Anda di halaman 1dari 9

Sebelum membahasa tentang kepala daerah, baiknya kita ketahui

terlebih dulu mengetahui persyaratan menjadi seorang kepala daerah :

1. Tugas Pertama

A. Syarat Menjadi Kepala Daerah

Sebelum menjawab pertanyaan tentang pemimpin daerah harus putra daerah


maka sebelumnya , pelu dipahami terlebih dahulu mengenai arti dari kepala
daerah. Kepala daerah adalah kepala pemerintahan daerah, untuk provinsi
disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut wali
kota.

Untuk menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, baik gubernur
dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati maupun wali kota dan wakil
walikota, diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik atau
perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum
(KPU).

Calon perseorangan ini hendaknya didukung oleh sejumlah orang


sebagaimana diatur di dalam Pasal 41 UU 10/2016 jo. Putusan MK No.
54/PUU-XIV/2016.

Selain syarat di atas, syarat menjadi kepala daerah yang pasti adalah orang
tersebut harus Warga Negara Indonesia. Kemudian, apa saja syarat menjadi
kepala daerah yang lainnya? Calon kepala daerah tersebut harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :

1. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa


2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. setia kepada Pancasila, UUD 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau
sederajat
5. berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil
gubernur serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta
calon walikota dan calon wakil walikota
6. mampu secara jasmani, rohani dan bebas dari penyalahgunaan
narkotika berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari
tim;
7. tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali
terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak
pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan
sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya
mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang
sedang berkuasa; bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu
5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan latar
belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan bukan sebagai
pelaku kejahatan yang berulang-ulang;
8. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
9. tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan
surat keterangan catatan kepolisian;
10. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;
11. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau
secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan
keuangan negara;
12. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
13. memiliki NPWP dan memiliki laporan pajak pribadi;
14. belum pernah menjabat sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil
bupati, walikota, dan wakil walikota selama 2 kali masa jabatan dalam
jabatan yang sama untuk calon gubernur, calon wakil gubernur, calon
bupati, calon wakil bupati, calon walikota, dan calon wakil walikota;
15. belum pernah menjabat sebagai gubernur, bupati, dan walikota untuk
calon wakil gubernur, calon wakil bupati, dan calon wakil walikota pada
daerah yang sama;
16. berhenti dari jabatannya bagi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil
bupati, walikota, dan wakil walikota yang mencalonkan diri di daerah
lain sejak ditetapkan sebagai calon;
17. tidak berstatus sebagai penjabat gubernur, penjabat bupati, dan
penjabat walikota;
18. menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota DPR,
anggota DPD, dan anggota DPRD sejak ditetapkan sebagai pasangan
calon peserta pemilihan;
19. menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota TNI,
Polri, dan PNS serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan
sebagai pasangan calon peserta pemilihan; dan
20. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah sejak ditetapkan sebagai calon.

Apakah Kepala Daerah Harus Putra Daerah?

Berdasarkan syarat menjadi kepala daerah yang disebutkan di atas,


tidak disebutkan satu ketentuan pun mengenai kewajiban calon kepala
daerah merupakan putra daerah. Sehingga, secara umum, kepala daerah
tidak harus putra daerah.

Adapun, dalam konteks pembahasan ini, putra daerah artinya


seseorang yang dilahirkan dari daerah tersebut dan mereka yang tidak lahir di
daerah tersebut tetapi memiliki orang tua yang berasal dari daerah tersebut.

Namun perlu kita ketahui bersama bahwa terdapat aturan khusus


mengenai syarat kepala daerah harus putra daerah, terutama di daerah
dengan otonomi khusus dan diatur secara spesifik dalam undang-undang.
Salah satu contohnya adalah Provinsi Papua.

Di Papua Pasal 12 huruf a UU 21/2001 menyatakan bahwa yang


dapat dipilih menjadi gubernur dan wakil gubernur Papua adalah WNI yang
merupakan orang asli Papua. Adapun yang dimaksud dengan orang asli
Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri atas
suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui
sebagai orang asli papua oleh masyarakat adat Papua.

Dalam Putusan MK No. 34/PUU-XIV/2016 disebutkan bahwa alasan


ketentuan syarat calon gubernur dan wakil gubernur orang asli Papua dalam
Pasal 12 UU 21/2001 tersebut merupakan satu paket dari pemberian otonomi
khusus bagi Provinsi Papua (hal. 27). Sehingga, syarat gubernur harus putra
daerah berlaku khusus bagi Provinsi Papua.

Kesimpulannya dari permasalahan di atas adalah tidak ada aturan yang


menyatakan bahwa kepala daerah itu harus putra daerah, tetapi
pemilihan kepala daerah itu ada persyaratan yang harus dipenuhi, jika syarat
tersebut sdh terpenuhi, maka siapapun bias di pilih sebagai kepala daerah,
baik porpinsi, kabupaten maupu wali Kota
Demikian jawaban dari , semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus


bagi Provinsi Papua sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan diubah kedua kalinya
dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua;
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang telah
ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang yang diubah kedua
kalinya dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota Menjadi Undang-Undang dan diubah ketiga kalinya
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemeirntah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah Menjadi Undang-Undang dan diubah kedua kalinya
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah;
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-
undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.

Putusan:

1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XIV/2016 ;


2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-XIV/2016 ;
3. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 .

Referensi:

1. Harmin Hatta, Tahir Kasnawi, dan Iqbal Sultan. Kampanye Politik Isu
“Putra Daerah” dalam Hubungannya dengan Perilaku Pemilih pada
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi Sulawesi Selatan
2013. Jurnal Komunikasi Kareba, Vol. 2 No. 4 Oktober-Desember 2013.

1. Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah
2. Pasal 1 angka 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (“UU 8/2015”)
3. Pasal 39 huruf b UU 8/2015
4. Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-
Undang jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-
XVII/2019, hal. 65
5. Harmin Hatta, Tahir Kasnawi, dan Iqbal Sultan, Kampanye Politik
Isu “Putra Daerah” dalam Hubungannya dengan Perilaku Pemilih
pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi Sulawesi
Selatan 2013, Jurnal Komunikasi Kareba, Vol. 2 No. 4 Oktober-
Desember 2013, hal. 306
6. Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua
2. Tugas Kedua

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DILINGKUNGAN KERJA


ATAU LINGKUNGAN MASYARAKAT

Sedangkan Pendidikan multicuturalisme berarti suatu proses pendidikan


yang dilaksanakan disekolah untuk memberikan pemahaman terhadap siswa
maupun siswi yang menggali ilmu tentang banyaknya ragam budaya, etnik,
ras maupun agama baik berada dilingkungan sekolah maupun berada
dilingkungan masyarakat. Tujuan dari adanya pendidikan multiculturalisme ini
untuk memfungsikan sekolah sebagai melihat bahwa banyak siswa yang
mempunyai budaya yang berbeda-beda dan untuk membantu siswa dalam
bersikap yang baik terhadap teman yang budayanya berbeda.

Pendahuluan

Pendidikan adalah sebuah proses pengembangkan sumber daya manusia


agar memperoleh kemampuan social dan perkembangan individu yang
optimal memberikan relasi yang kuat antara individu dengan masyarakat dan
lingkungan sekitarnya. Hubungan antara pendidikan dan multikultural
merupakan solusi atas realitas budaya yang beragam sebagai proses
pengembangan seluruh potensi yang menghargai pluralitas dan heterogenitas
sebagai sebagai konsekuensi keberagaman budaya, etnis, suku, dan aliran
atau agama. Multikulturalisme memandang masyarakat mempunyai sebuah
kebudayaan umum dalam masyarakat yang coraknya seperti sebuah mozaik.
Mozaik tersebut di dalamnya terdapat semua kebudayaan dari masyarakat --
masyarakat lebih kecil yang membuat terwujudnya masyarakat yang lebih
besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah mozaik tersebut
(Ibrahim, 2015).

M. Ainul Yaqin menyatakan bahwa pendidikan multikultural merupakan


sebuah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata
pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan -- perbedaan kultural yang
ada pada para siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas
sosial, ras, kemampuan, dan umur agar proses belajar menjadi lebih mudah.

Pada sebuah keluarga, sepasang suami istri mempunyai etnis yang berbeda
ada juga yang sama, etnis adalah suatu golongan manusia yang anggota --
anggotanya mengidentifikasi dirinya dengan sesamanya, biasanya
berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama, contohnya pada keluarga
saya etnis ibu saya Palembang dan etnis ayah saya juga Palembang mereka
mempunyai etnis yang sama. Bahasa yang sering kami pakai di rumah adalah
bahasa Palembang. Pada daerah sekitar saya banyak yang tidak peduli
tentang etnis kami apa warga di sekitar saya mempunyai perlakuan sama
tidsk peduli anda asal dari mana, anda sama saja di mata mereka.

Di sekolah sangat perlu diajarkan pendidikan multikultural, karena jika


diajarkannya pendidikan multikultural untuk menjelaskan pentingnya menjaga
nilai -- nilai keberagaman yang ada di Indonesia serta menegakkan sikap
toleransi, bukan hanya itu saja tujuan dari pendidikan multicultural adalah
mengembangkan literasi etnis dan budaya yang berkaitan dengan latar
belakang sejarah, bahasa, karakteristik budaya, peristiwa kritis, serta kondisi
social, politik dan ekonomi dari berbagai kelompok etnis, baik mayoritas
maupun minoritas. Serta dengan mengajarkan pendidikan multikultural bisa
mengembangkan pribadi siswa agar mempunyai konsep diri lebih positif,
bangga dengan identitas pribadinya, serta bisa menghargai perbedaan.

Di daerah saya saya tidak pernah merasa dibeda -- bedakan berdasarkan


etnis, agama, budaya ataupun lainnya, tetapi saat di sekolah yang
memandang berbeda dikarenakan gelar pada nama saya saya sering
dipanggil darah biru karena gelar tersebut yang menyebabkan saya menjadi
tidak terlalu nyaman. Saya tidak pernah memandang mereka berbeda pada
lingkungan pergaulan saya karena jika menurut saya mereka sama saja,
karena jika saya memandang mereka berbeda itu hanya menimbulkan
ketidaknyamanan pada pertemanan saya. Hanya saja saya masih
menghargai perbedaan antara saya dan mereka dengan menyesuaikannya
agar tidak terjadi timbulnya kesalahpahaman.
No
1 Pendidikan Multikultural di
lingkungan Masyarakat

2 Pendidikan Multikultural di
lingkungan kerja

3 Pendidikan Multikultural di
lingkungan Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai