Lap. Kemajuan - Bab 1 Penelitian Internal 2021
Lap. Kemajuan - Bab 1 Penelitian Internal 2021
PENDAHULUAN
Sebagai sektor industri inti, industri konstruksi memainkan peran vital dalam
ekonomi nasional dan terus-menerus berkontribusi pada peningkatan pembangunan
lingkungan masyarakat [10]. Namun, pandangan positif masyarakat semakin
berkurang oleh masalah korupsi yang masih banyak terjadi dari tahun ke tahun [5]
[11]. Korupsi dapat mengurangi efisiensi dan pertumbuhan ekonomi, menghambat
layanan publik, dan menghasilkan ketimpangan pendapatan [12]. Korupsi juga dapat
merusak industri di berbagai tingkatan dan mengarah pada kinerja yang kurang baik
dari proyek konstruksi, seperti sebagai cacat kualitas dan pembengkakan biaya [13].
Indikasi praktek korupsi tersebut selain menyebabkan rendahnya kualitas, juga
menyebabkan minimnya dana pembangunan, perawatan, dan rehabilisasi
infrastruktur; faktor fragmentasi dan high cost pada proses pengadaan; transaksi
1
biaya tinggi; kurangnya kompetisi dan kontrol dari pemerintah [14]. Perbuatan
korupsi ini telah diidentifikasi sebagai hambatan terbesa untuk pembangunan
ekonomi dan social [15] [5].
Tingginya angka korupsi di Indonesia membuat kualitas industri konstruksi semakin
tidak baik. Untuk membangun pemerintahan yang bersih terdapat sejumlah atribut
yang penting untuk diperhatikan khususnya yang berkaitan dengan perilaku,
moralitas, dan standar etika (Chan Albert P. C. & Owusu Emmanuel Kingsford,
2017). Korupsi berasal dari bahasa latin, yaitu corruptio atau corruptus yang artinya
sesuatu yang rusak, busuk, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Menurut
Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang dikategorikan
melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.
Proyek konstruksi di Sumatera Barat juga tak lepas dari praktik korupsi. Pada tahun
2016 seorang anggota komisi III DPR Putu Sudiartana dari fraksi Demokrat
ditangkap KPK karena kasus suap terkait proyek 12 ruas jalan di Sumatera Barat
(Harianhaluan.com, 2016). Selanjutnya pada tahun 2019 juga terjadi kasus korupsi
proyek lapangan merdeka di kota Solok (Harianhaluan.com, 2019). Uraian diatas
mengambarkan bahwa korupsi suatu negara harus diantisipasi yang dimulai dari
proyek konstruksi di daerah, karena proses pelaksanaan proyek konstruksi di daerah
masih sulit diawasi oleh instansi pusat. Untuk itu, kajian komprehensif terhadap
masalah korupsi di Indonesia, khususnya di Sumatera Barat perlu dianalisa faktor-
faktor yang berkontribusi atau mendorong terjadinya praktik korupsi. Urgensi
permasalahan dan nilai strategis dari peniltian ini terkait terhadap pembangunan dan
penguatan social (social humaniora), khususnya pada pelaksanaan tata kelola dan
pemerintahan daerah dalam aspek evaluasi korupsi pada proyek konstruksi. Melalui
penelitian ini, diharapkan dapat mengembangkan Tindakan Anti Korupsi berdasarkan
konteks industri konstruksi di Sumatera Barat.
2
I.2 Rumusan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja indikator praktik korupsi (corruption indicators) pada proyek
konstruksi di Sumatera Barat?
2. Apa saja penyebab praktik korupsi (causes of corruption) pada proyek
konstruksi di Sumatera Barat?
3
penelitian diperoleh dari kajian pustaka yang telah dilakukan, variabel indikator
korupsi pada proyek pemerintah sebanyak 23 pertanyaan, variabel faktor
penyebab praktik korupsi pada proyek pemerintah sebanyak 10 pertanyaan.
Penyusunan kuesioner dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian yang terdiri
dari 4 bagian yaitu a) Pengantar survey kuesioner, b) Latar belakang responden, c)
Indikator korupsi pada proyek konstruksi pemerintah, d) Penyebab Korupsi pada
Proyek Konstruksi Pemerintah.
2. Pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner kepada praktisi konstruksi
yang ada di Sumatera Barat.
3. Melakukan tabulasi data
4. Melakukan Uji validitas dan reliabilitas
5. Melakukan Uji Statistik deskriptif (Mean, Media, Standar deviasi, Maks dan
Min)
6. Melakukan analisa natural cut off point
4
BAB II
II.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan menjelaskan pelaksanaan penelitian yang dimulai dari
pengumpulan data dari para responden kemudian dilakukan analisa data. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang telah disusun
berdasarkan studi literatur yang berkaitan dengan praktik korupsi di proyek
konstruksi. Data yang diperoleh dianalisa dengan analisa statistik deskriptif dan
ditampilkan dalam bentuk tabel. Hasil kuesioner ini dianalisa sesuai dengan
metode analisa yang telah ditetapkan dengan menggunakan Software Microsoft
Excel 2010.
Identifikasi
Tujuan & Tinjauan
Variabel
Sasaran Pustaka
Penelitian
Pengumpulan Validasi
Analisa Data
Data Kuesioner
Pembuktian Bahwa
Validasi Data Tujuan Penelitian
& Kesimpulan Telah Tercapai
Dalam rangka mencapai tujuan penelitian seperti yang telah dijelaskan pada Bab 1
maka metodologi yang digunakan adalah secara kuantitatif (survey kuesioner)
5
seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Penelitian ini untuk mengetahui Indikator
Korupsi dan penyebab praktik korupsi pada proyek konstruksi. Survey kuesioner
dilakukan kepada praktisi industri konstruksi di Sumatera Barat. Responden pada
penelitian ini adalah praktisi yang telah ataupun sedang melaksanakan proyek
konstruksi di Sumatera Barat. Hasil penelitian berupa identifikasi indikator
korupsi di proyek konstruksi dan faktor penyebab praktik korupsi. Identifikasi
indikator korupsi dan faktor penyebab praktik korupsi akan membantu
stakeholder untuk mengambil tindakan preventif/pencegahan dan korektif yang
perlu dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya praktik korupsi baik pada saat
perencanaan proyek, pelaksanaan proyek ataupun penyelesaian proyek konstruksi.
Penelitian ini dibatasi pada proyek konstruksi di Sumatera Barat.
6
digunakan adalah skala Likert yang menyediakan lima alternatif jawaban yang
terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable)
dimana, setiap jawaban akan diberi nilai dengan rentang nilai 1-5.
Tujuan pertanyaan telah dikembangkan dalam kuesioner yang terbagi dalam
empat bagian seperti yang terlihat pada tabel 3.1. Pada bagian A berisikan
penjelasan mengenai perkenalan latar belakang survey kuisioner. Bagian B
bertujuan untuk mengetahui informasi umum para responden mengenai afiliasi
profesional saat ini, afiliasi profesional sebelumnya, posisi saat ini di organisasi,
pengalaman kerja pada proyek konstruksi pemerintah, dan tempat bekerja tiga
tahun terakhir. Pada bagian C bertujuan untuk mengidentifikasi indikator korupsi
pada proyek konstruksi pemerintah, bagian D untuk mengidentifikasi Penyebab
Korupsi pada Proyek Konstruksi Pemerintah. Bagian E bertujuan untuk
mengetahui Situasi Korupsi pada Proyek Konstruksi Pemerintah.
Tabel 2.1. Tujuan Pertanyaan Kuesioner
Bagian Tujuan Pertanyaan No. Pertanyaan Jumlah
pertanyaan
A Perkenalan - -
B Informasi umum para 1-5 5
responden
C Indikator korupsi pada 1-23 23
proyek konstruksi
pemerintah
D Penyebab Korupsi pada 1-10 10
Proyek Konstruksi
Pemerintah
E Situasi Korupsi pada Proyek 1 1
Konstruksi Pemerintah.
Total pertanyaan 39
7
II.4 Variabel Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka pada bab sebelumnya maka diperoleh variabel
penelitian dalam penyusunan survei kuesioner sebagai berikut:
A. Indikator korupsi pada proyek konstruksi pemerintah
1. Persetujuan administratif & keuangan tidak diambil ketika akan melaksanakan
pekerjaan.
2. Ketentuan yang telah ditetapkan tidak dilaksanakan
3. Pekerjaan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan, tidak diberi sangsi
4. Kriteria yang diadopsi dalam prakualifikasi konsultan adalah membatasi dan
hanya menguntungkan sedikit konsultan
5. Pemilihan konsultan tidak dilakukan oleh otoritas yang sesuai
6. Pengumuman tender tidak diberitakan secara memadai dan luas
7. Waktu yang diberikan untuk pengajuan tender/ penawaran terlalu singkat
8. Kriteria prakualifikasi untuk pemilihan kontraktor sangat ketat
9. Evaluasi tender yang dilakukan tidak sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan
10. Negosiasi tender tidak dilakukan sesuai pedoman yang ditetapkan
11. Kondisi dari spesifikasi dikhususkan kepada kontraktor siapa yang akan
melakukan pekerjaan nanti
12. Nilai pekerjaan tidak diletakkan pada harga yang semestinya
13. Nilai proyek yang besar yang seharusnya dalam satu penawaran, dipecah
menjadi beberapa beberapa proyek kecil sehingga dikontrak tanpa ada penawaran
14. Dokumen penawaran yang diajukan tidak sesuai dengan kondisi riil kontraktor
15. Informasi rahasia dari penawaran diungkapkan kepada penawar tertentu
16. Pekerjaan dilaksanakan tanpa kecukupan ketersediaan dana untuk tujuan
tersebut
17. Pekerjaan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan, tidak diberikan
sanksi
18. Pemenuhan ketentuan terkait izin, kebijakan asuransi dan penempatan staf
teknis tidak dipatuhi oleh kontraktor
19. Catatan tekait kendala-kendala dalam pelaksanaan tidak tersimpan dari awal
8
20. Penyimpangan yang terjadi terkait terkait dengan nilai perkerjaan yang tidak
seharusnya tidak terpantau dan diverifikas
21. Klausul eskalasi tidak diterapkan dengan benar untuk pembayaran yang dapat
diterima
22. Substitusi (pengantian) bahan yang tidak memenuhi syarat dalam konstruksi
23. Pengawasan terhadap pembangunan proyek tidak memadai
B. Penyebab Korupsi
1. Lisensi atau izin yang beraneka ragam
2. Aturan dan hukuman yang ada kurang tegas dan bahkan tidak dilaksanakan
3. Persaingan yang berlebihan di pasar konstruksi
4. Kurangnya pengawasan
5. Sanksi yang tidak memadai
6. Standar etika profesional yang buruk
7. Peran pemimpin negatif
8. Hubungan terlalu dekat di antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak
9. Kompleksitas proyek
10. Koneksi interpersonal
C. Evaluasi Situasi Korupsi pada Proyek Konstruksi Pemerintah
9
n
x 100 %
Distribusi frekuensi = ΣN ...............… (Arikunto, 2006)
Dimana :
∑N : jumlah total dari responden
n : jumlah total respon tiap jawaban yang tersedia
Rata-rata (mean)
Rata-rata digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata dari jumlah respon untuk
tiap jawaban yang tersedia. Selanjutnya berdasarkan mean dan standar deviasi
ditetapkan rangking masing-masing pernyataan. Analisa dilanjutkan dengan
menghitung natural cut off point yang merupakan nilai rata-rata dari mean
terbesar dan terkecil dengan rumus:
Natural cut off point = (mean maksimal+mean minimal) / 2 ………. [51]
Maksud dari dihitungnya natural cut off point ini adalah untuk mereduksi jumlah
variabel pada masing-masing kelompok sehingga diperoleh kelompok variabel
yang dapat dikategorikan sering terjadi atau dominan digunakan sehingga perlu
mendapat perhatian.
Untuk pengolahan dan analisa data, penelitian ini menggunakan Microsoft Excel
2010 dan SPSS Statistic 20.0 for windows.
2. Statistik Inferensial
Statistik inferensial adalah sebuah prosedur yang diterapkan untuk menetapkan
karakteristik populasi melalui sampel. Analisa statistik inferensial yang digunakan
adalah Cronbach’s Alpha dan One-sample t-test.
Cronbach’s Alpha
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat
pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran
tersebut diulang. Pada penelitian ini, konsistensi masing-masing individu dalam
merespon item-item pertanyaaan dapat diukur dengan Cronbach’s Alpha. Menurut
Santos [51] Cronbach’s Alpha adalah sebuah perangkat yang efektif untuk
menganalisa realibilitas variabel yang dihasilkan dari kuesioner yang
dikembalikan oleh para responden. Uji signifikansi dilakukan pada taraf
signifikansi 0.05 artinya instrumen dapat dikatakan reliabel bila nilai alpha lebih
besar dari r kritis product moment. Menurut Sekaran [51], reliabilitas kurang dari
10
0.6 adalah kurang baik sedangkan 0.7 dapat diterima dan diatas 0.8 adalah baik.
Secara luas, ilmu sosial telah menerima bahwa nilai Cronbach’s Alpha harus ada
pada range 0.60-0.70 untuk mengindikasikan “good reliability”.
Menurut Field [51], masing-masing item harus memiliki hubungan dengan skor
total dari kuesioner. Nilai dalam kolom corrected item-total correlation
menunjukkan hubungan ini. Nilai ini harus diatas 0.3 untuk menunjukkan bahwa
hubungan yang terjadi antara masing-masing item dengan skor total kuesioner.
Jika ditemukan skor kurang dari 0.3 maka item tersebut harus dihilangkan.
Dari gambar 2.2. di atas dapat diketahui bahwa responden penelitian ini
didominasi oleh pemerintah sebesar 31.8% sedangkan kontraktor sebesar 25%,
konsultan sebesar 18.2%, lainnya sebesar 15.9% dan owner/pemilik sebesar 9.1%.
Data peran perusahaan dimana responden bekerja diperlukan sebagai
pertimbangan dalam menganalisa data survey kuesioner.
11
Gambar 2.3 Afiliasi Profesional Responden Sebelumnya
Dari gambar 2.3. di atas dapat diketahui bahwa responden penelitian ini
didominasi oleh kontraktor sebesar 32.4%, konsultan 27% sedangkan di
pemerintahan sebesar 16.2%, pekerjaan lainnya sebesar 21.6% dan owner/pemilik
sebesar 10.8%.
Dari gambar 2.4. di atas dapat diketahui bahwa posisi responden penelitian ini
beraneka ragam, seperti Aparat Sipil Negara, Asisten Tenaga Ahli, Direktur,
General Manager, Kepala Seksi, Pejabat Pelaksana, Pemeriksa Muda, QS, Site
Manajer, dan lain-lain.
12
Gambar 2.5 Pengalaman Kerja Responden dalam Proyek Konstruksi Pemerintah
Dari gambar 2.5. di atas dapat diketahui bahwa pengalaman kerja responden
penelitian ini 6-10 tahun sebesar 36.4%, 11-20 tahun sebesar 29.5%, 0-5 tahun
sebesar 27.3% dan diatas 20 tahun sebesar 6.8%. Artinya pengalaman responden
kerja dalam penelitian ini cukup baik karena memiliki pengalaman 6-10 tahun.
Dari gambar 2.6. di atas dapat diketahui bahwa pengalaman kerja responden
penelitian ini 6-10 tahun sebesar 36.4%, 11-20 tahun sebesar 29.5%, 0-5 tahun
sebesar 27.3% dan diatas 20 tahun sebesar 6.8%. Artinya pengalaman responden
kerja dalam penelitian ini cukup baik karena memiliki pengalaman 6-10 tahun.
13
3. Analisa Deskriptif
Analisa data menggunakan analisa statistik deskriptif dan statistik inferensial.
Pada analisa statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan tentang
ringkasan data-data penelitian seperti mean, standar deviasi dan lain-lain.
Tabel 2.2 Indikator Korupsi dan Penyebab Praktik Korupsi
Kode Indikator Korupsi Mean SD Rangking
X2 Ketentuan yang telah ditetapkan tidak 2.26 1.83 24
dilaksanakan
X3 Pekerjaan yang dilaksanakan tidak 3.11 0.80 7
sesuai dengan ketentuan, tidak diberi
sangsi
X4 Kriteria yang diadopsi dalam 3.02 0.67 11
prakualifikasi konsultan adalah
membatasi dan hanya menguntungkan
sedikit konsultan
X5 Pemilihan konsultan tidak dilakukan 2.44 0.99 19
oleh otoritas yang sesuai
X6 Pengumuman tender tidak diberitakan 3.58 0.55 3
secara memadai dan luas
X7 Waktu yang diberikan untuk pengajuan 2.94 1.30 15
tender/ penawaran terlalu singkat
X8 Kriteria prakualifikasi untuk pemilihan 2.47 1.23 21
kontraktor sangat ketat
X9 Evaluasi tender yang dilakukan tidak 2.05 1.09 25
sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan
X10 Negosiasi tender tidak dilakukan sesuai 2.82 0.71 16
pedoman yang ditetapkan
X11 Kondisi dari spesifikasi dikhususkan 2.70 0.75 17
kepada kontraktor siapa yang akan
melakukan pekerjaan nanti
X14 Dokumen penawaran yang diajukan 2.64 0.84 18
tidak sesuai dengan kondisi riil
kontraktor
X15 Informasi rahasia dari penawaran 1.70 1.08 26
diungkapkan kepada penawar tertentu
X16 Pekerjaan dilaksanakan tanpa 1.70 1.08 27
kecukupan ketersediaan dana untuk
tujuan tersebut
X20 Penyimpangan yang terjadi terkait 3.02 1.40 9
terkait dengan nilai perkerjaan yang
tidak seharusnya tidak terpantau dan
diverifikasi
X21 Klausul eskalasi tidak diterapkan dengan 2.35 1.45 20
benar untuk pembayaran yang dapat
14
diterima
X23 Pengawasan terhadap pembangunan 4.17 1.52 1
proyek tidak memadai
X27 Lisensi atau izin yang beraneka ragam 1.17 0.57 28
X28 Aturan dan hukuman yang ada kurang 1.17 0.57 29
tegas dan bahkan tidak dilaksanakan
X30 Peran pemimpin negatif 3.02 0.86 12
X32 Persaingan yang berlebihan di pasar 2.97 0.45 14
konstruksi
X33 Kurangnya pengawasan 3.35 0.88 5
X35 Sanksi yang tidak memadai 2.97 0.90 13
X37 Standar etika profesional yang buruk 3.50 1.08 4
X38 Peran pemimpin negatif 3.02 0.86 10
X41 Hubungan terlalu dekat di antara pihak- 3.05 0.85 8
pihak yang mengadakan kontrak
X42 Kompleksitas proyek 3.70 1.66 2
X43 Koneksi interpersonal 3.11 1.20 6
X46 Situasi Korupsi Pada Proyek Konstruksi 2.32 1.85 23
Pemeritah
Hasil analisa memperoleh mean terbesar yaitu 4.17 dan mean terkecil 1.17.
Dengan demikian didapat natural cut point sebesar 2.67. Berdasarkan nilai
natural cut point ini, variabel yang mempunyai mean lebih besar dianggap
sebagai indikator dan faktor penyebab terjadinya praktik korupsi pada proyek
konstruksi yang penting untuk diperhatikan. Setelah direduksi berdasarkan nilai
natural cut point, didapat 16 variabel (8 variabel indikator dan 8 variabel
penyebab) yang dikategorikan sebagai faktor penyebab terjadinya klaim
konstruksi seperti tabel 2.3 berikut ini:
Tabel 2.3 Indikator Korupsi dan Penyebab Praktik Korupsi setelah di
Reduksi
Kode Indikator Korupsi Mean SD Rangking
X3 Pekerjaan yang dilaksanakan tidak 3.11 0.80 7
sesuai dengan ketentuan, tidak diberi
sangsi
X4 Kriteria yang diadopsi dalam 3.02 0.67 11
prakualifikasi konsultan adalah
membatasi dan hanya menguntungkan
sedikit konsultan
X6 Pengumuman tender tidak diberitakan 3.58 0.55 3
secara memadai dan luas
X7 Waktu yang diberikan untuk pengajuan 2.94 1.30 15
15
tender/ penawaran terlalu singkat
X10 Negosiasi tender tidak dilakukan sesuai 2.82 0.71 16
pedoman yang ditetapkan
X11 Kondisi dari spesifikasi dikhususkan 2.70 0.75 17
kepada kontraktor siapa yang akan
melakukan pekerjaan nanti
X20 Penyimpangan yang terjadi terkait 3.02 1.40 9
terkait dengan nilai perkerjaan yang
tidak seharusnya tidak terpantau dan
diverifikasi
X23 Pengawasan terhadap pembangunan 4.17 1.52 1
proyek tidak memadai
Kode Penyebab Praktik Korupsi Mean SD Rangking
X32 Persaingan yang berlebihan di pasar 2.97 0.45 14
konstruksi
X33 Kurangnya pengawasan 3.35 0.88 5
X35 Sanksi yang tidak memadai 2.97 0.90 13
X37 Standar etika profesional yang buruk 3.50 1.08 4
X38 Peran pemimpin negatif 3.02 0.86 10
X41 Hubungan terlalu dekat di antara pihak- 3.05 0.85 8
pihak yang mengadakan kontrak
X42 Kompleksitas proyek 3.70 1.66 2
X43 Koneksi interpersonal 3.11 1.20 6
Dari tabel 2.3. diatas diperoleh informasi mengenai indikator utama praktik
korupsi pada proyek konstruksi di Sumatera Barat, yaitu:
1. Pengawasan terhadap pembangunan proyek tidak memadai
2. Pengumuman tender tidak diberitakan secara memadai dan luas
3. Pekerjaan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan, tidak diberi
sangsi
4. Penyimpangan yang terjadi terkait terkait dengan nilai perkerjaan yang tidak
seharusnya tidak terpantau dan diverifikasi
5. Kriteria yang diadopsi dalam prakualifikasi konsultan adalah membatasi dan
hanya menguntungkan sedikit konsultan
6. Waktu yang diberikan untuk pengajuan tender/ penawaran terlalu singkat
7. Negosiasi tender tidak dilakukan sesuai pedoman yang ditetapkan
8. Kondisi dari spesifikasi dikhususkan kepada kontraktor siapa yang akan
melakukan pekerjaan nanti
16
Untuk Faktor Penyebab Praktik Korupsi pada Proyek Konstruksi di Sumatera
Barat yaitu:
1. Kompleksitas proyek
2. Standar etika profesional yang buruk
3. Kurangnya pengawasan
4. Koneksi interpersonal
5. Hubungan terlalu dekat di antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak
6. Peran pemimpin negatif
7. Sanksi yang tidak memadai
8. Persaingan yang berlebihan di pasar konstruksi
Item-Total Statistics
17
X15 274.59 899.098 .827 .696
X16 274.59 899.098 .827 .696
X17 272.88 992.410 -.389 .728
X18 273.59 959.401 -.110 .716
X19 273.71 957.426 -.076 .715
X20 273.26 912.807 .465 .702
X21 273.94 881.390 .819 .691
X22 271.53 959.590 -.166 .716
X23 272.12 921.865 .324 .705
X24 273.62 967.395 -.193 .719
X25 273.15 958.978 -.184 .715
X26 274.88 947.198 .108 .712
X27 275.12 939.865 .397 .709
X28 275.12 939.865 .397 .709
X29 272.85 953.826 -.001 .714
X30 273.26 923.352 .569 .704
X31 272.91 949.537 .058 .713
X32 273.32 943.862 .359 .711
X33 272.94 928.542 .462 .706
X34 273.38 958.061 -.078 .716
X35 273.32 923.013 .553 .704
X36 272.03 942.939 .208 .711
X37 272.79 929.017 .365 .707
X38 273.26 927.716 .486 .706
X39 271.88 954.471 -.017 .714
X40 272.94 958.178 -.104 .715
X41 273.24 928.791 .476 .706
X42 272.59 908.431 .430 .701
X43 273.18 920.210 .447 .704
X44 272.97 947.726 .169 .712
X45 272.97 950.696 .058 .713
X46 273.97 859.908 .836 .684
X47 271.38 949.334 .146 .712
skortot 138.15 238.553 1.000 .811
Cronbach's N of Items
Alpha
.728 47
18
Hasil uji Cronbach’s Alpha pada tabel 2.4 dapat dilihat nilai pada kolom
Corrected Item-Total Correlation untuk jumlah variabel sebanyak 47 (dapat
dilihat di r tabel 47 = 0.288 (2-tailed)) diatas r tabel atau r alpha > r tabel (0.288),
sehingga semua variabel pada item pertanyaan yang berada dibawah 0.288 artinya
variabel tersebut tidak valid, maka harus dibuang. Sedangkan untuk uji
realiabilitas untuk digunakan pada penelitian ini. Hal ini juga didukung dengan
nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.728 pada tabel 2.5 yang artinya variabel pada
instrumen penelitian dapat diterima dan baik (berada > 0.8).
19
BAB III
20
mendapatkan signifikansi dari perbedaan antara nilai rata-rata (means) dari dua
sampel skor. Menurut Payne [51] uji one sample t-tes memungkinkan analis untuk
memeriksa apakah terdapat bukti bahwa nilai rata-rata (means) berbeda dari nilai
tertentu, dengan asumsi bahwa data berdistribusi normal.
21
BAB IV
STATUS LUARAN
Publikasi hasil penelitian sebagai salah satu luaran yang diminta dari setiap
penelitian akan menjadi bagian akhir dari laporan penelitian ini. Publikasi hasil
penelitian yang direncanakan akan dipublikasikan pada jurnal nasional. Saat ini
Artikel Jurnal sudah di Submit ke Jurnal Dinamika Rekayasa Universitas Jendral
Soedirman, sejak tanggal 27 Juni 2021 dengan status luaran penelitian dalam
jurnal tersebut adalah : Awaiting Assigment dan sebagaimana dilihat dalam
gambar dibawah ini.
DAFTAR PUSTAKA
22
[1] Bardhan, P. (1997). "Corruption and development: A review of
issues."Journal of Economic Literature, 35(3),1320-1346.
[2] Ehrlich, I., and Francis, T. L. (1999). "Bureaucratic corruption and
endogenous economic growth."Journal of Political Economy, 107(6 PART
2),S270-S293.
[3] Jain, A. K. (2001). "Corruption: A review."Journal of Economic
Surveys, 15(1),71-116.
[4] Svensson, J. (2005). "Eight questions about corruption."Journal of
Economic Perspectives, 19(3),19-42.
[5] Le, Y., Shan, M., Chan, A. P. C., and Hu, Y. (2014). "Overview of
corruption research in construction."Journal of Management in
Engineering, 30(4),02514001.
[6] Mo, P. H. (2001). "Corruption and economic growth."Journal of
Comparative Economics, 29(1),66-79.
[7] Ahmad, E., Ullah, M. A., and Arfeen, M. I. (2012). "Does corruption
affect economic growth?"Latin American Journal of Economics,
49(2),277-305.
[8] Goldie-Scot, H. (2008). "Briefing: Corruption in construction
indeveloping countries." Proceedings of the ICE-Municipal Engineer,
161(4), 211-213.
[9] ICW (2019). Tren penindakan kasus korupsi Tahun 2019.
Diakses dari https://antikorupsi.org/sites/default/files/200215-tren-
penindakan-kasus-korupsi-tahun-2019- final-2.pdf
[10] De Jong, M., Henry, W. P., and Stansbury, N. (2009). "Eliminating
corruption in our engineering/ construction industry."Leadership and
Management in Engineering, 9(3), 105-111.
[11] Bowen, P. A., Edwards, P. J., and Cattell, K. (2012). "Corruption in
the South African construction industry: a thematic analysis of verbatim
comments from survey participants."Construction Management and
Economics, 30(10),885-901.
[12] Tanzi, V. (1998). "Corruption around the world: Causes,
consequences, scope, and cures."IMF Staff Papers, 45(4),559-594.
[13] Kenny, C. (2009). "Transport construction, corruption and
developingcountries." Transport Reviews, 29(1), 21-41.
[14] Ray (2012). Infrastructure Problems in Indonesia: Key Lessons from
Phase I of Indonesia Infrastructure Initiative (IndII), Indonesia
Infrasructure Initiative
[15] Marquette, H. (2001). "Corruption, democracy and the World
Bank."Crime, Law and Social Change, 36(4),395-407.
[16] Sohail, M., and Cavill, S. (2008). "Accountability to prevent
corruption in construction projects."Journal of Construction Engineering
and Management, 134(9),729-738.
[17] Chan, Albert P. dan Owusu, Emanuel K. (2017). “Corruption forms in
the construction industry: literature review”. Journal of Construction
Engineering and Management, 143(8),1-12
[18] Stansbury, C. (2009). "The Global Infrastructure Anticorruption
Centre."Leadership and Management in Engineering, 9(3),119-122.
23
[19] Tabish, S., and Jha, K. N. (2011). "Analyses and evaluation of
irregularities in public procurement in India."Construction Management
and Economics, 29(3),261-274.
[20] Tabish, S., and Jha, K. N. (2012). "The impact of anti-corruption
strategies on corruption free performance in public construction
projects."Construction Management and Economics, 30(1),21-35.
[21] Li, Y., Le, Y., Zhang, B., and Shan, M. (2013). "The correlations
among corruption severity, power and behavior features in construction
industry: An empirical study based on 148 typical cases."Management
Review, 25(8),21-31.
[22] Meduri, S. S., and Annamalai, T. R. (2013). "Unit costs of public and
PPP road projects: Evidence from India."Journal of Construction
Engineering and Management, 139(1), 35-43.
[23] Bowen, P., Akintoye, A., Pearl, R., and Edwards, P. J. (2007).
"Ethical behaviour in the South African construction
industry."Construction Management and Economics, 25(6), 631-648.
[24] Bowen, P., Pearl, R., and Akintoye, A. (2007). "Professional ethics in
the South African construction industry."Building research and
information, 35(2),189-205.
[25] Hartley, R. (2009). "Fighting corruption in the Australian construction
industry: the National Code of Practice."Leadership and Management in
Engineering, 9(3),131-135.
[26] Wang, S. Q., Tiong, R. L., Ting, S. K., and Ashley, D. (2000).
“Evaluation and management of political risks in China’s BOT projects.”
Journal Construction Enggineering Management., 126(3)242–250
[27] Loosemore, M., and Lim,B. T. H. (2016). “Intra-organisational
injustice in the construction industry.” Enggineering Construction Architec
Management, 23(4), 428– 447.
[28] Damoah IS, Akwei CA, Amoako IO, Botchie D. 2018. Corruption as
a source of government project failure in developing countries: Evidence
from Ghana. Project Manag J.49(3):17–33.
[29] Locatelli G, Mariani G, Sainati T, Greco M. 2017. Corruption in
public projects and megaprojects: There is an elephant in the room!. Int J
Project Manag.35(3):252–268.
[30] Laland, K. N., & Brown, R. G. (2011). Sense and nonsense:
Evolutionary Perspectives of Human Behaviour. USA: Oxford University
Press.
[31] Eshliki, S. A., & Kaboudi, M. (2012). Perception of Community in
Tourism Planning: Ramsar, Iran. Journal of ASIAN Behavioural
Studies,51-64
[32] Getz,K.A.,&Volkema,J.R.(2001).Culture, Perceived Corruption,and
Economics. Business Society, 7-30.
[33] Stansbury, N. (2005). Exposing the Foundations of Corruption in
Construction. United Kingdom: Transperancy
[34] Oyewobi LO, Ganiyu BO, Oke AA, Ola-Awo W, Shittu AA. 2011.
Determinants of unethical performance in Nigerian construction industry.J
Sustain Dev.4(4):175–182.
24
[35] Zou P. 2006. Strategies for minimizing corruption in the construction
industry in China. J Constr Dev Countries.11(2):15–29
[36] Olusegun AE, Benson A, Esther I, Michael AO. 2011. Corruption in
the construction industry of Nigeria: Causes and solutions. J Emerg Trends
Econ Manag Sci. 2(3):156– 159
[37] Le Y, Shan M, Chan APC, Hu Y. 2014. Investigating the causal
relationships between causes of and vulnerabilities to corruption in the
Chinese public construction sector. J Constr Eng Manag.140(9)
[38] Niazi GA, Painting N. 2017. Significant factors causing cost overruns
in the construction industry in Afghanistan. Procedia Eng.182:510–517.
[39] Awofeso O, Odeyemi TI. 2014. The impact of political leadership and
corruption on Nigeria’s development since independence. J Sustain
Dev.7(5):240–253.
[40] Sultan, B., and Kajewski, S. (2005). Policies for economic
sustainability for the construction industry in Yemen. Queensland
University of Technology Research Week International Conference.
Brisbane: Sidwell, Anthony,Eds.
[41] Gebel, A. C. (2012). Human nature and morality in the anti corruption
discourse of Transparency International. Public Administration and
Development, 32,109-128
[42] Park, H., & Blenkinsopp, J. (2011). The roles of Transparency and
Trust in the Relationship between Corruption and Citizen Satisfaction.
International Review of Administrative Sciences, 77(2),254-274.
[43] Rabl, T., and Kuhlmann, T. M. (2008). Understanding corruption in
organisations – Development and empirical assessment of an Action
Model. Journal of Business Ethics, 477-495.
[44] Ortiz, O., Castells, F., and Sonnemann, G. (2009). Sustainability in
the construction industry: A reveiew of recent developments based on
LCA. Construction and Building Materials,28-39.
[45] Shan, M., Chan, A. P., Le, Y., Xia, B., & Hu, Y. (2015). Measuring
corruption in public construction projects in China. Journal of Professional
Issues in Engineering Education and Practice, 141(4),05015001.
[46] Boyd, J. M., & Padilla, J. D. (2009). FIDIC and integrity: A status
report. Leadership and Management in Engineering, 9(3),125–128.
[47] Ho, C. M. (2012). Communication makes a corporate code of ethics
effective: Lessons from Hong Kong. Journal of Construction Engineering
and Management, 139(2), 128– 137.
[48] Zou, P. X. (2006). Strategies for minimizing corruption in the
construction industry in China. Journal of construction in Developing
Countries, 11(2),15–29.
[49] Kolstad, I., and Wiig, A. (2009). Is Transparency the Key to Reducing
Corruption in Resource-Roch Countries? World Development, 37(3),521-
532.
[50] Mohd-Nordin, R., Takim, R., and Nawawi, A.-H. (2012).
Transparency Initiatives (TI) in Construction: The Social Psychology of
Human Behaviours. ASEAN Conference on Environment-Behaviour
Studies. Bangkok:Elsevier.
25
[51] Takim, R., Shaari, S-M., Mohd-Nordin, R. (2013) Transparency
Initiative (TI) for Enhancing Quality of Life: Behavioural components that
lead to corruption in construction. Social and Behavioral Sciences.
101,110-119.
[52] World Health Organisation, W. (1997). WHOQOL Measuring Quality
of Life. Division of Mental Health and Prevention of SubstanceAbuse..
26