Anda di halaman 1dari 2

Kapal Api Group merupakan perusahaan yang bergerak di banyak bidang seperti perkebunan kopi, prabik

kopi, café, creamer, pabrik permen dan biskuit, distribusi, dan di bidang logistik. Visi dari grup kapal api
adalah “Growing together as an innovative and global food and beverage company” dimana kapal api
berusaha menginternalisasi bahwa untuk menjadi perusahaan yang global haruslah menjadi perusahaan yang
inovatif dan mau berkembang tidak hanya dengan stakeholder tapi bersama juga dengan para karyawan, para
supplier, distributor dan bahkan masyarakat luas. Secara statistik Kapal Api Group memiliki kurang lebih
15.000 karyawan dan merupakan pemimpin pasar kopi di Indonesia dan merupkan peringkat nomor 3
penjualan kopi di dunia secara volume.

Sebagai seorang Gen Z, kita mempunyai beberapa banyak pilihan untuk berkarir setelah menamatkan kuliah
seperti berkarir sebagai seorang wirausahawan, berkarir di perusahaan start-up, atau pun berkarir sebagai di
perusahaan korporat dimana masing-masing pilihan karir memiliki kelebihan dan kekurangannya. Jika
menjadi seorang wirausahawan maka kita akan memiliki jam kerja yang sangat flesibel karena kita lah yang
memiliki usaha sendiri, sedangkan di start-up memang kita memiliki kebebasan yang lebih untuk mengatur
sendiri jam kerja namun, masih dalam batas aturan dan jika memilih berkarir di korporasi maka kita tidak
akan memiliki jam kerja yang fleksibel dan harus baku mengikuti aturan yang sudah ada. Untuk masalah
pengembangan diri, rata-rata di korporasi kita akan selalu berkembang, jika di start-up maka kita tidak pernah
tahu menahu mengenai nasib pekerjaan kita di masa depan sehingga pengembangan diri kita dapat terhambat
sedangkan jika kita menjadi wirausahawan maka pengembangan diri kita berada di tangan diri kita sendiri.
Secara work pressure, jika bekerja di start-up maka work pressure kita tinggi karena nasib perusahaan ada di
tangan kita sama seperti jika bekerja sebagai wirausahawan tekanan yang diterima juga sangat tinggi namun,
lebih menyangkut mengenai nasib hidup dan kesejahteraan karyawan yang dimiliki, sedangkan jika bekerja di
korporasi maka work pressure yang ada lebih monoton. Terakhir, secara dampak yang diberikan kepada
masyarakat luas jika bekerja di korporasi maka dampak yang diberikan akan lebih luas dibandingkan dengan
bekerja untuk diri sendiri atau start-up dikarenakan korporasi memiliki rantai pasar dan kebijakan dengan
skala yang lebih besar,
Sehingga akan lebih berdampak ke masyarakat luas.

Setiap lini pekerjaan ini juga memiliki mentalitas dan kebiasaan yang berbeda-beda. Bekerja di perusahaan
start-up berarti kita harus terbiasa untuk menganggap bahwa segala sesuatu bersifat urgent dikarenakan
sumber daya yang terbatas sehingga pekerjaan harus seefektif dan seefisien mungkin agar tidak terjadi
pemborosan. Sebaliknya, jika bekerja di perusahaan besar atau korporasi maka kita akan lebih di dorong
untuk menjadi karyawan yang konsisten menghasilkan produk yang standard sehingga akan memperoleh
pendapatan yang stabil dan mencapai laba sesuai dengan target yang ditetapkan. Kedua budaya ini kemudian
di gabungkan untuk mencapai sebuah budaya dan mentalitas yang baru untuk menyokong perubahan yang
ada dimana budaya inovasi yang ada di perusahaan start-up yang cenderung rapid kemudian dibawa dan
digabungkan dengan budaya inovasi tradisional yang dimiliki korporasi.
Sayangnya, tidak semua inovasi dapat diubah dengan ekonomis dan cepat. Inovasi tersebut harus tetap
menyesuaikan dengan industri dan kebutuhan pasar yang ada. Seperti contoh, untuk industri yang tidak
diregulasi ketat oleh pemerintah dan tidak membutuhkan investasi yang besar maka dapat dilakukan
penambahan frekuensi inovasi dengan skala percobaan yang lebih kecil dan pembelajaran dipercepat atau
disebut juga rapid experimentation. Terdapat 7 prinsip dalam melakukan rapid experimentation, yaitu:
1. Mendapatkan pembelajaran sedini meungkin dengan cara merancang eksperimentasi dengan tujuan
untuk mendapatkan sebnyak mungkin pembelajaran sejak awal dimana disarankan untuk membuat
model barang dengan cepat dan sederhana sehingga dapat langsung ditanggapi oleh konsumen.
2. Menjadi cepat dan iteratif dimana setelah mendapat pembelajaran maka kita harus bergerak cepat dan
maju ke langkah selanjutnya.
3. Mefokuskan diri pada masalah bukan kepada solusi sehingga kita akan tetap selalu berorientasi
kepada pelanggan dan kebutuhannya, kita selalu mempertimbangkan berbagai alternatif solusi, dan
dapat dengan cepat mencari dan menguji alternatif lain ketika salah satu solusi yang kita pilih tidak
cocok.
4. Dapatkan feedback yang benar sehingga dapat memperbaiki solusi yang ada dengan tepat dan efisien.
5. Membuat parameter pengukuran yang tepat
6. Menguji asumsi yang dimiliki dan memastikan bahwa eksperimen telah dirancang dengan baik
sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang konkrit.
7. Fail smart yang berarti bahwa kita harus segera tau dimana kita akan gagal sehingga eksperimen dapat
dilakukan kembali.

Anda mungkin juga menyukai