Anda di halaman 1dari 7

PEMBERDAYAAN KESEHATAN KAT

NAMA : DINTA LESTARI


NIM : G1D116016

DOSEN PEMBIMBING : RISTY IVANTI SKM, MKM

Diajukan Untuk Melengkapi Nilai Tugas Mata Kuliah Pemberdayaan Kesehatan KAT
Semester Ganjil Tahun 2019/2020

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JAMBI
SEPTEMBER/2019

1
PEMBERDAYAAN KESEHATAN KAT

A. DEFINISI PEMBERDAYAAN
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang menjadi kata
“berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya
artinya memiliki kekuatan. Dapat disimpulkan pemberdayaan artinya membuat sesuatu
menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan.
Carlzon dan Macauley sebagaimana di kutip oleh Wasistiono (1998 :46)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah sebagi berikut :
“membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan memberi orang kebebasan untuk
bertanggung jawab terhadap ide-idenya, keputusan-keputusannya dan tindakan-tidakanya.”
Sementara dalam sumber yang sama, Carver dan Clatter Back (1995 : 12) mendevinisikan
pemberdayaan yaitu “ upaya memberi keberanian dan kesempatan pada individu untuk
mengambil tanggung jawab perorangan guna meningkatkan dan memberikan kontribusi
pada tujuan organisasi.”
Dalam pemberdayaan kesehatan Suku Anak Dalam, dapat diartikan yaitu cara
memberdayakan SAD agar mau dan mandiri dalam menjaga kesehatannya, seperti agar
mereka mau hidup sehat. Dimulai dari memperhatikan kebersihan, makanan yang
dikonsumsi, cek kesehatan dan sebagainya. Sampai mereka terbiasa dan mandiri dengan
memberikan berbagai pengetahuan dan fasilitas.

B. STRATEGI PEMBERDAYAAN
Berikut ini adalah beberapa strategi pemberdayaan :
1. Sosialisasi Program
Mengenalkan tim fasilitator kepada masyarakat, menjelaskan tujuan program
yang akan dilaksanakan beserta dengan waktu pelaksanaan dan batas waktunya.
Membuka peluang partisipasi masyarakat beserta pemerintah desa.
Dalam pemberdayaan KAT hal ini juga harus dilakukan, sebagai seorang
pendatang harus meminta izin untuk melakukan kegiatan di SAD pada kepala adat
atau tumenggung. Setelah mendapat izin selanjutkan melakukan sosialisasi pada SAD
tentang kegiatan yang akan dilaksanakan di SAD dengan cara melibatkan warga SAD
untuk dapat berpartisipasi juga dalam kegiatan tersebut.

2
2. Kajian Secara Partisipatif
Menggunakan metode yang tepat dalam pelaksanaan kajian seperti: melihat
apa saja yang menjadi permasalahan di SAD, mempelajari karakteristik mereka, mulai
dari budaya, adat, sosial, serta lingkungan disana. Agar warga SAD mau untuk ikut
berpartisipasi dalam program.

3. Lokakarya Hasil Kajian


Dialog dan sharing hasil kajian yang sudah dilakukan secara partisipatif dan
yang telah disepakati serta mendapatkan masukan dari masyarakat pelaku utama dan
pelaku usaha dapat dijadikan sebagai dasar dalam merumuskan program. Perumusan
Program secara partisipatif akan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam
pelaksanaan program. Pengintegrasian hasil kajian dan pengetahuan masyarakat local
mempunyai peran penting.

4. Menjaring Aspirasi Masyarakat


Mengakomodasi aspirasi masyarakat pelaku utama dan pelaku usaha terhadap
program yang di jalankan. Menentukan skala prioritas program sesuai dengan hasil
kajian dan tujuan yang ingin dicapai. Prioritas program / kegiatan yang disetujui oleh
masyarakat merupakan suatu jawaban terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh
mereka.

5. Perumusan Renstra, Tim Pelaksana Dan Badan Pengawas


Adanya Renstra merupakan jaminan keberlanjutan program pemberdayaan
yang akan dilaksanakan oleh masyarakat. Tim pelaksana dibentuk dari unsur
masyarakat yang intinya mendorong partisipasi. Badan pengawas bertugas untuk
melakukan memonitoring dan evaluasi agar pelaksanaan program dapat trasparan dan
akuntable. Pihak pemerintah memberikan dukungannya delam pelaksanaan program.

6. Pelaksanaan Program (Aksi)


Bila program kerja sudah terumuskan dan kelompok sudah terbentuk, maka
rencana aksi komunitas harus sudah bisa dilaksanakan. Mekanisme atau aturan-aturan

3
terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan dirumuskan bersama dengan masyarakat.
Pengelolaan kegiatan dan keberlanjutan program menjadi tanggung jawab bersama.
Mediasi konflik penting untuk dipersiapkan sejak dini. Mediasi konflik dalam
pemberdayaan masyarakat yang perlu kita perhatikan yaitu : Adanya manajemen
untuk menagani konflik. Karena adanya konflik dapat menurunkankan tingkat
partisipasi masyarakat bahkan menghambat partisipasi. Hindari bias kepentingan
personal dalam perumusan program. Mediasi konflik dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan cultural, personal, hukum dan musyawarah untuk mencapai
mufakat. Pendekatan personal juga dapat ditempuh dengan mengedepankan harmoni
social.

7. Monitoring Dan Evaluasi


Kegiatan monitoring dan evaluasi kadang masih dipandang sebelah mata,
padahal kegiatan ini sangatlah penting untuk menunjang keberhasilan dan untuk
mengetahui kekurangan dan kelebihan dari program yang sedang dan telah
dilaksanakan. Monitoring dapat dilakukan dengan dua cara yakni : monitoring
internal dan monitoring ekternal.
Monitoring internal dilakukan dengan melibatkan tim pelaksana beserta mitra.
Sedangkan monitoring eksternal dilakukan dengan melibatkan tim dari luar atau tim
independen dan tim ahli dalam bidang pemberdayaan yang dilakukan. Hal ini
dilakukan bukan untuk mencari kesalahan melainkan untuk pembelajaran program.

8. Laporan Dan Pendokumenan


Laporan dibuat berisi seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan yang sudah
dilaksanakan dan laporan penggunaan dananya. Dokumen laporan akhir sebaiknya
juga didesain untuk dokumen pembelajaran proses pemberdayaan yang sudah
dilakukan sehingga dapat dimanfaatkan oleh desa atau organisasi lain yang
memerlukan. Demikian strategi pemberdayaan masyarakat bila minimal Penyuluh
Kehutanan dalam kegiatan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, langkahlangkah
tersebut dilakukan dengan cermat, teliti, partisipatif dan demokratis akan
menghasilkan program-program/kegiatan pembangunan kehutanan yang dapat dicapai
dengan sukses efektif serta effisien.

4
C. MODEL – MODEL PEMBERDAYAAN
Ada sepuluh model pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan diformulasikan
sebagai berikut:
1. Model Pengembangan Lokal
Yaitu pemberdayaan masyarakat sejalan dengan model pengembangan lokal
sebagai upaya pemecahan masalah masyarakat melalui partisipasi masyarakat dengan
pengembangan potensi dan sumber daya lokal.
2. Model Promosi Kesehatan
Dilakukan melalui empat pendekatan, yaitu persuasi (bujukan/kepercayaan)
kesehatan, konseling personal dalam kesehatan, aksi legislatif, dan pemberdayaan
masyarakat.
3. Model Promosi Kesehatan Perspektif Multidisiplin
Mempertimbangkan lima pendekatan meliputi medis, perilaku, pendidikan,
pemberdayaan, dan perubahan sosial.
4. Model Pelayanan Kesehatan Primer
Berbasis layanan masyarakat menurut Ife, masyarakat harus bertanggung
jawab dalam mengidentifikasi kebutuhan dan menetapkan prioritas, merencanakan
dan memberikan layanan kesehatan, serta memantau dan mengevaluasi layanan
kesehatan.
5. Model Pemberdayaan Masyarakat
Meliputi partisipasi, kepemimpinan, keterampilan, sumber daya, nilai-nilai,
sejarah, jaringan, dan pengetahuan masyarakat.
6. Model Pengorganisasian Masyarakat
Yaitu hubungan antara pemberdayaan, kemitraan, partisipasi, responsitas
budaya, dan kompetensi komunitas.
7. Model Determinan Sosial Ekonomi Terhadap Kesehatan
Meliputi pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan modal atau kekayaan yang
berhubungan satu sama lain dengan kesehatan.
8. Model Kesehatan Dan Ekosistem Masyarakat
Interaksi antara masyarakat, lingkungan, dan ekonomi dengan kesehatan.
9. Model Determinan Lingkungan Kesehatan Individual Dan Masyarakat
Determinan lingkungan kesehatan individual meliputi lingkungan psikososial,
lingkungan mikrofisik, lingkungan ras/kelas/gender, lingkungan perilaku, dan

5
lingkungan kerja. Sementara itu, determinan lingkungan kesehatan masyarakat
meliputi lingkungan politik/ekonomi, lingkungan makrofisik, tingkat keadilan sosial
dan keadilan dalam masyarakat, serta perluasan kontrol dan keeratan masyarakat.
10. Model Penanggulangan Penyakit Berbasis Keluarga
Yaitu pemeliharaan kesehatan dilakukan secara swadaya dan mandiri oleh
keluarga melalui penumbuhan kesadaran, peningkatan pengetahuan, dan keterampilan
memelihara kesehatan.

Permasalahan kesehatan suku anak dalam sangat kompleks terutama perilaku hidup
bersih dan sehat (kondisi jamban, gizi, kebersihan diri, cuci tangan pakai sabun serta kondisi
lingkungan pemukiman serta beberapa penyakit (kekurangan gizi, muntaber, malaria dan
penyakit kulit). Maka dari itu penting untuk mengembangkan suatu model pemberdayaan
yang tepat pada suku anak dalam (SAD). Dalam penelitian Ridwan.M dan Lesmana Oka
tentang Model Pemberdayaan Suku Anak Dalam Bidang Kesehatan Di Kecamatan Batin
Xxiv Kabupaten Batanghari dikembangkan lah sebuah model yang bernama SAD Care.

“SAD Care” merupakan bentuk pelayanan berbasis mobil terpadu yang menggabungkan
upaya promotif dan preventif (posyandu dan posbindu), kuratif dan pengobatan tradisional
oleh masyarakat SAD berbasis gender. Penggabungkan empat upaya pelayanan kesehatan
berbasis mobil terpadu merupakan model pemberdayaan masyarakat SAD yang paling tepat.
Karena lokasi SAD yang jauh, dan kemauan mereka untuk berkunjung ke pelayanan
kesehatan yang minim, maka model SAD Care adalah cara paling efektif dengan menjadikan
mobil terpadu sebagai FKTP bagi SAD.

6
DAFTAR PUSTAKA
1. 1http://file.upi.edu/Direktori/Fip/Jur._Pend._Luar_Sekolah/196111091987031001Mu-
stofa_Kamil/Pengertian_Pemberdayaan.Pdf
2. https://StrategiPEMBERDAYAAN.pdf
3. Endang Sutisna dkk, Model Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan, Studi
Program Desa Siaga. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7 tahun 2012.
4. Ridwan.M dan Lesmana Oka. Model Pemberdayaan Suku Anak Dalam Bidang
Kesehatan Di Kecamatan Batin Xxiv Kabupaten Batanghari. Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi. Jurnal
Kesmas Jambi (JKMJ). Vol. 2, No. 2, tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai