Anda di halaman 1dari 5

Chp.

7- Pertumpahan Darah

Zack selesai latihan saat kak Avan menyuruhnya untuk makan siang. Setelah itu suster Anita datang
kepadanya untuk meminta tolong membelikan beberapa barang.

“Zack, tolong bibi belikan beras dan minyak tanah di pasar! Bibi lupa persediaan makanan dan
penerangan tinggal sedikit.” Suster Anita menjulurkan dua keping tembaga.

Uang memiliki beberapa jenis dalam ukuran yang sama dan urutan dari nilai terkecil adalah tembaga,
perak, emas dan permata. Untuk nilai mata uang dalam kehidupan sehari-hari, setiap 100 koin yang
nilainya lebih rendah sama dengan satu koin nilai yang diatasnya (100 tembaga= 1 perak).

“Baik bi, saya sekalian ingin berjalan-jalan di pasar, dah.” Zack bersemangat untuk pergi ke pasar,
baginya pasar adalah tempat untuk mencari camilan yang enak.

“Tunggu Zack, ini pakailah kalung ini. Besok kita akan berangkat ke Ibukota lebih awal untuk
mengenalkan seseorang padamu, ia akan percaya saat melihat kalung giok ini.” Suster Anita
memberikan kalung kebanggaannya pada Zack.

“Baiklah bi, terima kasih. Kalau begitu aku berangkat dulu ya, daah lagi.” Zack tersenyum dengan kalung
yang diberikan gurunya.

Zack mengambil koin tersebut dan pergi ke kamarnya untuk mengambil jubah bertudungnya. Ia masih
teringat dengan jelas saat pertama kali pergi ke pasar sendirian.

Di tengah jalan ia selalu di palak oleh beberapa pemuda, meskipun ia tidak kehilangan uang tetapi Zack
dipukuli dan mendapat beberapa sayatan pada tubuhnya. Meskipun ia dapat menyingkirkan preman itu
dengan mudah, ia tidak mau menyakiti siapapun.

Sifatnya sangat bertolak belakang dengan kemampuannya, ia selalu berfikir jalan damai yang terbaik.
Zack berjalan di dekat sebuah bar, di luar ia melihat seorang perempuan kumuh yang dirantai pada leher
dan kedua tangannya.
Langkahnya terhenti pada depan bar tersebut, dulu ia tidak memahami maksud seseorang dirantai dan
disakiti. Bibi Anita pernah berkata desa Domo mungkin salah satu desa besar yang damai, walaupun
masih tetap dijumpai budak tetapi tidak separah desa dan kota lainnya.

Desa Domo yang berada di utara ibukota kerajaan Estel berbatasan dengan hutam merah pada bagian
utara dan merupakan dataran tinggi yang dimiliki kerajaan Estel. Desa ini memiliki banyak sumber mata
air dan dekat dengan dua hulu.

Hulu pertama bermuara di teluk Merah dan hulu kedua bernama sungai hitam yang berujung di laut
dekat hutan Kematian bagian utara. Walaupun Desa Domo tergolong cukup damai, tetapi setiap hari
masih ada kejahatan yang terjadi.

Zack melihat dua orang yang keluar dari bar tersebut sambil menarik rantai budak itu. Dari pakaian dan
perhiasan yang ia kenakan, Zack menduga keduanya adalah bangsawan dan seorang pedagang gelap.

Mereka menyeret paksa budak itu yang masih tidur sehingga tubuhnya bergesekan dengan lantai jalan.
Tubuh budak itu penuh dengan luka lebam dan luka bakar seperti tertusuk batang rokok. Zack tidak kuat
lagi melihat itu segera mendekat.

“Permisi paman, apakah anda tidak terlalu kasar dengan budak anda?” Zack memulai pembicaraan
sambil menunduk.

“Berani sekali kau berbicara denganku, apa maumu?” Bangsawan itu menendang budaknya untuk
memancing Zack.

“Maafkan aku paman, tetapi jika mereka dalam keadaan seperti itu mereka tidak dapat bekerja dengan
maksimal. Apakah paman mau aku menembuhkannya?” Zack sebenarnya hanya ingin menolong budak
yang terlihat kesakitan.

“Hmm, sepertinya kamu benar juga. Sembuhkan dia, tapi aku tidak akan membayarmu!” bangsawan itu
menjawab dengan ketus.

“Baiklah paman, serahkan padaku.” Zack mencoba memegang tangan budak itu dan membalikkan
punggung tangannya diatas.
“First Heal” setelah Zack menggumankan mantra itu, tangan budak itu mengeluarkan cahaya yang
merambat keseluruh tubuhnya dan menyembuhkan lukanya. Zack sebenarnya sengaja menggunakan
sihir rapalan agar tidak membuatnya jatuh dalam masalah.

“Lumayan bocah, sekarang pergilah!” Bangsawan itu berkata sambil menarik budaknya agar segera
bangun.

Zack meninggalkan budak itu dan tersenyum kerah langit dengan tudung kepala yang tertutup. Budak
wanita itu membuka lipatan kertas yang diberikan padanya secara diam-diam. Ia membukanya di
belakang tuannya dan membacanya dalam hati.

“Bibi, siapapun kamu tolong bersabarlah. Namaku Zack dan aku akan membuat wilayahku sendiri tanpa
ada perbudakan dan diskriminasi ras saat aku besar. Tolong bersabarlah ya!” pesan yang ditulis Zack.

‘Sepertinya ini adalah harapan terakhirku, aku akan menggantungkan nasibku pada seorang bocah
berumur delapan tahun.’ Batin budak itu sambil menintikkan air mata tak percaya dengan apa yang di
pikirkannya.

Saat Zack sampai di pasar ia lagi-lagi bertemu dengan preman, tapi saat Zack mencoba untuk kabur tiba-
tiba lonceng yang di tengah desa berbunyi berulang-ulang tanpa henti menandakan ancaman. Sore itu
Zack merasa ada sesuatu yang sangat berbahaya datang ke desanya.

Para prajurit kerajaan yang berjumlah sekitar 50 orang berbaris dan segera ke gerbang utara desa
menggunakan perlengkapan penuh. Di jalan mereka juga menginstruksikan seluruh penduduk agar
segera mengungsi ke ibu kota atau kota terdekat karena desa mereka diserang kawanan orc dari hutan
merah.

Zack mendengar itu langsung lari kalang-kabut menuju gereja tanpa memperdulikan prajurit yang
mencoba mencegatnya. Zack berlari sangat cepat, kawanan orc itu datang sangat cepat sehingga
sebagian penduduk tewas sebelum mendengar perintah mengungsi.

Semua penduduk lari kalang kabut menghindari kawanan orc berjumlah ratusan yang membunuh satu
persatu manusia dengan brutal. Zack sekarang bagaikan melawan aliran sungai manusia yang sangat
deras. Ia berinisiatif untuk memanjat rumah dan melompat dari satu ke lainnya dengan menggunakan
sihir menguat.

“Bibi, Kak Avan, Pak Tua, kalian harus tetap hidup!” Zack terus menggunakan mananya dengan boros
sambil sesekali terjatuh saat melompat.

Zack terus berlari dan berlari, tujuannya hanya satu yaitu secepatnya sampai di gereja. Air matanya
mengalir dengan deras, nafasnya terputus-putus namun ia tetap berlari sekuat tenaga. Entah kenapa
satu-persatu ingatan indahnya saat bersama dengan mereka muncul.

“Tidaak, tolong tetap hiduplah Kak, Bi, Pak Tua!” Zack melihat gerejanya terbakar hebat dan kawanan
orc itu membunuh satu persatu warga.

Tidak beberapa lama Prajurit Kerajaan muncul dan mulai menyerang kawanan orc. Meskipun melawan
berapapun para prajurit ini tak kenal takut meskipun langsung terbunuh dalam beberapa serangan.
Tujuan prajurit ini hanya mengulur waktu, tidak mungkin bagi mereka yang 50 orang melawan ratusan
orc.

Zack yang semula merasa akan ada harapan tiba-tiba lenyap saat melihat prajurit satu persatu terbunuh
dengan mudah. Zack melompat kebawah dan mencoba menyerang Orc yang memakan manusia. Ia
memukul tubuh makhluk itu sekuat tenaga didukung mana tetapi hanya menyebabkan wajahnya lebam
tanpa bergerak sedikitpun.

Makhluk itu malah tersenyum dan Zack melompat ke belakang dengan gesit. Luka yang diterima Orc itu
perlahan pulih dengan cepat. Zack kecewa dan sempat berfikir itu akan bisa membunuhnya, semua
kekuatan yang ia habiskan setara dengan tahap kayu tingkat lima.

“Ciih lemah, tanganmu juga sepertinya terluka, aku jadinya tidak dapat memakan tanganmu sebagai
camilan.” Makhluk itu memandang rendah Zack.

Orc jelek itu melesat dan memukul perut Zack yang masih tidak percaya sambil berkata.“Pergilah ke
alam baka untuk berlatih lagi.”
Zack merasakan sakit yang luar biasa pada perutnya, ia menabrak bangunan tua dan bangunan itu
menimpa tubuhnya. Pandangannya semakin kabur di reruntuhan itu, ia merasa semakin kabur gelap dan
dingin.

“Cih, dasar manusia lemah, dagingmu sekarang mungkin sudah hancur, aku tidak suka makan bubur.”
Orc itu pergi dan mencari penduduk lain untuk dimakan.

Zack sekarang merasa akan menemui kelurganya yang tidak ia ketahui. Di kegelapan yang dingin ada
sebuah cahaya biru bersinar dan ia berlari kearah cahaya itu. Cahaya itu makin lama makin silau
sehingga Zack menutup matanya.

“Jadi apakah ini rasanya kematian ya?” ucap lirih Zack sambil berjalan mendekati cahaya tersebut.

Zack tidak menduga akan mati semuda ini, bagaimanapun ia menerima kematiannya dengan tulus
meskipun ada beberapa penyesalan. Di depannya ada seorang wanita yang asing tetapi Zack merasa
bahwa ia sangat mengenal sosok itu seperti dirinya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai