Anda di halaman 1dari 6

Tradisi Dandangan di Tengah Gempuran Pasar Modern

 Pasar Modern

Pasar adalah salah satu dari berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan sosial dan
infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan
imbalan uang. Pasar memfasilitasi perdagangan dan memungkinkan distribusi dan alokasi
sumber daya dalam masyarakat. Pasar mengizinkan semua item yang diperdagangkan untuk
dievaluasi dan harga. Sebuah pasar muncul lebih atau kurang spontan atau sengaja dibangun oleh
interaksi manusia untuk memungkinkan pertukaran hak (kepemilikan) jasa dan barang. Pasar
modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli
tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum
dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri
(swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Di Kudus terdapat empat pasar modern yang besar,
seperti hypermart, Matahari, Ramayana, dan Swalayan Ada. Selain empat pasar modern tersebut
juga2 banyak berkembang mini market yang mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat Kudus dan sekitarnya. Berdasarkan kenyataan yang ada, masyarakat lebih konsumtif
dengan adanya pasar modern. Di sisi lain, adanya pasar modern menjadi keuntungan bagi daerah
karena investor mau menanamkan modalnya. Padahal, pasar modern menggunakan model asing.
Dengan model tersebut sulit ditemui barang-barang yang bersifat tradisional. Hal itu dapat
menghilangkan kultur daerah, karena generasi penerus tidak mengenal barang yang bersifat
tradisional.

 Dandangan
Dandangan merupakan tradisi yang mengumumkan datangnya bulan suci Ramadhan. Pada
jaman dahulu sekitar tahun 450-an masyarakat Kudus berkumpul di depan Menara Masjid "Al
Aqsha" yang kini populer dengan sebutan Masjid "Menara" Kudus, menunggu pengumuman
awal puasa Ramadhan dari Syeikh Dja'far Sodiq (dikenal dengan sebutan Sunan Kudus). Hal
tersebut dimanfaatkan pedagang untuk berjualan. Setelah keputusan awal puasa itu disampaikan
oleh Kanjeng Sunan Kudus, maka dipukullah beduk di Masjid Menara Kudus, "dang-dang-
dang", begitu bunyinya. Dari suara beduk itulah, istilah dandangan lahir. Namun seiring
perkembangannya Dandangan yang dahulu dikenal dengan acara tabuh beduk saja, sekarang
menjelma menjadi acara selayaknya pasar malam, diikuti kirab dan diakhiri tabuh beduk di
depan pendapa Kudus. Para pedagang tidak hanya berasal dari Kudus, tetapi juga dari berbagai
daerah sekitar Kudus, bahkan dari Jawa Barat dan Jawa Timur. Mereka biasanya berjualan mulai
dua minggu sebelum puasa hingga malam hari menjelang puasa. Pada tradisi dandangan ini
diperdagangkan beraneka ragam kebutuhan rumah tangga mulai dari peralatan rumah tangga,
pakaian, sepatu, sandal, hiasan keramik sampai degan mainan anak-anak serta makan dan
minuman. Hal tersebut sangat kontra dengan makna dandangan yang diharapkan.

Tahun ini dandangan mengalami peningkatan, tidak hanya menampilkan visualisasi sejarah
Dandangan, tetapi, ditampilkannya potensi lima desa yang ada di Kudus, yakni Desa Jepang
(Kecamatan Mejobo) akan menampilkan tradisi "Air 3 Salamun", Desa Padurenan (Gebog)
tradisi "Maulidan Jawiyan", Desa Loram Kidul (Mejobo) tradisi "Ampyang Maulid", Desa
Patiayam (Jekulo) tradisi "Festival Patiayam", dan Desa wonosoco (Undaan) tradisi "Resik-
Resik Sendang". Dengan ditampilkannya potensi budaya dari masing-masing desa di Kudus itu,
diharapkan masyarakat juga akan mengetahui tradisi yang selama ini dimiliki Kudus, selain
mereka tetap menampilkan kegiatan intinya yakni tradisi Dandangan. Dari uraian tersebut di atas
dapat diketahui bahwa Kota Kudus memiliki berbagai potensi yang masih dapat dikembangkan
salah satunya pada sektor perdagangan. Kebutuhan masyarakat akan adanya fasilitas
perdagangan dan perbelanjaan yang memadai pun terus meningkat bersama dengan peningkatan
jumlah penduduk di wilayah Kudus. Tentunya tradisi dandangan hampir sama dengan konsep
pasar tradisional. Interaksi kedua jenis pasar, tradisional dalam hal ini dandangan dan modern,
yang berkembang di Kudus menyebabkan adanya interaksi sosial. Berdasarkan kenyataan yang
ada, bukan adanya kerja sama, tetapi terjadi suatu persaingan pasar yang tidak sampai
menyebabkan pertikaian. Persaingan adalah proses sosial di mana dua kelompok berusaha
menjadi sesuatu yang menjadi pusat perhatian masayarakat tanpa kekerasan atau ancaman.

Sejatinya, bagi masyarakat Kota Kudus dandangan tentu bukanlah suatu hal yang asing di
telinga, tetapi generasi muda saat ini banyak yang tidak mengetahui budaya daerah tersebut. Hal
tersebut disebabkan tidak adanya pemberian wawasan dari orang tua mengenai makna dari
budaya dandangan dan sikap acuh generasi muda akan budaya daerahnya. Generasi muda hanya
menganggap dandangan merupakan kumpulan pedagang kaki lima musiman dan menjual barang
yang tidak bernilai tinggi atau pasaran. Untuk menghadapi persaingan tersebut pemerintah
daerah hendaknya menginovasikan dandangan, sehingga mampu bersaing dengan kepopuleran
pasar modern serta tidak menghilangkan nilai kearifan dari adanya tradisi dandangan.
Masyarakat membutuhkan sesuatu yang lebih dari sekedar tempat belanja. Mereka juga
membutuhkan sarana/ pusat perbelanjaan yang dapat memenuhi kebutuhan warga Kudus baik
dari segi penyediaan barang-barang, kenyamanan berbelanja, maupun pusat perbelanjaan yang
dapat dipergunakan sebagai sarana rekreasi serta mampu mewadahi aktivitas-aktivitas sosial
yang dibutuhkan masyarakat dalam skala kota. Konsep dandangan tidak hanya sebagai pasar
tradisional semata. Dandangan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah dan
masyarakat, mendukung perkembangan perekonomian, sebagai pelengkap fasilitas perdagangan,
serta mampu membentuk citra kota. Pelaksanaan tradisi Dandangan seharusnya tidak hanya
dilaksanakan di Jalan Sunan Kudus hingga kawasan Jember. Tetapi juga perlu di kawasan depan
Menara Kudus, seperti sejarah lahirnya dandangan. Pemerintah hendaknya mengatur para
pedagang sehingga tertib dan nyaman bagi pembeli maupun pedaganag. Hal lain yang juga perlu
diperhatikan disini adalah antusiasme warga kudus. Untuk mengembalikan antusiasme warga,
baik sebagai pedagang maupun pembeli, pemerintah daerah perlu melakukan sosialisasi kepada
mereka dengan mengutamakan mereka yang menjual barang khas Kudus. Pemerintah daerah
selain memfasilitasi secara gratis bagi pedagang Kudus juga perlu membuat stan tiap wilayah di
Kudus. Citra Dandangan yang lebih kental dengan aktivitas warga berjualan makanan khas
Kudus dan makanan lainnnya juga perlu ditingkatkan. Sehingga penyelenggaraan dandangan
dapat menjadi momentum bagi semua pihak khususnya pemerhati sejarah dan kebudayaan Kota
Kretek, untuk merefleksi sisi kultural dan religi peninggalan Sunan Kudus. Salah satunya, yakni
merekonstruksi sejarah berdirinya Kabupaten Kudus.
Peneliti pada Central Riset Manajemen Informasi (Cermin), Maesah Anggni mengemukakan,
momentum Dandangan akan sangat berarti jika mampu menghasilkan penelusuran sejarah dan
nilai budaya peninggalan Kanjeng Sunan Kudus yang belum tergali. Bukan hanya pelurusan
sejarah berdirinya Kudus, namun juga nilai-nilai mulia, seperti bagaimana merefleksikan gaung
tipologi wong Kudus yang masyhur dengan Gus Jigang (Bagus Pekerti, tekun mengaji, dan ulet
berdagang), serta mempublikasikan kekayaan warisan budaya Kudus, misalnya 5
mengeksplorasi artefak di sekitar Menara yang belum semuanya terbaca beserta maknanya. Oleh
karena itu, di tengah berkembangnya pasar modern di Kudus, tradisi dandangan yang memiliki
nilai kearifan masyarakat perlu dilestarikan dengan mengutamakan budaya dan tradisi
masyarakat semenarik mungkin. Sehingga generasi muda akan tertarik terhadap tradisi
dandangan. Sebagai masyarakat Kudus, mari kita pelajari budaya Kudus. Jangan sampai budaya
Dandangan kehilangan nilai yang ada sejak dahulu, lestarikan nilai yang diharapkan ada, dan
cintailah produk lokal, supaya tidak hilang akibat gempuran pasar modern.

 Antusias pedagang di tradisi dandangan

Tradisi Dandangan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, yang dimeriahkan dengan pasar malam
dalam rangka menyambut Ramadhan diharapkan menjadi ajang promosi produk usaha mikro
kecil dan menengah (UMKM),

"Dari gerai yang disediakan, mayoritas diperuntukkan pelaku usaha dari Kota Kudus, sedangkan
warga luar Kudus tetap diberi kesempatan namun jumlahnya terbatas," ujarnya ditemui usai
membuka Tradisi Dandangan Kudus di Alun-alun Kudus.

Berdasarkan laporan dari Dinas Perdagangan Kabupaten Kudus, kata dia, pedagang lokalnya
mencapai 74,35 persen. Hadirnya pelaku usaha dari luar daerah, kata dia, juga bisa dimanfaatkan
untuk mempromosikan produk lokal.
Apalagi pengunjung tradisi Dandangan juga tidak hanya dari lokal Kudus, melainkan banyak
pula warga luar Kudus yang hadir untuk memeriahkan.

Ia mengungkapkan tradisi Dandangan tahun ini memang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya
karena Alun-alun diizinkan dimanfaatkan untuk arena permainan dan pedagang.

Hal itu demi menyenangkan masyarakat untuk menebus tiga tahun tidak melaksanakan tradisi
Dandangan karena pandemi serta bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat
Kudus.

Untuk itulah Dandangan tahun ini digelar lebih meriah lagi.

"Jika tanpa ada permainan dan jualan aneka cenderamata, tentunya kurang meriah,"

Kepala Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Kudus Djatmiko Muhardi
mengungkapkan jumlah pedagang yang ikut memeriahkan acara Dandangan ada 620 pedagang.

Dari jumlah tersebut, pedagang lokal ada 461 pedagang, sedangkan dari luar Kudus ada 159
pedagang.

Agar menarik, maka tenda disediakan oleh Dinas Perdagangan dengan ukuran 3x4 meter, 3x3
meter, dan 2x4 meter sesuai lokasi yang disediakan.

Sementara lokasi jualan memanfaatkan badan jalan di sepanjang Jalan Sunan Kudus, Jalan
Ramelan, dan Alun-alun Kudus.

Lokasi yang sebelumnya digunakan untuk berjualan, seperti di Jalan Pangeran Puger, Jalan
Madureksan, Jalan Kiai Telingsing, Jalan Wahid Hasyim, Jalan KH A. Dahlan, dan Jalan Menara
dimanfaatkan sebagai kantong parkir.
Sementara pelaksanaan Pasar Dandangan dijadwalkan mulai 01-12 Maret 2024 sebelum
memasuki bulan puasa Ramadhan.

Tradisi Dandangan di Kudus biasanya diramaikan dengan kirab dandangan dengan menampilkan
potensi budaya beberapa desa di Kudus dengan rute kirab di jalan-jalan protokol.

Setibanya di Alun-alun peserta kirab melakukan adegan untuk menceritakan perkembangan


Islam secara sederhana. Kemudian ditutup dengan pemukulan bedug yang dilakukan oleh pejabat
instansi terkait, sekaligus dimulainya awal bulan puasa Ramadhan.

Anda mungkin juga menyukai