Anda di halaman 1dari 41

Peran Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Wisata Budaya Perang Ketupat (Pura

Lingsar), Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, NTB

Oleh
M.Akbar
NIM 190503004

PRODI PARIWISATA SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM

2023
Peran Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Wisata Budaya Perang Ketupat (Pura

Lingsar), Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, NTB

“Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Mataram Untuk Melengkapi Persyaratan

Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi”

Oleh
M.Akbar
NIM 190503004

PRODI PARIWISATA SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM

2023
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Proposal Skripsi oleh : M.Akbar, NIM : 190503004 dengan Judul “Peran Masyarakat Lokal

dalam Pengembangan Wisata Budaya Perang Ketupat (Pura Lingsar), Kecamatan Lingsar,

Lombok Barat, NTB” Telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diuji.

Disetujui pada tanggal : ……………………

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Wahyu Khalik, M.Par Rusman Azizoma, M.Acc


NIP.198612292019031007 NIP. 198908132019031015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan limpahan segala rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan

proposal skripsi dengan judul “Peran Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Wisata

Budaya Perang Ketupat (Pura Lingsar), Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, NTB”.

Tujuan dari penyusunan proposal skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat

dalam menempuh sidang proposal untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi S1 Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram.

Mengingat keterbatasan pengetahuan, pengalaman serta kemampuan penulisan

proposal skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis

menyadari bahwa proses penyelesaian proposal skripsi ini tidak akan sukses tanpa bantuan

dan keterlibatan berbagai pihak penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Wahyu

Khalik, M.Par sebagai pembimbing I dan Bapak Rusman Azizoma, M.Acc sebagai

pembimbing II yang telah memberikan bimbingan motivasi maupun koreksi yang detail

secara terus menerus tanpa rasa bosan di tengah kesibukannya sehingga menjadikan proposal

skripsi ini menjadi lebih baik.

Semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan tulus dan ikhlas

mendapatkan rahmat dan karunia-Nya kepada Allah SWT. Aamiin.

Mataram, 25 Juni 2023


Penulis

M.Akbar
Nim:190503004
Daftar Isi

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL...............................................................................................................................
PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................
Daftar isi ..................................................................................................................................................
A. Judul..................................................................................................
B. Latar Belakang Masalah................................................................
C. Rumusan Masalah............................................................................
D. Tujuan & Manfaat Penelitian.........................................................
E. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian..........................................
F. Telaah Pustaka.................................................................................
G. Kerangka Teori.................................................................................
1. Peran
2. Masyarakat Lokal...................................................................
3. Pengembangan Wisata Budaya..............................................
4. Pura Lingsar dan Tradisi Perang Ketupat...............................
H. Metode Penelitian.............................................................................
1. Jenis Penelitian.......................................................................
2. Pendekatan Penelitian.............................................................
3. Lokasi Penelitian....................................................................
4. Teknik Pengumpulan Data.....................................................
5. Teknik Analisi Data................................................................
6. Keabsahan Data......................................................................
I. Sistematika Pembahasan.................................................................
J. Rencana Jadwa Kegiatan Penelitian..............................................
K. Daftar Pustaka..................................................................................
A. Judul

Peran Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Wisata Budaya Perang Ketupat (Pura

Lingsar), Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, NTB.

B. Latar Belakang Masalah

Menurut sejarahnya, Pura Lingsar (Lingsar Ulon) didirikan oleh Anak Agung

Ketut Karangasem dengan petunjuk magis dari semedinya, Anak Agung Ketut

Karangasem bersama Ida Ketut Sebali, dengan permohonan keselamatan dan

kesejahteraan rakyatnya. Sakeng kuusuk (pageh) untuk meditasinya, Ida Sang Hyang

Widhi Wasa menerima permintaannya dalam bentuk "Pawisik (sabda)" dengan restu

yang jelas atau memenuhi syarat. Oleh karena itu, prasasti sejarah Lingsar yang ditulis

oleh Ide Pedanda Nyoman Noabe dan ditulis ulang oleh Mangku Kapitan menjelaskan

bahwa nama Pura/Kemaliq Lingsar muncul ketika masyarakat Bali Karangasem

pertama kali berjumlah sekitar 80 orang datang ke Lombok. Mendarat di pantai barat

dekat Gunung Pengsong, Lombok Barat. Dari Gunung Pengsong lalu ke perampuan,

Ke Pagutan lalu ke Pagesangan. Dari Pagesangan, rombongan berjalan kaki dan tiba

di wilayah Punikan, semua anggota kelompok itu haus dan lapar sehingga

memutuskan untuk istirahat, makan, dan minum. setelah selesai makan terdengar

suara seperti ledakan dan gemuruh. Kemudian mereka mencari asal suara tersebut

yang ternyata adalah sebuah mata air yang baru meletus, lalu ada wahyu mengatakan

kalau sudah menguasai Lombok maka buatlah Pura disini. Kemudian luapan air itu

diberi nama Aik’ Mual yang artinya air yang mengalir. Selanjutnya nama Aik Mual

berubah menjadi Lingsar, dari kata “Ling”, yang artinya wahyu atau sabda dan “Sar”

yang artinya syah atau jelas. Jadi Lingsar artinya wahyu yang jelas. Sedangkan

sumber mata airnya terletak tidak jauh dari daerah tersebut, dan diberi nama “Aik’

Mual” (Air Timbul) yang letaknya di sebelah timur Lingsar.


Dalam versi Islam, menurut Ahmad Sodli, dalam temuan penelitiannya

mengungkapkan bahwa Kamalik adalah bangunan tempat sumber mata air

lingsar berada. Menurut cerita, mata Air ini muncul ketika Syekh K.H. Abdul

Malik menancapkan tongkatnya ke tanah dan dicabut kembali, lalu keluarlah air yang

sangat deras dari tanah. Mata air kemudian ditampung dalam kolam dan dibuat

sembilan pancuran yang terbagi dua, satu tempat pancuran berjumlah lima dan satu

tempat lagi berjumlah empat pancuran. Mulai saat itu, sumber mata air tersebut

dijadikan sebagai tempat bersemedi atau berdoa bagi umat Sasak dan umat Hindu. 1

Manusia sebagai makhluk sosial melalui cipta, rasa, dan karsanya mampu

menghasilkan kemajuan dari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, yang

puncaknya dikenal dengan peradaban umat manusia (civilization). Dari zaman Nabi

Adam sampai sekarang ummat manusia akan terus menghasilkan budaya dan

peradaban yang semakin maju seiiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan,

disisi lain manusia hidup dengan cara nomaden sampai masa industralisasi dimana

segala sesuatu lebih mudah dan praktis. Di zaman industrialisasi kegiatan manusia

semakian padat dan pada akhirnya segala sesuatu yang bersifat kearifan lokal

mengalami kemunduran dan bahkan ada yang sudah dilupakan oleh masyarakat

setempat yang akhirnya kejatian dirinya hilang ditelan zaman. Padahal sebenarnya

budaya unik masyarakat ini menjadi daya tari tersendiri bagi wisatawan di dunia

belahan lain untuk dikunjungi. Sehingga sesuatu yang langka seperti menjadi daya

tarik yang unik bagi masyarakat sekarang.

Indonesia merupakan salah-satu negara dengan kekayaan dan keberagaman

alam dan budaya yang sangat melimpah. Sumber daya alam dan sumber daya manusia

1
Sumertha-I Wayan, “Pura Lingsar Dalam Pendekatan Teologi Hindu”,dalam e-journal.iahn-
gdepudja.ac.id/index, Juli 2021, hlm.1805-1806.
yang melimpah tersebut perlu dikelola secara maksimal, agar tidak terjadi

keterlantaran dan incaran bagi negara lain yang dapat menjadi ancaman bagi identitas

negara Indonesia itu sendiri, sehingga segala macam budaya masyarakat di negara

Indonesia harus di lestarikan. Salah satunya datang dari pulau Lombok (suku sasak)

yang dikenal dengan pulau 1001 masjid dan merupakan pulau yang masih kental

dengan kebudayaanya. Seperti yang penulis teliti adalah perang ketupat yang

merupakan tradisi ummat Islam bersama umat Hindu yang dilaksanakan pada satu

tempat yaitu pura lingsar. Pura ini sendiri berada di di Kecamatan lingsar, kabupaten

Lombok barat, Nusa Tenggara Barat. Salah satu contoh konkrit yang budaya

mansyarakat yang mulai memudar adalah budaya gotong royong, akibat

perkembangan teknologi kehidupan masyarakat menjadi indivudualistik dan dan

akhirnya mulai mengikis budaya-budaya yang ada. Di Pura Lingsar sendiri terdapat

kebudayaan perang ketupat. Contoh lainnya adalah kebudayaan lokal yang

tergantikan oleh budaya modern, seperti tari-tari dan musik kontemporer lebih disukai

daripada tari dan musik tradisional, bukan maksud penulis mengatakan bahwa segala

yang modern adalah tidak baik, akan tetapi budaya asli harus tetap dijaga dan

dikembangkan sebagaimana semestinya.

Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat,

termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai yang

dianut oleh masyarakat maupun persepsi yang dimiliki masyarakat terhadap berbagai

hal, sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian.

Derasnya perkembangan informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan

kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya.

Kebudayaan-kebudayaan daerah di Indonesia semakin lenyap di masyarakat, padahal

seandainya kesenian dan kebudayaan daerah yang ada dikelola dengan baik selain
menjadi potensi pariwisata seni dan budaya mampu menghasilkan dan meningkatkan

pendapatan untuk negara, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi

masyarakat sekitarnya.

Dampak negatif globalisasi dalam segi sosial dan budaya di Indonesia,

diantaranya :

1. Ada pertukaran seni dan budaya atau pengakuan kepemilikan oleh negara-negara

lain, misalnya seni tradisional Indonesia tari pendet yang diakui kepemilikannya

oleh negara Malaysia, hal ini tentu sangat merugikan bangsa Indonesia.

2. Bangsa Indonesia lebih mengadopsi nilai-nilai yang dianut bangsa barat

(westernisasi). Hal ini mengakibatkan hilangnya jati diri bangsa Indonesia karena

budaya barat tidak sesuai dengan ideologi Negara Indonesia, Pancasila.

3. Terjadinya akulturasi seni dan budaya antara budaya timur dan budaya barat. Hal

ini merugikan karena kebanyakan budaya barat tidak sesuai dengan norma-norma

yang berlaku pada masyarakat Indonesia.2

Melihat kondisi masyarakat Indonesia yang plural, berdasarkan data Dukcapil

Kementrian Dalam Negeri pada tanggal 2021 mengatakan bahwa jumlah masyarakat

Islam sebesar 86,93% dan Hindu sebesar 1,71%. Akan tetapi dalam hal ini ada

keunikan tersendiri dalam kehidupan beragama, khususnya di pulau Lombok. Dimana

fenomena yang ada melahirkan ritual budaya secara kolaboratif. Hal ini terjadi di pura

lingsar, antara ummat islam dan ummat Hindu disana menjalanakan ritual yang

disebut perang ketupat dalam satu tempat yang sama, yaitu pura lingsar. Taman

lingsar merupakan tempat ritual ummat Islam dan ummat hindu, tempat ini memiliki

luas 26 Ha yang terdiri dari tempat ritual ummat Islam, tempat sembahyang umma
2
Bintang Panduraja Siburian, Lanny Nurhasanah, Jihan Alfira Fitriana,”Pengaruh Globalisasi
Terhadap Minat Generasi Muda Dalam Melestarikan Kesenian Tradisional Indonesia”, Jurnal Global
Citizen, Desember 2021,hlm.35-36.
hindu, kolam ikan, sumber mata air, danau kecil, perumahan amangku lingsar (Islam),

Amangku hindu, dan ruang terbuka hijau.3

Selain itu ada bangunan sejarah Kemaliq yang mempunyai nilai sosial, agama,

dan budaya tersendiri bagi kedua ummat Bergama, sehingga perlu di lestarikan dan

dikembangakan sebagai sebuah tujuan destinasi wisata di kabupaten Lombok Barat.

Dalam upaya menarik lebih banyak wisatawan yang berkunjung, baik wisata asing

maupun wiasatawan domestik, diperlukan banyak pembenahan dalam dunia

pariwisata di pulau Lombok, lebih-lebih Lombok barat. Sumber daya manusia yang

profesional sangat dibutuhakan untuk menutupi kelemahan yang ada. Meskipun

Indonesia kaya akan sumber daya alam dan budayanya tetap saja tidak akan

berkembang jika tidak dikelola dengan sumber daya manusia yang mumpuni. Apalagi

sektor pariwisata adalah salah-satu sumber pendapatan terbesar bagi daerah otonom,

yang dimana dengan sifatnya yang multisectoral dan multi-effect mampu

meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat setempat.

Sujali mengutip pernyataan WTO (World Tourism Organization) bahwa

sektor pariwisata mempunyai prospek yang cerah, karena dapat menjadi sumber

devisa alternatif, dan penyedia lapangan pekerjaan untuk masyarakat indonesia

dengan populasinya yang besar. Dikatakan sebagai sumber penganti pendapatan

minyak bumi karena suatu saat minyak bumi akan habis, tetapi pariwisata akan tetap

tersedia jika kondisi alam dan budayanya masih alami.

Dalam dunia kepariwisaatan, potensi 4A pariwisata merupakan suatu hal yang

harus ditawarkan kepada konsumen dalam bentuk jasa. Unsur-unsur inilah yang akan

3
Kadrin,“Harmoni Komunikasi Lintas Agama Berbasis Ekonomi Dan Ritual: Studi
Fenomenologi Pada Komunitas Muslim Dan Hindu Di Desa Lingsar, Kabupaten Lombok Barat”,
Komunitas: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, ISSN: 2540-9182 (online), Februari 2018,
hlm,19.
dikelola sedemikian rupa, sehingga bisa dijua kepada wisatawan domestik bahkan

wisatawan mancanegara. Dalam pembanguanan pariwsata tidak terlepas daripada

peran pemerintah yang bertangguangjawab besar atas penyedian potensi dan

perencaan pariwisata untuk suatu daerah. Selain itu peran stakeholder menjadi salah

satu kunci keberhasilan daearah wisata.4

C. Rumusan Masalah

Dalam penelitian didapatkan rumusan masalah seputar tentang bagaimana

peran masyarakat lokal dalam mengembangkan pariwisata budaya di Pura Lingsar,

Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, NTB.

D. Tujuan & Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah bahwa tujuan penelitian, yaitu: Untuk

mengetahui peran masyarakat lokal dalam mengembangkan wisata budaya Perang

Ketupar, Pura Lingsar.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Praktis

Masyarakat setempat dapat menjadikanya referensi sebagai landasan

dalam mengembangkan desa wisatanya, serta mampu serta menjadi bahan

masukan dan petimbangan untuk masa yang akan datang.

b. Manfaat Teoritis

4
Santi Muji Utami, “Keterlibatan Masyarakat lokal Dalam Pengembangan Potensi Wisata Di
Kabupaten Semarang”, Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No.1, Juni 2013, hlm.85.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta dapat

menjadi bahan referensi bagi pembaca dan masih dapat dikembangakn untuk

penelitian selanjutnya.

E. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

1. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup Pada penelitian yang diteliti oleh peneliti, bahwasanya

peneliti akan membatasi permasalah peran masyarakat lokal dalam pengembangan

wisata budaya, peneliti juga akan menilai pada penilaian pada aspke interaksi

masyarakat Islam dan Hindu di Desa Lingsar

2. Setting Penelitian

Pada setting penelitian ini akan dilaksanakan tepatnya di Pura Lingsar.

Kemudian alasan peneliti memilih lokasi tersebut atas pertimbangan, dikarenakan

di Pura Lingsar memiliki keunikan budayanya dimana adanya kehidupan yang

plural tapi harmonis, walaupun dengan adanya pura lingsar itu sendiri dapat

memicu konflik antara kedua belah pihak.

F. Telaah Pustaka

Telaah pustaka di dalam penelitian ini yaitu suatu uraian yang telah dilakukan

oleh peneliti supaya mendapatkan data maupun informasi dari berbagai sumber

seperti buku, jurnal, skripsi, serta liputan yang sejalan dengan penelitian ini yaitu

mengenai Peran Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Wisata Budaya Perang

Ketupat (Pura Lingsar), Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, NTB. Dari hasi telaah

pustaka yang telah dilakukan oleh peneliti, ditemukan beberapa penelitian yang

berkaitan ataupun sejalan dengan penelitian ini, diantaranya :

1. Jurnal yang ditulis oleh Kadrin dari jurusan Pengembangan Masyarakat Islam

yang berjudul Harmoni Komunikasi Lintas Agama Berbasis Ekonomi Dan Ritual:
Studi Fenomenologi Pada Komunitas Muslim Dan Hindu Di Desa Lingsar,

Kabupaten Lombok Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

bagaimana tingkat keharmonisan Komunikasi Lintas Agama Berbasis Ekonomi

Dan Ritual: Studi Fenomenologi Pada Komunitas Muslim Dan Hindu Di Desa

Lingsar, Kabupaten Lombok Barat.

Penelitian ini menggunakan penelitian fenomenologi. Hasil dari penelitian ini

didapatkan bahwa ruang-ruang publik lintas agama sangat diperlukan dalam

menjaga dan mempertahankan harmonisasi antara agama Islam dan Hindu dalam

aktifitas ritual dan ekonomi di Pura Lingsar. Sehingga direkomendasikan untuk

memperbanyak ruang-ruang publik yang inklusif guna menjaga komunikasi yang

baik antara dua agama tersebut.

Dalam jurnal ini terdapat kelebihan yang sangat berguna bagi peneliti, yaitu

dengan pengetahuan bagaiaman cara menjaga keharmonisan umat islam dan umat

hindu di pura lingsar, menggunakan tempat yang sama untuk melakukan Perang

Topat sebagai ritual budaya bersama dalam suasana kegembiraan dan semangat

persatuan. Jurnal ini menunjukkan bahwa toleransi tinggi antara kedua komunitas

agama memungkinkan mereka untuk berhasil berbagi ruang di Taman Lingsar dan

menjadikannya sebagai ruang publik yang menyenangkan, sehingga dengan

demikian akan semakin mudah untuk mengetahui peranan masayarakat lokal

dalam pengembangan wisata budaya di pura lingsar. Kekurangan dalam penelitian

ini tidak dapat memberikan pemahaman terlalu jauh bagi penelitian yang akan

dilakukan, karena penelitian ini hanya mebahasa permasalahan keharmonisan

antar ummat bergama, sedangakan penelitian yang akan dilakukan lebih fokus
pada masalah peran masyarakat lokal dalam mengembangkan wisata budaya di

Pura Lingsar.5

2. Jurnal yang ditulis oleh Ni Putu Sudewi Budhawati Institut Agama Hindu Negeri

Gde Pudja Mataram dengan judul Strategi Melestarikan Kesakralan Pura Di

Tengah Pengembangan Pariwisata Budaya Di Lombok. Jurnal ini membahas

tentang pentingnya menjaga kesucian dan kesakralan pura di Lombok sebagai

salah satu destinasi wisata. Artikel dalam jurnal ini juga membahas beberapa

permasalahan terkait kawasan suci di Lombok, seperti masalah sampah,

pencemaran air, dan abrasi pantai.

Penelitian ini menggunakan Teknik observasi dan wawancara. Dimana

informan dipilih dengan cara purposive (orang yang memiliki pengetahuan

mendalam tentang objek penelitian). Hasil dari penelitian ini adalah beberapa cara

bagaimana startegi melestarikan kesakralan pura lingsar seperti melakukan

sosialisasi dan mengeluarkan regulasi yang baik dari instansi pemerintahan,

Kelebihan penelitian ini yaitu terletak pada strategi-strategi yang bertujuan

untuk menjaga kesucian dan kesakralan pura di Lombok serta memastikan bahwa

pariwisata budaya dapat berkembang secara berkelanjutan tanpa merusak

lingkungan atau merugikan masyarakat lokal. Sehingga sangat berguna dalam

penelitian yang akan dilakukan.6

3. Skripsi yang ditulis oleh Ayu Sukresna Windari Program studi ilmu komunikasi

APMD dengan judul Strategi Komunikasi Pemerintah Desa Dalam Pelestarian

Tradisi Perang Topat Di Desa Lingsar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok

Barat, Nusa Tenggara Barat.

5
Kadrin, “Harmoni Komunikasi Lintas Agama Berbasis Ekonomi Dan Ritual: Studi Fenomenologi
Pada Komunitas Muslim Dan Hindu Di Desa Lingsar, Kabupaten Lombok Barat”, Jurnal Pengembangan
Masyarakat Islam, UIN Mataram, ISSN: 2540-9182 (Online).
6
Ni Putu Sudewi Budhawati, “Strategi Melestarikan Kesakralan Pura Di Tengah Pengembangan
Pariwisata Budaya Di Lombok”, Jurnal Pariwisata Budaya dan Keagamaan, Vol.1,No.1, Agustus 2022)
Penelitian ini berlatar belakang tentang pelestarian tradisi Perang Topat yang

merupakan salah satu tradisi Unik yang berada di Lombok. Tujuan dalam

penelitian sendiri yaitu untuk mengetahui Strategi Komunikasi Pemerintah Desa

dalam Melestarikan Tradisi Perang Topat serta mengetahui faktor yang menjadi

pendukung ataupun penghambar serta upaya yang di lakukan Pemerintah Desa

dalam mengatasinya. Peneltian menggunakan penelitian kualitatif deskriptif.

Dengan Teknik pengumpulan data berupa observasi dan wawancara dengan

sampel bertujuan (Purposif sampel).

Kelebihan penelitian ini berupa kajian teori dalam penelitian ini menggunakan

teori pelestarian dari Jacobus yang mengartikan pelestarian sebagai kegiatan atau

yang dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu guna mewujudkan

tujuan tertentu yang mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat

dinamis, luwes dan selektif.7

4. Jurnal yang ditulis oleh Dian Herdiana dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi

(STIA) Cimahi yang berjudul Peran Masyarakat dalam Mengembangkan Desa

Wisata Berbasis Masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

peran masayarakat dalam dalam pengembangan desa wisata berbasis masyarakat.

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan

kepustakaan (library research). Dalam penelitian ini didaptakan bahwa desa

wisata dalam proses pengembangannya dimulai dengan penggalian potensi desa

dalam aspek wisata meliputi aspek alam, sosial, maupun budaya. Peran

masyarakat dalam pengembangan desa wisata sangat diperlukan mulai dari awal

sampai akhir sehingga dalam hal ini menunjukan eksistensi masyarakat sebagai

bagian integral dari desa.


7
Ayu Sukresna Windari, “Strategi Komunikasi Pemerintah Desa Dalam Pelestarian Tradisi Perang
Topat Di Desa Lingsar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat”,
(Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi APMD, Yokyakarta, 2021).
Kelebihan dalam penelitian ini yaitu pemaparan kajian teori dan hasil

penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang akan dilakukan, sehingga

mempermudah bagi peneliti. Kekurangan dalam penelitian ini yaitu penelitian

yang terlalu umum, dalam artian objek penelitian yang tidak ada.8

5. Skripsi yang ditulis oleh Yulianita Istiqomatus Saidah dari IAIN Jember yang

berjudul Peran Masyarakat dalam Mengembangkan Daerah Wisata Pantai Mbah

Drajid Di Desa Wotgalih Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peran masayarakat dalam

mengembangkan dan dampaknya bagi masyarakat dengan adanya wisata pantai

Mbah Drajid di Desa Wotgalih Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang.

Pendekatan penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dan jenis penelitian adalah

penelitian lapangan.

Hasil dari penelitian bahwa peran masyarakat dalam mengembangkan desa

wisata dapat berupa sumbangan pikiran, tenaga, dan peran dalam pemantaun dan

evaluasi pembangunan wisata pantai Mbah Drajid di Desa Wotgalih Kecamatan

Yosowilangun Kabupaten Lumajang. Serta dampaknya bagi perekonomian

masyarakat dengan cara berjualan di pantai Mbah Drajid di Desa Wotgalih.

Kelebihan penelitian ini yaitu memiliki kesamaan dalam tujuan penelitian,

namun berbeda pada objek penelitian. Kekurangan dalam penelitian ini tentunya

terletak pada objek penelitian yang berbeda, yaitu berbeda antara wisata alam dan

wisata budaya.9

8
Dian Herdiana, “Peran Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Berbasis
Masyarakat”, JUMPA, Volume 6, Nomor 1, Juli 2019.

9
Yulianita Istiqomatus Saidah, “Peran Masyarakat dalam Mengembangkan Daerah Wisata Pantai
Mbah Drajid Di Desa Wotgalih Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang”, (Skripsi, FTK IAIN
Jember, Jember, 2021).
G. Kerangka Teori

1. Teori Peran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), peran berarti seperangkat

tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam

masyarakat dan dalam kata jadinya, peranan berarti tindakan yang dilakukan oleh

seseorang dalam suatu peristiwa. Peran menurut Soerjono Soekonto merupakan

aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya, maka dia menjalankan suatu peranan. 10 Kemudia menurut Riyadi

peran diartikan sebagai orientasi dan konsep dari bagian yang dimainkan oleh

suatu pihak dalam oposisi sosial. Dengan peran tersebut baik pelaku individu

maupun organisasi akan berperilaku sesuai harapan orang atau lingkunganya 11.

Peran juga diartikan sebagai tuntutan yang diberikan secara struktural (norma-

norma, harapan, tabu, tanggung jawab dan lainnya). Hakikat peran juga

dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu

jabatan tertentu.

Adapun pembagian peran menurut Soekanto peran menjadi 3 yaitu

sebagai berikut:

a. Peran Aktif, merupakan peran yang diberikan oleh anggota kelompok karena

kedudukannya didalam kelompok sebagai aktifitas kelompok, seperti

pengurus, pejabat, dan lain sebagainya.

b. Peran Partisipasi, merupakan peran yang diberikan oleh anggota kelompok

kepada kelompoknya yang memberikan sumbangan yang sangat berguna bagi

kelompok itu sendiri.

10
Syaron Brigette Lantaeda, Florence Daicy J.Lengkong, Joorie M Ruru, “Peran Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Penyusunan RPJMD Kota Tomohon”, Jurnal Administrasi
Publik, Vol.04 No 048, hlm.2.
11
Ibid
c. Peran Pasif, merupakan sumbangan anggota kelompok yang bersifat pasif

dimana anggota kelompok menahan dari agar memberikan kesempatan

kepada fungsi-fungsi lain dalam kelompok sehingga berjalan dengan baik.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian peran merupakan

suatu Tindakan yang membatasi seseorang maupun suatu organisasi untuk

melakukan suatu kegiatan berdasarkan tujuan dan ketentuan yang telah

disepakati bersama agar dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.12

Dalam pengembangan pariwisata terdapat 5 peran masyarakat yaitu:

a. Peran masyarakat sebagai pemerkasa, dimana masyarakat menjadi pihak

pertama yang menemukan potensi wisata.

b. Peran masyarakat sebagai pelaksana, masyarakat melaksanakan dan

mengembangkan potensi wisata sampai menjadi terwujudnya objek wisata.

c. Peran masyarakat sebagai penyerta yang mana masyarakat berpatispasi dalam

pengembangan pariwisata, namun tidak memiliki wewenang dalam

pengembangan wisata.

d. Peran masyarakat sebagai peninjau yang mana masyarakat melakukan

pengawasan terhadap proses dan dampak dari adanya pengembangan wisata.

e. Peran masyarakat sebagai penerima manfaat yang mana masyarakat tidak

terlibat dalam pengembangan wisata, melainkan hanya menerima manfaat dari

adanya pengembangan wisata.13

2. Masyarakat Lokal

12
Ibid,hlm.3.

13
Yulianita Istiqomatus Saidah, “Peran Masyarakat dalam Mengembangkan Daerah Wisata Pantai
Mbah Drajid Di Desa Wotgalih Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang”, (Skripsi, FTK IAIN
Jember, Jember, 2021),hlm.18.
Menurut John Lewis Gillin dan John Philip Gillin masyarakat diartikan

sebagai kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi,

sikap, dan perasaan persatuan yang sama. 14 Konsep Tipologi Partisipasi

Masyarakat merupakan keterlibatan pariwisata sebagai sebuah industri di

masyarakat mengenai kepastian bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam

pengembangan industri pariwisata.

Konsep Pengembangan Usaha, dibagi menjadi tiga yaitu Kelembagaan

sebagai organisasi lokal yang membawahi suatu kegiatan pariwisata, Pelaku

merupakan pihak-pihak yang secara langsung menjalankan suatu usaha, Produk

yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan untuk datang dan ingin mengikuti

kegiatan yang ditawarkan.15 Dimulai dari perencanaan, pengawasan, dan

implementasi, masyarakat lokal memainkan peran penting dalam pengembangan

desa wisata. Menurut Wearing komunitas lokal memiliki peran yang sama

pentingnya dengan sektor pemerintah dan swasta dalam mengembangkan

pariwisata.16

Adiyoso menegaskan bahwa partisipasi masyarakat merupakan komponen

terpenting dalam upaya pertumbuhan kemandirian dan proses pemberdayaan.

Pengabaian partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan desa wisata

menjadi awal dari kegagalan tujuan pengembangan desa wisata. 17 Timothy

menyatakan bahwa ada dua perspektif tentang partisipasi masyarakat dalam

14
Baharuddin, Pengantar Sosiologi, (Mataram: Sanabil, 2021), hlm.18.

15
Cenk Tosun, (1999), “Menuju Tipologi Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Pembangunan
Pariwisata”, (Anatolia, 1999), 10 (2), hlm.113-134.

16
Made Heny Urmila Dewi, Chafid Fandeli, M.Baiquni, “Pengembangan Desa Wisata Berbasis
Masayarakat lokal di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali”, Kawistara, Vol.3, No. 2, Agustus 2013,
hlm.132.
17
Ibid.
pariwisata: pertama, bahwa masyarakat terlibat dalam proses pengambilan

keputusan; dan kedua, bahwa masyarakat mendapat manfaat dari pembangunan

pariwisata. Dia menekankan bahwa masyarakat harus terlibat dalam pengambilan

keputusan dengan mempertimbangkan keinginan dan tujuan pembangunan

masyarakat lokal serta kemampuan mereka untuk menyerap manfaat pariwisata.18

Timothy memandang pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam

pengambilan keputusan dan melibatkan pemangku kepentingan lainnya, seperti

pemerintah dan swasta, untuk turut ambil bagian dalam pengambilan keputusan.

Dia juga melihat betapa pentingnya pendidikan pariwisata untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat lokal, terutama dalam hal mendapatkan manfaat dari

pariwisata. Oleh karena itu, strategi pembangunan pariwisata harus

mempertimbangkan keinginan dan kemampuan masyarakat lokal untuk

berpartisipasi dan mengoptimalkan manfaat pembangunan pariwisata. Karena

masyarakat lokal memiliki sumber daya pariwisata yang ditawarkan kepada

wisatawan, partisipasi mereka sangat penting dalam pengembangan desa wisata.

Strategi pelaksanaan partisipasi dapat dicapai dengan melibatkan masyarakat

dalam pertukaran informasi, perumusan tujuan, penentuan kebijakan,

pengalokasian sumber pendanaan, pengoperasian program, dan pembagian

manfaat. Masyarakat terlibat dari perencanaan hingga pelaksanaan dan

pemerataan hasil. Pandangan para ahli ini menunjukkan bahwa partisipasi adalah

elemen penting dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat. Berbagai

dampak strategis yang terkait dengan pengembangan desa wisata berbasis

masyarakat didasarkan pada partisipasi masyarakat lokal. Partisipasi masyarakat

18
Ibid.hlm.133.
menjadi penting untuk menghasilkan desa wisata yang berkelanjutan dan

menyediakan layanan berkualitas tinggi.19

3. Pengembangan Wisata Budaya

Menurut Malayu Hasibuan pengembangan ialah proses peningkatan

keterampilan teknis, teoritis, konsepsional dan moral karyawan melalui

pendidikan dan latihan.20 Pengembangan pariwisata merupakan langkah-langkah

yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan yang telah

ditentukan sebelumnya. Hasil yang optimal dapat diperoleh apabila upaya dan

pengembangan destinasi tersebut didukung oleh daya tarik pariwisata, sarana dan

prasarana pariwisata, promosi pariwisata, dan sumber daya manusia, serta

pembangunan prasarana yang memadai.21

Suwanto mendefinisikan wisata sebagai perjalanan atau berpergian, sedangkan

pariwisata memiliki kata tambahan, "pari", yang berarti penuh, lengkap,

berkeliling, atau berkali-kali.22 Spillane mendefinisikan pariwisata sebagai

perjalanan singkat dari satu tempat ke tempat lainnya, baik secara individu

maupun berkelompok, sebagai upaya mencari keseimbangan dan kebahagiaan

dalam lingkuangan hidup dalam aspek alam, sosial, budaya, dan intelektual.23

Sedangkan wisatawan (tourist) merujuk pada orang. Secara umum wisatawan

menjadi subset atau bagian dari traveller atau visitor. Untuk dapat disebut sebagai

wisatawan, seseorang haruslah seorang trveller atau seorang visitor. Seorang

visitor adalah seorang traveller, tetapi tidak semua traveller adalah tourst.

Traveller memilki konsep yang lebih luas, yang dapat mengacu pada orang yang
19
Ibid.hlm.133.
20
Malayu Hasibuan. Manajemen Sumber Daya Manusia, (Gunung Agung: Jakarta, 2002), hlm.31.

21
Sumiharjo. T, “Penyelenggaraan Pemerintah Daerah melalui Pengembangan Daya Saing Berbasih
Potensi Daerah”, (Bandung: Fokus Media, 2008), hlm.23.
22
Dian Herdiana, “Peran Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat”,
JUMPA, Volume 6, Nomor 1, Juli 2019, hlm 66.
23
Ibid
mempunyai beragam peran dalam masyarakat yang melakukan kegiatan rutin di

tempat kerja, sekolah dan sebagainya sebagai aktivitas sehari-hari. Orang-orang

ini sama sekali tidak dapat dikatakan sebagai tourist.24

Menurut Wahab mengatakan bahwa pariwisata adalah perpindahan organisasi

dengan gaya hidup yang berbeda 25. Sementara Karyono mengatakan bahwa

pariwisata didefinisikan secara umum dan teknis. Secara teknis, pariwisata

didefinisikan sebagai keseluruhan tindakan pemerintah, bisnis, dan masyarakat

untuk mengatur, mengurus, dan melayani kebutuhan wisatawan.26

Pemahaman pariwisata dari ahli tersebut di atas pada dasarnya memiliki

kesamaan, yaitu: Pertama, pariwisata merupakan aktivitas temporal atau

sementara waktu. Kedua, dilakukan baik oleh pribadi atau perorangan maupun

oleh kelompok. Ketiga, lokasi berada di luar lingkungan tempat tinggalnya.

Keempat, bertujuan mencari pengalaman atau sesuatu yang disukai. Kelima,

ditunjukkan bukan untuk mencari keuntungan (motif ekonomi).27

Budaya merupakan salah satu faktor wisatawan melakukan perjalanan wisata,

hal ini dilakukan karena rasa ingin tau manusia terhadap kebudayaan masyarakat

dibelahan dunia lain. Istilah “budaya” bukan saja merujuk pada sastra dan seni,

tetapi juga pada keseluruhan cara hidup yang dipraktikkan manusia dalam

kehidupan sehari-hari yang ditransmisikan dari satu generasi ke generasi

berikutnya, serta mencakup pengertian yang lebih luas dari lifestyle dan folk

24
I Gde Pitana & I Ketut Surya Diarta, “Pengantar Ilmu Pariwisata”, (Yokyakarta : C.V Andi
Offset, 2019), hlm.33.

25
Dian Herdiana, “Peran Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Berbasis
Masyarakat”, JUMPA, Volume 6, Nomor 1, Juli 2019, hlm. 67.

26
Ibid
27
Ibid
heritage . Dalam pariwisata, jenis pariwisata yang menggunakan sumber daya

budaya sebagai modal utama dalam atraksi wisata sering dikenal sebagai

pariwisata budaya. Jenis pariwisata ini menawarkan berbagai macam budaya,

termasuk seni pertunjukan, seni rupa, festival, makanan tradisional, sejarah,

pengalaman nostalgia, dan gaya hidup lainnya. Pariwisata budaya adalah peluang

bagi wisatawan untuk mengalami, memahami, dan menghargai karakter dari

destinasi, kekayaan, dan keragaman budayanya. Ini juga memberi mereka

kesempatan untuk berhubungan secara langsung dengan masyarakat lokal dan

orang-orang yang memiliki pengetahuan khusus tentang objek budaya tersebut.

Tujuannya adalah mendapatkan pemahaman tentang arti budaya daripada hanya

mendeskripsikan atau melihat daftar fakta yang ada tentangnya.

Sumber daya budaya yang bisa dikembangkan menjadi daya tarik wisata di

antaranya adalah sebagai berikut:

a. Bangunan bersejarah, situs, monumen, museum, galeri seni, situs budaya kuno

dan sebagainya.

b. Seni dan patung kontemporer, arsitektur, tekstil, pusat kerajinan tangan dan

seni, pusat desain, studio artis, industri film dan penerbit. dan sebagainya.

c. Seni pertunjukan, drama, sendratari, lagu daerah, teater jalanan. eksibisi foto,

festival, dan even khusus lainnya.

d. Peninggalan keagamaan seperti pura, candi. masjid, situs, dan sejenisnya

e. Kegiatan dan cara hidup masyarakat lokal, sistem pendidikan, sanggar,

teknologi tradisional, cara kerja, dan sistem kehidupan lokal lainnya.

f. Melakukan perjalanan (trekking) ke lokasi bersejarah dengan menggunakan

alat transportasi khusus seperti berkuda, dokar, cikar, dll.


g. Mencoba masakan lokal. Melihat Perencanaan, pembuatan, penyajian, dan

penyantapannya adalah atraksi budaya yang sangat menarik bagi

pengunjung.28

4. Pura Lingsar dan Tradisi Perang Ketupat

Di Desa Lingsar, Pura Taman Lingsar menunjukkan sisa-sisa purbakalaan

dalam bentuk batu (pralingga) dan simbol-simbol yang memiliki makna sosial dan

religius. Itu juga merupakan bagian dari sejarah kerajaan Seleparang di Lombok.

Pura ini dibangun pada tahun 1681 Saka (1759 M). Pura Taman Lingsar memiliki

hubungan dengan pemerintahan Dinasti Karangasem di Lombok. Dalam sejarah,

Pura Taman Lingsar didirikan bersama dengan Pura Suranadi, Pura Meru, Pura

Taman Narmada, dan Pura Mayura. Anak Agung Anglurah Karangasem

membangun Pura Taman Lingsar. Pura ini unik karena memiliki dua tempat

ibadah yang dibangun oleh dua suku: Bali dan Sasak, serta dua agama: Hindu dan

Islam (khususnya Islam Wetu Telu).

Agar kehidupan antara dua suku bangsa dan dua agama selalu berdampingan

secara harmonis, rujukan dasar yang selalu dilakukan dalam kehidupan sehari-

hari, seperti kegiatan slamatan, digunakan. Upacara daur hidup adalah contoh

keberhasilan dalam mencapai tujuan. Upacara yang paling umum dilakukan oleh

dua kelompok suku bangsa yang ada di Desa Lingsar adalah upacara kematian

dengan pemakaman bersama, piodalan atau pujawali saat dilakukan, dan tradisi

perang topat di Pura Taman Lingsar. Pluralisme secara sederhana didefinisikan

sebagai keyakinan yang menerima variasi dalam agama, budaya, peradaban, dan

28
I Gde Pitana & I Ketut Surya Diarta, Pengantar Ilmu Pariwisata, (Yokyakarta : C.V Andi Offset,
2019), hlm.74-76
pemikiran. Tidak hanya menerima keragaman pemahaman, tetapi juga menerima

kebenarannya masing-masing.29

Perang Topat, juga dikenal sebagai "Ketupat," adalah salah satu rangkaian

upacara Pujawali yang dilakukan untuk mengenang dan menghormati Syekh KH.

Abdul Malik, seorang penyiar agama Islam di Pulau Lombok. Daerah Lingsar di

Lombok Barat, tempat Perang Topat terjadi, dulunya adalah tempat tandus dan

gersang dengan semak belukar dan hewan liar. Daerah Lingsar menjadi makmur

setelah kedatangan Syekh K.H.Abdul Malik bersama dua saudaranya, K.H.Abdul

Rouf dan Hj. Raden Ayu Dewi Anjani.30

Perang Ketupat di Desa Lingsar adalah tradisi masyarakat Lingsar yang

merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat suku Sasak yang masih

dipertahankan oleh masyarakat Lingsar secara turun-temurun dari generasi ke

generasi yang melibatkan suku dan umat yang berbeda yakni umat Hindu dan

umat Islam. Tradisi Perang Ketupat memiliki beberapa tahapan pelaksanaan

upacara sebagai berikut:

a. Persiapan upacara Persiapan upacara Perang Topat memiliki beberapa tahapan

yang diawali dengan musyawarah, penggalangan dana, hiburan berupa

presean, membuat terop/tetaring, memasang rak-rak/aba-aba, pemasangan

payung agung, bunga setemen, pembuatan topat panja, senapan tiruaan, dan

kain putih. Adapun yang menjadi acara pendukungnya sebagai acara soldaritas

29
I Made Purna, “Merajut Pluralisme Di Desa Lingsar, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat”, Forum Arkeolog, Vol. 33, Nomor 2, Oktober 2020, hlm.152.

30
Ahmad Sodli, “Revitalisasi Kearifan Lokal Dalam Masyarakat Multikultural Di Kecamatan
Lingsar, Lombok Barat, NTB”, Jurnal Analisa, Volume XVII, No. 02, Juli - Desember 2010, hlm.189.
sosial antar umat Islam dan umat Hindu adalah begawe banjar, mendak kebon

odek, ngeliningan kaok, mendak,dan haol.

b. Upacara inti Upacara inti ini dimulai dari dini hari (setelah subuh) yakni

Nampah kaok (menyembelih kerbau), minak pesaji, nyerahan topat

(menyerahkan ketupat), dan mendak pesaji (menjemput sesaji), ngaturang

peasji. Selanjutnya sekitar pukul 16.00 barulah diadakan tradisi Perang Topat.

c. Penutupan upacara Adapun rangkaian kegiatan penutupan upacara Perang

Topat ini sebagai berikut: Lalang (Jeda waktu) dan Beteteh.

Selain itu, tradisi perang topat memiliki makna bagi orang Islam,

Sasak, dan Hindu, dengan cara berikut:

a. Makna perang topat bagi orang Islam adalah sebagai cara untuk menunjukkan

rasa syukur dan ketaatan kepada Allah SWT, mengucapkan terima kasih

kepada mubalig KH Abdul Malik yang telah mensiyarkan agama Islam, dan

kerukunaan orang Islam dan Hindu di desa Lingsar.

b. Makna perang topat bagi orang Hindu adalah sebagai cara untuk menunjukkan

rasa syukur dan ketaatan kepada Allah SWT. Upaya masyarakat Desa Lingsar

untuk mempertahankan dan melestarikan tradisi perang topat sebagai simbol

persaudaraan antara umat Islam dan Hindu adalah tradisi perang topat.31

31
Sarpin & Agung Pramunarti,” Upaya Masyarakat Dalam Melestariakan Tradisi Perang Topat Sebagai
Simbol Persaudaraan Umat Islam Dan Hindu Di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok
Barat”, Historis, Vol.2 No.2, Desember 2017, hlm.26.
H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan observasi

secara langsung dan interview dengan pihak-pihak terkait penelitian. Metode

observasi langsung merupakan proses pencatatan pola perilaku subjek (orang),

objek (benda), dan peristiwa yang terjadi secara sistematis tanpa adanya

pertanyaan atau komunikasi dengan individu yang diteliti, sedangakan interview

merupakan pengumpulan data primer yang diperoleh langsung dari sumber asli

atau dapat dikatakan sebagai metode pengumpulan data dalam metode survey

yang menggunakan pertanyaan lisan secara mendalam kepada subyek penelitian.

Lokasi penelitian adalah Pura Lingsar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok

Barat.

2. Pendekatan Penelitian

Adapun pendekatan yang harus digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif sering disebut dengan

metode naturalistik karena penelitian ini dilakukan dengan kondisi yang alamiah

(natural setting). Sedangkan metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bersifat deskriptif yang cenderung menggunakan analisis. Dimana penelitian ini

harus menggunakan instrumen kunci, teknik pengumpulan data, atau dengan cara

menggabungkan. Analisis data yang bersifat kualitatif, atau hasil penelitian

kualitatif yang lebih menekankan makna dan abstrak.32

Adapun analisis data yang harus dilakukan dalam penelitian ini dengan cara

menemukan apa yang ada di lapangan dan kemudian dikonstruksikan dan

32
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2017),
hlm.8-7.
menjadikan teori. Pendekatan yang harus digunakan dalam penelitian ini yaitu

pendekatan kualitatif. Sedangkan pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan

penelitian yang diungkapkan melalui situasi yang sosial dengan cara

mendeskripsikan pernyataan yang benar dan terbentuk dari teknik pengumpulan

data atau analisis data yang penting dengan situasi alamiah. Adapun yang

dikemukakan di atas dapat kita simpulkan bahwa pendekatan penelitian kualitatif

adalah suatu pendekatan penelitian yang mengungkapkan keadaan sebenarnya

yang berlandasan pada filsafat postpositivisme.33

Adapun yang dikemukakan di atas dapat kita simpulkan bahwa pendekatan

penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang mengungkapkan

keadaan sebenarnya yang berlandasan pada filsafat postpositivisme.

3. Lokasi Penelitian

Berdasarkan lokasi yang dilakukan oleh peneliti bertempat di Pura Lingsar,

Desa Lingsar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Peneliti

memilih Pura Linsgsar dikarenakan belum banyak penelitian yang dilakukan di

Pura Lingsar itu sendiri, disisi lain Pura Lingsar sendiri memilki keunikan

tersendiri yang jarang ditemukan di NTB maupun Indonesia. Sehingga dalam hal

in Pura Lingsar sangat perlu untuk diteliti untuk dikembangkan menjadi suatu

desa wisata yang berbasikan pada budaya. dan belum ada penelitian terdahulu

yang mengakat judul tentang “Peran Masyarakat Lokal dalam Pengembangan

Wisata Budaya Perang Ketupat (Pura Lingsar), Kecamatan Lingsar, Lombok

Barat, NTB”.

33
Djam'an satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jilid 7, Bandung: Alfabeta,
2017, hlm. 25.
4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu peralatan yang harus digunakan

dalam memperoleh data,mengolah data, dan menginterpretasikan informasi dari

berbagai responden dengan cara mengukur pola yang sama. Adapun cara yang

harus digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Observasi

Sustrisno Hadi mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu

proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses

biologis dan psikologis, Dua diantaranya yang terpenting adalah proses-proses

pengamatan dan ingatan.34 Observasi adalah teknik yang dilakukan secara

berkesinambungan dengan menggunakan indera baik secara langsung maupun

tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah

indikator perilaku yang diamati.

b. Wawancara

Pengertian wawancara menurut pendapat Esterberg yang dikutip dalam

buku Sugiyono, wawancara ialah pertemuan antara dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna

dalam suatu topik tertentu.35

Adapun beberapa jenis wawancara, yaitu:

1) Wawancara terstruktur

Wawancan terstruktur dilakukan dengan menggunakan instrumen

pedoman wawancara tertulis yang berisi pertanyaan yang akan diajukan

kepada informan. Dalam wawancara terstruktur, pertanyaan-pertanyaan,

runtunannya, dan perumusa kata-katanya sudah "harga mati", artinya sudah

34
Ibid,hlm.145.
35
Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen, (Bandung: Alfabet, 2014), hlm.375)
ditetapkan dan tak boleh diubah-ubah. Pertanyaan yang diajukan

pewawancara dilakukan secara ketat sesuai daftar pertanyaan yang telah

disiapkan. Pewawancara masih mempunyai kebebasan tertentu dalam

mengajukan pertanyaan, tetapi itu relatif kecil. Kebebasan pewawancara itu

telah dinyatakan lebih dulu secara jelas. Wawancara standar

mempergunakan schedule wawancara yang telah dipersiapkan secara

cermat untuk memperoleh informasi yang relevan dengan masalah

penelitian. Peneliti kualitatif jarang sekali menggunakan jenis wawancara in

Beberapa keterbatasan pada wawancara jenis ini membuat data yang

diperol tidak kaya.36

2) Wawancara Tidak Terstruktur

Wawancara tidak terstruktur bersifat lebih luwes dan terbuka.

Wawancara tidak terstruktur dalam pelaksanaannya lebih bebas

dibandingkan dengan wawancara terstruktur karena dalam melakukan

wawancara dilakukan secara alamiah untuk menggali ide dan gagasan

informan secara terbuka dan tidak menggunakan pedoman wawancara

(Sugiyono, 2006: 233). Pertanyaan yang dujukan bersifat fleksibel, tetapi

tidak menyimpang dari tujuan wawancara yang telah ditetapkan. Meskipun

pertanyaan yang diajukan oleh maksud dan ujuan penelitian, muatannya,

runtunan dan rumusan kata-katanya terserah pada pewawancara.

Singkatnya, wawancara tidak terstruktur merupakan situasi terbuka yang

kontras dengan wawancara standar atau terstruktur yang hal ini tidaklah

36
Imam Gunawan, “Wawancara-Metode penelitian Kualitatif (Teori dan Praktik)”, (Jakarta, Penerbit
PT.Bumi Aksara, 2016). hlm.162.
berarti bahwa wawancara tidak terstruktur adalah suatu yang gampang-

gampangan saja.37

3) Wawancara Semi Terstruktur

Wawancara semi terstruktur adalah suatu wawancara atau percakapan

baik dilakukan dengan individu atau kelompok untuk suatu tujuan.

Biasanya menggunakan daftar paduan pertanyaan yang berbeda dengan

wawancara terstruktur yang mempunyai daftar pertanyaan yang terstruktur

dan dilengkapi dengan pilihan-pilihan.38

Wawancara merupakan proses untuk memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, bertatap muka antara penanya

dengan penjawab. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara semi terstruktur, dimana dalam pelaksanaan wawancara

ini lebih bebas jika dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan

dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara

lebih terbuka dari narasumber yang dimintai pendapat dan ide-idenya.

Disini peneliti harus mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang

dikemukakan oleh informan.

Informan dalam penelitian ini ialah pemangku pura lingsar, kepala

desa, serta sebagian masyarakat setempat.

37
Ibid, hlm.163.

38
Ali Kabul Mahi dan Sri Indra Trigunarso, Perencanaan Pembangunan Daerah Teori Dan Aplikasi,
(Jakarta: kencana, 2017), hlm. 26
c. Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan tehnik pengumpulan data peneliti

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat,

Koran, majalah, prasasti, notulen rapat, leger nilai, agenda dan lain-lain.39

Dalam penelitian kualitati, sejumlah fakta dan data diyakini tersimpan

dalam bahan yang terbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia

adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, cenderamata, laporan artefek, foto

dan sebagainya. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu

sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang

perna terjadi di waktu silam.40

Dalam penelitian ini dokumentasi merupakan perlengkapan dari hasil

observasi, wawancara dan dokumentasi yang dihunakan peneliti untuk

mendapatkan data dan informasi dari infroman. Tujuan dari dokumentasi ini

adalah untuk memperoleh data mengenai analisis peran masyarakat lokal

dalam pengembangan wisata budaya Perang Ketupat (Pura Lingsar),

Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, NTB

5. Teknik Analisi Data

a. Reduksi Data

Laporan yang disusun berdasarkan data yang diperoleh direduksi,

dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting. Data

hasil mengihktiarkan dan memilah-milah berdasarkan satuan konsep, tema,

dan kategori tertentu akan memberikan gambaran yang lebih tajam tentang

39
Johni Dimyati, Metode Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya, hlm.100.

40
Haryono & Cosmas Gatot, “Ragam Metode Penelitian Kualitatif Komunikasi”, (Jawa Barat: CV.
Jejak, anggota IKAPI, 2020), hlm.91.
hasil pengamatan juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data

sebagai tambahan atas data sebelumnya yang diperoleh jika diperlukan.

Penelitian dalam mereduksi data akan memilih dan menyeleksi data

yang diperoleh dalam peneliti agar peneliti bisa menggambarkan penelitian ini

lebih jelas. Peneliti mereduksi data dimulai dari menentukan fokus penelitian,

menyusun pertanyaan peneliti, dan menentukan informasi dalam penelitian

peneliti dalam mereduksi data akan di bantu oleh pembimbing karena peneliti

baru pertama kali melakukan penelitian kualitatif.

b. Penyajian Data

Langkah selanjutnya sesuda mereduksi data adalah menyajikan data.

Penyajian data ini dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chard,

pictogram dan sejenisnya.41 Penyajian data berbentuk laporan hasil angket

yang disajikan dalam bentuk persentase, sedangkan hasil dokumentasi akan

ditunjukkan dalam bentuk bukti fisik selama penelitian.

c. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat menjawab rumusan

masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena dalam

penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah

penelitian berada di lapangan.42

Langkah terakhir peneliti lakukan dalam menganalisis data adalah

menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi. Dalam kegiatan ini penulis

berupaya menunjukkan data-data yang akurat dan objektif serta tidak

direkayasa.

6. Keabsahan Data
41
Djam'an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jilid 7, Bandung: Alfabeta,
2017.hlm.219.
42
Ibid, hlm.220.
Setelah peneliti selesai mengumpulkan dan menganalisis data langkah

selanjutnya yaitu pemeriksa keabsahan data. Menguji kredibilitas data dan dapat

diartikan sebagai kepercayaan terhadap data yang sudah diperoleh. Dalam hal ini

peneliti menggunakan pengecekan keabsahan data seperti:

a. Tringulasi

Tringulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang

telah ada.43

Konsep ini dilandasi asumsi bahwa setiap bias yang inheren dalam

sumber data, peneliti, atau metode tertentu, akan dinetralkan oleh sumber data,

peneliti, atau metode lainnya. Triangulasi data digunakan sebagai proses

memantapkan derajat kepercayaan (kredibilitas/validitas) dan konsistensi

(reliabilitas) data, serta bermanfaat juga sebagai alat bantu analisis data di

lapangan. Kegiatan triangulasi dengan sendirinya mencakup proses pengujian

hipotesis yang dibangun selama pengumpulan data.44

Denzin (1978), membedakan empat macam triangulasi, yaitu:

1) Triangulasi Sumber

Triangulasi Sumber adalah menggali kebenaran informasi tertentu

melalui berbagai sumber memperoleh data. Dalam triangulasi dengan

sumber yang terpenting adalah mengetahui adanya alasan-alasan

terjadinya perbedaan-perbedaan tersebut. Sebuah strategi kunci harus

menggolongkan masing-masing kelompok, bahwa peneliti sedang

43
Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen, (Bandung: Alfabet, 2014), hlm. 415.

44
Imam Gunawan, “Wawancara-Metode penelitian Kualitatif (Teori dan Praktik)”, Jakarta,
Penerbit PT.Bumi Aksara, 2016. hlm.218.
"mengevaluasi". Kemudian yakin pada sejumlah orang untuk

dibandingkan dari masing-masing kelompok dalam evaluasi tersebut.

Dengan demikian, triangulasi sumber berarti membandingkan (mencek

ulang) informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda. Misalnya,

membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara, membanding apa

yang dikatakan umum, dengan yang dikatakan secara pribadi,

membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang ada. Penelitian

selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan

pengamatan berperan serta (participant obervation), dokumen tertulis,

arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi, dan

gambar atau foto.45

2) Trianggulasi Metode

Menurut Bachri Trianggulasi Metode dapat dilakukan dengan

menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan

data yang sama. Pelaksanaannya dapat juga dengan cara cek dan ricek.

Dengan demikian triangulasi dengan metode terdapat dua strategi, yaitu:

a) Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa

teknik pengumpulan data.

b) Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode

yang sama.

Melalui berbagai perspektif atau pandangan diharapkan diperoleh hasil

yang mendekati kebenaran. Oleh karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan

jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan

penelitian diragukan kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu sudah

45
Ibid,hlm.219
jelas, misalnya berupa teks atau naskah/transkrip film. novel dan

sejenisnya, triangulasi tidak perlu dilakukan.46

3) Triangulasi Peneliti

Triangulasi Peneliti adalah menggunakan lebih dari satu peneliti dalam

mengadakan observasi atau wawancara. Karena setiap peneliti memiliki

sikap, dan persepsi yang berbeda dalam mengamati suatu fenomena maka

hasil pengamatan dapat berbeda dalam mengamati fenomena yang sama.

Pengamatan dan wawancara dengan menggunakan dua atau lebih

pengamat/ pewawancara akan dapat memperoleh data yang lebih absah.

Bachri menyarankan sebelumnya tim peneliti perlu mengadakan

kesepakatan dalam menentukan kriteria/acuan pengamatan dan/atau

wawancara. Triangulasi dengan memanfatkan penggunaan peneliti atau

pengamat yang lainnya membantu mengurangi penyimpangan dalam

pengumpulan data. Triangulasi peneliti dilakukan dengan cara

menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis

data.47

4) Triangulasi Teoritik

Triangulasi Teoritik adalah memanfaatkan dua teori atau lebih untuk

diadu dan dipadu. Untuk itu, diperlukan rancangan penelitian,

pengumpulan data. dan analisis data yang lengkap, dengan demikian akan

dapat memberikan hasil yang lebih komprehensif. Triangulasi teori

menurut Bachri mencakup penggunaan berbagai perspektif profesional

untuk menerjemahkan satu, tunggal, atau sekumpulan data/informasi.

46
Ibid,hlm.219
47
Ibid,hlm.220
Tidak seperti triangulasi peneliti atau metode, triangulasi ini memerlukan

para profesional di luar bidang studi peneliti. Hasil akhir penelitian

kualitatif berupa sebuah rumusan informasi (thesis statement).

Selanjutnya, informasi tersebut dibandingkan dengan perspektif teori yang

relevan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau

kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat

meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu menggali

pengetahuan teoritik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah

diperoleh.48

Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber, karena sesuai

dengan data dan kondisi lapangan penelitian, karena peneliti bisa

menggunakan pengamatan berperan serta (participant obervation),

dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau

tulisan pribadi, dan gambar atau foto ketika melakukan penelitian.

b. Kecukupan Referensi

Dalam penelitian ini, referensi yang dipakai oleh peneliti ialah buku-

buku, artikel-artikel, jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian,

dokumentasi, data yang tersimpan dan lain sebagainya. Bahan referensi ini

sebagai alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritis untuk

keperluan evaluasi penelitian.

48
Ibid,hlm.221
I. Sistematika Pembahasan

Untuk dapat mempermudah pemahaman, maka perlu diberikan gambaran

singkat yang dirumuskan dalam sistematika pembahasan penelitian ini. Sistematika

pembahasan penelitian yang dimaksud dalam peneliti ini tersusun atas empat bab,

diantaranya:

Bab I : Pendahuluan, bab ini berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan

Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup dan Setting Penelitian, Telaah Pustaka, Kerangka

Teori, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan Skripsi.

Bab II : Berisi tentang Paparan Data dan Temuan Peneliti yang didapatkan langsung

dari lokasi Penelitian. Dalam hal ini, Peneliti mencoba menggambarkan secara singkat

mengenai profil lokasi penelitian, dan temuan-temuan selama melakukan penelitian

yang berhubungan dengan Peran Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Wisata

Budaya Perang Ketupat (Pura Lingsar), Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, NTB.

BAB III : Berisi tentang pembahasan. Dalam hal ini, peneliti menguraikan tentang

hasil jawaban atas pertanyaan yang terdapat di rumusan masalah mengenai Peran

Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Wisata Budaya Perang Ketupat (Pura

Lingsar), Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, NTB.

BAB IV : Penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran. Kesimpulan berisi tentang

hasil penyimpulan peneliti tentang Peran Masyarakat Lokal dalam Pengembangan

Wisata Budaya Perang Ketupat (Pura Lingsar), Kecamatan Lingsar, Lombok Barat,

NTB. dan Saran berisi tentang saran peneliti kepada Masyarakat Lokal , Pokdarwis,

Perangkat Desa, dan Akademisi, serta segenap elemen Masyarakat yang ikut andil

dalam mengembangkan wisata budaya Pura Lingsar.


J. Rencana Jadwa Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6

1. Pengajuan Judul √

2. Penyusunan √

Proposal

3. Seminar Proposal √

4. Penelitian di √

Lapangan atau

Pengumpulan

data

5. Analisis dan Olah √

Data

6. Penyusunan √

Skripsi

7. Sidang Skripsi
Daftar Pustaka

Baharuddin, Pengantar Sosiologi, (Mataram: Sanabil, 2021).


Budhawati-Ni Putu Sudewi, Strategi Melestarikan Kesakralan Pura Di Tengah
Pengembangan Pariwisata Budaya Di Lombok, Jurnal Pariwisata Budaya dan
Keagamaan, Vol.1,No.1, Agustus 2022)
Dewi-Made Heny Urmila, Chafid Fandeli, M. Baiquni, Pengembangan Desa Wisata Berbasis
Masayarakat lokal di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali, Kawistara, Vol.3,
No. 2, Agustus 2013.
Dimyati-Johni, Metode Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya.
Gunawan-Imam, Wawancara-Metode penelitian Kualitatif (Teori dan Praktik), (Jakarta,
Penerbit PT.Bumi Aksara, 2016).
Haryono, Gatot-Cosmas, Ragam Metode Penelitian Kualitatif Komunikasi, (Jawa Barat: CV.
Jejak, anggota IKAPI, 2020).
Hasibuan-Malayu, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Gunung Agung: Jakarta, 2002).
Herdiana-Dian, Peran Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat,
JUMPA, Volume 6, Nomor 1, Juli 2019.
Kadrin, Harmoni Komunikasi Lintas Agama Berbasis Ekonomi Dan Ritual: Studi
Fenomenologi Pada Komunitas Muslim Dan Hindu Di Desa Lingsar,
Kabupaten Lombok Barat, Komunitas: Jurnal Pengembangan Masyarakat
Islam, ISSN: 2540-9182 (online), Februari 2018.
Lantaeda-Syaron Brigette,F lorence Daicy J. Lengkong, Joorie M Ruru, Peran badan
perencanaan pembangunan daerah dalam penyusunan RPJMD Kota Tomohon,
Jurnal Administrasi Publik, Vol.04 No 048.
Pitana-I Gde & Surya Diarta-I Ketut, Pengantar Ilmu Pariwisata, (Yokyakarta : C.V Andi
Offset, 2019).
Purna-I Made, Merajut Pluralisme Di Desa Lingsar, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat,

Nusa Tenggara Barat, Forum Arkeolog, Vol. 33, Nomor 2, Oktober 2020.

Saidah-Yulianita Istiqomatus, “Peran Masyarakat dalam Mengembangkan Daerah Wisata


Pantai Mbah Drajid Di Desa Wotgalih Kecamatan Yosowilangun Kabupaten
Lumajang”, (Skripsi, FTK IAIN Jember, Jember, 2021).
Sarpin & Agung Pramunarti, Upaya Masyarakat Dalam Melestariakan Tradisi Perang Topat
Sebagai Simbol Persaudaraan Umat Islam Dan Hindu Di Desa Lingsar
Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat, Historis, Vol.2 No.2,
Desember 2017.
Satori-Djam'an dan Komariah-Aan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jilid 7, Bandung:
Alfabeta, 2017.
Siburian-Bintang Panduraja, Nurhasanah Lanny, Jihan Alfira Fitriana,Pengaruh Globalisasi
Terhadap Minat Generasi Muda Dalam Melestarikan Kesenian Tradisional
Indonesia, Jurnal Global Citizen, Desember 2021.
Sodli-Ahmad, Revitalisasi Kearifan Lokal Dalam Masyarakat Multikultural Di Kecamatan
Lingsar, Lombok Barat, NTB, Jurnal Analisa, Volume XVII, No. 02, Juli -
Desember 2010.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2017).

Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen, (Bandung: Alfabet, 2014).


Sumertha-I Wayan, Pura Lingsar Dalam Pendekatan Teologi Hindu,dalam e-journal.iahn-
gdepudja.ac.id/index, Juli 2021.
T.Sumiharjo, Penyelenggaraan Pemerintah Daerah melalui Pengembangan Daya Saing
Berbasih Potensi Daerah, (Bandung: Fokus Media, 2008).
Tosun-Cenk, (1999), Menuju Tipologi Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Pembangunan
Pariwisata, (Anatolia, 1999), 10(2).
Utami-Muji Santi, Keterlibatan Masyarakatlokal Dalam Pengembangan Potensi Wisata Di
Kabupaten Semarang, Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No.1, Juni 2013.
Windari-Ayu Sukresna, Strategi Komunikasi Pemerintah Desa Dalam Pelestarian Tradisi
Perang Topat Di Desa Lingsar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat,
Nusa Tenggara Barat, Program Studi Ilmu Komunikasi APMD, Yokyakarta,
2021).

Anda mungkin juga menyukai