al-

Qur’an (Jakarta Selatan: Al-Ghazali Center, 2010), 123.


77 Ahmad Syadzali and Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an I (Bandung: Pustaka Setia,

n.d.), 35.

60
“Perumpamaan mereka seperti orang yang menyalakan api.
Setelah (api itu) menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan
cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka
dalam kegelapan, tidak dapat melihat.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim dan lainnya dari Ali bin
Abi Thalhah dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Allah menyampaikan
dalam ayat ini perumpamaan bagi orang-orang munafik. Dulu
mereka berbangga dengan anak-anaknya, memberi mereka
warisan dan membagi kepada mereka fai’. Tapi ketika orang-orang
Islam meninggal dunia maka Allah mengambil keagungan Islam
dari diri mereka sebagaimana api yang padam dan tidak bercahaya
lagi.”78
Berdasarkan ayat di atas, M. Quraish Shihab memaknai kata
ma£al sebagai perumpamaan yang aneh dalam arti yang
mengherankan bahkan menakjubkan karena banyak mengandung
makna.79
Satu contoh ayat lain terdapat pada QS. Al-Baqarah/2: 261
ُ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َّ َ َ َ ‫ه‬ ُ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َّ ُ َ َ
ْ ْۢ
‫اّٰلل كمث ِّل حب ٍة انبتت سبع سن ِّابل ِّفي ك ِّل‬ َ ِّ ‫مثل ال ِّذين ُين ِّفقون اموالهم ِّفي س ِّبي ِّل‬
ْ َ ْ ْ

َ ُ ‫ٖۗو ه‬
َ ‫ضع ُف ل َم ْن يَّ َشا ُۤء‬ ٰ ُ ُ ‫َ ُ َ َّ َ ه‬ َ ُْ ُ
‫اّٰلل َو ِّاس ٌع ع ِّل ْي ٌم‬ ِّ ِّ ‫سنْۢبل ٍة ِّمائة حب ٍةٖۗ واّٰلل ي‬
“Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di
jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur)
sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada
setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan
(pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi
Maha Mengetahui.”
Perumpamaan pada ayat di atas sangat jelas, menjelaskan
tentang Allah Swt. akan mengganjarkan setiap perbuatan baik
akan dilipatgandakan, sebagaimana seorang petani yang
menaburkan benih di atas tanah yan subur dan pasti akan

78 Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an: Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al-


Qur’an (Jakarta Selatan: Al-Ghazali Center, 2010), 130.
79 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an

Jilid 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2012), 114.

61
menghasilkan buah yang melimpah.80
Kemudian perumpamaan kebenaran dan kebatilan dalam
QS. Ar-Ra’d/13: 17
َّ َ ً َّ ً َ َ ُ ْ َّ َ َ َ ْ َ َ َ َ ٌ َ ْ َ ْ َ َ َ ً َ َ َّ َ َ َ ْ َ
‫ٖۗو ِِّما‬
‫انزل ِّمن السما ِّۤء ماۤء فسالت اودِّ ية ْۢ ِّبقد ِّرها فاحتمل السيل زبدا ر ِّابيا‬

ََّ ْ ُ ‫َ َ ٌ ْ ُ ٗ َ ٰ َ َ ْ ُ ه‬ َ َ ْ َ َّ ََ َ ُ
‫اّٰلل الحق‬ ‫ُي ْو ِّقد ْون عل ْيهِّ ِّفى الن ِّار ْاب ِّتغا َۤء ِّحل َي ٍة ا ْو َمت ٍاع زبد ِّمثلهٖۗ كذ ِّلك يض ِّرب‬

َْْ ُ ُ ْ َ َ َ َّ ُ َ ْ َ َ ََّ َ ً َ ُ ُ َ ْ َ َ ُ َ َّ ََّ َ َ َْ َ


ٖۗ‫اطل ەٖۗ فاما الزبد فيذهب جفاۤءۚواما ما ينفع الناس فيمكث ِّفى الار ِّض‬ ِّ ‫والب‬
َ َ َْ ُ‫َ ٰ َ َ ْ ُ ه‬
ٖۗ‫اّٰلل الا ْمثال‬ ‫كذ ِّلك يض ِّرب‬
“Dia telah menurunkan air dari langit, lalu mengalirlah air itu
di lembah-lembah sesuai dengan ukurannya. Arus itu
membawa buih yang mengambang. Dari apa (logam) yang
mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-
alat, ada (pula) buih seperti (buih arus) itu. Demikianlah
Allah membuat perumpamaan tentang hak dan batil. Buih
akan hilang tidak berguna, sedangkan yang bermanfaat bagi
manusia akan menetap di dalam bumi. Demikianlah Allah
membuat perumpamaan.”
Allah Swt. mengumpamakan yang benar dan yang batil
dengan air dan buih atau dengan logam mencair dan buihnya. Yang
benar sama dengan air atau logam murni yang batil sama dengan
buih air atau tahi logam yang akan lenyap dan tidak ada gunanya
bagi manusia.
2. Am£al Kaminah, yaitu perumpamaan dimaknai dengan
sesuatu yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas
lafaz atau huruf yang merujuk pada perumpamaan, tetapi
masih mengandung arti penyerupaan dengan maksud yang
indah, simple dan bersifat umum.81
Ayat yang terdapat jenis am£al kaminah ialah QS. Al-
Baqarah/2: 68

80Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-’Adzim Juz I, I (Kairo: Dar al-Hadits, 2003), 391.
81Manna‘ Al-Qat’t’an, Maba’hit Fi’ ’Ulu’m Al-Qur’a’n: Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an
(Jakarta: Ummul Qura, 2017), 284.

62
ْ َ ٌ َ َّ ٌ َ َ َ َّ ُ ْ ُ َ ٗ َّ َ َ َ َ َّ ْ َ ُ َ ََّ َ َ ُ ْ ُ َ
َّ
ٖۗ‫قالوا ادع لنا ربك يب ِّين لنا ما ِّه َيٖۗ قال ِّانه يقول ِّانها بق َرة لا ف ِّارض ولا ِّبك ٌر‬
َ ُْ ُ َ ْ َ َ ٰ َ ٌ َ َ
‫ان َب ْين ذ ِّلكٖۗ فافعل ْوا َما تؤ َم ُر ْون‬
ْۢ ‫عو‬
“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk
kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi) itu.”
Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman bahwa sapi itu
tidak tua dan tidak muda, (tetapi) pertengahan antara itu.
Maka, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.”
Pada ayat di atas berkenaan dengan ciri-ciri seekor sapi
yang diperintahkan oleh Allah Swt.82 ayat di atas tidak disebutkan
secara jelas kata ma£al, tetapi menyebutkan gambaran
perumpamaan yang mudah dipahami oleh objek al-Qur’an. Hal ini
sama seperti istilah “kamu 11 12”. Penyebutan ini bukan
bermaksud pada suatu angka, tetapi dapat dipahami sebagai
ungkapan tentang kedekatan atau kemiripan yang tidak
berjauhan.
Contoh ayat lain yang mengandung am£al kaminah
terdapat pada QS. Al-Isra’/17: 110
ْ َ َ ٰ ُْ َ َْ َُ َ ُ َْ َ ْ َّ ُ ْ َ َ‫ه‬ ُ ْ ُ
‫الرح ٰم َنٖۗ ا ًّيا َّما تدع ْوا فله الا ْسما ُۤء الح ْسنىۚ َولا تج َه ْر‬ ‫اّٰلل ا ِّو ادعوا‬ ‫ق ِّل ادعوا‬
ً َ ٰ َ َ ْ َ ُ َ َ َ َ
‫ِّبصل ِّاتك َولا تخ ِّافت ِّب َها َو ْابت ِّغ َب ْين ذ ِّلك َس ِّب ْيلا‬
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Serulah ‘Allah’ atau
serulah ‘Ar-Raḥmān’! Nama mana saja yang kamu seru,
(maka itu baik) karena Dia mempunyai nama-nama yang
terbaik (Asmaulhusna). Janganlah engkau mengeraskan
(bacaan) salatmu dan janganlah (pula) merendahkannya.
Usahakan jalan (tengah) di antara (kedua)-nya!”
3. Am£al Mursalah, yaitu kalimat yang bebas, tidak
menggunakan kata-kata tasybih dengan jelas tetapi
berfungsi sebagai ma£al yang mengandung peringatan dan
pelajaran.
Salah satu contoh ayatnya ialah QS. Al-Najm/53: 43

82 Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-’Adzim Juz I, 141.

63
ٰ َ َ َ ْ َ ُ ٗ ََّ
‫َوانه ه َو اضحك َوا ْبكى‬
“bahwa sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang
tertawa dan menangis,”
Kemudian juga terdapat pada QS. Ali ‘Imran/3: 92
َ َ ‫َ ْ َ َ ُ ْ َّ َ ه ُ ْ ُ ْ َّ ُ ُّ ْ َ َ َ ُ ْ ُ ْ ْ َ ْ َ َّ ه‬
‫اّٰلل ِّبهٖ ع ِّل ْي ٌم‬ ‫ت بونٖۗوما تن ِّفقوا ِّمن شي ٍء ف ِّان‬ ِّ‫لن تنالوا ال ِّبر حتى تن ِّفقوا ِِّما ح‬
“Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang
sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta
yang kamu cintai. Apa pun yang kamu infakkan,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya.”

C. Tujuan dan Manfaat mempelajari Am£al


Berdasarkan para ahli balaghah, tujuan dari am£al di
antaranya ialah menyampaikan pesan dengan bahasa yang
singkat, padat, akurat, mempesona dan penuh makna,
mempermudah pemahaman dan mempercepat proses
menyampaikan pesan kepada para pendengar, bersenang-senang
dengan keindahan bahasa, ingin menyampaikan sebuah wacana
atau doktrin keagamaan, menganjurkan suatu perbuatan yang
mulia dengan hal-hal yang menarik dan mempesona, atau
menakut-nakuti perbuatan buruk dengan hal-hal yang keji dan
mengerikan, serta menggugah daya nalar seseorang agar mau
menggunakan otaknya dengan baik. Kemudian menurut al-
Zarkasyi dalam Al-Burhannya menyampaikan bahwa am£al dalam
al-Qur’an memiliki banyak tujuan antara lain; sebagai pengingat,
mau’izhah, anjuran, larangan, pelajaran, penetapan hukum, pujian,
celaan dan sebagainya.83
Am£al ada dalam al-Qur’an tentu saja hadir dengan
berbagai manfaat. Beberapa manfaat am£al di antaranya ialah
mengungkapkan hal-hal yang abstrak menjadi konkrit yang
mudah dipahami oleh indera manusia, mengungkapkan

83Badruddin Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasyi, Al-Burha’n Fi’ ’Ulum Al-


Qur’an Juz I (Beirut: Da’r al-Fikr, 1988), 572.

64
kenyataan, sebagai nasihat juga peringatan, dan tentu mendorong
jiwa tertarik akan makna atau maksud dari kandungan ayat-ayat
al-Qur’an.

D. DAFTAR PUSTAKA
’Abduh, Syekh Muhammad. Tafsir Al-Manar. Cairo-Mesir: Dar al-
Taufiqiyyah, 2003.
Al-Qat’t’an, Manna‘. Mabahit Fi ’Ulum Al-Qur’an: Dasar-Dasar Ilmu
Al-Qur’an. Jakarta: Ummul Qura, 2017.
Az-Zarkasyi, Badruddin Muhammad bin Abdullah. Al-Burhan Fi
’Ulum Al-Qur’an Juz I. Beirut: Dar al-Fikr, 1988.
Katsir, Ibnu. Tafsir Al-Qur’an Al-’Adzim Juz I. I. Kairo: Dar al-Hadits,
2003.
Madjid, Nurchalish. Pengantar Studi Al-Qur’an: Memahami Al-
Qur’an Secara Utuh. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina,
1997.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, Dan Keserasian
Al-Qur’an Jilid 1. Jakarta: Lentera Hati, 2012.
Syadzali, Ahmad, and Ahmad Rofi’i. Ulumul Qur’an I. Bandung:
Pustaka Setia, n.d.
Umar, Nasaruddin. Ulumul Qur’an: Mengungkap Makna-Makna
Tersembunyi Al-Qur’an. Jakarta Selatan: Al-Ghazali Center,
2010.
———. Ulumul Qur’an: Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi
Al-Qur’an. Jakarta Selatan: Al-Ghazali Center, 2010.
Zakariya’, Abu al-H’usain Ah’mad bin Faris bin. Mu’jam Maqayis Al-
Lugah Juz V. II. Mesir: Mus’t’afa al-Bab al-Halabi wa
Syarikahu, 1972.

65
BAB XI

SUMPAH DALAM AL-QUR’AN

A. Pengertian sumpah dalam al-Qur’an


Sumpah dalam bahasa arab disebut al-qasam, padanan dari
kata al-qasam adalah al-hilfu dan al-yamin. Secara etimologi ketiga
kata ini mempunyai arti yang sama yaitu sumpah. Adapun
mengenai penyebutan al-qisam atau al-hilfu dengan al-yamin
adalah karena didalam budaya orang-orang Arab ketika
bersumpah biasanya mereka saling bersalaman dengan
menggunakan tangan kanan.
Sedangkan secara terminologi adalah mengikat jiwa dengan
cara melarang atau memerintah sesuatu, karena dalam anggapan
orang yang bersumpah sesuatu itu mempunyai nilai yang sangat
besar, berharga dan terhormat.84

B. Macam-Macam penggunaan Sumpah


Qosam itu adakalanya z’ahir (jelas, tegas) dan adakalanya
mud’mar (tidak jelas, tersirat).
1. Z’ahir, ialah sumpah yang didalamnya disebutkan fi’il
qasam dan muqsam bih. Dan di antaranya ada yang
dihilangkan fi’il qosamnya, sebagaimana pada umunya,

84 Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an: Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al-


Qur’an (Jakarta Selatan: Al-Ghazali Center, 2010), 140.

66
karena dicukupkan dengan huruf jarr berpa “ba”, “wawu”
dan “taa”
Di beberapa tempat, fi’il qosam terkadang didahului
(dimasuki) “La” nafy, seperti: ‫( ل اقسم بيو م القيامة ولاقسم ِبانفس اللوامة‬aku
bersumpah dengan hari kiamat, dan aku bersumpah demi jiwa
yang selalu menyesali (dirinya sendiri). al-Qiyamah/75:1-2).
Di katakan, “La” di dua tempat ini adalah “La” nafy yang
berarti “tidak”, untuk menafsirkan sesuatu yang tidak disebutkan
yang sesuai dengan konteks sumpah. Dan taqdir (perkiraan arti-
nya) adalah: “Tidak benar apa yang kamu sangka, bahwa hisab dan
siksa itu tidak ada.” Kemudian baru dilanjutkan dengan kalimat
berikutnya: “Aku bersumpah dengan hari kiamat dan dengan nafsu
lawwamah, bahwa kamu kelak dibangkitkan.” Dikatakan pula
bahwa “La” tersebut untuk menafikan qosam, seakan akan ia
mengatakan: “Aku tidak berumpah kepadamu dengan hari itu dan
nafsu itu. Tetapi Aku bertanya kepadamu tanpa sumpah, apakah
kamu mengira bahwa kami tidak akan mengumpulkan tulang
belulangmu setelah hancur berantakan karena kematian? Sungguh
masalahnya teramat jelas, sehingga tidak lagi memerlukan
sumpah.” Tetapi dikatakan pula, “La” tersebut za idah (tambahan).
Pertanyaan jawab qosam dalam ayat di atas tidak disebutkan tetapi
tidak ditunjukkan oleh perkataan sesudahnya, “apakah manusia
mengira…” (al-Qiyamah/75: 3). Taqdirnya ialah: “Sungguh kamu
akan dibangkitkan dan akan dihisab.”
2. Mud’mar, yaitu yang didalamnya tidak dijelaskan fi’il qosam
dan tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh “Lam
taukid” yang masuk kedalam jawab qosam, seperti firma
Allah: ‫( لتبلون ف اموالكم وانفسكم‬Kamu pasti akan diuji dengan
hartamu dan dirimu… (Ali’imran/3:186). Maksudnya, Demi
Allah, kamu sungguh-sungguh akan diuji.85

85Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur`an (Bogor: Litera AntarNusa,


2016), 418.

67
C. Redaksi Sumpah dan Contohnya
Dalam aqsam Al-Qur’an huruf-huruf yang dipakai ada tiga
macam, yaitu:
a. Huruf waw, seperti yang terdapat dalam QS al-Dhuha/93:1-
2

َ ‫ َوالَّ ۡي ِل اِذَا‬،‫َوالضُّحٰ ى‬
‫سجٰ ى‬
Terjemahnya:
“(1) Demi waktu duha, (2) dan demi waktu malam apabila
telah sunyi.”

b. Huruf ba, misalnya dalam QS al-Qiyamah/75: 1

‫َل ا ُ ْق ِس ُم بِيَ ْو ِم ْال ِق ٰي َم ِة‬


َٓ
Terjemahnya:
“Aku bersumpah demi hari Kiamat.”

c. Huruf ta, seperti firman Allah Swt. dalam QS al-Nahl/16: 56

َ‫ع َّما ُكنت ُ ْم ت َ ْفت َُرون‬ ِ َّ ‫َصيبًا ِم َّما َرزَ ْق ٰنَ ُه ْم ۗ ت‬


َ ‫َٱَّلل لَتُسْـَٔلُ َّن‬ ِ ‫َويَ ْجعَلُونَ ِل َما ََل يَ ْعلَ ُمونَ ن‬
Terjemahnya:
“Mereka menyediakan bagian dari rezeki yang telah Kami
anugerahkan kepada mereka untuk (berhala-berhala) yang
tidak mereka ketahui (kekuasaannya). Demi Allah, kamu
pasti akan ditanyai tentang apa yang kamu ada-adakan.”

D. Tujuan Sumpah dalam al-Qur’an


1. Mengagungkan sifat dan kekuasaan AllahSwt.
2. Memperkokoh argumentasi agar lawan bicara menerima
apa yang disampaikan.
3. Agar manusia memerhatikan tanda tanda kebesaran Allah
lewat apa yang diciptakan.
4. Untuk menegaskan kebenaran Al-Qur’an.

68
E. DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur`an. Bogor: Litera
AntarNusa, 2016.
Umar, Nasaruddin. Ulumul Qur’an: Mengungkap Makna-Makna
Tersembunyi Al-Qur’an. Jakarta Selatan: Al-Ghazali Center,
2010.

69
BAB XII
KISAH-KISAH DALAM AL-
QUR’AN

A. Pengertian Kisah
Kisah berasal dari dari bahasa arab yaitu al-qassu yang
berarti mencari atau mengikuti jejak. Dikatakan ُ‫صتُ أث َ َره‬ َ َ‫ق‬, artinya,
ْ ‫ص‬
“saya mengikuti atau mencari jejaknya”. Kata al-qasas adalah
bentuk masdar. Firman Allah‫صا‬ ً ‫ص‬ ِ َ‫ع َل اَث‬
َ َ‫ار ِه َماق‬ ْ َ‫( ف‬al-kahfi/18:64).
َ ‫ار تَدَّا‬
Maksudnya, kedua orang itu kembali lagi untuk mengikuti jejak
dari mana keduanya itu datang.
Qasas al-Qur’an adalah pemberitaan Qur’an tentang hal
ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu
dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Al-Qur’an banyak
mengandung keterangan tentang kejadian masa lalu, sejarah
bangsa-bangsa terdahulu, keadaan negeri-negeri dan peninggalan
atau jejak setiap umat. Al-Qur’an menceriatakan semua keadaan
mereka dengan cara yang menarik dan memukau.86
Oleh karena itu, kisah-kisah yang diungkapkan dalam al-
Qur’an merupakan kisah yang benar-benar pernah terjadi. Untuk
sampai pada kesimpulan itu, tinjauan al-Qur’an dikaitkan dengan
ilmu global dan sains. al-Qur’an sebagai kitab yang berisi gabungan

86Manna khalil Al-qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an (bogor: litera AntarNusa,


2016), 436–37.

70
firman Allah Swt yang bersifat mutlak datang dari Tuhan. Dengan
demikian, apa yang terdapat di dalamnya baik itu berbentuk kisah,
merupakan kebenaran yang mutlak yang harus diyakini.87

B. Macam-macam Kisah Al-Qur’an


Kisah al-Qur’an adalah pemberitaan al-Qur’an, mengenai
hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) terfahulu, dan
peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi. Berikut macam-macam
dari Qashash al-Qur’an:
1. Kisah-kisah yang berkaitan dengan para nabi, baik itu yang
meliputi dakwah nabi dan kaumnya dan mukjizat-mukjizat
yang diberikan Allah kepada mereka, perjalanan dakwah
dan perkembangannya.
2. Kisah-kisah al-Qur’an yang berkaitan dengan peristiwa-
peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau seperti kisah
Ashabul Kahfi, kisah Maryam, Zulqarnain dan kisah-kisah
lain yang terdapat di dalam al-Qur’an.
3. Kisah-kisah yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw seperti
perang Badar, Gazwah, Hunain, Uhud, Kisah Hijrah Isra’
Mijraj dan kisah lain yang terdapat dalam al-Qur’an.88
Menurut para ahli Allah membagi kisah Al-Qur’an menjadi
tiga macam yaitu:
1. Kisah sejarah: yaitu kisah yang berbicara tentang tokoh-
tokoh sejarah nabi dan rasul, dan kisah-kisah lain yang
terdapat di dalam al-Qur’an.
2. Kisah perumpamaan: yaitu kisah yang dimaksudkan untuk
memperjelas suatu pengertian, seperti peristiwa-peristiwa
yang di dalamnya tidaklah mutlak harus pernah terjadi.

87 Mardan, Al-Qur’an Sebuah Pengantar, ed. abd rauf Amin (jakarta: Mazhab
Ciputat, 2010), 190–91.
88 Nasiruddin Umar, Ulumul Qur’an Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi

Dalam Al-Qur’an, ed. M. hamam faizin muhammad nasir, 1st ed. (jakarta selatan:
al-ghazali center, 2010), 315.

71
3. Kisah yang bercorak mitos (usturi): yaitu kisah yang
bermaksud menunjukkan tujuan-tujuan ilmiah,
menafsirkan gejala-gejala alam serta menguraikan
persoalan yang bisa diterima akal.89

C. Tujuan Kisah dalam al-Qur’an


Segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, di
dalam al-Qur’an pasti memiliki tujuan-tujuan tertentu salah
satunya yang memuat kisah-kisah dalam al-Qur’an. adapun tujuan
dari Qashash al-Qur’an sebagaimana yang dijelaskan Manna Khalil
al-Qattan yaitu:
1. Mengungkap asas-asas dakwah menuju Allah dan
menguraikan pokok-pokok syariat yang dibawa para nabi
(Q.S. Al-Anbiya’/21: 25)
2. Menguatkan hati Rasulullah Saw dan hati umat Muhammad
Saw atas agama Allah pada penduduknya, memperkokoh
kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran
dan para pendukduknya serta hancurnya kebathilan dan
para pembelanya. (Q.S. Hud/11:120).
3. Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan
kenangan terhadap mereka serta mengabdikan jejak dan
peninggalannya.
4. Menyingkapkan kebenaran Muhammad Saw dalam
dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal
ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan
generasi.
5. Mengungkap kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang
membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka
sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab
mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti. (Q.S.
Ali-Imran/ 3:93)

89Mardan, Al-Qur’an Sebuah Pengantar. h. 198 dan lihat Dr. Muhammad Ahmad
Khalf Allah, op.cit., h. 119 dan 120

72
6. Kisah merupakan salah satu bentuk sastra yang dapat
menarik perhatian para pendengar dan menguatkan pesan-
pesan yang terdapat di dalamnya ke dalam jiwa. (Q.S.
Yusuf/12:111).
Adapun hikmah pengulangan kisah dalam al-Qur’an yaitu:
a. menjelaskan ke balagah-han al-Qur’an dalam tingkat paling
tinggi, sebab diantara kesitimewaan balagah adalah
mengungkapkan sebuah makna dalam berbagai macam
bentuk yangbberbeda.
b. Membuktikan kehebatan mukjizat al-Qur’an sebab
mengemukakan suatu makna dalam berbagai bentuk
susunan kalimat dimana salah satu bentuk pun tidak dapat
ditandingi oleh sastrawan Arab, merupakan tantangan
dashyat dan bukti bahwa al-Qur’an itu datang dari Allah.
c. Mengamalkan perhatian besar terhadap kisah tersebut agar
pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa.
Misalnya kisah nabi Musa dan Fir’aun. Kisah ini
menggambarkan secara sempurna pergulatan sengit antara
kebenaran dan kebathilan.
d. Perbedaan tujuan yang karenanya kisah itu diungkapkan.
Maka sebagian makna-maknanya diterangkan di satu
tempat, karena hanya itulah yang diperlukan, sedang
makna-makna lainnya dikemukakan di tempat lain, sesuai
dengan tuntutan keadaan.90

D. DAFTAR PUSTAKA
Al-qattan, manna khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. bogor: litera
AntarNusa, 2016.
Mardan. Al-Quran Sebuah Pengantar. Edited by Abd. Rauf Amin.
Jakarta: Mazhab Ciputat, 2010.
Umar, Nasiruddin. Ulumul Qur’an Mengungkap Makna-Makna
Tersembunyi Dalam Al-Qur’an. Edited by M. hamam faizin
90Manna khalil Al-qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, 17th ed. (bogor: litera
AntarNusa, 2016), 438.

73
muhammad nasir. 1st ed. jakarta selatan: al-ghazali center,
2010.
Widyaningrum, Muhammad Nur Hafidz Afif and Ajeng. “Kisah-
Kisah Al-Qur’an (Qashash Al-Qur’an) Dalam Perspektif
Pendidikan Islam.” Masaliq 2, no. 2 (2022).
https://doi.org/10.58578/masaliq.v2i2.357.

74
BAB XIII
MEMAHAMI I’JAZ AL-
QUR’AN

A. Pengertian Mukjizat dan I’jaz Al-Qur’an


Mukjizat dari kata a’jaza-yu’jizu-i’jāz berati
melemahkan atau menjadikan tidak mampu.91Pelakunya
(yang melemahkan) dinamai mu’jiz dan pihak yang
mampu melemahkan pihak lain sehingga mampu
membungkam lawan, maka ia dinamakan mukjizat.
Tambahan ta’ marbūthah pada akhir kata itu mengandung
makna mubālaghah (superlatif).92 Mukjizat juga diartikan
al-ajaib, maksudnya sesuatu yang ajaib (menakjubkan
atau mengherankan) karena orang atau pihak lain tidak
ada yang sanggup menandingi atau menyamai sesuatu
itu.93 Mukjizat bermakna antara lain, sebagai suatu hal
yang luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang

91 Muhammad Quraish Shihab, “Mukjizat Al-Qur’an: Tinjauan dari


Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib (Bandung:
Mizan, 1997).
92 Abdurrahman, “Mukjizat al-qur’an dalam berbagai aspeknya,” Jurnal

Pusaka 8, no. 2016 (2016): 68–85.


93 Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an (Bandung: PT Setia, 2013).

75
mengaku sebagai nabi, sebagai bukti kenabian yang dapat
melemahkan seluruh yang meragukan kenabiannya.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, mukjizat diartikan
sebagai kejadian (peristiwa) ajaib yang sukar dijangkau
oleh kemampuan akal manusia.94
Beberapa pemaknaan mukjizat yang dikemukakan
oleh ulama ulum al-Qur’an sebagai berikut:
1. menurut Manna Khalil Al-Qhatan Mukjizat adalah
menampakkan kebenaran nabi Muhamamd Saw
dalam pengakuan orang lain sebagai Rasul utusan
Allah SWT dengan menampakan kelemahan orang-
orang Arab untuk menandinginya atau menghadapi
mukjizat yang abadi. Yaitu Al-Qur’an dan
kelemahan-kelemahan generasi sesudah mereka.95
2. menurut Ali Al-Shabuni, mukjizat adalah
menetapkan kelemahan manusia baik secara
sendiri maupun berkelompok untuk menandingi
al-Quran. Mukjizat adalah bukti kebenaran ajaran
dari Allah SWT yang di berikan kepada Nabi dan
Rasul-Nya.
3. menurut Muhammad Bakar Ismail menegaskan,
mukjizat adalah perkara luar biasa yang di ikuti
tantangan yang diberikan oleh Allah Swt kepada
Nabi dan Rasul sebagai hujjah dan bukti yang kuat
atas risalah dan kebenaran terhadap apa yang
diembannya yang bersumber dari Allah Swt. Nabi

94 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,


1994).
95 Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an/ Pengantar Studi

Ilmu Al-Qur’an, trans. oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni, I (Jakarta: Pustaka


Al-Kautsar, 2006).

76
sebelum Muhammad Saw, diutus dalam rentang
waktu tertentu, umat tertentu, daerah tertentu,
dibekali dengan mukjizat yang bersifat temporal,
lokal dan material. Berbeda dengan Nabi
Muhammad Saw., diutus untuk seluruh umat
manusia sampai hari kiamat. Memiliki mu`jizat
yang immatrial, ‘aqliyah berlaku sepanjang zaman,
dapat dibuktikan dengan akal dan atau pendekatan
intlektualitas.96 al-Suyuthi membagi mukjizat para
nabi dan rasul pada dua kelompok besar, yakni:
a. Mukjizat hissiyyah atau indrawi (dapat di tanggkap
pancaindera), diberikan kepada Nabi dan Rasul
sebelum Nabi Muhammad Saw. Mu’jizat jenis ini
berlaku pada kaum tertentu dan kurun waktu
tertentu, berakhir saat Nabi dan Rasul pemilik
Mukjizat wafat. Sebutlah misalnya mukjizat Nabi
Isa yang dapat menyembuhkan segala macam
penyakit dan menghidupkan orang mati, hanya
berlaku saat Nabi Isa As., masih hidup. Demikian
pula dengan Tongkat Nabi Musa yang dapat
membelah Lautan, dan memangsa ular sihir bani
Israil, juga berlaku saat Nabi Musa masih hidup,
demikian pula dengan mukjizat Nabi yang lain.97
Nabi Muhammad Saw disamping diberi mukjizat
aqliyah, juga dianugrahi mukjizat jenis indrawi,
Nabi Muhammad dapat mengalirkan air dari sela-
sela jari belia, dan kelebihan lain mu’jizat Nabi

96Jalaluddin Al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, II (Beirut: Dar al-


Fikr,1979, 1979).
97 Ahmad Izzah, “ULUMUL QUR’AN: Telaah tekstualitas dan

Kontekstualitas Alquran,” Tafakkur, 2011.

77
Muhammad jenis ini juga berakhir saat Nabi
Muhammad wafat.
b. Mukjizat aqliyah, hanya diberikan pada Nabi
Muhammad Saw, Mu’jizat aqliyah dalam bentul Al-
Qur’an berlaku universal dan tanpa dibatasi oleh
ruang dan waktu, berlaku sepanjang zaman dan
pada seluruh kaum98. Mukjizat Aqliyah (Rasional)
tidak hanya terbatas pada aspek lokal, temporal
dan material, tetapi universal, kekal serta dapat
diinterpretasi dan dibuktikan kebenarannya oleh
akal manusia. Mukjizat merupakan bagian yang tak
terlepaskan dari seorang Rasul yang diutus Allah
Swt kepada umatnya untuk menyampaikan risalah.
Mukjizat sesungguhnya adalah tantangan yang
dimilki oleh Rasul Allah untuk menundukkan
manusia sehingga menjadikan seorang manusia
mempercayai kebenaran risalah yang diemban oleh
seorang Rasul.99 Al-Qur’an dibeberapa ayat
menantang orang-orang kafir untuk mendatangkan
satu surah sebagai tandingan dari Al-Qur’an, tetapi
sejak kehadiran Al-Qur’an sampai sekarang belum
dan tidak akan pernah Al-Qur’an tertanding. Qs Al-
Baqarah 2: 23.

B. Aspek-Aspek I’jaz Al-Qur’an


1. Segi bahasa dan susunan redaksi (I’jaz Lughowi)
a. Singkat, padat, dan tidak tertandingi oleh karya
satra Arab Al-Qur’an diturunkan saat masyarakat

98Al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an.


99 Sholahuddin Ashani, “Kontruksi Pemahaman Terhadap I’jaz
Alquran,” Journal Analytica Islamica 4 (2), 2015.

78
Arab sangat mahir dalam ilmu sastra, tetapi
sekalipun demikian Al-Qur’an turun dengan gaya
Bahasa yang khas yang berbeda dari gaya bahasa
Arab. Menurut Umar bin Jinni (932-1002) seorang
pakar Bahasa Arab dalam Quraish Shihab,
pemilihan kosakata dalam Al-Qur’an bukanlah
suatu kebetulan, melainkan mempunyai nilai
falsafah Bahasa yang tinggi.100 Keunikan dan
keluarbiasaan bahasa Al-Qur’an membuat bangsa
Arab dikala itu tak berdaya menghadapinya
sehingga tidak tertandingi oleh kemampuan sastra
mereka. Keunikan dan keindahan lafadz bahasa Al-
Qur’an, menyebabkan sejumlah tokoh Quraish
memeluk Islam, antara lain al-Walid bin al-
Mughirah, Atabali bin Rabi’ah, bahkan Umar bin
Khattab dan beberapa sahabat lainnya.101 Narasi
ayat dalam Al-Qur’an tersusun secara sistimatis,
saling terkait antara satu ayat dengan ayat yang lain
sekalipun tidak berada dalam surah yang sama,
ditemukan keterpautan antara kalimat dengan
kalimat yang lain, kebenaranya dapat dijangkau
oleh akal manusia. Dengan susunan seperti ini, Al-
Qur’an merupakan satu kesatuan yang utuh.
Keindahan susunannya menegaskan bahwa ia
adalah bagian dari segi kemukjizatan Al-Qur’an
yang tak terbantahkan.
b. Ketelitian redaksinya ‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬, terdiri dari
19 huruf, jumlah bilangan kata-kata ‫(بسم هللا الرحمن‬

100 Shihab.
101 Abdul Syukur Al-Azizi, Utsman Bin Affan Ra (Yogyakarta: Diva Press,

2020).

79
)‫ الرحيم‬dalam Al-Qur’an tersebut kendatipun
berbeda-beda namun keseluruhannya habis dibagi
oleh angka 19.
Adapun perinciannya sebagai berkut:
1) Ism dalam Al-Qur’an sebanyak 19 kali= 19X1.
2) Allah dalam Al-Qur’an sebanyak 2698 kali=
142X19.
3) Ar-Rahman dalam Al-Qur’an sebanyak 57
kali=3X19.
4) Ar-Rahim dalam Al-Qur’an sebanyak 114
kali=6X19102
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan
antonimnya:
a) Al-hayah (hidup) dan al-maut (mati), masing-
masing sebanyak 145;
b) An-naf (manfaat) dan Al-madharah (mudarat),
masing-masing sebanyak 50;
c) Al-har (panas) al-bard (dingin) masing-masing
sebanyak 4;
d) Ash-shalihat (kebajikan) dan as-sayyi’at
(keburukan), Masing-masing sebanyak 167;
e) Ath-thuma’ninah (ketenangan) dan adh-dhiq
(kesempitan/kekesalan), masing-masing sebanyak
13;
f) Ar-rabah (cemas/takut) dan ar-raghbah
(harap/ingin), masing-masing sebanyak 8;
g) Al-Kufr (kekufuran)dan al-iman (iman) dalam
bentuk definite, masing-masing sebanyak 17;

102 Shihab, “Mukjizat Al-Qur’an: Tinjauan dari Aspek Kebahasaan,


Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib.

80
h) Ash-shayt (musim panas) dan asy-syita (musim
dingin), masing-masing sebanyak 1;
Keseimbangan jumlah bilangan kata engan
sinonimnya/makna yang dikandungnya
a) Al-harts dan az-zira’ah (membajak/Bertani),
masing-masing 14 kali;
b) Al-‘usb dan adh-dhurur (membanggakan
diri/angkuh), masing-masing sebanyak 27 kali;
c) Adh-dhallun dan al-mawta (orang sesat/mati
jiwanya), masing-masing 17 kali
2. Isyarat Ilmiah (I'jaz Ilmi)
Isyarat-isyarat ilmiah banyak ditemukan dalam Al-
Qur’an antara lain:103
a. Ihwal kejadian alam semesta
Al-Qur’an juga menjelaskankan bahwa langit dan
bumi tadinya merupakan satu 59 gumpalan (QS. Al-
Anbiya’: 30).
َْ َ َ َ ٰ َْ ََ ًْ ََ َ َ َْ َ َ َّ َ َ
َّ ‫﴿ ا َول ْم َي َر الذيْ َن ك َف ُر ْوا اَّن‬
‫الس ٰم ٰو ِّت َوالا ْرض كانتا َرتقا ففتقن ُهماٖۗ َوجعلنا‬ ْٓ ِّ
َ ُ ْ َ ََ َ َ َُّ َ ْ
)30 :21/‫ ﴾ ( الانبياۤء‬٣٠ ‫ِّم َن الما ِّۤء كل ش ْي ٍء حيٖۗ افلا ُيؤ ِّمن ْون‬
ٍ
Terjemahan104
“Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa
langit dan bumi, keduanya, dahulu menyatu,
kemudian Kami memisahkan keduanya dan Kami
menjadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari
air? Maka, tidakkah mereka beriman?” (Al-
Anbiya'/21:30)

103 Shihab.
104 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya.

81
Secara rinci tidak ditemukan info detail dalam Al-
Qur’an tentang proses terjadinya pemisahan itu, namun
pemisahan tersebut dibuktikan oleh penelitian para
ilmuan. menurut fisikawan Rusia George Gamow (1904-
1968), melahirkan sekitar seratus miliar galaksi yang
masing-masing rata-rata memiliki 100 miliar bintang.
Akan tetapi, sebelumnya, bila ditarik ke belakang
kesemuanya merupakan satu gumpalan yang terdiri dari
atas neutron.105 Hal lainnya yang disebutkan dalam Al-
Qur’an adalah “The Expanding Universe”. Alam semesta
penuh dengan gugusan bintang- bintang yang biasa
disebut galaksi yang rata-rata memiliki 100.000.000.000
(seratus miliar) bintang dari berjarak jutaan tahun
perjalanan cahaya dari bumi.106
َ َّ
‫ه‬
ٰ ‫الذ‬ َ ُ
( ﴾ ٤٧ ‫ىد َّواِّ نا ل ُم ْو ِّسع ْون‬ ْ َ َ ٰ ْ َ َ َ َّ َ
)47 :51/‫ريت‬ ٍ ‫﴿ والسما َۤء بنينها ِّباي‬
Terjemahan107
“Langit Kami bangun dengan tangan (kekuatan
Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar
meluaskan(-nya).” (Az-Zariyat/51:47) Aroma/ bau
manusia berbeda-beda, QS Yunus 94
َ َ ٰ ْ َ ْ َ ْ َّ َ َ َ َ ْ ْ َ َّ َ َ ْ ُ ْ َ
ۚ‫ك ِِّمآْ ان َزلنآْ ِّال ْيك ف ْس َٔـ ِّل ال ِّذين َيق َر ُء ْون ال ِّكت َب ِّم ْن ق ْب ِّلك‬
ٍ ‫ش‬ ‫ي‬ْ ‫ف‬
ِّ ‫﴿ ف ِّان كن‬
‫ت‬

105 Munziri Ali, “CREATION of the UNIVERSE by AL-QUR’AN Analysis of


QS. Al-Anbiya: 30 and Its Relevance to the Theory of Science,” Madania
2, no. 2 (2012): 167–84.
106 Theo Jaka Prakoso, “SCIENCE OF COSMOS VERSES, ORIGIN OF THE

UNIVERSE AND ITS EXTENSION (Study of the Macrocosm from the


perspective of the AlQur’an).,” Journal of Islam and Science 6 (1), n.d.,
8–15.
107 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya.

82
َ ْ َ ُ َ َ َ َ ُّ َ ْ َ َ ْ َ َ
)94 :10/‫ ﴾ ( يونس‬٩٤ ‫لقد جا َۤءك الحق ِّم ْن َّر ِّبك فلا تك ْونَّن ِّم َن ال ُم ْمت ِّر ْي َن‬
Terjemahan108
“Jika engkau (Nabi Muhammad) berada dalam
keraguan tentang apa (kisah nabi-nabi terdahulu)
yang Kami turunkan kepadamu, tanyakanlah kepada
orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu.
Sungguh, telah datang kebenaran kepadamu dari
Tuhanmu. Maka, janganlah sekali-kali engkau
termasuk orang-orang yang ragu.” (Yunus/10:94)
b. Adanya Nurani [super ego] dan bawah sadar
manusia, [QS.al-Qiyamah [75];14]
ُ َْ ْ َ
ٰ ( ﴾ ١٤ ‫ان َع ٰلى َن ْفسهٖ َبص ْي َر ٌة‬
)14 :75/‫القيمة‬ ِّ ِّ ‫﴿ ب ِّل ال ِّانس‬
Terjemahan109
“Bahkan, manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri.”
(Al-Qiyamah/75:14)

c. Masa penyusuan yang tepat, Allah Swt berfirman


dalam (QS. Al-baqarah (2) :233
d. Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat
menyesakkan napas, (QS.al-An’am (6):125)
ْ َ ْ َ ٗ َّ ُّ ْ َ ْ ُّ ْ َ َ َ ْ ْ َ ْ َْ ٗ ْ َ ُ‫ه‬ ْ َ
‫اّٰلل ان َّي ْه ِّد َيه يش َرح صد َر ٗه ِّل ِّلا ْسل ِّامۚ ومن ي ِّرد ان ي ِّضله يجعل‬ ِّ‫﴿ ف َمن ُّي ِّرد‬
َ َ ْ ْ َ َ ٰ َ َ َّ
ُ ‫يج َع ُل ه‬ ُ َّ َّ َ َ ََّ َ ً َ َ ً َ ٗ َ ْ َ
‫الرج َس على‬ ِّ ‫اّٰلل‬ ‫ك‬ ‫ل‬
ِّ ‫ذ‬‫ك‬ ‫ۤء‬
ِّٖۗ ‫ا‬ ‫م‬ ‫الس‬ ‫ى‬ ‫ف‬
ِّ ‫د‬ ‫صدره ض ِّيقا حرجا كانما يصع‬
َ ُ ْ َ َ ْ َّ
)125 :6/‫ ﴾ ( الانعام‬١٢٥ ‫ال ِّذين لا ُيؤ ِّمن ْون‬

108 Kementrian Agama RI.


109 Kementrian Agama RI.

83
Terjemahan110
“Maka, siapa yang Allah kehendaki mendapat
hidayah, Dia akan melapangkan dadanya untuk
menerima Islam. Siapa yang Dia kehendaki menjadi
sesat, Dia akan menjadikan dadanya sempit lagi sesak
seakan-akan dia sedang mendaki ke langit. Begitulah
Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang
tidak beriman.” (Al-An'am/6:125)
3. Segi petunjuk penetapan hukum (I'jaz Tasyri'i)
Kemukjizatan yang dimaksud dalam Ijazul syar`i
adalah mencakup ajaran yang paling agung, dapat
dilaksanakan oleh manusia tanpa merasa berat, memberi
dampak dunia dan akhirat.111 Syariat yang terbukti
memberi solusi terhadap masalah umat sepanjang zaman.
Universalitas hukum dalam Al-Qur’an, menunjukkan
bahwa Al-Qur’an tidak mungkin produk manusia.
Pernyataan tersebut sejalan dengan pemikiran M Rasyid
Ridha dalam bukunya al-Wahyu al-Muhammadi, yang
dikutip oleh Qardhawi, Suatu yang mustahil jika Alquran
dikarang oleh seorang yang tidak dapat membaca dan
menulis dari bangsa yang buta aksara pula, sementara
isinya mengalahkan seluruh pemikiran yang dibawa oleh
folosof dan para pembaharu.112
4. Segi Pemberitaan Gaib
Secara garis besar, pemberitaan gaib yang
diinformasikan al-Qur’an dapat dibagi dalam dua bagian

110Kementrian Agama RI.


111 Syafeul Rokim, “Ibadah-Ibadah Ilahi Dan Manfaatnya Dalam
Pendidikan Jasmani,” Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam 4 (07),
2017, 197.
112 Yusuf Al-Qardhawi, Membumikan Syariat Islam, trans. oleh

Muhammad Zakki dan M Ridlwan Nasir (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997).

84
pokok. Pertama: gaib masa yang akan datang dan belum
terjadi saat diinformasikan al-Qur’an. Hal ini ada yang
kemudian terbukti dan ada juga yang belum terbukti.
Kedua: gaib masa lalu yang telah menjadi sejarah, lalu
diungkap oleh al-Qur’an, dan ternyata kemudian setelah
sekian abad/lama terbukti kebenarannya.113
a. Pemberitaan gaib masa datang yang belum terjadi
saat diinformasikan Al- Qur’an Pemberitaan gaib
masa datang yang belum terjadi saat
diinformasikan Al-Qur’an ada yang kemudian
terbukti, seperti firman Allah dalam QS. al-
Qamar/54: 45:

ُّ َ ُّ َْ
)45 :54/‫ ﴾ ( القمر‬٤٥ ‫﴿ َس ُي ْه َز ُم الج ْم ُع َو ُي َول ْون الد ُب َر‬
Terjemahan114
“Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka
berbalik ke belakang (mundur).” (Al-Qamar/54:45)

Melalui ayat ini, Allah memberitahu Nabi


Muhammad saw. bahwa kaum musyrikin Quraisy akan
dapat beliau kalahkan. Ayat ini diturunkan semasa Rasul
masih tinggal di kota Makkah. Beberapa tahun kemudian,
tepatnya pada tahun 8 H mereka dikalahkan secara total
dalam peristiwa Fath al-Makkah.115 Adapun gaib masa
datang yang belum terbukti, seperti firman-Nya dalam QS.
alNaml/27: 82

113 Muhammad Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Lentera Hati Group,


2013).
114 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya.
115 Muhammad Quraish Shihab, Sejarah dan Ulum al-Qur’an (Jakarta:

Pusataka Fifdaus, 2008).

85
َّ ََّ ْ ُ ُ َ ُ َْ ً َ َ َ ْ ْ َ ََ ُ َْ َ َ
َ ‫الن‬
‫اس‬ ‫﴿ ۞ َواِّ ذا َوق َع الق ْول عل ْي ِّه ْم اخ َرجنا ل ُه ْم داَّۤبة ِّم َن الا ْر ِّض تك ِّلمهم ان‬
َ ُ َ َ ٰ ُ َ
)82 :27/‫ ﴾ ( النمل‬٨٢ ࣖ ‫كان ْوا ِّبا ٰي ِّتنا لا ُي ْو ِّقن ْون‬
Terjemahan116
“Apabila perkataan (ketentuan masa kehancuran
alam) telah berlaku atas mereka, Kami mengeluarkan
makhluk bergerak dari bumi yang akan mengatakan
kepada mereka bahwa manusia selama ini tidak yakin
pada ayat-ayat Kami.” (An-Naml/27:82)
Semua binatang, berakal atau tidak, lelaki/jantan
atau perempuan/betina, adalah dabbat. ia terambil dari
kata dabba yang berarti berjalan perlahan. Namun, tidak
dapat dipastikan apa maksudnya, apalagi kapan dia
datang. Yang jelas ayat ini antara lain menyatakan bahwa
bila telah sangat dekat kiamat Allah mengeluarkan dabbat
yang berbicara kepada manusia dengan suatu bentuk
pembicaraan yang dipahami manusia sebagai pertanda
kuasa Allah dan bahwa kiamat akan segera datang.117
b. Pemberitaan gaib masa lalu yang telah ditelan
sejarah dan terbukti kebenarannya Al-Qur’an sarat
dengan kisah masa lalu, yang sebelumnya tidak
diketahaui oleh sejarawan saat itu sekalipun,
sekiranya tidak dikisahkan oleh Al-Qur’an. Kisah
masa lalu yang dijelaskan dalam Al-Qur’an sangat
jelas, detail, dan seolah-olah hadir menjadi saksi
mata atas peristiwa lampau tersebut. Seiring
dengan pejalanan waktu satu-persatu kisah
tersebut dibenarkan oleh bukti arkiolog yang

116 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya.


117 Shihab, Kaidah Tafsir.

86
ditemukan oleh para ilmuan, dan sejarawan.
Diantara kisah masa lalu adalah: Kisah Nabi Musa,
Firaun, Ibrahim, Nabi Yusuf, Zakariyah, Ashabul
Kahfi, Memilik dua kebun, dan Kisah masa lalu
lainnya. Salah satu diantaranya kisah adalah
informasi tentang Firaun, penguasa Mesir yang
kejam itu tenggelam di Laut Merah, QS Yunus/10:
90- 92.
Masih terlalu banyak contoh kemukjizatan Al-
Qur’an baik aspek ilmiyah, kisah masa lalu dan bahkan
pembuktian yang diungkapkan oleh Al-Qur’an tentang
masa yang akan datang. Semua itu semakin mengukuhkan
kemukjizatan Al-Qur’an yang diturunkan Oleh Allah Swt.
QS Al Hijr:9

C. Urgensi Mempelajari ilmu I’jaz Al-Qur’an


Fungsi mempelajari ilmu i’jaz al-Qur’an adalah:
1. Kita dapat mengetahui lebih dalam tentang
kemukjizatan Al-Qur’an, bahwa Al-Qur’an adalah
kitab yang universal yakni tidak mengkhususkan
pembicaraannya kepada bangsa tertentu, seperti
kaum muslimin. Akan tetapi, ia berbicara kepada
seluruh manusia, baik umat Islam maupun non
Islam, termasuk orang-orang kafir, musyrik,
Yahudi, Nasrani, maupun Bani Israil. Al-Qur’an
menyatu kepada semua penghuni alam tanpa
membedakan status dan golongan.
2. Dapat mengetahui bahwa Al-Qur’an adalah kitab
yang sempurna,yang tidak ada satupun kitab yang
bisa menandingi Al-Qur’an baik dari aspek
bahasanya maupun yang lainnya,bahkan tidak ada

87
seorangpun yang dapat membuat satu kalimat
seindah Al-Qur’an.
3. Dapat meningkatkan keimanan dan keyakinan kita
kita, bahwasanya Al-Qur’an adalah mukjizat yang
nyata dari Allah yang di wahyukan kapada Nabi
Muhammad untuk di jadikan pedoman hidup bagi
ummat manusia.
4. Kita dapat menyadari bahwa mutu satra dan
balaghahbahasa manusia sangat lemah jika di
bandingkan dengan bahasa Al-Qur’an.
5. Kita biasa mengetahui kelemahan daya upaya dan
rekayasa manusia.

D. DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. “Mukjizat al-qur’an dalam berbagai
aspeknya.” Jurnal Pusaka 8, no. 2016 (2016): 68–
85.
Al-Azizi, Abdul Syukur. Utsman Bin Affan Ra. Yogyakarta:
Diva Press, 2020.
Al-Baqi, Muhammad Fu’ad abd. Al Mu’jam Al Mufahras Li
Alfazh Al Quran. Ripol Klasik, n.d.
Al-Qardhawi, Yusuf. Membumikan Syariat Islam.
Diterjemahkan oleh Muhammad Zakki dan M
Ridlwan Nasir. Surabaya: Dunia Ilmu, 1997.
Al-Qaththan, Manna’. Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an/
Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Diterjemahkan
oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni. I. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006.
Al-Suyuthi, Jalaluddin. al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. II. Beirut:
Dar al-Fikr,1979, 1979.
Ali, Munziri. “Creation of the Universe by Al-Qur’an

88
Analysis of QS. Al-Anbiya: 30 and Its Relevance to
the Theory of Science.” Madania 2, no. 2 (2012):
167–84.
Anwar, Rosihon. Ulum al-Qur’an. Bandung: PT Setia, 2013.
Ashani, Sholahuddin. “Kontruksi Pemahaman Terhadap
I’jaz Alquran.” Journal Analytica Islamica 4 (2),
2015.
Ba’asyien, Moh Arsyad. “BEBERAPA SEGI KEMUKJIZATAN
ALQURAN.” HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 5 (1),
2008.
Baqi, Abdul, dan Muhammad Fu’ad. al-Mu’jam al-Mufahras
li Alfazi al-Qur’an alkarim, CV. Diponegoro,
Bandung, 1939.
Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1994.
Dr. H. Muh. Arif, M. Ag. “Metodologi studi Islam: suatu
kajian integratif.” Insan Cendekia Mandiri, 2020.
Izzah, Ahmad. “ULUMUL QUR’AN: Telaah tekstualitas dan
Kontekstualitas Alquran.” Tafakkur, 2011.
Kementrian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya.
Jakarta: PT. Lajnah Pentashihan, 2019.
Murata, Sachiko. The Tao of Islam: A sourcebook on gender
relationships in Islamic thought. Suny Press, 1992.
Prakoso, Theo Jaka. “Science Of Cosmos Verses, Origin Of
The Universe And Its Extension (Study of the
Macrocosm from the perspective of the AlQur’an).”
Journal of Islam and Science 6 (1), n.d., 8–15.
Rokim, Syafeul. “Ibadah-Ibadah Ilahi Dan Manfaatnya
Dalam Pendidikan Jasmani.” Edukasi Islami: Jurnal
Pendidikan Islam 4 (07), 2017, 197.

89
Shihab, Muhammad Quraish. “Mukjizat Al-Qur’an:
Tinjauan dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah,
dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan, 1997.
———. Kaidah Tafsir. Lentera Hati Group, 2013.
———. Sejarah dan Ulum al-Qur’an. Jakarta: Pusataka
Fifdaus, 2008.

90

Anda mungkin juga menyukai