PENDAHULUAN
Seorang bidan dapat saja d tempatkan dimana saja sesuai dengan tempat – tempat
yang membutuhkannya. Bidan dapat di tempatkan pada pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit, mendirikan Praktek sendiri, di Komunitas ( atau yang lebih di kenal Bidan desa). Oleh
sebab itu seorang bidan harus dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan dan lingkungan
sekitarnya.
Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan
diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan
Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara
berkala di review dalam pertemuan Internasional (Kongres ICM). Definisi terakhir disusun
melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan
sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan
yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi
untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik
bidan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel,
yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat
selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung
jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini
mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan
anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan
tindakan kegawat-daruratan.
Pelayanan kebidanan komunitas diarahkan “untuk mewujudkan keluarga yang sehat
sejahtera sehingga tercipta derajat kesehatan yang optimal”. Hal ini sesuai dengan visi
Indonesia Sehat 2010. Kesehatan keluarga merupakan salah satu kegiatan dari upaya
kesehatan dimasyarakat yang ditujukan kepada keluarga. Penyelenggaraan kesehatan
keluarga bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil, sehat, bahagia dan sejahtera. Didalam
kesehatan keluarga, kesehatan ibu mencakup kesehatan masa pra kehamilan, kehamilan,
persalinan, pasca persalinan dan masa diluar kehamilan (masa interval).
Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Upaya kesehatan anak dilakukan melalui peningkatan kesehatan anak
dalam kandungan, masa bayi, balita, pra sekolah dan sekolah.Peningkatan kesehatan
1
keluarga dapat mewujudkan lingkungan keluarga yang sehat, selanjutnya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Wujud dari kesehatan keluarga dan komunitas merupakan
cita-cita bangsa Indonesia yang berupa kesehatan untuk semua.
Oleh sebab itu banyaknya peran bidan dalam masyarakat membuat bidan harus dapat
berbicara dan mendekatkan diri pada masyarakat, serta mampu melakukan tindakan untuk
dapat membantu mastarakat serta dapat di terima oleh masyarakat.
1.3 Tujuan
BAB II
2
PEMBAHASAN
Oleh sebab itu program yang efektif perlu dirancang dengan pendekatan partisipatif, yakni
pendekatan yang menekankan pentingnya keterlibatan warga/masyarakat secara sukarela
dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan dan diri mereka sendiri. (Mikelsen,2005).
Dalam hal ini masyarakat bukanlah obyek (penerima) pembangunan, tetapi lebih sebagai
subyek ( pelaku) aktif dalam proyek pembangunan dari penilaian kebutuhan, perencanaan,
pelaksanaan sampai pemantauan dan evaluasi progaram bahkan keberlanjutanya. Dengan
demikian, perencanaan yang partisipatif dan juga resposif gender perlu menerpakan prinsip-
prinsip mengutamakan masyarakat, berbasis pengetahuan masyarakat, dan melibatkan
perempuan.
Perencanaan Partisipatif
3
Di era demokrasi dan disentralisasi seperti saat iini, tuntunan masyarakat untuk terlibat
didalam proses penyusunan perencanaan pembangunan menjadi suatu keniscayaan.
Argumentasi yang mendasarinya adalah kesadaran dari masyarakat itu sendiri bahwa yang
mengetahui dengan baik kebutuhan dan kepentingannya adalah mereka sendiri. Oleh
karena itu, berpartisipasi atau ikut terlibat didalam proses penyusunan perencanaan atau
kebijakan publik menjadi hak dan kewajiban yang harus diperoleh dan dimiliki masyarakat.
Dari asumsi diatas maka partisipasi yang efektif adalah yang mampu menggerakan
perubahan di masyarakat secara kolektif dan intutisional bukan semata individual.
Keberadaan wadah seperti ‘forum warga’ yang mempertemukan berbagai kelompok warga
masyarakat (kelas sosial, umur, gender, dll) menjadi relevan dan signifikan diperkuat
kapasitanya. Forum ini diharapkan mampu mengakomodir beberapa aspirasi dan
kepentingan warga dalam merancang sekaligus mengambil keputusan tentang program
yang menjadi kebutuhan/kepentingan bersama. Forum warga bisa merupakan forum multi
stakeholder karena terdiri dari berbagai kelompok warga/masyarakat berbasis latar belakang
sosial ekonomi,umur,gender.
Melalui ‘Forum Warga’ diharapkan akan terbangun; 1). kesadaran masyarakat akan
perlunya mereka ikut terlibat dalam perencanaan pembangunan atau pengembangan
masyarakat,2). Kesadaran bahwa perlu suatu pengorganisasian sosial atas berbagai
kelompok warga dalam merancang dan menetapkan program prioritas masyarakat, 3).
Identitas diri sebagai suatu kelompok kepentingan dan sama-sama terlibat dalam proses
perencanaan.
4
mengorganisasikan diri untuk terlibat mulai dari penelusuran kebutuhan hingga monitor dan
evaluasi program. Untuk itu pengembangan program selain membutuhkan kesiapan
pengelola program secara organisasional juga penguatan kapasitas masyarakat sebagai
bagian dari stakeholder, kapasitas masyarakat ini bisa terindikasi dari tangga atau tingkat
partisipasinya.
Namun demikian partisipasi masyarakat –merujuk UNDP (1997)- bisa menunjukan tangga
keterlibatannya mulai dari : 1) manipulasi, 2) informasi, 3) konsultasi, 4) membangun
konsensus, 5) pembuatan keputusan, 6) berbagi resiko, 7) kerjasama, 8) mengatur sendiri
Tingkat Partisipasi :
5
8 = mendorong atau mempercepat terjadinya perubahan
7 = mobilisasi diri sendiri
6 = terlibat dalam suatu pekerjaan bersama dan saling
mendorong satu sama lain
5 = terlibat dalam bekerja
4 = terlibat untuk memberikan dukungan materi
3 = terlibat dalam konsultasi
2 = terlibat dalam memberikan informasi
1 = terlibat tapi pasif
Kondisi ideal adalah partisipasi sebagai tujuan bukan sekedar alat. Artinya masyarakat
mampu mengidentifikasi kebutuhan dan mengatasinya secara mandiri guna memperbaiki
kondisi yang ada. Dengan kata lain, partisipasi bukanlah bentuk mobilisasi masyarakat
sehingga masyarakat terlibat tapi lebih bersifat pasif.
Sebab itu, sasaran yang ingin dicapai oleh program pengembangan masyarakat adalah
penguatan kapasitas masyarakat dan peningkatan kesejahteraan maasyarakat. Dalam
konteks ini dilakukan juga upaya pemberdayaan (empowerment) masyarakat agar mereka
dapat melakukan trasformasi ekonomi, tekhnologi dan sosial budaya. berkenaan dengan
pembangunan kapasitas masyarakat, dapat dilihat dari tiga tingkatan/dimensi, yakni:
6
Pengembangan kapasitas individu akan mencakup: a). Keterampilan perencanaan
(kemampuan atau kapasitas melakukan analisis situasi hingga monitor evaluasi), b).
Keterampilan manajerial, yakni kapasitas memfasilitasi, dan mengkoordinir semua
pelaku dan kepentingan ke dalam suatu proses perencanaan yang teratur. C).
Keterampilan sosial yakni kapasitas dalam membangun proses yang konstruktif
dalam rangka membangun kebersamaan dan keberagaman kepentingan untuk
menghasilkan produk perencanaan yang mampu mengkoordinir kepentingan dari
bawah. Selain itu, diperlukan kapasitas atau kemampuan mensosialisasikan
peluang, hambatan, keberhasilan, dalam implementasi serta faktor-faktor yang
mempengaruhi.
Tidak hanya itu, aspek terpenting adalah perlunya terbangun koordinasi atau
kerjasama antara warga dan organisasi/institusi pengelola program. Berkenaan
dengan keberhasilan sinergi atau kerjasama ini, menurut Ostrom (1996), ada
beberapa kondisi yang menjadi prasyarat, yakni : (1) ada tidak kebijakan, (2) besar
kecilnya komitmen stakeholders, dan (3) ada tidaknya pendorong partisipasi
stakeholders baik secara internal dan eksternal, termasuk ada tidaknya sistem
komunikasi dan sistem insentif-disinsentif dalam pengelolaan program.
7
Perencanaan partisipatif yang tanggap gender
Adapun perencanaan yang tidak responsif gender bisa berupa perencanaan ‘buta atau
netral gender’ yang ditandain dengan ciri-ciri : i) tidak mengenal perbedaan antara laki-
laki dan perempuan, ii) informasi yang terkumpul tidak berdasarkan apakah hal itu
kebutuhan dan kepentingan perempuan atau laki-laki, tetapi pada asumsi apakah yang
dibutuhkan orang secara umum agar mereka tetap dapat hidup, iii) sering berdampak
hubungan gender yang tidak seimbang. Sementara perencaan yang bias gender
ditandai dengan anggapan bahwa satu jenis kelamin tertentu lebih diakui dan diakomodir
kebutuhannya, sehingga berdampak kembali pada dominasi kelompok tertentu.
Siklus Program/Proyek
8
Dengan demikian melalui perencanaan yang responsif gender, maka isu kesenjangan
gender bisa diatasi, sehingga kesetaraan gender bisa tercapai.
Kegiatan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan secara partisipatori, misalnya melalui
pertemuan berkala yang melibatkan seluruh stakeholders, bukan penerima program
langsung dan pengelola program atau proyek.
Monitoring Evaluasi
Melihat kemajuan kinerja program secara Menilai hasil program untuk perbaikan
periodek untuk tindakan korektif. program selanjutnya
Evaluasi merupakan proses periodik dan
Pemantauan ini dilakukan secara sistematis untuk menilai seluruh fungsi
sistematis yang bersifat periodik dan organisasi dengan cara menilai hasil yang
berkesinambungan untuk mengetahui dicapai kemudian dibandingkan dengan
sedini mungkin apakah pelaksanaan tujuan/target yang ingin dicapai
program sesuai atau menyimpang dari
rencana awal dengan memanfaatkan Tujuan evaluasi adalah untuk menjawab :
sekumpulan indikator terpilih. 1. Pencapaian tujuan
2. Pengaruh program
Tujuan monitoring adalah untuk 3. Keluaran dan dampak yang tidak
menjawab dua pertanyaan penting yakni : diharapkan
1. Apakah program telah mencapai 4. Penilaian program berdasar
polpulasi atau target yang keberhasilan dan kegagalan
diinginkan
2. Apakah pelaksanaan program Manfaat evaluasi, yaitu :
sesuai dengan yang direncanakan 1. Memberikn gambaran saampai
seberapa jauh tujuan dan sasaran
Manfaat monitoring adalah : telah tercapai
1. Mengenali masalah program sedini 2. Memberikan motivasi pada
mungkin seseorang untuk bertindak
2. Melakukan perbandingan antar 3. Dapat membantu menetapkan
lokasi/tempat prioritas dalam mengambil tindakan
3. Menilai tren status situasi tertentu, yang diperlukan
9
sehingga dapat diambil tindakan- 4. Membantu menguji asumsi
tindakan korektif mengenai strategi dan sasaran
sehingga manajer program dapat
memikirkan kembali strategi yang
tepat
Indikator dibedakan menjadi indikator input, output, dan efek dan impact. Indikator input
dan output merupakan indikator ditingkat program yang bertujuan menilai kinerja
program, sedangkan indikator efek dan impact merupakan indikator ditingkat
masyarakat/populasi yang menjadi target program/intervensi. Indikator ditingkat
masyarakat bertujuan menilai outcome keberhasilan dari program baik bersifat efek
seperti peningkatan pengetahuan. Peningkatan prevelensi kontrasepsi maupu impact
seperti penurunan fertilitas, penurunan kematian ibu. Dalam penentuan indikator perlu
adanya kesimbangan ( balancing ) yang relevan dalam menentukan jumlah indikator
yang akan ditetapkan. Kriterian yang digunakan adalah keseimbangan antara kriteria
akademik dengan kriteria praktis.
Adapun kriteria akademik adalah : valid ( mengukur apa yang diukur ); objektif ( hasil
sama, walau diukur oleh orang berbeda dengan waktu yang berbeda ); sensitif ( hasil
pengukuran berubah sesuai perubahan kondisi yang diukur ); spesifik ( hasil
pengukuran berubah hanya apabila kondisi yang diukur berubah, bukan karena
perubahan kondisi lain yang tidak diiukur). Sedangkan kriteria praktis adalah data dapat
diperoleh dengan mudah sesuai sumber daya yang ada / tersedia.
Ukuran Indikator
10
Beberapa ukuran indikator yang biasa digunakan, yaitu :
Jumlah : merupakan ukuran yang paling sederhana, yaitu hanya jumlah kejadian atau
objek / kasus
Ratio : perbandingan dua angka yang saling terpisah satu sama lain atau pembilang
bukan bagian dari penyebut.
Proporsi : ratio perbandingan pembilangan dengan penyebut dimana pembilangan
merupakan bagian dari penyebut.
Persentase : proporsi dikalikan 100.
Pendekatan Edukatif
Pendekatan edukatif secara umum adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan
secara sistematis, terencana, dan terarah dengan partisipasi aktif dari individu, kelompok,
maupun masyarakat umum, untuk memecahkan masalah masyarakat dengan
mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, dan budaya. Pendekatan edukatif secara khusus
adalah satu bentuk atau model pelaksanaan organisasi sosial masyarakat dalam
memecahkan masalah yang dirasakan oleh masyarakat dengan pokok penekanan pada hal-
hal berikut.
11
1) Memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
2) Mengembangkan kemampuan masyarakat untuk dapat memecahkan masalahnya
sendiri secara swadaya dan gotong royong.
Provider adalah sektor yang bertanggung jawab secara teknis terhadap program –
program yang dikembangkan dalam pengembangan kemampuan masyarakat untuk dapat
memecahkan masalahnya sendiri. Secara swadaya dan gotong royong.
Langkah – langkah pendekatan edukatif.
1) Pendekatan pada tokoh masyarakat
a. Formal dengan surat resmi
b. Nonformal untuk penjagaan lahan
c. Tatap muka dengan provider dan tokoh masyarakat
d. Kunjungan rumah untuk menjelaskan maksud dan tujuan pengumpulan data
e. Pertemuan provider dan tokoh masyarakat untuk menetapkan suatu kebijakan
alternatif pemecahan masalah dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.
f. Menjalin hubungan sosial yang baik dengan menghadiri upacara agama,
perkawinan, kematian, dsb.
2) Pendekatan kepada provider. Diadakan pada pertemuan tingkat kecamatan, tingkat
desa/kelurahan, tingkat dusun/lingkungan.
3) Pengumpulan data primer dan sekunder. Data umum, data teknis sesuai dengan
kepentingan masing – masing sektor, data perilaku sesuai dengan masalah yang ada,
data khusus hasil pengamatan, data orang lain. Pengembangan masyarakat perlu
dilakukan baik sumber daya alam/potensi desa, dan sumber daya manusia/kader
kesehatan agar mau tahu dan mampu mengatasi masalahnya sendiri secara swadaya
dan gotong – royong dengan menggunakan metode berikut.
a. Pendekatan tingkat desa dilakukan dengan pertemuan tersendiri dengan tokoh
masyarakat, seperti Musyawarah Masyarakat Desa ( MMD ) maupun pertemuan
tingkat dusun/lingkungan.
b. Pengumpulan data untuk mencari kebutuhan yang real dan kebutuhan yang
diinginkan masyarakat dalam rangka Survei Mawas Diri ( SMD )
c. Penyajian data pada waktu MMD yang berisi analisis situasi secara singkat, analisis
data, permasalahan, penyebab terjadinya masalah.
d. Komitmen bersama dari hasil kesepakatan MMD dalam suatu kebijakan alternatif
pemecahan untuk perencanaan kegiatan, perencanaan pelaksanaan, perencanaan,
dan evaluasi.
12
e. Tindak lanjut program dan pembinaannya dapat dilakukan dengan pertemuan
berkala, provider dan kader mengadakan studi banding ke desa lain, provider
mengadakan pembinaan ke desa agar mengubah sikap diri. Pada peringatan hari
besar, sebaiknya diadakan lomba penampilan antar – dusun atau desa.
13
Wanita adalah manusia yang mempunyai hak asasi, terutama hak dalam bidang
kesehatan, yaitu hak untuk memelihara kesehatan reproduksinya. Bidan berperan dalam
memberi dukungan kepada wanita untuk memperoleh status yang sama di masyarakat
untuk memilih dan memutuskan perawatan kesehatan dirinya. Dalam memberi asuhan,
hendaknya dengan pendekatan asuhan yang berpusat pada wanita, fokusnya mencangkup
seluruh aspek kehidupan yang memandang wanita sebagai manusia yang utuh,
membutuhkan pemenuhan kebutuhan biologi, psikologi, sosial, spiritual, dan kultural selama
hidupnya. Bidan harus mempunyai pengetahuan yang luas dalam segala aspek, yaitu
kehamilan, persalianan, nifas, KB, dan kesehatan reproduksi dari pasangan usia subur
karena bidan komunitas adalah mitra dari seorang wanita dalam menghadapi berbagai
pengalaman hidupnya.
Model asuhannya adalah wanita sebagai figur sentral pada proses asuhan karena
wanita mengerti kebutuhannya sendiri, sedangkan bidan adalah pemberi asuhan profesional
yang membantu ibu dalam pengambilan keputusan dan menanggapi pilihan ibu. Salah satu
faktor yang mencerminkan wanita sebagai pusat asuhan diasumsikan dengan kepuasan
terhadap asuhan kebidanan, yaitu asuhan yang berkelanjutan.
Fasilitas dan potensi yang ada dimasyarakat, yaitu sumber daya alam atau potensi desa,
dan sumber daya manusia/ kader kesehatan. Bidan dalam memberi pelayanan kepada ibu
dan anak di komunitas perlu memperhatikan faktor lingkungan berikut.
14
1. Lingkungan Sosial. Masyarakat yang berada di dalam komunitas memiliki ikatan
sosial dan budaya. Dukun penolong persalinan sangat dekat dengan masyarakat,
terutama dikalangan keluarga di desa karena mereka menggunakan pendekatan
sosial – budaya sewaktu memberi pelayanan. Bidan dalam memberi pelayanan
kepada ibu hamil dan besalin diupayakan tidak bertentangan dengan kebiasaan,
adat istiadat, kepercayaan, dan agama dimasyarakat. Oleh karena itu, peran
masyarakat penting dalam upaya peningkatan kesehatan ibu, anak balita, keluarga,
serta keluarga berencana. Peran serta masyarakat ini selalu digerakan dan
ditingkatkan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan.
Kondisi tingkat pendidikan dan ekonomi menentukan tingkat partisipasinya
dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan
masyarakat, semakin meningkat perhatian tersebut, menimbulkan peningkatan
tuntutan masyarakat. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah bersama
masyarakat menentukan arah upaya kesehatan masyarakat. Pelayanan kebidanan
komunitas perlu mendapat dukungan politik dari organisasi swasta atau pemerintah
terutama mendukung adanya undang-undang dan pelaksanaannya.
2. Lingkungan flora fauna. Kebutuhan gizi manusia bergantung pada keberadaan flora
dan fauna. Masyarakat dianjurkan melakukan penghijauan. Pemanfaatan
pekarangan dengan tanaman bergizi dan berkhasiat akan mendukung terwujudnya
kesehatan keluarga. Peternakan juga mendukung kondisi gizi manusia. Bidan yang
bekerja di komunitas memperhatikan pengaruh flora dan fauna ini. Pemanfaatan
tumbuh-tumbuhan dan hewan ternak disampaikan melalui penyuluhan kesehatan
merupakan bantuan bidan kepada masyarakat terutama pada kaum ibu. Kerja sama
dengan petugas gizi dan pertanian diperlukan di dalam peningkatan gizi masyarakat.
Komunikasi yang nyata adalah sikap. Komunikasi tersebut melibatkan lebih banyak
proses mendengarkan daripada proses berbicara, merupakan suatu proses interaksi yang
tetap ditunjukan untuk suatu kesepakatan. Komunikasi yang baik akan membentuk
pengetahuan dan tanggung jawab orang – orang yang terlibat didalamnya. Sebaliknya jika
keadaan komunikasi adalah banyak rahasia, tidak tahu apa-apa, menerima sedikit
komunikasi akan membuat mereka merasa ditinggalkan, lemah dan tersingkir, yang akan
menyulut suasana ketidakpercayaan antara komunikator dan komunikan.
Komunikasi didalam masyarakat seharusnya bentuknya terbuka, dua arah dan sering
dilakukan. Harus ada bukti yang dapat dilihat tentang adanya proses mendengarkan yang
15
baik, mekanisme umpan balik, informasi dan diskusi tetap tentang bagaimana organisasi
tersebut melakukan semuanya.
Komunikasi yang baik dapat menunjukan rasa hormat kepada orang lain dan
memperlihatkan bahwa pandangan dan opini mereka dihargai. Selanjutnya hal ini dapat
membuat masyarakat mau mengambil keputusan dan mengusulkan ide-idenya. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan seorang bidan dalam berkomunikasi kepada masyarakat adalah
sebagai berikut:
1) Jangan terlalu banyak bicara ( banyak orang melakukannya ), cobalah untuk tidak
menyela
2) Jangan meneruskan kalimat mereka atau mengantisipasi apa yang sedang mereka
ucapkan
3) Tanyakan apabila anda merasa kurang jelas
4) Lebih baik membicarakan sesuatu dengan cara bertatap muka, daripada
berkomunikasi secara tertulis
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
DAFTRA PUSTAKA
Syafrudin. Kebidanan Komunitas / penulis, Syafrudin, Hamidah; editor, Monica Ester, Esty
Wahyuningsih. – Jakarta : EGC, 2009.
http://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/perencanaan-pelayanan-kebidanan-komunitas-
yang-tanggap-gender-dan-partisipatif
18