Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


CARDIAC ARREST

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

1. REGA MAMONTO
2. INTAN DIAN MINTARSIH
3. BAMBANG SANTOSO

STIKES GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul“Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan gangguan
Sistem Kardiovaskuler “Henti Jantung ( Cardiac Arrest ) ”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih kurang
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah
ini berguna dan bermanfaat bagi semuanya.
.

Kotamobagu, 12 Maret 2018


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB 2. TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Henti Jantung ( Cardiac Arrest)
B. Etiologi Henti Jantung ( Cardiac Arrest)
C. Tanda Gejala Henti Jantung ( Cardiac Arrest)
D. Patofisiologi Henti Jantung ( Cardiac Arrest)
E. Penatalaksanaan Henti Jantung ( Cardiac Arrest)
F. Pemerikasaan Penunjang Henti Jantung ( Cardiac Arrest)
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan

BAB 4. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Henti jantung berdasarkan The Pediatric Utstein Guidline adalah
terhentinya aktivitas mekanik jantung yang ditentukan oleh tidak adanya
respon dari perabaan pada denyut nadi sentral, dan henti nafas.
Pada anak, henti jantung biasanya lebih banyak disebabkan oleh
asfiksia sebagai akibat sekunder dari henti nafas. Hal ini berbeda dengan
kejadian henti jantung pada dewasa yang sebagian besar disebabkan oleh
masalah primer pada jantung. Data yang didapatkan menyebutkan bahwa,
lebih kurang 2 – 4 % pasien yang dirawat di Pediatric Intensive Care Unit
(PICU) mengalami henti jantung. Angka kejadian henti jantung dan nafas pada
anak di Amerika Serikat sekitar 16.000 setiap tahunnya, hanya 30 % yang
menerima resusitasi jantung paru dan sebagian besarnya terjadi pada anak
dengan usia kurang dari 1 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Hans Steiner dan Gerald Neligan
(1975) mendapatkan hasil bahwa lamanya henti jantung berhubungan dengan
insiden kerusakan otak, semakin lama bayi mengalami henti jantung, semakin
berat kerusakan otak yang akan dialaminya. Hal tersebut dikarenakan henti
jantung yang lama akan menyebabkan tidak adekuatnya Cerbral Perfusion
Pressure (CPP) yang selanjutnya akan berdampak pada kejadian iskemik yang
menetap dan infark kecil di suatu bagian otak.
Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupa
Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung pada
kelangsungan hidup dan komplikasi yang ditimbulkan setelah terjadinya henti
jantung pada bayi dan anak. Resusitasi jantung paru segera yang dilakukan
dengan efektif berhubungan dengan kembalinya sirkulasi spontan dan
kesempurnaan pemulihan neurologis. Hal ini disebabkan karena ketika jantung
berhenti, oksigenasi juga akan berhenti sehingga akan menyebabkan kematian
sel otak yang tidak akan dapat diperbaiki walaupun hanya terjadi dalam
hitungan detik sampai beberapa menit .
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Henti Jantung ( Cardiac Arrest)?
2. Bagaimana epidemiologi dan etiologi Henti Jantung ( Cardiac Arrest)?
3. Apa saja tanda dan gejala Henti Jantung ( Cardiac Arrest)?
4. Bagaimana prognosis Henti Jantung ( Cardiac Arrest)?
5. Bagaimana pengobatan, pencegahan, dan pemeriksaan penunjang Henti
Jantung ( Cardiac Arrest)?
6. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Henti Jantung ( Cardiac
Arrest)?

C. Tujuan
1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan konsep Henti Jantung
pada anak.
2 . Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan bronkopneumonia;
b. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dan etiologi Henti
Jantung
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala serta patofisiologi
Henti Jantung
d. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis Henti Jantung ( Cardiac
Arrest);
e. Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan, pencegahan, dan
pemeriksaan penunjang Henti Jantung ( Cardiac Arrest); dan
f. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Henti Jantung ( Cardiac Arrest).
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Henti jantung (Cardiac Arrest )


Henti jantung (Cardiac Arrest ) adalah penghentian tiba-tiba fungsi
pemompaan jantung dan hilangnya tekanan darah arteri. Saat terjadinya
serangan jantung, penghantaran oksigen dan pengeluaran karbon dioksida
terhenti, metabolisme sel jaringan menjadi anaerobik, sehingga asidosis
metabolik dan respiratorik terjadi. Pada keadaan tersebut, inisiasi langsung
dari resusitasi jantung paru diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan
jantung, paru-paru, ginjal, kerusakan otak dan kematian.

B. Etiologi Henti jantung (Cardiac Arrest )


Penyebab terjadinya henti jantung tidak sama pada setiap usia.
Penyebab terbanyak pada bayi baru lahir adalah karena gagal nafas, sedangkan
pada usia bayi yang menjadi penyebabnya bisa berupa :
a. Gangguan kelistrikan jantung
b. Sindrom bayi mati mendadak atau SIDS ( Sudden Infant Death Syndrome )
c. Penyakit pernafasan
d. Sumbatan pada saluran pernafasan, termasuk aspirasi benda asing misalnya
tersedak
e. Tenggelam
f. Sepsis
g. Penyakit neurologis
h. Penyakit jantung bawaan ( kongestive )
Penyebab terbanyak henti jantung pada anak yang berumur diatas 1
tahun adalah cedera yang meliputi kecelakaan lalu lintas, terbakar, cedera
senjata api, dan tenggelam.
C. Tanda dan Gejala Henti jantung (Cardiac Arrest )
1. Tidak sadar (pada beberapa kasus terjadi kolaps tiba-tiba)
2. Henti nafas atau mengap-megap (gasping)
3. Sianosis dari mukosa buccal dan liang telinga
4. Pucat secara umum dan sianosis
5. Jika pernapasan buatan tidak segera di mulai, miokardium (otot jantung)
akan kekurangan oksigen yang di ikuti dengan henti napas.
6. Hipoksia
7. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa
Atau brakialis pada bayi)

D. Patofisiologi Henti jantung (Cardiac Arrest )


Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya.
Beberapa sebab dapat menyebabkan ritme denyut jantung menjadi tidak
normal, dan keadaan ini sering disebut aritmia. Selama aritmia, jantung dapat
berdenyut terlalu cepat atau terlalu lambat atau berhenti berdenyut. Empat
macam ritme yang dapat menyebabkan pulseless cardiac arrest yaitu
Ventricular Fibrillation (VF), Rapid Ventricular Tachycardia (VT), Pulseless
Electrical Activity (PEA) dan asistol (American Heart Association (AHA),
2005). Kematian akibat henti jantung paling banyak disebabkan oleh
ventricular fibrilasi dimana terjadi pola eksitasi quasi periodik pada ventrikel
dan menyebabkan jantung kehilangan kemampuan untuk memompa darah
secara adekuat. Volume sekuncup jantung (cardiac output) akan mengalami
penurunan sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan sistemik tubuh, otak dan
organ vital lain termasuk miokardium jantung. Henti jantung timbul akibat
terhentinya semua sinyal kendali listrik di jantung, yaitu tidak ada lagi irama
yang spontan. Henti jantung timbul selama pasien mengalami hipoksia berat
akibat respirasi yang tidak adequat. Hipoksia akan menyebabkan serabut-
serabut otot dan serabut-serabut saraf tidak mampu untuk mempertahankan
konsentrasi elektrolit yang normal di sekitar membran, sehingga dapat
mempengaruhi eksatibilitas membran dan menyebabkan hilangnya irama
normal.
Apapun penyebabnya, saat henti jantung anak telah mengalami
insufisiensi pernafasan akan menyebabkan hipoksia dan asidosis respiratorik.
Kombinasi hipoksia dan asidosis respiratorik menyebabkan kerusakan dan
kematian sel, terutama pada organ yang lebih sensitif seperti otak, hati, dan
ginjal, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan otot jantung yang
cukup berat sehingga dapat terjadi henti jantung.
Penyebab henti jantung yang lain adalah akibat dari kegagalan sirkulasi
(syok) karena kehilangan cairan atau darah, atau pada gangguan distribusi
cairan dalam sistem sirkulasi. Kehilangan cairan tubuh atau darah bisa akibat
dari gastroenteritis, luka bakar, atau trauma, sementara pada gangguan
distribusi cairan mungkin disebabkan oleh sepsis atau anafilaksis. Organ-organ
kekurangan nutrisi esensial dan oksigen sebagai akibat dari perkembangan
syok menjadi henti jantung melalui kegagalan sirkulasi dan pernafasan yang
menyebabkan hipoksia dan asidosis. Sebenarnya kedua hal ini dapat terjadi
bersamaan.
Pada henti jantung, oksigenasi jaringan akan terhenti termasuk oksigenasi
ke otak. Hal tersebut, akan menyebabkan terjadi kerusakan otak yang tidak
bisa diperbaiki meskipun hanya terjadi dalam hitungan detik sampai menit.
Kematian dapat terjadi dalam waktu 8 sampai 10 menit. Oleh karena itu,
tindakan resusitasi harus segera mungkin dilakukan.

E. Penatalaksanaan Henti jantung (Cardiac Arrest )


Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupa
Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung pada
kelangsungan hidup dan komplikasi yang ditimbulkan setelah terjadinya henti
jantung pada bayi dan anak.
CPR atau yang lebih dikenal dengan istilah Resusitasi Jantung Paru
(RJP) merupakan upaya yang dilakukan terhadap korban atau penderita yang
sedang berada dalam kondisi gawat atau kritis untuk mengembalikan nafas
dan sirkulasi spontan. RJP terdiri atas Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan
Bantuan Hidup Lanjutan (BHL). BHD adalah tindakan resusitasi yang
dilakukan tanpa menggunakan alat atau dengan alat yang terbatas berupa bag-
mask ventilation, sedangkan BHL sudah menggunakan alat dan obat-obatan
resusitasi sehingga penanganan dapat dilakukan lebih optimal.
Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengoptimalkan tekanan
perfusi dari arteri koronaria jantung dan aliran darah ke organ-organ penting
selama fase low flow. Kompresi jantung yang adekuat dan berkelanjutan dalam
pemberian penanganan bantuan hidup dasar sangat penting pada fase ini.
Menurut (Thygerson,2006), prisip penanganan anak cardiac arrest
terdapat
4 rangkaian yaitu early acces, early CPR, early defibrillator,dan early
advance care.
a. Early acces: kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi gejala dan
tanda awal serta segera memanggil pertolongan untuk mengaktifasi
EMS (Cepat hubungi fasilitas pelayanan kegawatdarutan jantung, ex : call
118 )
b. Early CPR: CPR akan mensuplai sejumlah minimal darah ke jantung
dan otak, sampai defibrilator dan petugas yang terlatih tersedia/datang.
c. Early defibrillator: pada beberapa korban, pemberian defibrilasi segera
ke jantung korban bisa mengembalikan denyut jantung.
d. Early advance care: pemberian terapi IV, obat-obatan, dan
ketersediaan peralatan bantuan pernafasan.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG).
Ketika dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di
bagian tubuh lainnya misalnya tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan
durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada
irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan impuls listrik
normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG
dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan,
yang meningkatkan risiko kematian mendadak. Gambaran EKG bisa
menunjukan Fibrilasi Ventrikel (VF) atau takikardi ventrikel (VT) tanpa
denyutAktivitas listrik tanpa nadi / pulseless electric activity (PEA) dan
Asistol

2. Pemeriksaan Enzim Jantung


Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung
terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden
cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim ini
sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan jantung.
3. Pemeriksaan Foto Thorax
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh
darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal
jantung.
4. Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran
jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah
jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal
atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
5. Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest
adalah seberapa baik jantung mampu memompa darah. Ini dapat
menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang
dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang
dipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi
normal adalah 55 sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen
meningkatkan risiko sudden cardiac arrest.Ini dapat mengukur fraksi ejeksi
dalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram, Magnetic Resonance
Imaging (MRI) dari jantung Anda, pengobatan nuklir scan dari jantung
Anda atau computerized tomography (CT) scan jantung.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, jenis kelamin,
umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, alamat, lingkungan tempat tinggal.
Kasus henti jantung anak – anak lebih sering pada anak usia dibawah 1 tahun
dan lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki.
2. Keluhan utama
Klien dengan henti jantung akan mendapatkan sesak dan nyeri karena
oksigen yang disalurkan keseluruh tubuh berkurang.
3. Riwayat Penyakit
a) Riwayat penyakit sekarang
Hal ini harus ditanya dengan jelas pada keluarga tetang apa yang dilakukan
anak sebelum mengalami pingsan kemungkinan anak tenggelam atau
dengan ditemukan tanda seperti anak tidak sadar dan tangan kanan
memegang dada sebelah kiri.
b) Riwayat penyakit dahulu
Jika pasien baru didiagnosa setelah usia anak-anak, maka perlu diketahui
apakah pasien pernah menderita penyakit jantung bawaan.
c) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang mengalami
penyakit jantung bawaan.

4. Pengkajian Primer
A. Airway/Jalan Napas
Pemeriksaaan / pengkajian menggunakan metode look,listen,feel.
a) Look : lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada, terdapa
sumbatan jalan napas / tidak,sianosis,ada tidaknya retraksi pada dinding
dada,ada/tidaknya penggunaan otot-otot tambahan.
b) Listen : mendengar aliran udara pernapasan, suara pernapasan, ada
bunyi napas tambahan seperti snoring, gurgling, atau stidor.
c) Feel : merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya
pergeseran / deviasi trakhea, ada hematoma pada leher,teraba nadi karotis atau
tidak.
Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :
1. Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan
menyentuh,menggoyang dan di beri rangsangan atau respon nyeri.
2. periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.
3. Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan bernapas.
4. Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang
lidah dan rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.
5. identifikasi dan keluarkan benda asing (darah, muntahan, sekret, ataupun
benda asing ) yang menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial maupun
total dengan cara memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan pada trauma
kepala).
6. Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas.
7. Pertahankan dan lindungi tulang servikal.

B. Breathing / Pernapasan
Pemeriksaan / pengkajian menggunakan metode look listen,feel
a) Look : nadi karotis ada/tidak,frekuensi pernapasan tidak ada dan tidak
terlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran menurun, sianosis,
identifikasi pola pernapasan abnormal, periksa penggunaan otot bantu dll.
b) Listen : mendengar hembusan napas
c) Feel : tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.

Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :


1. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.
2. Berikan therapy O2 (oksigen).
3. Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask (BMV) /
endo tracheal tube (ETT) jika perlu.
4. Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.
5. Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema
pulmonal,dll.

C. Circulation / Sirkulasi
Pemeriksaan / pengkajian :
a) Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada (bayi),kualitas dan
karakternya
b) periksa perubahan warna kulit seperti sianosis

Tindakan yang harus di lakukan perawat :


1. Lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi.
Langkah-langkah di lakukannya RJP pada bayi dan anak
a) perhatikan bayi untuk menentukan apakah bayi masih bernapas
b) perhatikan apakah dada bayi bergerak
c) tempatkan telinga di dekat hidung dan mulut bayi dan dengarkan aliran udara
d) jentikan kaki bayi apabila ada perubahan warna kulit atau bila bayi tidak
bernapas jangan menguncang-guncangkan bayi.
e) Mulailah RPJ jika bayi tetap tidak bernapas setelah kakinya tidak di jentikan.
f) Tempatkan bayi di atas permukaan yang keras
g) Posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan jalan napas dengan menepatkan
tangan anda pada dahi dan jari-jari tangan anda dari tangan yang lain di bawah
tulang rahang. berhati-hatilah mendorong jaringan lunak di bawah dagu angkat
dan sedikit tengadahkan kepala kearah belakang dan hidung mengarah keatas.
h) Tarik garis yang menghubungkan antara kedua puting susu bayi
i) Dengan telunjuk dan jari tengah anda,tekan lurus ke bawah pada tulang dada
1,25 cm sampai 2,5 cm.ulangi hal ini sebanyak 30 kali dan 2 kali napas
buatan.
D. Disability
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
a) Alert (A) : pasien tidak berespon terhadap lingkungan
sekelilingnya/tidak sadar terhadap kejadian yang menimpa.
b) Respon verbal (V) :klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
c) Respon nyeri (P) :klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
d) Tidak berespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.
“cara pengkajian”
a) Anamnese (tanya) : nama dan kejadian
b) Cubit daerah pundak/tepuk wajah
c) Dengan GCS (E1 M1 V1 ), pupil, kemampuan motorik

5. Pengkajian Subjektif
Untuk mendapatkan data subyektif perlu di pertimbangkan budaya pasien,
kemampuan kognitif dan tingkat pertumbuhaan. Pengkajian tentang keluhan
nyeri termasuk tingkat keparahan, lokasi durasi,dan intensitas nyeri dengan
menggunakan mnemonic PQRST. Mnemonic PQRST untuk pengkajian
nyeri
1. P : Provokativ / Palliative
Apa yang menjadi penyebab,apakah ada hal yang menyebabkan kondisi
memburuk / membaik.apa yang di lakukan jika sakit / nyeri timbul. Apakah
nyeri ini sampai mengganggu tidur.
2. Q : Quallity / Kualitas
Seberapa berat keluhan di rasa, atau bagaimana rasanya
3. R : region/radiasi
Apakah sakitnya menyebar,seperti apa penyebarannya.
4. S : skala severity
Skala kegawatan dapat di gunakan GCS untuk gangguan kesadaran skala nyeri
atau ukuran lain yang berkaitan dengan ukuran.
5. T : time/waktu
Kapan keluhan tersebut mulai di rasakan / di temukan atau seberapa sering
keluhan tersebut di rasakan. Pada unit gawat darurat riwayat kesehatan
lengkap dan pengkajian subjektif secara detail jarang di lakukan atau di
butuhkan. Pengkajian di unit gawat darurat lebih di fokuskan pada keluhan
utama yang di rasakan pasien

6. Pengkajian Objektif
Pengkajian objektif adalah sekumpulan data yang dapat dilihat da di ukur
meliputi TTV,BB dan TB pasien,pemeriksaan fisik,hasil perekaman
EKG,serta tes diagnostik.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi adalah pemeriksaan di mulai dari status keseluruhan
pasien.apakah pasien sadar atau tidak,penampilan secara umum pasien
(general apperance). Rapi atau berantakan, melihat apakh pasien
bernapas dengan tersengal-sengal, bagaimana warna kulit dan mukosa,
apakah ada memar, perdarahan, atau bengkak. Perhatikan postur dan
pergerakan tuuh apakah ada nyeri,gangguan neurologis, orthopedi, dan
status mental.
b. Auskultasi adalah di gunakan untuk pemeriksaan paru-paru, jantung
dan suara peristaltik. Periksa kualitas suara, intensitas, dan durasi.
Lakukan pemeriksaan auskultasi sebelum di lakukan palpasi dan
perkusi.
c. Palpasi adalah di periksa untuk karasteristik permukaan seperti,
tekstur kulit, sensitifitas, tugor dan suhu tubuh.gunakan palpasi ringan
untuk memeriksa denyut nadi, deformitas, kekuatan otot, sedangkan
palpasi dalam dapat di gunakan untuk mengidentifikasi adanya massa,
nyeri, ukuran, organ dan adanya kekakuan.
d. Perkusi adalah dapat di lakukan untuk mengevaluasi organ atau
kepadatan tulang dan dapat di gunakan untuk membedakan struktur
padat,berongga,atau adanya cairan.
8. Pengkajian Neurologis
Indikator utama dalam pengkajian neurologis adalah tingkat kesadaran
pasien. Untuk mengetahui status neurologis dan mencatat perubahan setiap
saat maka dapat di gunakan Glasgow Coma Scale (GCS) untuk dewasa dan
pediatrik glasgow coma scale pada anak-anak yang belum bisa bicara.

9. Pengkajian Kardiovaskuler
Gunakan EKG 12 lead untuk mengetahui atau menilai adanya abnormalitas
irama.
a. Suara jantung.
b. Murmur
c. Efusi perikat / tamponad
d. Perfusi

10. Pernapasan
Suara napas di kelompokan menjadi,trakheal,bronkhiale,vesikuler,dan
bronkovesikuler.suara napas abnormal (berat) termasuk stridor, ronkhi, rales,
terputus-putus, dan sulit bernapas.

11. Gastrointestinal
Pada pengkajian subjektif perlu di kaji / pemeriksaan sistem gastrointestinal.
Apakah ada riwayat gastritis, sirosis hepatis, appendisitis, dan pankreatitis, dll.
Apakah ada gaya hidup yang mempengaruhi masalah gastrointestinal.

12. Perkemihan
Catat frekuensi urine ,adanya inkontinensia, terasa panas,damn bau aneh. kaji
pula lokasi nyeri dan kateter.

13. Muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal dalam gawat darurat biasanya berhubungan dengan
trauma dan infeksi.
14. Integumen
Periksa warna kulit,tekstur,turgor dan suhu tubuh kulit.apakah ada tanda-tanda
pucat sianosis,atau kekuningan.

15. Hematologis
Periksa gangguan tanda-tanda perdarahan seperti memar, ptechiae,
konjungtiva pucat, nyeri dan memar,dll.

16. Imunologi
Gaya hidup,status imunisasi,dan riwayat penyakit adalah faktor kunci dalam
pemeriksaan imun.demam adalah pertimbangan penting tapi tidak selamanya
orang yang bersuhu tiggi dalm keadaan bahaya. Hal lai yang di
pertimbangkan adalah status imunisasi terbaru dan riwayat kontak dengan
orang yang memiliki gejala yang sama.

17. Endokrin
Perhatikan adanya gangguan endokrin jika pasien merasa sering lelah, lemah,
perubahan status mental, penurunan BB, panas dingin, poliuri, polidipsi, dan
polifagi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai Oksigen tidak
adekuat.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung
menurun.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai Oksigen tidak
adekuat.
Kriteria Hasil :
Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung
Dengan Indikator:
1. Nilai GDA normal
2. Tidak ada distress pernafasan

Intervensi :
1. Berikan oksigenasi sesuai indikasi
2. Pantau GDA Pasien
3. Pantau pernapasan klien
4. Lakukan RJP
5. Pantau pernapasan klien

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung


menurun.
Kriteria Hasil :
Menunjukan curah jantung yang memuaskan di buktikan dengan
keefektifan pimpa jantung,status sirkulasi,perfusi jaringan (organ
abdomen),dan perfusi jaringan (perifer)
Dengan Indikator:
1. Tekanan darah sistilik,diastolik dalam batas normal
2. Denyut jantung dalam batas normal
3. Tekanan vena sentral dan tekanan dala paru dbn
4. Hipotensi ortostatis tidak ada
5. Gas darah dbn
6. Bunyi napas tambahan tidak ada
7. Distensi vena leher tidak ada
8. Edema perifer tidak ada

Intervensi :
1. Lakukan pijat jantung
2. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
3. Palpasi nadi perifer
4. Pantau Tekanan Darah
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,


ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Kriteria Hasil :
Peningkatn toleransi terhadap aktivitas
Dengan Indikator :
1. Menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
2. Tanda – tanda vital dalam batas normal

Intervensi :
1. Evaluasi respon terhadap aktivitas
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
3. Jelaskan pentingnya istirahat dan perlunya keseimbangan aktivitas dan
istirahat.
4. Bantu aktivitas perawatan, aktivitas diri yang diperlukan.
5. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat / tidur.

D. IMPLEMENTASI

Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana


keperawatan (intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan
dengan pedoman atau prosedur teknis yang telah ditentukan.

E. EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan :
a. Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar
b. Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung
c. Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen ke otak
terpenuhi
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa otot
jantung secara tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses penghantaran
oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadaan ini bisa terjadi akibat
hipoksia lama karena terjadinya henti nafas yang merupakan akibat terbanyak
henti jantung pada bayi dan anak.
Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama,
karena sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian
jaringan otak. Hal tersebutlah yang menjadi alasan penatalaksanaan berupa
CPR atau RJP harus dilakukan secepat mungkin untuk meminimalisasi
kerusakan otak dan menunjang kelangsungan hidup korban.
Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban,
apapun teknik yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban
berada di tempat yang aman, menilai kesadaran korban dan segera meminta
bantuan.

B. Saran
Informasi dan pelatihan tatalaksana henti henti jantung sebaiknya dapat
diberikan kepada masyarakat umum, mengingat bahwa resusitasi dapat
memberikan pertolongan awal. Dampak yang di timbulkan semakin berat jika
waktu datangnya pertolongan semakin lama.
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. Pediatric Basic Life Support : 2010 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and emergency
cardiovascular care. Circulation 2010
Behram ,Kliegman, Jensen,. 2000. Buku Teks Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi ke
18, Volume ke 1, Jakarta: EGC,
Guyton AC, Hall JE 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11, Jakarta:
EGC, 2008. h. 163.
Hakim, DDL.2013. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat (Resusitasi Jantung Paru
pada Bayi dan Anak). Jakarta: Badan penerbit IDAI
Hazinski M, et all. 2010 Hand book of emergency cardiovaskular care for healthcare
provider. Chicago: American Heart Association. 2010.
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&
uact=8&ved=0CCcQFjAC&url=https%3A%2F%2Fml.scribd.com%2Fdoc%2
F203574909%2FReferat-Tatalaksana-Awal-Henti-Nafas-dan-Henti-Jantung-
pada-Bayi-dan-
Anak&ei=tM9NVNlTodKYBcvcguAD&usg=AFQjCNFQ3IUzj29hqBaEgIPx
Nnm3iAGBew&sig2=fJu_Hm2QtlW6YUVV4zHdgg&bvm=bv.77880786,d.d
GY diakses pada tanggal 27 Oktober 2014 pukul 14.00
Pratondo, Oktavianus.( Tanpa Tahun).Persepsi Perawat Tentang Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi Jantung Paru (Rjp) Di Upj Rsup Dr.
Kariadi Semarang . Jurnal : Prodi S-1 Keperawatan, STIKes Kusuma Husada
Surakarta .
Tress, Erika E et al. 2010. Cardiac Arrest in Children. Journal of Emergencies,
Trauma, and Shock .
Ulfah AR. 2010. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita. Jakarta. 2003 AHA Guidelines For CPR and ECC.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : diagnosa


NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai