Anda di halaman 1dari 16

AKULTURASI KEBUDAYAAN SUKU TAMIL DI INDONESIA

KHUSUSNYA KOTA MEDAN

DIKERJAKAN
O
L
E
H

KELOMPOK 3
Adhtia Deanto Ikhsan (210502052)
Harry Indra Lubis (210502056)
Ahmad Fadhila Hutapea (210502062)
Juandro Prananta Ginting (210502069)
Sulthan Rizki (210502070)
Diaken C. Lumbantobing (210502071)
Dimas Mahendra (210502074)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
AKULTURASI KEBUDAYAAN SUKU TAMIL DI INDONESIA
KHUSUSNYA KOTA MEDAN

Adhtia Deanto Ikhsan (210502052) Harry Indra Lubis (210502056) Ahmad Fadhila
Hutapea (210502062) Juandro Prananta Ginting (210502069) Sulthan Rizki (210502070)
Diaken C. Lumbantobing (210502071) Dimas Mahendra (210502074)

Email: juandroginting8@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji akulturasi sosial budaya nasionalis India (Tamil) di kota Medan, Sumatera Utara.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan wawancara, observasi, dan dokumen. Sedangkan teknik analisis data menggunakan teori Miles dan
Huberman antara lain: Reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan Kelurahan Paya Pasir merupakan salah
satu kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara. Kawasan ini dulunya
merupakan pusat perdagangan orang Tamil.

Hasil penelitian memungkinkan untuk menyimpulkan bahwa bentuk Akulturasi melalui bahasa, perkawinan,
pakaian dan masakan melalui budaya yang terjadi di wilayah Kota Medan menyebabkan terjadinya proses Asimilasi
masyarakat termasuk masyarakat asal India. Dan orang-orang. Masyarakat kota Medan hidup rukun dengan semangat
toleransi dan simpati yang sangat tinggi, tanpa memandang suku, ras maupun agama. Dengan proses akulturasi ini,
lambat laun masyarakat India (minoritas) dan masyarakat Kota Medan (mayoritas) akan terintegrasi secara kultural
meskipun masing-masing memiliki latar belakang sosial dan budaya yang berbeda secara bersama-sama. Dan khusus
bagi masyarakat asal India akan menyatu dengan budaya mayoritas yaitu budaya Indonesia, khususnya budaya
penduduk kota Medan.

Terdapat beberapa faktor-faktor yang mendorong terjadinya akulturasi dalam kehidupan masyarakat asal
India dan masyarakat Medan satu sama lain, yang ternyata menjadi faktor yang mendorong terjadinya proses
akulturasi di Kota Medan, namun terdapat beberapa faktor-faktor penghambat seperti ras, warna kulit yang sangat
berbeda dan faktor psikologis (iri hati).

Kata Kunci : Alkuturasi, Kebudayaan, Masyarakat, Toleransi

ABSTRACT
This study examines the socio-cultural acculturation of Indian (Tamil) nationalists in the city of Medan, North
Sumatra. This study uses qualitative research with descriptive methods. Data collection techniques in this study used
interviews, observation, and documents. Meanwhile, data analysis techniques using Miles and Huberman's theory
include: Data reduction, data display and conclusion. Paya Pasir Village is one of the urban villages in Medan Marelan
District, Medan City, North Sumatra. This area was once the trading center of the Tamil people.

The results of the study make it possible to conclude that the form of acculturation through language,
marriage, clothing and cuisine through the culture that occurs in the Medan City area causes a process of assimilation
of people including people from India. And people. Medan city people live in harmony with a very high spirit of
tolerance and sympathy, regardless of ethnicity, race or religion. With this acculturation process, gradually the people
of India (the minority) and the people of Medan City (the majority) will be integrated culturally even though each of
them has different social and cultural backgrounds together. And especially for people of Indian origin, they will unite
with the majority culture, namely Indonesian culture, especially the culture of the people of Medan.

There are several factors that encourage acculturation in the lives of people from India and the people of
Medan with each other, which turn out to be factors that encourage the process of acculturation in Medan City, but
there are several inhibiting factors such as race, very different skin color and psychological factors (envy).

Keywords: Acculturation Culture, Society, Tolerance


Pendahuluan

A. Latar Belakang
Kota Medan adalah kota yang kaya akan keberagaman etnis dan budaya. Di antara etnis
yang ada di kota tersebut, terdapat komunitas bangsa Tamil yang cukup besar. Bangsa Tamil
sendiri adalah salah satu etnis yang berasal dari wilayah India Selatan. Kehadiran bangsa Tamil di
Medan berkaitan dengan sejarah perdagangan rempah-rempah di kawasan tersebut. Pada abad ke-
19, Belanda telah membuka jalur perdagangan rempah-rempah antara India dan Indonesia melalui
Pelabuhan Deli di Medan. Jalur perdagangan ini telah membawa banyak pedagang India Selatan,
termasuk bangsa Tamil ke Medan.
Bangsa Tamil di Medan memiliki ciri khas budaya yang kuat. Mereka menghargai kesenian
tradisional seperti tari dan musik, serta seni rupa seperti ukiran dan tenunan. Selain itu, mereka
juga memiliki kesenian kuliner khas yang menjadi pembeda dengan suku lainya. Dalam interaksi
dengan masyarakat Indonesia, bangsa Tamil umumnya cukup terbuka dan adil dalam menjalankan
kehidupan beragama. Banyak dari mereka yang berprinsip untuk saling menghargai antara agama
satu dengan yang lain. Bahkan kehadiran bangsa Tamil di Medan telah memberikan pengaruh
positif terhadap budaya dan kebiasaan masyarakat setempat. Hal ini tercermin dari adanya
perayaan-perayaan budaya dan keagamaan yang diadakan secara bersama oleh komunitas bangsa
Tamil dan masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, keberadaan bangsa Tamil di Medan telah menghasilkan interaksi budaya
yang kaya dan beraneka ragam. Interaksi ini memberikan keuntungan bagi kedua kelompok untuk
saling bertukar pengalaman, kreativitas, dan kekayaan budaya yang dimilikinya. Interaksi yang
dilakukan antara bangsa tamil dan juga bangsa Indonesia khususnya di daerah medan membuat
terjadinya suatu perubahan budaya yang disebut dengan akulturasi. Alkulturasi yang merupakan
peleburan dua budaya menjadi satu budaya tanpa menghilangkan sifat asli kebudayaan tersebut
dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat kota Medan. Akulturasi tersebut menjadi suatu
jalan untuk beradaptasi di tengah-tengah masyarakat kota Medan.

B. Rumusan Masalah
• Apa yang dimaksud dengan akulturasi kebudayaan ?
• Apa saja contoh bentuk akulturasi yang dilakukan oleh bangsa Tamil dengan
bangsa Indonesia
• Bagaimana penerapan akulturasi kebudayaan yang dilakukan oleh bangsa Tamil
terhadap bangsa Indonesia khususnya pada daerah sekitar Kota Medan ?
• Hal-hal apa saja yang melatar belakangi terciptanya akulturasi kebudayaan antara
bangsa Tamil dan bangas Indonesia ?
• Faktor-faktor apa saja yang menjadi mendukung dan menghambat terciptanya
akulturasi kebudayaan antar bangsa Tamil dan bangsa Indonesia ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagimana akulturasi budaya India (Tamil) di
situs chotta china, kecamatan Marelan, kota Medan. Serta untuk mengetahui faktor-faktor
pendukung dan penghalang akulturasi kebudayaan tersebut.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
• Bagi Universitas Sumatera Utara
Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan, khususnya
tentang akulturasi kebudayaan.
• Bagi Mahasiswa.
Sebagai bahan referensi untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang asimilasi
sosial budaya suatu daerah.
• Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai asimilasi sosial
budaya.

2. Manfaat Praktis
• Bagi Fakultas Ilmu tarbiyah dan Keguruan.
Sebagai informasi untuk pihak lembaga dalam mengetahui proses asimilasi sosial budaya suatu
komunitas di daerah tertentu.
• Bagi Dosen
Sebagai informasi dan bahan pembelajaran untuk mengetahui proses asimilasi sosial budaya
suatu komunitas antar etnis di suatu daerah.
• Bagi Mahasiswa
Sebagai tinjauan yang harapkan dapat dijadikan informasi pengetahuan untuk mengetahui
terkait asimilasi sosial budaya.
• Bagi Penulis
Sebagai informasi tentang asimilasi sosial budaya komunitas keturunan etnis India di Pasar
Baru, dan diharapkan dapat membantu peneliti yang lain yang akan meneliti hal serupa untuk
dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dan alternative referensi.

Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, yaitu data yang dikumpulkan
berbentuk kata-kata, gambar, bukan angka-angka. Menurut Bogdan dan Taylor, scbagaimana yang
dikutip oleh Lexy J. Moleong, penelitian kualitatif adalah prosedur penclitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Sementara itu, penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah
maupun rekayasa manusia. Adapun tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat
pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah
tertentu. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui bagaimana akulturasi sosial budaya nasionalis
India (Tamil) di kota Medan, Sumatera Utara.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penclitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran dan informasi yang lebih jelas, lengkap,
serta memungkinkan dan mudah bagi peneliti untuk melakukan penclitian observasi. Olch karena
itu, maka penulis menetapkan lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan.

Dalam hal ini, lokasi penelitian terletak di Museum Situs Kota China Jl. Kota Cina, Paya
Pasir, Kec. Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada tanggal
1 April 2023.

C. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland sebagaimana yang telah dikutip olch Lexy. J. Moleong
dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penclitian Kualitatif, mengemukakan bahwa sumber
data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya berupa data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jelas datanya
dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, dan foto.

Sedangkan yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data
dapat diperoleh.Apabila menggunakan wawancara dalam mengumpulkan datanya maka sumber
datanya disebut informan, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan baik
secara tertulis maupun lisan. Apabila menggunakan observasi maka sumber datanya adalah berupa
benda, gerak, atau proses sesuatu. Apabila menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau
catatanlah yang menjadi sumber datanya.

Dalam penelitian ini sumber data primer berupa kata-kata diperolch dari wawancara
dengan para informan yang telah ditentukan yang meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan
bagaimana akulturasi sosial budaya nasionalis India (Tamil) di kota Medan, Sumatera Utara..
Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa jurnal, serta foto-foto peninggalan
yang ada di Museum Situs Kota China.

D. Fokus Penelitian
Kajian penelitian ini difokuskan pada bagaimana akulturasi sosial budaya nasionalis India
(Tamil) di kota Medan, Sumatera Utara, yang meliputi bahasa, perkawinan, pakaian, dan masakan
melalui budaya yang melalui budaya yang terjadi di wilayah Kota Medan menyebabkan terjadinya
proses Asimilasi masyarakat termasuk masyarakat asal India. Dan orang-orang. Masyarakat kota
Medan hidup rukun dengan semangat toleransi dan simpati yang sangat tinggi, tanpa memandang
suku, ras maupun agama. Dengan proses akulturasi ini, lambat laun masyarakat India (minoritas)
dan masyarakat Kota Medan (mayoritas) akan terintegrasi secara kultural meskipun masing-
masing memiliki latar belakang sosial dan budaya yang berbeda secara bersama-sama. Dan khusus
bagi masyarakat asal India akan menyatu dengan budaya mayoritas yaitu budaya Indonesia,
khususnya budaya penduduk kota Medan.

E. Teknik Pengumpalan Data


Pengertian teknik pengumpulan data Arikunto adalan cara-cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data, di mana cara tersebut menunjukan pada suatu yang abstrak,
tidak dapat di wujudkan dalam benda yang kasat mata, tetapi dapar dipertontonkan
peggunaannya"
Dalam hal pengumpulan data ini, penulis terjun langsung pada objek penelitian untuk
mendapatkan data yang valid, maka peneliti menggunakan metode sebagai berikut:

1. Metode Observasi
Observasi atau pengamatan dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi langsung in dilakukan
peneliti untuk mengoptimalkan data mengenai bagaimana akulturasi sosial budaya nasionalis India
(Tamil) di kota Medan, Sumatera Utara, yang meliputi bahasa, perkawinan, pakaian, dan masakan
melalui budaya yang melalui budaya yang terjadi di wilayah Kota Medan menyebabkan terjadinya
proses Asimilasi masyarakat termasuk masyarakat asal India.

2. Metode Wawancara (Interview)


Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Dalam hal ini, peneliti menggunakan
wawancara terstruktur, di mana scorang pewawancara menetapkan sendiri masalah dan
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan untuk mencari jawaban atas hipotesis yang disusun
dengan ketat.Dalam melaksanakan Teknik wawancara (interview), pewawancara harus mampu
menciptakan hubungan yang baik sehingga informan bersedia bekerja sama, dan merasa bebas
berbicara dan dapat memberikan informasi yang sebenarnya. Teknik wawancara yang pencliti
gunakan adalah secara terstruktur (tertulis) yaitu dengan menyusun terlebih dahulu beberapa
pertanyaan yang akan disampaikan kepada informan. Hal ini dimaksudkan agar pembicaraan
dalam wawancara lebih terarah dan fokus pada tujuan yang dimaksud dan menghindari
pembicaraan yang terlalu melebar. Selain itu juga digunakan sebagai patokan umum dan dapat
dikembangkan peneliti melalui pertanyaan yang muncul ketika kegiatan wawancara
berlangsung. Metode wawancara peneliti gunakan untuk menggali data terkait bagaimana
akulturasi sosial budaya nasionalis India (Tamil) di kota Medan, Sumatera Utara.

3. Metode Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Dalam
pelaksanaan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,
catatan, buku, transkip, surat kabar, prasasti, agenda serta foto-foto kegiatan.
Melalui metode dokumentasi, peneliti gunakan untuk menggali data berupa dokumen
terkait bagaimana akulturasi sosial budaya nasionalis India (Tamil) di kota Medan, Sumatera
Utara, di antaranya: prasasti, peninggalan-peninggalan secara fisik, foto-foto dokumenter, dan
sebagainya.

Hasil dan Pembahasan


1. Pengertian Akulturasi
Alkulturasi dapat dideskripsikan sebagai suatu tingkat dimana seorang individu
mengadopsi nilai, kepercayaan, budaya dan praktek- praktek tertentu dalam budaya baru
(Diaz & Greiner, dalam Nugroho dan Suryaningtyas, 2010). Menurut Redfield, Linton dan
Herskovits (dalam S.J, 1984) akulturasi memahami fenomena yang terjadi ketika kelompok
individu yang memiliki budaya yang berbeda datang ke budaya lain kemudian terjadi kontak
berkelanjutan dari sentuhan yang pertama dengan perubahan berikutnya dalam pola kultur
asli atau salah satu dari kedua kelompok.
Berry (2005) mengatakan bahwa akulturasi adalah sebuah proses yang merangkap dari
perubahan budaya dan psikologis yang berlangsung sebagai hasil kontak antara dua atau lebih
kelompok budaya dan anggotanya. Pada level kelompok akulturasi melibatkan perubahan dalam
struktur sosial dan institusi. Sedangkan pada level individu akulturasi melibatkan perubahan
perilaku. Berry mencatat dua pemahaman penting terkait dengan konsep akulturasi. Pertama
adalah konsep akulturasi yang mencoba memahami berbagai fenomena yang dihasilkan oleh
kelompok individu yang memiliki budaya berbeda manakala kelompok individu tersebut
memasuki budaya baru, sehingga mengakibatkan perubahan-perubahan pada pola budayanya yang
asli. Dengan dasar konsep tersebut, akulturasi dibedakan dari perubahan budaya dan juga juga
dibedakan dari asimilasi. Akulturasi dilihat sebagai bagian dari konsep yang lebih luas mengenai
masalah perubahan budaya.

Kedua adalah konsep akulturasi yang diawali dengan hubungan antara dua atau lebih sistem
budaya. Dalam konteks ini, perubahan akulturatif dipahami sebagai konsekuensi dari perubahan
budaya. Hal tersebut mungkin diakibatkan oleh sebab-sebab yang tidak kultural, seperti halnya
perubahan ekologis atau demografis. Dengan dasar konsep tersebut, akulturasi mencakup
perubahan yang mungkin tidak berhubungan secara langsung dengan masalah budaya, seperti
halnya masalah ekologis.

Pada level individu seseorang harus mempertimbangkan perubahan psikologis yang terjadi
dan pengaruh adaptasinya pada situasi yang baru. Dalam mengidentifikasi perubahan tersebut
dibutuhkan contoh dari suatu populasi dan juga perlu mempelajari individu-individu yang terlibat
dalam proses akulturasi. Perubahan-perubahan tersebut dapat menjadi suatu rangkaian perubahan
yang dengan mudah dapat diselesaiakan (seperti: cara berbicara, cara berpakaian, ataupun cara
makan), tetapi dapat juga menjadi suatu pola rangkaian yang problematic sifatnya yang
menghasilkan stressakulturatif sebagaimana tampak dalam bentuk ketidakpastian, kecemasan, dan
depresi. Proses adaptasi yang terjadi dapat berbentuk adaptasi internal atau psikologis, tetapi dapat
juga berbentuk adaptasi sosiokultural

Akulturasi budaya menunjuk pada perilaku individu atau kelompok individu yang
berinteraksi dengan budaya tertentu, sementara akulturasi psikologis menunjuk pada dinamika
intrapersonal dalam diri tiap individu yang menghasilkan berbagai reaksi berbeda antara yang satu
dengan yang lain, meskipun mereka berada dalam wilayah akulturasi yang sama.

2. Kedatangan Suku Tamil ke Sumatera Bagian Utara


Ada beberapa tulisan mengenai gelombang sejarah kedatangan orang Tamil ke Deli Serdang.
Tulisan mengenai kedatangan tersebut dimulai oleh datangnya bangsa India ke Deli Serdang
sebenarnya sudah terjadi. Menurut sejarah, ekspansi Raja Iskandar Zulkarnain dari Masedonia ke
India pada tahun 334-326 sebelum masehi, mengakibatkan bangsa India cerai-berai dan banyak
yang melarikan diri karena ketakutan. Penduduk di daerah sungai Indus lari ke bagian selatan
India, dan banyak yang terus lari ke Nikobar, Andaman, dan pulau Sumatera. Pada dasarnya
keterangan tersebut tidak menjelaskan mengenai bangsa India beretnik Tamil. Namun yang pasti
kedatangan mereka ee pulau Sumatera banyak mempengaruhi budaya setempat seperti adat
istiadat, religi, bahasa, dan kesenian. Dari keterangan tersebut di atas dapat diduga bahwa
kedatangan bangsa India dan masuknya agama yang mereka anut yaitu Hindu di Sumatera Timur
sudah terjadi pada abad keempat sebelum masehi.
Sejarah mengenai kedatangan orang Tamil ke Deli Serdang dapat dipastikan pada abad
pertama M. Keterangan tersebut didapati dari buku tua yang berjudul Manimegelei karangan
pujangga Sitenar yang aslinya terbit pada abad pertama Masehi dan sangat populer di India. Dalam
buku tersebut disebutkan bahwa orang-orang India beretnik Tamil bersama rombongannya di
sebuah kampung yang bernama Haru (sekarang menjadi Karo).

Gelombang berikutnya mengenai kedatangan orang Tamil yaitu pada abad ke-14 oleh seorang
resi bernama Megit dari kaum Brahmana tersebut datang dari India dengan mengharungi laut
menggunakan perahu layar dan mendarat di pantai Sumatera Timur atau Pantai Barat Sumatera
Utara dan masuk ke pedalaman di Talun Kaban (sekarang Kabanjahe Kabupaten Karo). Resi Megit
Brahmana mengembangkan agama Hindu ajaran Maharesi Brgu Sekte Siwa. Kemudian Resi
Brahmana mengawini seorang gadis dari penduduk setempat Bru Purba. Dari perkawinan tersebut
mereka mendapat tiga orang anak. Yang laki-laki bernama Si Mecu dan Si Mbaru, yang perempuan
bernama Si Mbulan. Ketiga anak mereka inilah keturunan mergaSembiring Brahmana di Tanah
Karo.
Dari beberapa kutipan sejarah, mengenai gelombang kedatangan orang Tamil di Sumatera
Utara, hanya gelombang terakhirlah yang menyebutkan bagaimna proses kedatangan masyarakat
Tamil ke Kota Medan. Gelombang terakhir kedatangan orang Tamil ke Deli Serdang yaitu pada
tahun 1872 sebagai kuli kontrak perkebunan bersamaan dengan orang-orang Jawa yang
dipekerjakan waktu itu sekitar ratusan orang jumlahnya dengan penghasilan rata-rata 96 dolar per
bulan. Mereka ini didatangkan dari India Selatan, Malaysia, dan Singapura untuk menutupi
kekurangan tenaga kerja pada perkebunan-perkebunan milik Belanda. Sebahagian orang Tamil
yang bekerja di perkebunan banyak melarikan diri ke Medan untuk mencari perlindungan di kala
Jepang berkuasa. Kemudian tahun 1946 sebahagian orang-orang Tamil kembali ke negara
asalnya.

Hubungan antara orang-orang Tamil dengan berbagai etnik di Sumatera Utara telah
berlangsung sejak abad ketiga Masehi. Menurut Luckman Sinar kedatangan berbagai etnik dari
India ke pantai timur dan barat Sumatera Utara sudah berlangsung sebelum abad pertama Masehi.
Mereka ini membawa agama Hindu dan kemudian agama Budha. Kedatangan orang-orang India
ke kawasan ini terutama terjadi ketika terjadinya arus angin dari India ke Barus pada bulan
November dan Desember. Pakar sejarah lainnya, Coomalaswamy menulis bahwa Sumatera adalah
kawasan yang paling awal menerima pendatang Hindu dan Budha beberapa masa sebelum Masehi.
Selepas itu, sejak abad ketiga masehi, transportasi perdagangan di Kepulauan Nusantara berada di
dalam kekuasaan orang-orang Cola dari India ini. Namun kemudian pusat politis mereka di Tamil
dikuasai oleh orang Pallava, dan kemudian direbut kembali oleh orang Cola pada abad kesembilan.
Awalnya orang Pallava beragama Budha, namun kemudian masuk menjadi Hindu kembali. Pada
tahun 717 M. pendeta Tamil yang bernama Wajabodhi membawa aliran Tantraisme Mahayana
Budha ke kawasan Melayu, seperti yang dapat dikaji sejarahnya dari artefak candi di Padang
Lawas dan patung Adityawarman di Pagaruyung Minangkabau. Mereka juga membawa aksara
palawa. Selain itu ada juga orang India yang membawa agama Islam ke kawasan ini, terutama dari
Malabar yang bermazhab Syafi’i.
2.1 Asal-usul Bangsa Tamil dan Kebudayaannya di Medan
Berdasarkan kajian-kajian historis, orang Tamil merupakan rumpun bangsa Dravida.
Disebutkan bahwa bangsa Dravida mendiami negeri India kira-kira 100 tahun Sebelum Masehi.
Kulit mereka berwarna gelap (hitam). Kemudian kurang lebih 3.500 tahun yang lampau negeri itu
kedatangan bangsa dari Persia yang disebut bangsa Aria. Kedatangan mereka diperkirakan melalui
Barat Laut India, yaitu melalui Selat Khaibar. Bangsa Aria ini berkulit putih dan berbahasa
Sanskerta. Kemudian bangsa Aria menyerang bangsa Dravida dan berhasil menaklukkan bangsa
Dravida sehingga akhirnya bangsa Dravida terdesak ke sebelah selatan India.

Dari adanya ras berkulit putih yaitu Aria dan berkulit hitam Dravida, maka penduduk India
sampai sekarang ini adalah hasil percampuran keduanya. Warna kulit ini selanjutnya dijadikan
dasar penggolongan masyarakat yang disebut kasta. Semakin terang warna kulitnya maka semakin
tinggi kastanya, demikian pula sebaliknya. Mengapa rumpun bangsa Dravida dan satu lagi Wedda
(di Pulau Sailan) berkulit hitam, masih menjadi misteri bagi para ilmuwan antropologi fisik
(ragawi) dan terus dipelajari asal usulnya.

Pada masa sekarang terdapat empat nagara bahagian di India Selatan yang penduduknya
mayoritas termasuk ke dalam rumpun bangsa Dravida. Keempat negara bagian itu masing-masing
memiliki kebudayaan yang khas, termasuk bahasa dan aksara. Namun agama mereka umumnya
Hindu. Keempat negara bagian itu adalah: (1) Tamil Nadu, bahasa yang digunakan adalah bahasa
Tamil; (2) Andhra Pradesh, bahasa yang dipakai adalah bahasa Telugu; (3) Karnataka, bahasa yang
dipakai adalah bahasa Kannada atau Kanaresse; dan (4) Kerala, bahasa yang dipakai adalah bahasa
Malayalam.

2.2 Bentuk-bentuk Kebudayaan Suku Tamil


a. Upacara Kelahiran
Dalam kebudayaan etnik Tamil di Medan, upacara kelahiran ini terdiri dari 2 bagian yaitu:
(i) upacara walai kappu. Upacara ini dilaksanakan etika seorang wanita yang telah menikah, hamil
dan usia kandungannya 7 bulan atau 9 bulan. Pelaksanaan upacara ini dimulai dengan mengundang
kerabat-kerabat dekatnya. Tujuan utama upacara ini ialah untuk mengundang kekuatan spiritual
dan fisik ibu dan kandungannya, (ii) upacara pathinaru, yang dapat dimaknakan sebagai upacara
buang sial. Upacara ini dilaksanakan pada bayi pada hari ke-16 setelah kelahirannya. Tujuan utama
upacara ini adalah pensucian sang bayi, serta memohon untuk keselamatan bagi sang bayi semasa
hidupnya. Pada upacara ini juga dilakukan pemberian nama bagi sang bayi. Di Kota Medan nama-
nama bayi Tamil ini ada yang mengikuti nama-nama Tamil, tetapi ada juga nama-nama dalam
bahasa Indonesia. Ini disesuaikan dengan cita-cita orang tua memberikan nama bagi sang bayinya.

b. Upacara saat Gadis Memasuki Usia Pubertas


Upacara sedengesate ini dilakukan kepada seorang gadis remaja yang baru pertama kali
memasuki masa akil baligh. Para kerabat dekat dan teman-temannya hadir pada upacara ini. Sang
gadis biasanya menerima hadiah dari para undangan. Walaupun begitu, hadiah yang biasanya
paling diperhatikan dari sekian banyak adalah hadiah yang diberikan oleh saudara perempuan
(mak cik dan uak perempuan) dari bapak si gadis. Biasanya saudara perempuan dari bapak si gadis
tersebut dalam sistem keerabatan orang Tamil disebut dengan atteh. Mereka membawa berbagai
macam barang, seperti makanan dan buah-buahan yang diletakkan dalam talam yang berisi sari
(pakaian tradisional India untuk wanita), perlengkapan kosmetik, juga emas (cincin atau kalung),
dan lain-lain. Intinya adalah perlengkapan untuk keperluan seorang gadis Tamil. Atteh ini merasa
bangga bila mampu memberikan hadiah tersebut. Tujuan utama dari upacara ini adalah ekspresi
tradisi yang dilakukan etnik Tamil untuk memohon kekuatan, restu, dan perlindungan dari Tuhan
dan kerabat, agar si gadis terhindar dari pengaruh-pengaruh buruk.

c. Perkawinan
Di dalam kebudayaan masyarakat manapun, perkawinan adalah sebuah institusi yang
dipandang suci, dengan tujuan meneruskan generasi manusia. Perkawinan akan melibatkan sistem
religi, ekonomi, kekerabatan, dan sistem sosial lainnya. Upacara perkawinan ini dalam kebudayaan
Tamil disebut thirumanam. Berasal dari dua kata thiru dan manam. Kata thiru berarti tentang,
berasal dari atau berhubungan dengan Tuhan, di sisi lain kata manam berarti menyatukan. Jadi
kata thirumanam dalam perspektif agama Hindu adalah penyatuan kedua jenis manusia atau
kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
Pelaksanaan keseluruhan rangkaian thirumanam terdiri dari: (a) upacara melamar yang
disebut niscchayam; (b) upacara tunangan yaitu parisam; (c) upacara perkawinan (thirumanam).
Pada upacara niscchayam, sebelum upacara melamar, wakil dari laki-laki akan mendatangi pihak
perempuan untuk menanyakan apakah bersedia memberikan anak gadisnya untuk dijadikan
menantu. Jikalau pihak perempuan setuju, maka tahapan berikutnya pihak laki-laki akan datang
ke kediaman pihak perempuan untuk membicarakan masalah-masalah selanjutnya, seperti kapan
pelaksanaan upacara akan diadakan, apa persiapan kearah sana, siapa saja yang mengelolanya, dan
lain-lain.

d. Upacara Kematian
Rangkaian upacara terakhir yang dilakukan pada setiap individu yang telah meninggal dunia
ialah upacara kematian. Sesuai dengan ajaran agama Hindu yang dianut etnik Tamil, sebenarnya
di dalam badan manusia terdapat roh yang disebut dengan atma. Roh ini akan tetap kekal dan
kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tinggallah jasad atau badan yang sudah tidak memiliki
atma. Karena selama hidup telah banyak melakukan pengorbanan maka keluarga yang
ditinggalkan merasa sangat perlu menghormati mereka
yang telah meninggal. Pada umumnya ada dua upacara yang dilakukan apabila seseorang
telah meninggal dunia. Pertama dibakar dan kedua adalah dikebumikan. Hal ini dilakukan atas
permintaan mereka yang telah meninggal pada masa hidupnya. Dalam realitas sosialnya, yang
lazim dilakukan adalah dibakar, karena etnik Tamil meyakini badan manusia terbentuk dari 5
unsur alam yaitu api, air, udara, tanah, gas sehingga apabila dibakar maka akan mempercepat
proses kembalinya jiwa mereka kepada unsur-unsur tersebut.

3. Akulturasi Suku Tamil di Indonesia


3.1 Latar Belakang Terjadinya Akulturasi Kebudayaan Suku Tamil
Akulturasi budaya suku tamil di Indonesia khususnya di Sumatera Utara dapat terjadi karena
adanya keterbukaan suatu komunitas masyarakat di Sumatera Utara, yang dimana masyarakat
Sumatera Utara menerima kedatangan suku tamil dengan baik. Hal ini menyebabkan kebudayaan
yang mereka miliki akan terpengaruh dengan kebudayaan suku tamil secara langsung maupun
tidak langsung. Selain keterbukaan masyarakatnya, akulturasi budaya bisa juga terjadi karena
adanya interaksi antara masyarakat suku tamil dengan masyarakat yang sudah menetap di
Sumatera Utara sebelumnya. Interaksi ini dapat terjadi pada salah satunya yaitu proses jual beli
yang dilakukan di pasar, mengingat suku tamil ini datang ke Indonesia memilik tujuan utama untuk
berdagang. Contohnya ada orang-orang Tamil di dataran Tinggi Tanah Karo yang menjadi nenek
moyang dari marga Sembiring seperti Maha, Meliala, rahmana, dan depari, Sinulingga. Dari segi
fisik, kelompok dari marga-marga tersebut memiliki persamaan ciri dengan orang-orang Tamil.
Hal ini karena akulturasi budaya melalui perkawinan campuran suku.

Suku Tamil adalah salah satu etnik yang berada di Indonesia sejak dahulu. Kebudayaan
Tamil merupakan salah satu pembentuk dan bagian integral yang tidak dapat terpisahkan dari
kebudayaan nasional Indonesia terkhususnya daerah Medan. Kebudayaan Tamil di Indonesia
khususnya medan telah mengalami proses akulturasi dengan budaya lokal lainnya. Seperti yang
kita ketahui, salah satu contohnya ialah Kampung India yang berada di Medan, di Kampung itu
sangat banyak suku tamil dan telah terjadi akulturasi dengan kebudayaan lokal dari banyak hal
seperti bahasa, kesenian, agama dan adat istiadat lainnya.

3.2 Bentuk – Bentuk Akulturasi Suku Tamil di Sumatera Utara

Bentuk - bentuk akulturasi suku tamil yang terjadi di Sumatera Utara terdapat pada beberapa unsur
seperti bahasa, kesenian, upacara adat dan lainnya.

A. Akulturasi Bahasa
Bentuk Akulturasi kebudayaan Tamil di Indonesia khususnya daerah Sumatera Utara
tampak pada segi bahasa. Hal ini terlihat dari penamaan kota di daerah Tanah Karo dengan Aceh
yaitu kuta cane berasal dari Bahasa Tamil yaitu chotta (kampung ataupun tempat bermukim) serta
chane (duduk).

B. Akulturasi Kesenian
Bentuk akulturasi kebudayaan Tamil di Indonesia khususnya daerah Sumatera Utara dalam
bidang kesenian, ada terjadi akulturasi antara kebudayaan tamil dengan masyarakat batak, hal
ini terlihat dari peninggalan emas-emas yang ditemukan pada masyarakat batak memiliki
kemiripan dengan peninggalan emas-emas suku tamil. Dan juga salah satu bentuknya adalah catur
dari masyarakat batak khususnya karo, menurut bacaan dan informasi narasumber dahulunya suku
tamil yang datang ke kawasan sekitar cotta china membawa kesenian sejenis catur pada masa abad
ke 12. Hal ini juga didukung dengan penemuan peninggalan kesenian catur tersebut disekitar cotta
china. Masyarakat batak karo menerima terhadap kesenian catur ini, sehingga hal ini diadopsi dan
masih sering dimainkan hingga zaman sekarang.

C. Akulturasi Kebudayaan Upacara


Dalam sebuah kebudayaan, tak luput dari sebuah kegiatan keupacaraaan adat. Akulturasi
kebudayaan Tamil di Indonesia khususnya daerah Sumatera Utara tampak pada segi kebudayaan
upacara. Kebudayaan tamil yang berpengaruh terhadap kebudayaan Indonesia adalah Upacara
yeddhe yakni melakukan pengiriman doa kepada yang meninggal dunia setelah 7 hari
kematiannya. Hal ini diadopsi oleh bangsa Indonesia khususnya agama islam yaitu Thalilan yang
dimodifikasi menjadi 3 hari secara beruntun. Upacara walai kappu. Upacara ini dilaksanakan
ketika seorang wanita yang telah menikah, hamil dan usia kandungannya 7 bulan atau 9 bulan. Hal
ini juga ada pada masyarakat jawa dan melayu.

Menurut pandangan etnik Tamil, termasuk yang terdapat di Medan, pelaksanaan berbagai
upacara sepanjang siklus hidup mereka tersebut, mengalami berbagai macam perubahan seiring
zaman dan ruang di mana mereka berada. Contohnya dapat dilihat pada pesta perkawinan. Adanya
suatu kebiasaan yang dilakukan para leluhur mereka yaitu dengan menempatkan si pengantin dan
kerabat dekat para undangan lainnya pada tikar. Selepas itu ketika acara makan mereka tidak
menggunakan piring, tetapi menggunakan daun pisang. Keadaan adat seperti itu, menurut mereka
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Akhirnya mereka menyesuaikan upacara ini
sesuai dengan perkembangan zaman. Kedua mempelai diberikan tempat duduk khusus yaitu
berupa pelaminan. Para undangan dapat dengan tenang duduk di kursi disediakan dan mereka pun
tidak perlu harus repot lagi menyantap hidangan yang beralaskan daun pisang itu, karena telah
disediakan piring. Demikian pula budaya papan bunga yang umum dilakukan semua kelompok di
Kota Medan, juga mereka lakukan. Papan bunga ini adalah sebagai ekspresi ucapan selamat
kepada kedua mempelai dan keluarganya. Fungsinya adalah meningkatkan hubungan sosial antara
yang diundang dengan mempelai dan kerabatnya

D. Akulturasi Kebudayaan Kuliner


Makanan tradisional sukueTamil di Kota medan sudah mengalami perubahan. Hal ini
terlihat dari pola makanan sehari-hari yang mengkonsumsi makanan etnis lokal seperti sambal
belacan, tauco dan lain sebagainya. walaupun mereka tetap mengkonsumsi makanan khas setempat
dan meniru masakannya namun suku Tamil tetap memasak dan tau masakan tamil itu. Hal ini
karena mereka tetap ingin mempertahankan budaya asal dan berinteraksi dengan budaya lain.

3.3 Faktor pendukung dan Penghambat Akulturasi Suku Tamil di Sumatera Utara

Akulturasi suku Tamil di Sumatera Utara terjadi karena berbagai faktor pendukung, seperti
perdagangan, terjadinya migrasi, perkawinan campuran dan juga pendidikan

a. Akulturasi dikarenakan Faktor Perdagangan


Suku Tamil telah melakukan perdagangan di wilayah Indonesia, termasuk Sumatera
Utara, sejak zaman dahulu. Aktivitas perdagangan ini telah menjadi salah satu faktor
pendukung dalam terciptanya akulturasi suku Tamil di Sumatera Utara. Dalam melakukan
perdagangan, suku Tamil membawa barang dagangan seperti rempah-rempah, sutra, permata,
dan bahan-bahan lainnya dari India dan menjualnya di wilayah Indonesia. Kehadiran para
pedagang Tamil dan barang dagangan mereka telah membawa pengaruh pada budaya, bahasa,
dan agama masyarakat di Sumatera Utara.

Melalui perdagangan, suku Tamil telah memperkenalkan agama Hindu dan Islam ke
masyarakat Indonesia. Hinduisme diperkenalkan oleh para pedagang Tamil dari India Selatan,
sedangkan Islam diperkenalkan oleh pedagang Tamil dari India Utara yang telah memeluk
agama Islam. Perdagangan juga telah memfasilitasi terjadinya interaksi dan percampuran
antara suku Tamil dengan masyarakat lokal di Sumatera Utara. Hal ini telah menjadi faktor
penting dalam terciptanya akulturasi dan menciptakan keragaman budaya di wilayah
tersebut.

b. Akulturasi dikarenakan Faktor Perdagangan


Migrasi suku Tamil ke Sumatera Utara telah menjadi faktor penting dalam terciptanya
akulturasi suku Tamil di wilayah Sumatera Utara. Sejak zaman dahulu, banyak Tamil yang
datang ke Indonesia untuk bekerja sebagai buruh atau di bidang lainnya. Kehadiran mereka
telah membawa budaya, bahasa, dan agama mereka ke wilayah Sumatera Utara. Migrasi suku
Tamil ke Sumatera Utara telah memfasilitasi terjadinya interaksi dan percampuran dengan
masyarakat lokal di wilayah tersebut. Hal ini telah menjadi faktor penting dalam terciptanya
akulturasi dan menciptakan keragaman budaya di Sumatera Utara.

Melalui migrasi, suku Tamil telah membawa pengaruh dalam bidang-bidang seperti seni,
musik, tari, dan kuliner ke masyarakat di Sumatera Utara. Migrasi juga telah memperkaya
kehidupan sosial dan ekonomi di wilayah Sumatera Utara.

c. Perkawinan Campuran
Perkawinan campur antara suku Tamil dan masyarakat lokal di Sumatera Utara telah
menjadi faktor penting dalam terciptanya akulturasi suku Tamil di wilayah tersebut. Melalui
perkawinan campur, suku Tamil telah terintegrasi ke dalam masyarakat lokal dan terjadi
percampuran budaya antara kedua kelompok. Perkawinan campur antara suku Tamil dan
masyarakat lokal di Sumatera Utara telah membawa pengaruh pada bahasa, agama, dan
budaya masyarakat di wilayah ini. Hal tersebut juga telah memperkaya kehidupan sosial dan
budaya di Sumatera Utara seperti halnya yang telah di sampaikan pada bagian sebelumnya.

Perkawinan campur juga telah memfasilitasi terjadinya interaksi antara suku Tamil dan
masyarakat lokal di wilayah tersebut. Hal ini telah menjadi faktor penting dalam terciptanya
akulturasi dan menciptakan keragaman budaya di Sumatera Utara.

d. Pendidikan
Pendidikan telah menjadi faktor penting dalam terciptanya akulturasi suku Tamil di
Sumatera Utara. Melalui pendidikan, suku Tamil telah membawa pengaruh pada sistem
pendidikan dan kebudayaan di wilayah tersebut. Sejak masa kolonial Belanda, banyak Tamil
yang datang ke Sumatera Utara sebagai pegawai atau tenaga kerja di perusahaan-perusahaan
kolonial. Beberapa dari mereka membawa bersama keluarga dan memperkenalkan sistem
pendidikan mereka di Sumatera Utara.

Sistem pendidikan Tamil di Sumatera Utara mencakup bahasa, sastra, agama, dan budaya
Tamil. Pendidikan tersebut telah memperkaya kehidupan budaya di Sumatera Utara dan
memberikan kontribusi pada perkembangan seni, musik, dan tari di wilayah tersebut.
Pendidikan juga memfasilitasi terjadinya interaksi antara suku Tamil dan masyarakat lokal di
wilayah tersebut. Hal ini telah menjadi faktor enting dalam terciptanya akulturasi dan
menciptakan keragaman budaya di Sumatera Utara.

Selain faktor pendukung juga terdapat faktor penghambat dalam terciptanya akulturasi suku tamil
di Sumatera Utara seperti perbedaan agama, perbedaan bahasa, diskriminasi, dan juga terjadi
penyerangan dari daerah lain.

a. Perbedaan agama
Perbedaan agama telah menjadi faktor penghambat dalam terciptanya akulturasi suku
Tamil di Sumatera Utara. Mayoritas suku Tamil di Sumatera Utara adalah penganut Hindu,
sementara mayoritas masyarakat lokal di Sumatera Utara adalah suku melayu dan menganut
agama Islam. Perbedaan agama seringkali memunculkan kesulitan dalam terciptanya interaksi
antara suku Tamil dan masyarakat lokal. Hal ini bisa berdampak pada terbatasnya kesempatan
untuk saling memahami dan menghargai perbedaan budaya dan agama.
Di samping itu, perbedaan agama juga bisa memicu konflik antara suku Tamil dan
masyarakat lokal. Pada beberapa kasus, suku Tamil dianggap sebagai minoritas dan
diperlakukan secara diskriminatif oleh masyarakat lokal yang mayoritas beragama Islam.
Perbedaan agama juga bisa memengaruhi sistem pendidikan yang diterapkan di Sumatera
Utara. Misalnya, pendidikan Tamil dianggap sebagai pendidikan minoritas dan kurang
relevan oleh masyarakat lokal yang mayoritas beragama Islam.

b. Terjadinya Diskriminasi
Diskriminasi telah menjadi faktor penghambat dalam terciptanya akulturasi suku Tamil di
Sumatera Utara. Sejak dahulu kedatangan suku Tamil ke Sumatera Utara, mereka seringkali
mengalami diskriminasi dan perlakuan tidak adil dari masyarakat lokal. Diskriminasi dapat
terjadi dalam berbagai bentuk, seperti diskriminasi dalam pekerjaan, akses terhadap
pendidikan, dan pelayanan publik. Pada beberapa kasus, diskriminasi juga bisa terjadi dalam
bentuk kekerasan dan intimidasi terhadap suku Tamil.
Diskriminasi juga seringkali terjadi dalam konteks politik dan ekonomi. Suku Tamil
seringkali tidak memiliki akses yang sama dengan masyarakat lokal dalam hal pengambilan
keputusan politik dan kesempatan ekonomi. Hal ini menyebabkan mereka seringkali
mengalami ketidakadilan sosial dan ekonomi.

c. Perbedaan bahasa
Perbedaan bahasa juga menjadi salah satu faktor penghambat dalam terciptanya
akulturasi suku Tamil di Sumatera Utara. Suku Tamil memiliki bahasa dan dialek yang
berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat lokal di Sumatera Utara pada saat
itu. Perbedaan bahasa dapat menyulitkan komunikasi dan interaksi sosial antara suku Tamil
dan masyarakat lokal. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahpahaman dan
ketidaknyamanan dalam berkomunikasi, yang pada akhirnya dapat membatasi interaksi sosial
dan kesempatan untuk memperkuat hubungan budaya antara kedua kelompok.
Selain itu, perbedaan bahasa juga dapat menyebabkan kesulitan dalam akses informasi
dan kesempatan ekonomi. Suku Tamil yang tidak mampu berbahasa Indonesia dengan lancar,
mungkin mengalami kesulitan dalam mengakses informasi yang penting untuk kehidupan
sehari-hari atau untuk memperoleh kesempatan ekonomi yang sama dengan masyarakat
lokal.

d. Penyerangan dari Daerah Lain


Penyerangan dari daerah atau suku lain juga dapat menjadi faktor penghambat dalam
terciptanya akulturasi suku Tamil di Sumatera Utara. Seperti yang di jelaskan pada bagian
sebelumnya dan sejarah telah mencatatkan bahwa suku Tamil pernah mengalami serangan
dan konflik dengan suku Aceh di wilayah tersebut. Serangan dan konflik seperti ini dapat
memicu ketakutan dan kecurigaan antar kelompok, yang pada akhirnya dapat menghambat
terciptanya interaksi sosial dan budaya yang lebih dekat antara suku Tamil dan masyarakat
lokal di Sumatera Utara.
Simpulan
Dari uraian-uraian di atas dapat dilihat bahwa suku tamil telah hadir dan menjadi bagian
yang signifikan dalam perkembangan kebudayaan di Nusantara sejak beberapa abad yang lalu.
Kedatangan suku tamil ke Sumatera Utara ini terjadi ketika adanya gelombang penaklukan India
oleh raja Aleksander Zulkarnain dan juga serangan bangsa Aria kepada bangsa Dravida yang
terdesak ke selatan India dan lari sampai ke Nusantara. Mereka dipekerjakan sebagai kuli kontrak
perkebunan bersama dengan orang-orang Jawa dalam rangka untuk menutupi kekurangan tenaga
kerja pada perkebunan-perkebunan milik Belanda. Ini terus berlangsung sampai datangnya masa
kemerdekaan, orang Tamil menjadi warga negara Indonesia dengan berbagai macam
pekerjaannya.

Perdagangan, migrasi, perkawinan campuran dan juga pendidikan menjadi faktor penting
dalam proses akulturasi suku tamil di wilayah Sumatera ini. Melalui interaksi-interaksi ini, suku
tamil telah membawa pengaruh di berbagai bidang seperti agama, bahasa, kesenian dan juga sistem
pendidikan. Meskipun pada beberapa kasus, perbedaan-perbedaan seperti agama, dan bahasa yang
dimiliki suku tamil ini justru membuat mereka diperlakukan secara diskriminatif oleh masyarakat
lokal. Yang mana mengakibatkan terhambatnya proses akulturasi.

Padahal dengan melihat kehidupan sosial yang seperti itu maka dapat dikatakan bahwa
etnik Tamil adalah bagian integral dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu kita sebagai masyarakat
setempat harus dapat menerima mereka sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mencapai harmoni dan integrasi sosial perlu ditumbuhkan
sikap persatuan sosial, toleransi, menghargai perbedaan, dan bekerja bersama untuk membangun
negara bangsa tercinta ini.

Daftar Pustaka
Azyumardi Azra, 2007. Islam in the Indonesian World: An Account of Institutional Formation.
Mizan.
Azyumardi Azra, 2007. Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia. Kanisius.
Barth, Frederich, 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Universitas Indonesia.
Brahma Putro, 1981. Karo dari Jaman ke Jaman. Yayasan Massa.
Cudamani, 1980. Pengantar Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi. Yayasan Dharma Sarathy.
Jhonny Edwin S. 1995. Pirartenei pada Aktifitas Religius Masyarakat Tamil di Shri Mariamman
Kuil Medan: Kajian Struktur Musik dan Teks. Fakultas Sastra USU, Skripsi Sarjana
Etnomusikologi.
Kobalen, A.S, 2001. Tata Cara Sembahyang. Paramita.
Kobalen, A.S., 2004. Idealnya Sebuah Perkawinan Hindu Tamil. Pustaka Mitra Jaya
Mohammad Said, 1990. Koeli Kontrak Tempo Doeloe dengan Derita dan Kemarahannya.
Waspada.
N. Daldjoeni, 1991. Ras-ras Umat Manusia: Biografis, Kulturhistoris, Sosiopolitis. Citra Aditya
Bakti.
Nyoman Sl. Pendit, tt., Bhagawadgita (terjemahan). Yayasan Dharma Sarathy.
Ramakrisnan, 1984. Majalah Kuriea UNESCO, No. 5.
Tengku Luckman Sinar, 1988. Sejarah Deli Serdang. BPPD Tingkat II.
Tuanku Luckman Sinar Basarsyah II, 2008. Orang India di Sumatera Utara (The Indians in
North Sumatra). Forkala Sumatera Utara
Daftar Narasumber

Nama : Imron Maulana


Umur : 20 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. Kota Cina, Paya Pasir, Kec. Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara

Nama : Ichwan Azhari


Umur : 55 Tahun
Pekerjaan : Pemilik Museum
Alamat : Jl. Kota Cina, Paya Pasir, Kec. Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera

Nama : Edward Mckinnon


Umur : 80 Tahun
Pekerjaan : Peneliti
Alamat :-

Anda mungkin juga menyukai