Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ASKEP BEDAH ORTOPEDI

OLEH :
NAMA : MUH KHATAMI DJ

PRODI : S1 KEPERAWATAN

SEMESTER : V (LIMA)

STIKES MARENDENG MAJENE


TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah ini. Makalah ini saya
buat dalam memenuhi tugas mata kuliah ”KMB II”. Makalah ini saya buat untuk membantu
memahami tentang “ASKEP BEDAH ORTHOPEDI ” baik teori maupun Asuha Keperawatan
yang di buat berdasarkan contoh kasus.
Dengan adanya makalah ini, para pembaca diharapkan mampu mengembangkan
danmenambah pengetahuan mereka disamping adanya buku – buku referensi dan makalah yang
lain,makalah ini bukan suatu hasil yang sempurna, dengan adanya waktu - waktu yang akan
datangdiperlukan proses perbaikan dan penyempurnaan.
Apabila Makalah ini terdapat kekurangan - kekurangan, maka saya sebagai penyusun
makalah ini mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca.Harapan kami semoga makalah
ini berguna bagi semua pembaca.
Kritik dan saran yangmembangun sangat saya harapkan untuk pembelajaran
berikutnya.Terima kasih.

Majene, 5 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................................


KATA PENGANTAR ........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ..............................................................................................................
B. Preoperatif Orthopedic……………………………………………………………..
C. Jenis-jenis Pembedahan ..........................................................................................
D. Macam-macam gangguan Orthopedi……………………………………………….
E. Komplikasi…………………………………………………………………………..
F. Penatalaksanaan………………………………………………………………………
G. Penatalaksanaan…………………………………………………………………..
H. Orhopedi Pediatric…………………………………………………………………..

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN BEDAH ORTHOPEDI


A. Pengkajian…………………………………………………………………….
B. Pemeriksaan Fisik…………………………………………………………….
C. Diagnosa Keperawatan.………………………………….…………………..
D. Intervensi Pre Operatif ……………………………………………………………..
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekitar tahun 1951 diperkenalkan satu bedah orthopedi yang ditemukan oleh Gavriel
Ilizarov, seorang ahli ortopedik asal Rusia. Teknik yang dikenal dengan nama “ Ilizarov “
Selama ini, operasi yang dilakukan di Indonesia masih menggunakan metode ilizarov. Metode
itu digunakan untuk mengoreksi bentuk kaki yang tidak simetris atau dikenal dengan istilah
osteogenesis distraksi. Caranya, dengan melakukan pembukaan tulang dari luar ke dalam.
''Kelemahannya, pasien merasa tidak nyaman, luka sayatan pun menjadi lebih besar, proses
penyembuhannya menjadi lebih lama, bila tidak hati-hati, bisa timbul infeksi.
Menurut Prof Sarbijt Singh, seorang ahli bedah orthopedi di Moun Elizabeth Medical Centre,
Singapura, Metode Fitbone merupkaan implant orthopedi pertama, teknik terbaru dan satu-
satunya di dunia yang dikendalikan oleh computer yang bertujuan untuk perbaikan struktur
tulang. Teknik terbaru ini menggunakan teknologi yang dapat dikendalikan sendiri oleh si pasien
dengan alat pengendali jarak jauh.
Kejadian bedah Ortopedi kerap dilakukan pada Cedera tulang keras dapat menyebabkan
patah tulang dan anak-anak relatif paling umum untuk mendapatkan fraktur . Fraktur adalah
hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan , tulang rawan epifisis , baik total atau parsial .
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik patah tulang pada anak-anak mereka
yang dirawat . Penelitian ini merupakan studi retrospektif deskriptif yang dilakukan di Arifin
Achmad General Hospital Pekanbaru . Berdasarkan hasil studi dari 214 kasus patah tulang pada
anak-anak , kejadian patahan paling sering ditemukan dalam adolecents ( 60,3 % ) , persentase
anak laki-laki ( 75,2 % ) lebih tinggi dibandingkan anak perempuan . Lokasi yang paling umum
dari fraktur adalah ekstremitas bawah yang Os femur ( 21,5 % ) . Klasifikasi yang paling umum
dari fraktur adalah fraktur lengkap ( 18,5 % ) . Sebagian besar patah tulang pada anak-anak
dirawat oleh bedah ( 45,8 % ) dan panjang rawat inap adalah sekitar 1-7 hari ( 53,7 % ) tapi itu
tidak spesifik untuk kasus patah tulang .Kondisi pasien untuk pulang menunjukkan tanda-tanda
perbaikan sebanyak 52,3 %. (Azmi , Siti Budianggi, 2013)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Orthopedik adalah cabang ilmu bedah yang berhubungan dengan pemeliharaan dan
pemulihan fungsi sistem rangka, persendiannya, dan stuktur yang berkaitan. Berhubungan
dengan koreksi deformitas sistem muskuloskeletal; berhubungan dengan orthopedik (Dorland,
1998).
Bedah orthopedi adalah suatu tindakan bedah untuk memullihkan kondisi disfungsi
muskuloskeletal seperti, fraktur yang tidak stabil, deformitas, dislokasi sendi, jaringan nekrosis
dan terinfeksi, sindrom kompartemen, serta sistem muskuloskeletal (Brunner & Suddart).
Dalam bedah orthopedi meliputi proses keperawatan Preoperatif Ortopedi dan
Pascaoperatif Ortopedi.

B. Preoperatif Orthopedic
Umumnya individu yang akan mengalami beragam ketakutan, rasa ketidaknyamanan,
ketakutan akan kematian yang muncul ketika klien berhadapan dengan pesiapan operasi. Periode
preoperasi adalah waktu untuk menghilangkan ketakutan klien dengan mempersiapkan mental
dan fisik untuk menjalani operasi. Fase preoperasi dimulai ketika klien pertama kali
mempertimbangkan dan diakhiri ketika masuk ke dalam ruang operasi.
Persiapan Administrasi preoperasi
institusi mempunyai bentuk beragam dalam administrasi preoperasi. Perawat bertanggung jawab
dalam mempersiapkan klien, meyakinkan bahwa klien telah dipersiapkan dengan baik untuk
menjalani operasi maupun tahap selanjutnya. Berikut ini diuraikan implementasi dan
rasionalisasi pada tahap persiapan operasi ( Lukman Nurnaningsih,2012 ).
No Implementasi Rasional
1 Mencuci tangan Mengurangi pergerakan
mikroorganisme.
2 Periksa kembali surat izin Memberikan informasi akutan dan
pembedahan (informed sebagai data dasar.
contcent), berbagai resiko dan
perlengkapan klien.
3 Periksa kembali nama klien, Melindungi keabsahan dan
nama belakang dan nama melengkapi kenyamanan klien.
panggilan.
4 Tanyakan apakah klien Mengurangi kecemasan, mungkin
memiliki pertanyaan lain klien tidak tahu resiko komplikasi.
tentang pembedaan dan
jelaskan prosedur.
5 Lengkapi data preoperasi, Melengkapi data dasar.
termasuk riwayat dahulu,
pengkajian fisik, dan
ketepatan pemeriksaan.
6 Pengkajian persarafan, Melengkapi data dasar, untuk
termasuk genggaman tangan, pengkajian pascaoperasi.
menekuk lutut, serta plantar
dan dorsolfleksi pada kaki.
7 Mengakaji nadi, tekanan Melengkapi data dasar, bila ada
darah nadi apikal, nadi beberapa yang tidak lazim beri
perifer, suhu badan, dan catatan.
dibandingkan dengan
informasi yang sudah didapat.
Lebih dar 50% klien
mmbutuhkan daa dasar EKG.
8 Auskultasi paru-paru kiri dan Melengkapi data dan adanya resiko
kanan, bagian depan dan komplikasi.
belakang.
9 Kaji sistem gastrointestinal, Melengkapi data dasar, mencegah
makan terakhir, alergi mual pascaoperasi,muntah. Biasanya
makanan, bising usus, instruksi puasa ( nothing per-oral-
BAB/BAK terakhir. NPO ) dimulai dini hari.
10 Kaji alat genitalia/sistem Melengkapi data dasar
perkemihan ( menstruasi
terakhir ).
11 Mengkaji kekencangan kulit Melengkapi data dasar
dan kekuatan otot
12 Pastikan tidak ada alergi atau Khususnya alergi iodin, karena
reaksi merugikan selama povidon iodine adalah antiseptik
pembedahan / penggunaan umum yang dipakai pada
anastesi perlengkapan untuk pembedahan.
13 Dapatkan riwayat pengobat Menghindari interaksi dalam
pengobatan
14 Pastikan riayat penggunaan Penggunakan alkhohol bisa
alkohol, kapan terhir mengubah rasa nyeri.
penggunakan.
15 Periksa / timbang beratbadan. Untuk pengkajian pascaoperasi.
16 Periksa keluarga dan status Keberadaan keluarga atau orang
perannya dalam keluarga. dekat, bisa menurunkan kecemasan,
dan menambah dukungan.
17 Pastikan klien siap untuk Melengkapi data, permintaan akan
dioperasi dan permintaan diteruskan/disampaikan kepada
lagsung akan pembedahan keluarga sebagai wali.
(misalnya ingin hidup setelah
operasi)
18 Lepaskan semua benda-benda Menjaga keamanan barang-barang
yang dipakai. Untuk barang milik klien
berharga disimpan ditempat
khusus dan terkunciatau
diberikan kepada keluarga
(misal cincin kawin)
19 Bila ada kacamata atau gigi Menjaga keamanan barang-barang
palsu,tempatkan di tempat milik klien.
khusus dan diberi label.

20 Catat cairan intravena, Mengikuti pesanan dan panduan/


termasuk pesanan cairan. prosedur.

21 Catat pengobatan termasuk Melaksanakan panduan dan order.


order. Pastikan ceklist
preoperasi sudah lengkap.

22 Antarkan klkien ke tempat Melaksanakan prosedur baku.


operasi yang nyaman

23 Beritahu anggotakeluarga Melengkapi jaminan kepada klien


dimana tempat menunggu dan dan keluarga.
tempatmemperoleh informasi
ketika pembedahans selesai.

C. Jenis-jenis Pembedahan
1. Reduksi terbuka
Melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan
diseksi dan pemajanan tulang yang patah.

2. Fiksasi Interna
Stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan sekrup, plat, paku, dan pin logam.
Selain Fiksasi interna ada Fiksasi eksterna yaitu alat yang diletakkan diluar kulit untuk
menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut
dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau
kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang
femur, humerus dan pelvis.
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian
proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan
satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk
menstabilisasikan fraktur.

3. Graft Tulang
Penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan
untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.
4. Amputasi
Adalah pengangkatan / pemotongan / pembuangan sebagian anggota tubuh / gerak yang
disebabkam karena adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis, kanker melalui
tindakan pembedahan.
5. Artroplasti
Adalah memperbaiki masalah sendi dengan arthostop (suatu alat yang memungkinkan ahli bedah
mengoprasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
6. Menisektomi: Adalah eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
7. Penggantian sendi
Adalah penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis.
8. Penggantian sendi total
Penggantian permukaan artikuler dalam sendi dengan bahan logam atau sintetis.
9. Transfer tendo
Adalah pemindahan insersi untuk memperbaiki fungsi.
10. Fasiotomi
Adalah pemotongan fascia otot untuk menghilangkan kontriksi otot atu mengurangi kontraktur
fascia. (Brunner & Suddarth. 2002)

D. Macam-macam gangguan Orthopedi


1. Fraktur
Adalah pemisahan atau patahnya tulang. Ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur, 5 diantaranya
adalah;
a) Inclomplete: fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang. Salah satu
sisi patah, yang lain biasanya hanya bengkok atau greenstick.
b) Complete: garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan
fragmen tulang biasanya berubah tempat.
c) Tertutup (simple) : fraktur tidak meluas melewati kulit
d) Terbuka (compound) : fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensian
untuk terjadi infeksi.
e) Patologis : fraktur terjadi pada penyakit tulang atau seperti kanker, osteoporosis, dengan
tak ada trauma atau hanya minimal.
2. Bedah rekrontuksi wajah
3. Amputasi: Pada umumnya amputasi disebabkan oleh kecelakaan, penyakit, dan gangguan
kongenital. Untuk tujuan perencanaan asuhan ini, amputasi adalah pengangkatan melalui bedah
atau traumatik pada tungkai. Amputasi ekstremitas bawah dilakukan lebih sering dari pada
amputasi ekstremitas atas. Terdapat dua tipe amputasi:
a) Terbuka (provisional), yang memerlukan teknik aseptik ketat dan refisi lanjut.
b) Tertutup atau flaps.
4. Penggantian sendi total
Penggantian sendi diindikasikan unuk kerusakan sendi peka rangsang dan nyeri yang tak hilang
(contoh; degeneratif dan artritis reumatoid; fraktur tertentu (contoh, leher femur), ketidakstabilan
sendi panggul kongenital. Penggantian panggula dan lutut dalam bedah paling umum. Prostase
mungkin besi atau polietilen (atau kombinasi) dan ditanam dengan semen akrilik, atau mungkin
sesuatu yang berpori-pori, implan bersalut yang mendorong pertumbuhan tulang kedalam
(Doengoes Marilyn. 2000.)

E. Komplikasi
1. Syok Hipovolemik
Kehilangan darah besar-besaran selama atau setelah pembedahan, dapat mengakibatakan syok
hipovolemik. Pantau kondisi klien setelah pembedahan bila klien mengalami syok hipovoemik.
Identifikasi tanda dan gejala awal syok, misal peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah
dan keluaran urin kurang dari 30 ml/jam, gelisah, perubahan kesadaran, rasa haus, penurunan
kadar hemoglobin dan hematokrit darah.
2. Atelaktasis dan pnemonia
Pada pasien pre dan post bedah sering mengalami gangguan pernafasan. Pengembangan paru
yang penuh dapat mencegah penimbunan sekresi pernafasan dan terjadinya atelaktasis dan
pnemonia.
Anjurkan klien latihan napas dalam an batuk efektif serta pantau suara paru. Pengembangan paru
yang penuh dapat mencegah penimbunan sekresi pernapasan dan terjadinya atelektasis serta
pneumonia. Bila diindikasikan menggunakan spirometri intensif, anjurkan klien untuk
menggunakannya. Bila muncul tanda gangguan pernapasan misalpeningkatan frekuensi
pernapasa, batuk produktif, suara napas menurun dan jauh, serta demam, segera lapor ke dokter
ahli bedah.
3. Retensi urine
Haluaran urin harus dipantau setelah pembedahan setiap jam. Anjurkan klien untuk BAK 3
sampai 4 jam sekali untuk mencegah retensi urin dan distensi kandung kemih. Berikan privasi
selama klien BAK dalam posisi yang tidak biasa. Gunakan pispot khusus, misalnya untuk klien
fraktur, biasanya akan lebih nyaman dibanding dengan pispot jenis lain.
4. Infeksi
Infeksi merupakan resiko pada setiap pembedahan, bahkan pada semua tindakan invasif. Resiko
Infeksi akibat tindakan invasif mencapai 80%. Infeksi merupakan perhatian khusus terutama
pada klien pascaoperasi ortopedi karena tingginya resiko osteomielitis. Ostheomilitis sering
memerlukan pemberian antibiotikintravena jangka panjang.
Segera mungkin tulang, prostesis dan alat fiksasi interna yang terinfeksi hrus diangkat. Itulah
sebabnya, antibiotik sistemik diberikan selama perioperatif dan pascaoperatif. Kaji respon klien
terhadap penggunaan antibiotik. Pertahankanlah tehnik aseptik pada saat mengganti balutan dan
mmengeringkan cairan.
5. Trombosis Vena Profunda
Penyakit trombeobolik merupakan salah satu dari semua komplikasi yang paling sering dan
paling berbahaya pada pasien pasca operasi orthopedic. Pencegahan trombosis vena dapat
dilakukan dengan latihan "pemompaan" betis dan pergelangan kaki, pemakaian stoking elastis
atau alatpenekan berkala, hidrasi yang adekuat,dan mobilisasi awal. Dorong klien untuk minum
yang banyak agar mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang menyertainya, yang akan
mnyebabkan statis. Warfin profikalis atau heparin dengan dosis yang disesuaikan dapat diberikan
untuk mencegah trombosis vena dalam, sedangkan aspirin tidak memperlihatkan efek profikalis
yang jelas terhadap adanya trombosis vena dalam ( Sabiston, David 2000 ).
F. Penatalaksanaan
Banyak pasien yang mengalami difungsi muskuloskletal harus menjalani pembedahan
untuk mengoreksi masalahnya. Maslah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi, fraktur,
deformitas, penyaki sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (missal :
sindrom kompartemen) adanya tumor. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan adalah
meliputi reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF : open reduction and internal fixation)
untuk fraktur antroplasti, menisektomi, dan penggantian sendi untuk masalah sendi, amputai
untuk masalah extremitas berat (missal : ganggren trauma pasif). Sasaran kebanyakan bedah
orthopedic adalah memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas
sertamengurangi nyeri dan distabilitas.
G. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
2) Kadar Hb
3) Hitung darah putih
4) Kadar kalsium serum dan fosfor serum
5) Fosfatase asam dan fosfatase alkali
6) Kadar enzym serum kreatinin kinase (CK) dan SGOT, aspartat aminotransferase
b. Pemeriksaan urin: Kadar kalsium urin
c. Pemeriksaan radiologi
1. Sinar-X
Sinar x standar akan menapakan perubahan struktural atau fungsional pada tulang dan sendi yang
secara umum yang digunakan untuk menilai masala atau penyakit muskuloskeletal.).
2. Arthrography.
Arthrography akan memberikan visualisasi radiografik setelah udara dan media kontras
dimasukan ke sendi..
3. Myelography
Tes ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan jaringan chorda spinalis dan ujung–ujung
syaraf.
4. Scan tulang.
Scan tulang memberikan tampilan gambar system tulang setelah injeksi radioactive tracer.
5. Scan computed tomography (CT).
CT Scan dapat memberikan gambar irisan melintang dari jaringan lunak dan tulang yang
mengalami ketidaknormalan.
6. Magnetic Resonance Imaging (MRI).
MRI menyediakan ganbar-ganbar yang sensitif yang dapat membedakan antara jaringan solid,
lemak, darah dan tulang.
7. Analisis Cairan Synovial .
Sebagian dari synovial diambil dengan jarum berlobang besar yang dimasukan kedalam kapsul
sendi. Cairan tersebut kemudian dianalisa terhadap penyakit-penyakit sendi yaitu sepsis,
perdarahan, inflamasi dan noninflammasi.
H. Orhopedi Pediatric
Gangguan muskuloskeletal pada anak bervariasi, ini disebabakan karena lempeng
pertumbuhan dari tulang aksial dan apendikular, respon yang berbeda terhadap cedera dan
penyakit dapat diharapkan sebanding dengan yang terjadi pada orang dewasa. Lagi pula, anomali
kongenital dan perkembangan seperti juga berdagai variasi penyakit genetik juga harus
dipertimbangkan.
Karena ortopedik pediatrik merupakan bidang yang luas, bagian yang ini dibatasi untuk
topik – topik terpilih saja .trauma pedriatik tidak tercakupdalam bagian ini. Tetapi dokter yang
merawat anak harus mengerti klasifikasi fraktur Salter Herris, termasuk lempeng pertumbuhan.
Meskipun beberapa fraktura spesifik didiskusikan pada bagian ini pada fraktur ektremitasatas
dan bawah. (Robert d. Fitch,m.d
Osteomielitis, piartrosis, dan infeksi muskuloskeletal pediatrik lain menyebabkan
mordibitas yang menyebabkan gangguan permanen dari pertumbuhan dengan deformitas
sekunder.
Kondisi neuromuskular pada anak –anak berhubungan dengan banyaknya abnormalitas
skeletal. Untuk diagnosis dan terapi dari kondisi-kondisi ini pengertian tentang patologi sering
dibutuhkankarena berhubungan dengan sistem muskuloskeletal. Gangguan – gangguan ini
mencakut keadaan-keadaan paralitik seperti poliomeilitis, mielodisplasia, cerebral palsy,
artrogriposis, dan distrofia otot.
1. Pemeriksaan orthopedi pada bayi
a. Orthopedic Check List
Tujuan pemeriksaan orthopedic check list ini adalah menemukan kalainan bawaan sedini
mungkin. Penanganan dan perencanaan terapi yang memerlukan tindakan segera dan lama
(sampai selesai pertumbuhan ± 16 – 17 tahun), serta berencana.
2. Genetic councelling untuk menyatakan apakah keadaan kelainan tersebut dominant atau
resesive / mutasi atau herediter.
Dalam kaitan kemungkinan mempunyai anak berikutnya. Apabila dapat dideteksi dini, maka
banyak kelainan bawaan yang memberi akibat buruk di usia lanjut dapat dihindari, seperti
misalnya CTEV atau pada keturunannya seperti muscular distrofi progressive.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN BEDAH ORTHOPEDI
A. Pengkajian
Identitas : baik laki-laki maupun peremuan dapat mengalami bedah ortopedi, tidak menuntut usia
tergantung dari gangguan muskuluskeletal.
Setelah pembedahan orthopedi, perawat tetap melanjutkan rencana perawawatan preoperatif,
melakukan penyesuaian terhadap status pascaoperatif terbaru.
1. Fokus pengkajian
Dipusatkan pada hidrasi, riwayat pengobatan terbaru, dan kemungkinan adanya infeksi
(Smeltzer, 2012)
1. Hidrasi
Hidrasi yang adekuat merupakan sasaran yang penting pada klien ortopedi. Imobilisasi dan tirah
baring dapat menyebabkan trombosis vena dalam, stasis urine dan infeksi kandung kemih yang
dapat mengakibatkan pembentukan batu. Hidrasi yang adekuat menurunkan kekentalan darah
dan memperbaiki aliran kemih dan membantu mencegah terjadinya tromboplebitis dan masalah
sluran kemih. Untuk menentukan hidrasi preoperatif, harus dikaji kulit, tnda vital, keluaran urine,
dan hasil pemeriksaan laboratorium untuk membuktikan adanya dehidrasi.
2. Riwayat Pengobatan
Riwayat pemakaian obat dapat memberikan informasi untuk penanganan perioperatif. Terapi
steroid, baik yang baru maupun di masa lalu, dapat memperburuk kemampuan tubuh
menghadapi stress operasi. Klien dengan infeksi kronis, misal artritis reumatoid, penyakit paru
akut sering mendapatkan pengobatan kortikosteroid untuk mengontrol gejalanya. Kortikosteroid
perlu diberikan preoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif agar kortikosteroid darah adekuat
dan mencegah terjadinya insufiensi adrenal karena supresi fungsi adrenal. Penggunaan obat-
obatan antikoagulan, obat kardiovaskuler atau insulin.
3. Infeksi
Tanyakan apakah klien mengalami demam, masalah gigi, infeksi saluran kemih (ISK), dan
infeksi lain dalam dua mnggu sebelum operasi. Osteomielitis dapat terjadi melalui penyebaran
hematologik. Disabilitas peranen dapat terjadi dalam tulang dan sendi. Infeksi yang kebetulan
ada juga harus dioabati sebelum dilakukan pembedahan ortopedi terencana.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Pada pasien Bedah orthopedi yang paling sering adalah nyeri, akibat dari cidera,
fraktur, spasme otot atau cidera muskuluskeletal
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Memantau keadaan umum pasien dan masalah-masalah yang timbul berkaitan denga jenis
gangguan muskuloskeletal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami gangguan muskuloskeletal atau pernah melakukan bedah
orthopedi sebelumnya, penyakit seperti hipertensi,dsb.
d. Riwayat penyakit keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang pernah melakukan bedah orthopedi.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Move /Gerak
Setelah memeriksa feel, pemeriksaan diteruskan dengan menggerakan anggota gerak dan dicatat
apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan Move, periksalah bagian
tubuh yang normal terlebih dahulu, selain untuk mendapatkan kooperasi dari penderita, juga
untuk mengetahui gerakan normal penderita.
a. Apabila ada fraktur, tentunya akan terdapat gerakan yang abnormal didaerah fraktur
(kecuali fraktur incomplete).

b. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan, mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metric. Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah
ada gangguan gerak.

c. Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat disebabkan oleh factor intraarticuler
atau ekstraarticuler.

d. Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (apabila penderita sendiri yang
menggerakan karena disuruh oleh pemeriksa) dan gerak pasif (bila pemeriksa yang
menggerakan).

e. Pada pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring, juga perlu dilihat waktu berdiri
dan berjalan. Pada pemeriksaan jalan, perlu dinilai untuk mengetahui apakah adanya pincang
atau tidak. Pincang dapat disebabkan oleh karena instability, nyeri, discrepancy atau fixed
deformity.

2. Anggota gerak

Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (Global Joint).ada beberapa sendi yang
mempengaruhi gerak sendi bahu, yaitu: Gerak tulang belakang : Gerak sendi
stenoclavicula,Gerak sendi acromioclavicul, Gerak sendi gleno humeral, Gerak sendi scapulo
thoracal (floating joint). Karena gerakan tersebut diisolasi satu persatu, maka gerakan tersebut
sukar untuk di isolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri.
Pemeriksa berdiri dibelakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring,
maka pemeriksa ada disamping pasien.

3. Sendi Siku

a. Gerak flexi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap humerus).

b. Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dengan sumbu ulna. Hal ini
diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.

4. Sendi Pergelangan Tangan

Untuk memeriksa pergerakan ini, perlu dilakukan fixasi dan gerakan bagian lain kaki dengan
memegang tumit dan dilakukan flexi (plantar flexi) dan extensi (dorso flexi).

Abduksi dan adduksi merupakan sebagian gerakan subtalar (Talo calcaneal).

Inversi dan eversi merupakan gerakan seperti supinasi dan pronasi dan merupakan gerakan dari
kaki / tarsalia, sedangkan jari – jari kaki seperti juga gerakan jari tangan (MTP, PIP, DIP)

5. Tulang Belakang

Bagian yang cukup mobile adalah daerah leher dan pinggang. Pencatatan rotasi mungkin masih
mudah dicatat dengan derajat, tetapi flexi extensi biasanya selain dengan derajat, dicatat dengan
metric jarak dari dua titik tertentu. Pertambahan panjang ukuran metric pada waktu bergerak
flexi atau extensi dari dua titik yang prominen, atau garis yang menghubungkan kanan dan kiri
yang memotong garis tegak pada ketinggian tertentu.
C. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pendapat Altman (1999) dan Smeltzer (2002) diagnosa keperawatan pada klien Pre
Operatif adalah
1. Nyeri berhubungan dengan fraktur, masalah ortopedi, pembengkakan atau inflamasi.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat yang
mengikat, atau gangguan aliran balik vena.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemandirian.
4. Gangguan citra tubuh, harga diri, atau kinerja peran berhubungan dengan masalah
muskuloskeletal.
5. Hambatan moblitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan atau peggunaan alat
imobilisasi.
Diagnosa Keperawatan Post Operatif
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan dan imobilisasi.
2. perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan alat yang
mengikat, atau gangguan aliran darah.
3. Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan hilangnya kemandirian.
4. Hamabtan moblitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur
pembedahan, adanya alat imobilisasi.
D. Intervensi Pre Operatif
Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Tindakan Rasional
1. Nyeri Tujuan : 1. Mengobservasi tanda- 1. Mengetahui tanda-
berhubungan Setelah dilakukan tanda vital pasien tanda vital pasien
dengan fraktur, tindakan keperawatan 2. Tingkatkan kenyamanan 2. Tehnik nonfarmalogik
masalah ortopedi, selama 1x24 jam nyeri untuk mengurangi nyeri dapat meminimalkan
pembengkakan, dapat berkurang atau klien dengan mengajarkan atau mengurangi nyeri ,
atau inflamasi. teratasi. cara relaksasi mengurangi
Kriteria Hasil: nonfarmakologik/psikilogi ketegangan otot.
1. Klien melaporkan k, misal distraksi,relaksasi.3. Untuk
nyeri berkurang. 3. Atur periode istirahat mempertahankan energi
2. Penurunan skala nyeri tanpa terganggu. pasien dan mengurangi
/ skala nyeri 1 nyeri pasien
3. Menyatakan bahwa 4. Meninggikan ekstremitas 4. Untuk memperbaiki
obat yang dipakai yang bengkak. aliran balik vena
efektif dalam 5. Kolaborasi 5. Kolaborasi dapat
mengontrol nyeri Pemberian analgesik sesuai mempercepat proses
4. Dapat bergerak orde kesembuhan.
dengan rasa nyaman
yang bertambah.
2. Perubahan perfusi Tujuan : 1. Kaji status neurovaskuler1. Mengetahui perubahan
jaringan perifer Setelah diberikan ( misal warna kulit, suhu, perfusi jaringan perifer
berhubungan tindakan keperawatan pengisian kapiler, denyut dari pasien.
dengan selama 1x24 jam nadi, rasa nyeri, edema,
pembengkakan, alat Perfusi jaringan normal. parastesi, dan kekuatan otot2. Untuk memperbaiki
yang mengikat, atau Kriteria Hasil : ) aliran balik vena
gangguan aliran Klien memperlihatkan 2. Tinggikan ekstermitas
balik vena perfusi jaringan yang yang bengkak. 3. Pelonggaran dapat
adekuat: 3. Longgarkan balutan gips memperbaiki perfusi
1. Warna kulit normal yang terlalu ketat. Jika jaringan perifer
2. Kulit hangat peredaran darah mengalami ekstremitas pasien.
3. Respons pengisian gangguan segera lapor ke 4. Posisi yang nyaman
kapiler normal (<3 tim medis segera. dapat mengurangi
detik) 4. Memposisikan pasien keluhan pasien
4. Perasaan dan emosi senyaman mungkin
stabil (normal)
5. Edema berkurang
3. Defisit perawatan Tujuan :
diri berhubungan Setelah diberikan 1. Observasi tingkat 1. Melalui observasi yang
dengan hilangnya asuhan keperawatan fungsional pasien setiap cermat, perawat dapat
kemandirian selama 30 menit pasien pergantian tugas jaga, menentukan tindakan
mampu melakukan dokumentasikan dan keperawatan yang sesuai
perawatan diri secara laporkan setiap perubahan untuk memenuhi
mandiri maupun dengan2. Lakukan program kebutuhan pasien
bantuan. penanganan untuk kondisi 2. Untuk memastikan
Kriteria Hasil: penyebab gangguan perawatan yang
a. Pasien muskuloskeletal, pantau konsisten
mengungkapakan seara kemajuan, laporkan respon
verbal kepuasan tentang terhadap penanganan baik
kebersihan tubuh respon yang diharapkan
b. Pasien merasa maupun yang tidak
nyaman diharapkan. Penanganan
harus dilakukan secara 3. Untuk menigkatkan
konsisten koping individu dari
3. Dorong pasien untuk pasien
mengungkapkan perasaan
dan keluhannya mengenai
defisit perawatan diri 4. Untuk membantu
4. Bantu pasien dalam memenuhi perawatan diri
melakukan perawatan diri pasien
4. Gangguan citra Tujuan :
tubuh, harga diri, Setelah diberikan 1. Bina hubungan saling 1. BH SP yang baik dapat
atau kinerja peran asuhan keperawatan percaya (BHSP) mempermudah dalam
berhubungan selama 1x24 jam pasien komunikasi dan
dengan masalah mampu menunjukkan menambah kepercayaan
muskuloskeletal peningkatan citra tubuh pasien akan kondisi fisik.
secara maksimal. 2. Dorong klien 2. Penjelasan yang baik
Kriteria Hasil: mengungkapkan perasaan dapat membuat psien
a. Klien dan rasa ketakutan, lebih siap dalam
mengekspresikan kosep melakukan terapi operasi.
diri yang positif: 3. Informasi yang akurat
b. Mampu menerima 3. Berikan informasi tentang dapat membantu pasien
perubahan konsep diri, gangguan msukuloskeletal dalam menerima
sementara maupun yang dialami pasien. perubahan citra tubuh,
menetap. penurunan rasa diri atau
c. Mampu ketidakmampuan
mendiskusikan melakukan kewajiban
perubahan kinerja peran dalam hidupnya.
peran.
d. Berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan
rencana perawatan
5. Hambatan a. Setelah diberikan
moblitas fisik Asuhan Keperawatan 1. Bantu klien 1. Meningkatakan dan
berhubungan nyeri, Selama 1x24 jam pasien menggerakkan memperbaiki tingkat
pembengkakan atau dapat memaksimalkan bagian cedera dengan tetap mobilitas fisik dan
peggunaan alat mobilitas dalam batas memberikan sokongan yang sokongan memberikan
imobilisasi. terapeutik. adekuat tahann.
Krtiteria Hasil: 2. Ekstermitas yang 2. Menghindari perluasan
b. Meminta bantuan bila bengkak ditinggikan dan luka
akan bergerak disokong dengan bantal. 3. Mengurangi rasa nyeri
c. Mampu 3. Nyeri dikontrol dengan
menggunakan alat bidai dan berikan anti nyeri
bantu. sebelum digerakkan. 4. Alat bantu membantu
4. Bila pascaoperasi harus pasien terbiasa
menggunakan alat bantu menggunakan alat bantu
(tongkat, kursi roda), dan kelak.
anjurkan klien untuk latihan
Intervensi Post Operasi
Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Tindakan Rasional
1. Nyeri berhubungan Tujuan :
dengan prosedur Setelah dilakukan 1. Mengobservasi tanda- 1. Mengetahui tanda-
pembedahan tindakan keperawatan tanda vital pasien. tanda vital pasien
selama 1x24 jam nyeri 2. Posisikan pasien 2. Posisi yang nyaman
dapat berkurang atau senyaman mungkin. dapat mengurangi nyeri
teratasi. 3. Mengobservasi tingkat pasien akibat
Kriteria Hasil: dan jenis nyeri pasien pembedahan
1. Menggunakan akibat prosedur 3. Untuk mengetahui
berbagai pendekatan pembedahan. tingkat dan jenis nyeri
untuk mengurangi nyeri4. Atur periode istirahat dengan metode
2. Penurunan skala nyeri tanpa terganggu. P,Q,R,S,T
/ skala nyeri 1 5. Kolaborasi dengan Tim 4. Untuk
3. Menyatakan bahwa medis : pemberian mempertahankan energi
obat yang dipakai analgetik. pasien dan mengurangi
efektif dalam nyeri pasien
mengontrol nyeri Kolaborasi dapat
4. Dapat bergerak mempercepat proses
dengan rasa nyaman kesembuhan
yang bertambah
2. Resiko perubahan Tujuan : 1. Kaji status neurovaskuler1. Mengetahui perubahan
perfusi jaringan perifer Setelah diberikan ( misal warna kulit, suhu, perfusi jaringan perifer
b.d pembengkakan, tindakan keperawatan pengisian kapiler, denyut dari pasien.
alat yang mengikat, selama 1x24 jam Perfusi nadi, rasa nyeri, edema,
atau gangguan aliran jaringan normal. parastesi, dan kekuatan otot2. Untuk memperbaiki
darah. Kriteria Hasil : ) aliran balik vena
Klien memperlihatkan 2. Tinggikan ekstermitas
perfusi jaringan yang yang sakit. 3. Pelonggaran dapat
adekuat: 3. Balutan yang ketat harus memperbaiki perfusi
a. Warna kulit normal dilonggarkan. jaringan perifer
b. Kulit hangat 4. Anjurkan pasien untuk ekstremitas pasien.
c. Respons pengisian melakukan pengesetan otot,4. Memperbaiki peredaran
kapiler normal (<3 latihan pergelangan kaki, darah.
detik) pemompaan betis set ap jam
d. Perasaan dan emosi
stabil (normal),
e. Memperlihatkan
pegurangan
pembengkakan.

3. Perubahan Tujuan : 1. Bantu klien untuk 1. Menghindari adanya


pemeliharaan Setelah diberikan merubah posisi setiap 2 ulkus tekanan
kesehatan asuhan keperawatan jam. 2. Menentukan intervensi
berhubungan dengan selama 1x24 jam pasien2. Pantau adanya luka akibat selanjutnya.
hilangnya mampu memperlihatkan tekanan. 3. Menghindari kerusakan
kemandirian. upaya memperbaiki 3. Lakukan perawatan kulit, kulit lebih lanjut
kesehatan. lakukan pemijatan dan 4. Diet seimbang dengan
Kriteria hasil : minimalkan tekanan pada protein danvitamin yang
a. Mengubah posisi penonjolan tulang. adekuat sangat
sendiri untuk 4. Kolaborasi kepada tim diperlukan untuk
menghilangkan tekanan gizi, pemberian menu penyembuhan luka.
pada kulit seimbang dan pembatasan
b. Menjaga hidrasi yang susu. 1. Meningkatakan dan
adekuat. memperbaiki tingkat
c. Berhenti merokok mobilitas fisik dan
d. Melakukan latihan sokongan memberikan
pernapasan tahanAn.
e. Bergabung dalam 2. Menghindari perluasan
latihan penguatan otot luka
3. Mengurangi rasa nyeri
4. Alat bantu membantu
Tujuan pasien terbiasa
4. Hambatan mobilitas Setelah diberikan 1. Bantu klien menggunakan alat bantu
fisik berhubungan Asuhan Keperawatan menggerakkan kelak.
dengan nyeri, Selama 1x24 jam Pasien bagian cedera dengan tetap
pembengkakan, memaksimalkan memberikan sokongan yang
prosedur pembedahan, mobilitas dalam batas adekuat
adanya alat terapiutik. 2. Ekstermitas yang bengkak
imobilisasi. Krtiteria Hasil ditinggikan dan disokong
a. Meminta bantuan bila dengan bantal.
bergerak 3. Nyeri dikontrol dengan
b. Meninggikan bidai dan berikan anti nyeri
eksternitas yang sebelum digerakkan.
bengkak setelah 4. Ajarkan pasien
bergeser. menggunakan alat bantu
c. Menggunakan gerak (tongkat, kursi roda),
alatimobilitas sesuai dan anjurkan klien untuk
petunjuk latihan menggunakan alat
d. Mematuhi bantu
pembatasan
pembebanan sesuai
anjuran.
Evaluasi
Diagnosa Pre Operatif
No. Dx Evaluasi
1 Pasien melaporkan nyeri berkurang:
a. Menggunakan banyak pendekatan untuk mengurangi nyeri
b. Penurunan skala nyeri / skala nyeri 1
c. Dapat bergerak dengan rasa nyaman yang bertambah.
2 Pasien memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat:
a. Warna kulit normal
b. Kulit hangat
c. Respons pengisian kapiler normal (<3 detik)
d. Perasaan dan emosi stabil
e. Edema berkurang

3 a. Pasien mengungkapakan secara verbal kepuasan tentang kebersihan


tubuh
b. Pasien merasa nyaman
4 Pasien mengekspresikan konsep diri yang positif
a. Mampu menerima perubahan konsep diri, sementara maupun
menetap.
b. Mendiskusikan perubahan kinerja peran.
c. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan rencana perawatan

5 Pasien dapat memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik.


a. Meminta bantuan bila akan bergerak
b. Meninggikan ekstermitas yang bergerak setelah berpindah
c. Menggunakan alat imobilisasi dan alat bantu sesuai kebutuhan.

Diagnosa Pasca Operatif


No. Dx Evaluasi
1 Klien melaporkan nyeri berkurang:
a. Menggunakan berbagai pendekatan untuk mengurangi nyeri.
b. Kadang menggunakan obat per oral yntuk mengontrol
ketidaknyamanan.
c. Meninggikan ekstermitas untuk mengontrol pembengkakan
dan ketidaknyamanan.
d. Bergerak dengan lebih nyaman.
2 Klien memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat:
a. Warna kulit normal
b. Kulit hangat
c. Respons pengisian kapiler normal (<3 detik)
d. Perasaan dan emosi stabil (normal)
e. Memperlihatkan pegurangan pembengkakan.

3 Pasien mampu memperlihatkan upaya memperbaiki kesehatan.


a. Mengubah posisi sendiri untuk menghilangkan tekanan pada
kulit
b. Menjaga hidrasi yang adekuat.
c. Berhenti merokok
d. Melakukan latihan pernapasan
e. Bergabung dalam latihan penguatan otot

4 Pasien memaksimalkan mobilitas dalam batas terapiutik.:


a. Meminta bantuan bila bergerak
b. Meninggikan eksternitas yang bengkak setelah bergeser.
c. Menggunakan alatimobilitas sesuai petunjuk
d. Mematuhi pembatasan pembebanan sesuai anjuran.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tujuan perawatan pasca operasi adalah pemulihan kesehatan fisiologi dan
psikologi kembali normal
2. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi
sampai pasien melanjutkanrutinitas normaldan daya hidupnya
3. Pedoman perawat pasca operatif harus sesuai dengan elemen-elemen seperti
tanda-tanda vital perawatan luka, penanganan nyeri, posisi tempat tidur,
pengantian cairan, diet

B. Saran
Pada pasien post operasi sebaiknya pemberian nutrisi segera setelah operasi
lebih diutamakan karena telah dibuktikan memiliki banyak keuntungan untuk
mempercepat proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Bruner, Sundrat. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Herdam, Heater. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012- 2014.
Jakarta : EGC.

Nurnaningsih, Lukman. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien Bedah Ortopedi. Jakarta:
Salemba Medika.

Sawitri Endang &Agus sudaryanto. (2009 ).pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah
terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Pra Bedah Mayor di Bangsal Orthope di RSUI
Kustati Surakarta.

Smitzer.( 2005). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai