Anda di halaman 1dari 2

Esai adalah sebuah prosa yang membahas suatu masalah dari berbagai aspek seperti sastra, hukum dan

filsafat yang didalamnya terdapat pula penilaian dari sudut pandang penulis.

>>Masalah-masalah yang dapat ditulis dalam bentuk esai adalah : dari berbagai aspek seperti sastra, hukum, budaya, ekonomi dan filsafat yang menarik atau sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat.

>>Langkah-langkah penyusunan esai adalah : 1. Menentukan topik. Topik yang dipilih adalah topic yang menarik atau sedang hangat di masyarakat. 2. Mengumpulkan bahan. Kumpulkan data-data dan informasi yang berkaitan dengan topik. 3. Menyusun kerangka esai. Esai terdiri dari 3 bagian yaitu pembuka, isi, dan penutup. Pembuka berisi pengenalan topic secara garis besar. Isi berisi uraian pendapat dan penilaian penulis. Penutup berisi kesimpulan dan penegasan kembali apa yang sudah disampaikan oleh penulis. 4. Mengembangkan kerangka esai. Penulis perlu memperhatikan pilihan kata dan penggunaan bahasa supaya memudahkan pemahaman dan menjamin ketepatan informasi.

>>Menurut pendapat kelompok kami tentang contoh esai yang berjudul Globalisasi dan Pergeseran Budaya Indonesia adalah : 1. Sudah benar dan penyusunannya sudah sesuai dengan langkah-langkah penulisan esai. 2. Di bagian pembuka tidak ada pengenalan globalisasi secara umum yang menurut kami akan memudahkan pemahaman. Ringkasan Esai Globalisasi dan Pergeseran Budaya Indonesia Negara Kesatuan Republik Indonesia mermpunyai aspek sosial budaya yang beragam banyaknya. Secara spesifik keadaan sosial budaya Indonesia sangatlah kompleks. Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia. Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda, yang merupakan pewaris budaya bangsa, hendaknya kita memelihara seni budaya kita demi masa depan anak cucu.

ESAI
Tradisi Dandangan Dulu dan Sekarang
A. Pendahuluan

Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah mencapai 42.516 Ha yang terbagi dalam 9 kecamatan. Kudus merupakan daerah industri dan perdagangan, dimana sektor ini mampu menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi yang besar terhadap daerah. Jiwa dan semangat wirausaha masyarakat dengan semboyan jigang (ngaji dagang) yang dimiliki masyarakat mengungkapkan karakter dimana disamping menjalankan usaha ekonomi juga mengutamakan mencari ilmu. Dilihat dari peluang investasi bidang pariwisata, di Kabupaten Kudus terdapat beberapa potensi yang bisa dikembangkan baik itu wisata alam, wisata budaya maupun wisata religi. Dalam hal seni dan budaya, Kudus mempunyai ciri khas yang membedakan Kudus dengan daerah lain. Diantaranya adalah tradisi Dandangan. B. Isi

Bagi masyarakat Kota Kudus Dandangan tentu bukanlah suatu hal yang asing di telinga. "Dandangan" adalah sebuah tradisi yang sudah ada sejak jaman Wali Songo atau jaman Raden Ja'far Shodiq yang lebih di kenal dengan Sunan Kudus . Pada masa itu setiap menjelang Bulan Suci Ramadhan, di sekitar Masjid atau Menara Sunan Kudus para pedagang berkumpul menjajakan dagangannya.Tidak hanya itu menurut para tokoh dan ulama asal mula tradisi dandangan bukanlah hanya kumpulan para pedagang kaki lima untuk menyambut datangnya bulan puasa saja. Ada cerita yang sebenarnya asal usul tradisi dandangan itu sendiri. Pada jaman dahulu sekitar tahun 450-an masyarakat Kudus berkumpul di depan Menara Masjid "Al Aqsha" yang kini populer dengan sebutan Masjid "Menara" Kudus, menunggu pengumuman awal puasa Ramadhan dari Syeikh Dja'far Sodiq. Setelah keputusan awal puasa itu disampaikan oleh Kanjeng Sunan Kudus, maka dipukullah bedug di Masjid Menara Kudus, "dang-dangdang" begitu bunyinya. Dari suara bedug itulah, istilah dandangan lahir. Namun seiring perkembangannya, Dandangan yang dulu dikenal dengan acara tabuh bedug saja, sekarang menjelma menjadi acara selayaknya pasar malam. Tradisi Dandangan yang telah berumur ratusan tahun, tentu berbeda dengan situasi Kudus sekarang. Dandangan yang awalnya diperuntukkan untuk mengetahui awal puasa, kini peran tersebut telah diambil alih oleh teknologi informasi mutakhir.Mengetahui kapan awal puasa dimulai tidak perlu lagi berkumpul di depan Masjid Menara melainkan dapat juga melalui internet atau televisi. Tapi kenyataannya tradisi dandangan sampai kini semakin semarak. Masyarakat berjubel dan berbaur jadi satu dengan para pedagang yang menjajakan beraneka macam dagangan. Mulai dari mainan anakanak sampai peralatan memasak. Sepanjangan jalan gang-gang di sekitar Masjid Menara Kudus, mulai Jl Menara, Jl Kiai Telingsing, Jl Wahid Hasyim, Jl Pangeran Puger, sepanjang jalan dari Simpang Tujuh sampai sekitar pasar Jember menyemut para pedagang. Dampak negatif lainnya yaitu tentang kebersihan lingkungan setelah atau selama Dandangan berlangsung pasti banyak sampah-sampah yang berserakan di jalan dan hal itu juga mengganggu para pengguna jalan. Namun, disisi lain kita juga bangga melihat warga Kudus yang masih menjaga tradisi Dandangan ini. Oleh karena itu pemerintah juga harus lebih memperhatikan pelaksanaannya supaya lebih tertib. C. Penutup

Dandangan merupakan tradisi yang masih dijaga oleh warga Kudus sampai saat ini. Namun, fungsi dari Dandangan sendiri telah berbeda dari makna sebenarnya. Oleh sebab itu sebagai generasi muda kita wajib untuk menjaga budaya dan tradisi kita supaya tidak luntur karena arus globalisasi. Karena untuk melestarikan budaya kita, bukan hanya tanggung jawab pemerintah namun hal ini juga merupakan tanggung jawab seluruh warga Kudus.

Anda mungkin juga menyukai