Anda di halaman 1dari 14

PERKEMBANGAN ILMU FIKIH PADA

MASA NABI DAN SAHABAT

Dosen Pengampu :

Oleh :

Jimmy Calter
Nur Cahyo Triono
Ani Julia Safitri

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


UIN SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Adapun makalah ini tentang bagaimana perkembangan ilmu fikih dalam masa nabi dan
sahabat pada masa daluhu. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada
dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin member saran
dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar Isi............................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A..............................................................................................................................Latar
Belakang Masalah.................................................................................................... 1
B...............................................................................................................................Rum
usan Masalah........................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A..............................................................................................................................Perk
embangan Ilmu Fikih Masa Rasulullah Saw........................................................... 2
B...............................................................................................................................Sum
ebr Pokok Dalam Penetapan Hukum Syariat Islam Pada Masa Rasul................... 4
C...............................................................................................................................Sejar
ah Perkembangan Ilmu Fikih Pada Masa Sahabat................................................... 6
D..............................................................................................................................Fact
or Yang Mendorong Perkembangan Fisik Pada Masa Sahabat............................... 7
E...............................................................................................................................Sum
ber-Sumber Tasyri Pada Masa Sahabat.................................................................. 8

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

3
4
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fiqih Islam dalam pertumbuhan dan perkembangannya, sama halnya dengan benda
hidup baik yang konkrit maupun yang abstrak , tidak lahir tanpa melalui sesuatu, dan tidak
mencapai kesempurnaannya dengan satu loncatan saja. Akan tetapi ia lahir dari sesuatu yang
telah ada pada sebelumnya, lalu tumbuh secara alamiah, hingga mencapai puncak
kematangan dan kesempurnaanya. Kemudian ilmu fiqih mengalami berbagai peristiwa
sampai masa tuanya. Pada masa rasulullah saw ilmu syariat barulah di tetapkan, dan
pemegang undang-undang hukum Islam pada masa itu adalah Rasulullah saw sendiri.
Hukum-hukum syariat itu ditetapkan karena adanya sebuah peristiwa dan kejadian
ataupun bahkan adanya pertanyaan dari para sahabat Rasulullah saw. Karena Islam adalah
agama yang benar, dan lurus dan rahmatan lil alamin maka dari itu ditetapkanlah hukum
oleh Rasulullah saw yang bersumber pada wahyu Ilahi untuk menyempurnakan agama Allah
swt.
Kondisi ummat Islam pada masa itu sangat lemah dan krisis moral, mereka miskin iman,
miskin hati, tingkah laku mereka pun sangat menyalahi aturan yang berlaku. Turunlah wahyu
Allah kepada Rasulullah saw yang bertujuan untuk menyempurnakan akhlaq mereka dan
menetapkan suatu hukum. Sejarah fiqih Islam pada haqiqatnya tumbuh dan berkembang pada
masa nabi sendiri, karena nabilah yang mempunyai wewenang untuk mentasyrikan hukum.
Sumber-sumber yang dipakai rasulullah untuk menetapkan suatu hukum itu semua
bersumber pada al-Quran (wahyu Allah swt) akan tetapi, disamping Al-Quran yang menjadi
sumber penetapan hukum adalah sunnah Rasulullah saw dan ijtihad Rasullah beserta para
sahabat-sahabatnya. Inilah yang dimaksud sejarah fiqih Islam yang merupakan ilmu yang
membahas tentang keadaan fiqih Islam pada masa Rasulullah saw.
Tidak dapat di fikirkan jika manusia tanpa mengetahui hukum-hukum fiqih dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari, pentingnya hukum fiqih akan terus berlanjut selama
manusia tersebut hidup di dunia. Dan hendaknya kita sebagai mahasisiwa mengetahui lebih
rinci berkenaan perkembangan fiqih, guna menambah cakrawala wawasan seputar historia
ilmu fiqih.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan ilmu fikih pada masa nabi Muhammad SAW?
2. Bagaimana permkebangan ilmu fikih dalam masa sahabat dahulu?
BAB II
PEMBAHASAN
1
A. Perkembangan Ilmu Fikih pada Masa Rasulullah Saw.
llmu fiqih berkembang mulai awal, yaitu pada masa Rasulullah saw. Disinilah dimulai
fase pertumbuhan ilmu fiqih sebelum memasuki pada masa atau fase-fase berikutnya. Fase
ini dimulai sejak Rasulullah saw tinggal di makkah selama 13 tahun, atau 12 tahun 5 bulan
dan 13 hari mulai dari 18 Ramadhan tahun 41 sampai pada permulaan Rabiul awwal tahun
54 dari kelahiran beliau. Ayat-ayat Al-quran yang turun selama ini disebut dengan makiyyah.
Setelah Rasulullah hijrah ke madinah dan tinggal disana selama 9 tahun 9 bulan dan 9 hari.
Sejak awal bulan Rabiul awwal tahun 54 sampai dengan tahun 63 dari kelahiran beliau. Ayat-
ayat yang turun pada masa itu disebut dengan ayat-ayat madaniya.
Sesudah Allah mengizinkan Rosul-Nya dan para mukmin hijrah dari Makkah ke
Madinah, maka dimulailah fase kedua dari tasyri, di sanalah mulai tersusun sendi-sendi
pemerintahan Islam yang mempunyai kepribadian tersendiri dalam bentuknya dan mulai
menyusun masyarakat yang mempunyai corak tersendiri pula, yaitu masyarakat Islam dan
timbullah keperluan kepada hukum amaliyah dan keperluan-keperluan masyarakat dalam
masalah hukum untuk mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan tata cara
kemasyarakatan. Rosul tidak membawa ke Madinah syariat hukum-hukum dan peraturan-
peraturan yang telah ada, sebagaimana sebelum nabi berhijrah pun nabi tidak tunduk kepada
suatu peraturan. Karena itu, nabi menghadapkan usaha-usahanya kepada hukum fiqih dan
mulailah turun ayat-ayat hukum satu demi satu. Dan ayat-ayat hukum yang turun itu
adakalanya untuk menjawab suatu pertanyaan, ada kalanya merupakan fatwa dan kadang-
kadang untuk mewujudkan suatu hukum.
Begitulah ayat-ayat hukum itu turun secara beruntun sampai sempurnalah turunnya
dengan diakhiri oleh 3 ayat, surat 5, Al Maidah, yang turun lebih 3 (tiga) bulan sebelum nabi
wafat, dan itulah ayat hukum yang penghabisan turunnya.
Hukum-hukum yang turun dalam masa ini bersifat praktis untuk menyelesaikan suatu
peristiwa dan transaksi yang terjadi. Kata fiqih pada masa itu dipergunakan untuk materi
hukum yang difahamkan dari nash Al Quran dan Sunnah, yang merupakan urusan aqidah
(kepercayaan), akhlaq dan amaliyah. Penghafal-penghafal AlQuran di masa itu dinamai
Qurra dan merekalah yang bertindak sebagai ahli fiqih. Pada masa itu qurra dan fuqoha
masih satu makna, mereka menghafal Al quran beserta hukum-hukum yang terkandung
dalam ayat-ayat itu.

2
Masa ini, yaitu masa sepanjang hidup Rasulullah setelah hijrah ke madinah, masa ini
adalah masa tasyri sebenarnya karena masa inilah turunnya Al-Quran dengan berbagai ayat
tentang hukum. Setelah Al-Quran, maka datanglah hadits (sunnah) dalam berbagai situasi
dan kondisinya, baik yang bersifat qauliyah (perkataan), atau filiyah (perbuatan), maupun
taqririyah (penetapan), untuk menjelaskan berbagai macam peristiwa yang terjadi. Sebagai
pelaksanaan tugas risalah dan menjelaskan wahyu yang diturunkan kepadanya. Seperti dalam
Al-quran surat An-Nahl yang artinya :
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran agar engkau menerangkan kepada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir .
Rasulullah adalah Muballigh dari Allah yang diberi wahyu untuk menyampaikan
kepada manusia dan menjelaskan maksud dan tujuan wahyu itu. Penjelasan Rasulullah
terhadap wahyu adakalanya dengan perkataan saja, adakalanya dengan perbuatan saja dan
kadang-kadang dengan perkataan bersamaan dengan perbuatan.
Hukum-hukum syariat pada masa Rasulullah bersumber pada dua sumber utama yaitu
Al-quranul karim dan sunnah nabawiyah. Maka apabila ada suatu pertanyaan yang datang
kepada Rasulullah atau terjadi suatu peristiwa yang membutuhkan keterangan dari syara,
maka rasulullah menanti turunnya wahyu untuk menjelaskannya, akan tetapi jika wahyu yang
dinantikan, itu tidak turun maka hal itu merupakan isyarat atau pemberitahuan dari Allah
maka Dia melimpahkan kepada Rasul-Nya untuk memberikan jawaban tasyri yang telah
lazim, karena rasulullah telah diakui Allah tidak mengucapkan sesuatu dari hawa nafsu
semata.
Pada peristiwa yang lain kadang-kadang Rasulullah berijtihad lalu menyatakan
pendapatnya, atau beliau melakukan musyawarah dengan para sahabat-sahabatnya, kemudian
beliau mendukung salah satu pendapat dari sahabatnya. Hal semacam ini tidak selalu
mendapat dukungan dari Allah kecuali yang memang benar. Bahkan sering mendapat celaan
dari Allah swt. Namun karena keputusan beliau telah terlanjur maka Allah memberikan
maafNya atas kekhilafan-kekhilafan itu melalui wahyu. Seperti contoh dalam peristiwa
pemberian izin kepada orang-orang munafik untuk tidak ikut berangkat bersama dengan
rombongan Rasulullah dalam perang tabuk. (peristiwa ini dapat dilihat dalam quran surat
At-taubah ayat 42-43). Kekhilafan Rasulullah selalu dimaafkan oleh Allah meskipun diikuti
dengan teguran keras. Ayatnya yang berbunyi:
Artinya : Semoga Allah memaafkanmu, mengapa kamu memberi izin kepada mereka
(untuk tidak pergi berperang).

3
Ini merupakan isyarat bahwa Rasulullah saw dalam ijtihadnya itu, tidak disertai taufiq
dari Allah. Demikian pula dalam pemberian izin kepada orang-orang yang meminta izin itu.
Walaupun diantara orang-orang munafiq itu ada juga orang-orang mukmin yang benar.
Adapun ijtihad Rasulullah saw maka rujukannya kepada wahyu pula, Karena Allah
tidak membiarkan RasulNya dalam kekeliruan. Maka penetapannya atas ijtihad Rasul-Nya
tanpa pemberitahuan atas kesalahannya, adalah pembetulan baginya yang setingkat dengan
wahyu. Oleh sebab itu dimasa hidup Rasulullah saw terciptanya dasar-dasar hukum yang
bersifat menyeluruh, dirinci mujmalnya, dibatasi mutlaknya, ditahsiskan umumnya, dan
dinashah (dihapus) yang dikehendaki Allah menghapusnya. Kesemuanya itu telah
dikokohkan dasar-dasarnya, dan telah ditetapkan asas-asasnya yang kesemua itu telah
sempurna di zaman Rasulullah. Sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Quran:
Artinya: pada hari ini telah ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridhoi Islam itu jadi agama bagimu. (Al
Maidah: 3)

B. Sumber Pokok Dalam Penetapan Hukum Syariat Islam Pada Masa Rasulullah
saw
1. Al-Quran
Al-quran adalah kumpulan firman allah yang diturunkan pada nabi Muhammad SAW
dengan bahasa Arab dan diriwayatkan oleh orang banyak atau secara mutawattir. Al-quran
sumber hukum yang pertama dan utama dalam hal penentuan suatu hukum, oleh karena
itu kekuatan hukumnya tidak dapat dikalahkan oleh sumber lain.

Pokok-pokok kandungan Al-quran


a. Tauhid
Yaitu konsep ajaran kepercayaan yang mengesakan Allah.
b. Ibadah
Yaitu aturan tentang hubungan manusia dengan penciptanya sebagai perbuatan yang
menghidupkan tauhid, dan merupakan wujud keimanan manusia.
c. Muamalah
Yaitu konsep umum yang mengatur hubungan manusia dengan sesame manusia, agar
tercapai kebahagiaan hidup didunia sampai akhirat.

d. Janji dan Ancaman

4
Yaitu Al-quran yang menjanjikan pahala dan surga bagi manusia yang menerima
kebenaran Al-quran dan beramal shaleh, dan ancaman kehinaan dan neraka bagi yang
mengingkari Al-quran.
e. Riwayat dan cerita umat terdahulu
Kisah para Nabi dan umat terdahulu ada yang tunduk pada Allah ada pula yang
mengingkari hukum Allah, ini untuk menjadi teladan bagi orang-orang yang mencari
kebahagiaan.

2. As-Sunnah
Segala perkataan, perbuatan, dan taqrir nabi Muhammad saw. Taqrir nabi adalah
segala sikap, perkataan dan perbuatan para sahabat nabi yang didiamkan oleh Nabi SAW.
Kandungan dari nash-nash al-Quran dan as-sunnah pada garis besarnya terbagi
menjadi tiga bagian, yaitu:
Pertama: hukum-hukum Itiqodiah, yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan
iman terhadap Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari
akhirat, qodlo serta qodar.
Kedua: hukum-hukum khuluqiyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan
keutamaan-keutamaan yang wajib diikuti manusia dan kehinaan-kehinaan yang wajib
ditinggalkan.
Ketiga: hukum-hukum Amaliyah, yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan
perbuatan-perbuatan oleh mukalaf baik mengenai ibadah atau muamalah madaniah dan
maliah, akhwahusy-syakhsiyah, jinayat, jihat, dan sebagainya.
Bagian pertama, yaitu aqidah adalah merupakan dasar agama, sedangkan kedua,
yaitu akhlak adalah sebagai penyempurna bagi bagian pertama dan kedua. Al-Quran dan
as-sunnah banyak memberi penjelasan terhadap hukum bagian pertama dan kedua disertai
hujjah-hujjahnya, karena membuat bangunan, maka yang mula-mula dibuat adalah dasar,
baru kemudian yang di atasnya. Dasar dari bangunan manusia beragama adalah
aqidahnya dan keimanannya, sedangkan amalnya adalah kelanjutan dari aqidah.
Disamping iman sebagai dasar, maka mutlak diperlukan akhlak, karena dengan
akhlak yang baik, keimanan dan amalan-amalan akan lebih sempurna, lebih tegak dan
kokoh. Oleh karena itu dalam membangun keimanan harus disertai dengan pembangunan
akhlak. Adapun bagian ketiga, yaitu hukum-hukum amaliyah adalah bagian hukum-
hukum yang dibicarakan dan yang menjadi objek ilmu fiqih, dan hukum-hukum fiqih

5
inilah yang dimaksud dengan hukum-hukum jika disebut secara mutlak (tanpa batasan)
dan yang juga disebut dengan hukum Islam.

C. Sejarah Perkembangan Ilmu Fikih Pada Masa Sahabat


Dengan wafatnya Rasul pada tahun 11 Hijriah dan diakhiri pada pertengahan abad ke 2
Hijrah dinamakan dengan periode sahabat, karena kekuasaan tasyri dalam periode ini
dipegang oleh para sahabat besar.
Rosulullah wafat meninggalkan para sahabat yang merupakan alim ulama` dan cerdik
pandai. Mereka diserahi tugas untuk menggantikan beliau untuk memimpin negara dan
rakyat, memajukan agama, dan menghukum segala sesuatu dengan adil. Pengetahuan mereka
tentulah tidak sama, sebagian mereka merupakan `alim mutakhassis spesialis dalam suatu
ilmu, diantaranya ada yang mutakhassis dalam ilmu hokum.
Pada periode sahabat ini terdapat dua golongan sahabat, yakni sahabat kecil dan sahabat
besar.
1. Masa sahabat besar : yaitu mulai dengan masa pemerintahan khulafaur
Rasyidin; yaitu Abu bakar , Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib
yang terhitung sejak tahun 11-40 H.
Sahabat yang hidup di zaman ini adalah Ulama hukum yang yang pernah mendapatkan
pengajaran fiqh secara langsung dari Rosulullah SAW. maka mereka dapat di katakan bahwa
persoalan hukum yang pernah di tetapkan oleh Rosulullah SAW. dapat di ketauhinya, apalagi
sebagian dari mereka tergolong Al-Huffad penghafal (Al-Quran).
Akan tetapi semuanya terbalik ketika rasulullah wafat para sahabat mengalami kesulitan
dalam menghadapi masalah hukum yang tidak ada nashnya. Maka dari sini para sahabat
mulai mengarahkan kemampuannya untuk berjihad dengan cara mengkiaskan sesuatu
masalah dengan masalah yang sudah ada nashnya.
Contoh langkah hukum yang diambil salah satu sahabat, Umar Ibn Khattab, kebiasaan
minum khamar waktu jahiliayah kambuhlagi dikalangan orang Islam dan sanksi dera 40 kali
sudah kurang efektif sebagai alat penjera. Umar memikirkan cara untuk membuat orang jera
minum khamar yang merupakan tujuan dari hukum. Dalam hal ini Umar menetapkan sanksi
minum khamar menjadi 80 kali dera, sehingga orang menjadi bertambah takut meminum
khamar. Dengan demikian, sanksi yang ditetapkan umar berbeda dengan yang ditetapkan
Nabi sebelumnya, untuk mencapai tujuan larangan, yaitu menjerakan berbuat kejahatan.

6
Nabi membagi harta rampasan perang menjadi dua kelompok. Pertama 1/5 untuk
pihak-pihak yang disebutkan dalam al-Qur`an, sisanya diberikan kepada orang-orang yang
ikut dalam perang yang menghasilkan harta rampasan itu.
Sedangkan pada masa Umar, beliau berpendapat lebih banyak maslahatnya bila tanah
rampasan itu tidak dibagikan untuk pasukan, tetapi dibiarkan digarap orang yang memiliki
tanah itu, namun sebagian hasilnya dipungut untuk kepentingan umat, termasuk untuk
keperluan perang.

2. Masa sahabat kecil dan tabiin besar : yaitu mulai pemerintahan Muawiyah bin Abi
Sufyan hingga akhir abad pertama
Ada di antara pendapat dari kalangan ahli sejarah Hukum Islam mengatakan :
1. Sahabat kecil adalah orang-orang yang hidup di zaman Rasulullah, tetapi tidak pernah
belajar secara langsung dengan Rasulullah.
2. Sahabat kecil adalah sahabat yang sempat belajar bersama Rasulullah, tetapi mereka
belum terkemuka di zaman Rasulullah.
Di antara orang-orang yang telah tergolong sahabat kecil adalah :
1. Aisyah (isteri Rasulullah) Wafat tahun 57 H.
2. Abu Hurairah Wafat tahun 59 H.
3. Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib Wafat tahun 68 H.
4. Abdullah bin Umar Wafat tahun 73 H.
5. Abdullah bin Amr bin Ash Wafat tahun 90 H.
6. Anas bin Malik Al Anshary Wafat tahun 93 H.

D. Faktor yang Mendorong Perkembangan Fikih Pada Masa Sahabat


Keimanan umat yang sudah tinggi dan kepatuhannya akan perintah agama, menuntut
mereka untuk slalu menghubungkan tingkah lakunya sehari-hari dengan nilai agama. Karena
itu umat memerlukan jawaban hokum dalam menghadapi setiap persoalan dalam
kehidupannya.
Ada tiga hal pokok yang berkembang waktu itu sehubungan dengan hukum.
Pertama, begitu banyaknya muncul kejadian baru yang membutuhkan jawaban hokum
yang secara lahiriah tidak ditemukan jawabannya dalam al-Qur`an maupun penjelasan dari
sunah Nabi.
Kedua, timbulnya masalah-masalah secara lahir telah diatur ketentuan hukumnya dalam
al-Qur`an maupun sunah Nabi, namun ketentuan itu dalam keadaan tertentusulit untuk
diterapkan dan menghendaki pemahaman baru agar relevan dengan perkembangan dan
persoalan yang dihadapi.
7
Ketiga, dalam l-Qur`an ditemukan penjelasan terhadap suatu kejadian secara jelas dan
terpisah. Bila hal tersebut berlaku dalam kejadian tertentu, para sahabat menemukan kesulitan
dalam menerapkan dalil-dalil yang ada.
Perlu digaris bawahi masa kecermelangan ilmu fiqih, yaitu pada jangka waktu 100 tahun
pertama berkuasanya Daulat Bani Abbasyiah (750M-1258M), yang puncaknya terjadi pada
masa Khalifah Harun al-Rasyid(786M-809M), dan Khalifah al-Makmun (813M-833M).

E. Sumber-Sumber Tasyri` Pada Masa Sahabat


Sumber Tasyri` di masa sahabat ada tiga:
a. Al-Qur`an
b. As Sunnah
c. Ijtihad sahabat.
Apabila terjadi suatu peristiwa para ahli fatwa merujuk kepada Kitabullah. Mereka
memperhatikan nash yang menunjuk kepada hukum yang dimaksudkan, dan memahamkan
nash itu. Jika tidak terdapat di Kitabullah, mereka beralih memperhatikan sunnaturrosul atau
Hadits. Jila mereka dapati nash di dalam hadits, merekapun segera menjalanknnya. Jika
mereka tidak mendapat pula dalam nash-nash Hadits, barulah mereka berijtihad, yakni
mempergunakan qiyas memperhatikan jiwa syari`at dan memperhatikan kemaslahatan
masyarakat ummat.
Apabila ijtihad para sahabat itu dilakukan bersama-sama dengan mengambil keputusan
bersama, dinamailah ijma` sahabat. Di dalam masa sahabat, ayat-ayat hukum telah dibukukan
bersama-sama dengan ayat-ayat lainnya dan telah dikembangkan ke dalam masyarakat secara
resmi, sehingga mudahlah bagi umat menghafalnya dan mempelajari nash-nashnya. Akan
tetapi sumber tasyri` yang ke dua yaitu Hadits belum dibukukan pada masa itu.
Khalifah Umar bin Khatab, pada mulanya berkeinginan untuk membukukan Hadits. Tapi
setelah bermusyawarah dengan para sahabat, beliau membatalkan maksudnya karena
khawatir akan bercampur dengan al-qur`an.
Pada masa sahabat sumber yang digunakan dalam merumuskan fiqih adalah al-Qur`an,
penjelasan Nabi yang disebut sunah, dan Ijtihad yang terbatas pada qiyas serta Ijma` sahabat.
Bila pada masa Nabi proses penetapan fiqih disebut pembinaan fiqih, maka pada masa
sahabat disebut periode pengembangan fiqih.

BAB III

KESIMPULAN

8
1. Situasi dan kondisi pada masa Rasulullah terdapat dua periode, yaitu
periode makkah dan periode Madinah. Pada periode Makkah umat Islam pada saat itu
masih lemah dan masih sedikit jumlahnya. Sehingga mereka belum mempunyai
kedaulatan, kekuatan yang kuat. Sedangkan pada periode madinah umat Islam jumlahnya
sudah bertambah, dan mulailah membentuk suatu masyarakat Islam yang berkedaulatan
dan memiliki kekuasaan yang kuat.
Sumber-sumber hukum pada masa Rasulullah adalah Al-quran, as-
sunnah, dan ijtihad pada masa itu.
Perkembangan Fiqih di zaman Rasulalloh dibagi menjadi dua fase, yaitu
pertama fase di Makkah dan kedua fase di Madinah.

Masa sahabat dimulai setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, hingga tersebutlah dua
golongan yakni sahabat besar dan sahabat kecil, dari tahun 11 H (sejak Nabi wafat) sampai
pertengahan abad ke dua Hijriyah.
2. Sejarah perkembangan fiqih pada masa sahabat dipengaruhi oleh beberapa aspek yang
menjadikan sahabat merasa terdorong untuk memberikan segala hal yang perlu
dijelaskan yakni:
a) Karena tidak semua orang dapat memahami materi atau kaidah hukum yang terdapat
dalam al-Qur`an dan Hadits secara benar.
b) Belum tersebar luasnya materi atau teori-teori hukum itu di kalangan kaum Muslimin.
c) Banyaknya peristiwa hukum baru yang belum pernah terjadi pada masa Rosulullah.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ash shidieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Pengantar Ilmu Fiqh, Semarang: PT. Pustaka
Rizky Putra, 1967.
Djafar, Muhammadiyah. Pengantar Ilmu Fiqh, Jakarta: kalam Mulia, 1993.
Mudjib, Abdul. Pengantar Ilmu Fiqh, Malang: Biro Ilmiah, 1982.
Mushtofa, Syadzali. Pengantar dan Azas-Azaz Hukum Islam, Sukoharjo: Ramadhani, 1989.
Teungku Muhammad Hasybi. 1997. Pengantar ilmu fiqih:PT Pustaka Rizki Putra.Semarang.
Aliaddin Koto. 2004. Ilmu fiqih dan ushul fiqih: Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Mahjuddin,1991.Pengantar Ilmu Fiqih:PT.Garoeda Buana Indah.
Amir Syarifuddin. 2009. Usul fiqih: Jakarta. Kencana.
Sulaiman Rasjid.2009. Fiqih Islam.Bandung. Sinar Baru Algensindo.
Syadzali Musthofa, Pengantar dan Azas-azas Hukum Islam Indonesia. Solo.Ramadhani.

10

Anda mungkin juga menyukai