Anda di halaman 1dari 14

153 Peningkatan Kemampuan Berpikir

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS


MATEMATIK SISWA SMP NEGERI LHOKSEUMAWE
MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN
MATEMATIKA REALISTIK

Oleh: Lisa
Dosen Jurusan Tadris Matematika FTIK IAIN Lhokseumawe
E-mail: lisa_pim@yahoo.com

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan
kemampuan berpikir kritis antara siswa yang pembelajarannya
menggunakan pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada
pembelajaran biasa dan interaksi antara pendekatan pembelajaran dan
kemampuan awal matematika terhadap peningkatan kemampuan berpikir
kritis matematik. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kleas VII SMP
Negeri Lhokseumawe dengan sampel adalah SMP Negeri 6 dan SMP
Negeri 8 Lhokseumawe berjumlah 105 siswa. Instrumen penelitian dengan
menggunakan tes kemampuan awal matematika (KAM) dan tes kemampuan
berpikir kritis matematik. Analisis data yang digunakan adalah uji-t dan
ANOVA dua jalur. Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil penelitian
peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang pembelajarannya
menggunakan pendidikan matematika realistik lebih baik daripada
pembelajaran biasa dan tidak terdapat interaksi antara pendekatan
pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap peningkatan
kemampuan berpikir kritis. Salah satu pendekatan pembelajaran yang
dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis matematik siswa ke arah
yang lebih baik adalah pendekatan matematika realistik.

Kata Kunci: Berpikir kritis dan Pendekatan Matematika Realistik

Abstract
The purpose of this study was to determine the increase in critical thinking
skills among students who are learning using realistic mathematical
learning is better than ordinary learning and interaction between teaching
approaches and early math skills to increase mathematical skills of critical
thinking. The population in this study is kleas VII Junior High School

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


Lisa 154

students with a sample Lhokseumawe is 6 and SMP SMP Negeri 8


Lhokseumawe numbered 105 students. Instrument research using early
math skills test (KAM) and the critical thinking skills math test. Analysis of
the data used is the t-test and ANOVA two lanes. Based on the analysis of
the obtained results improved critical thinking skills among students who
are learning using realistic mathematics education is better than ordinary
learning and there is no interaction between teaching approaches and early
math skills to increase critical thinking skills. One approach that can affect
the learning of critical thinking skills math students toward better
mathematical approach is realistic

Keywords: Critical Thinking and Realistic Mathematics Education

A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sistem proses perubahan menuju
pendewasaan, pencerdasan dan pematangan diri. Dengan kegiatan tersebut
diharapkan mampu mengubah dan mengembangkan diri menjadi semakin
dewasa, cerdas dan matang. Hal ini sesuai dengan isi Undang-Undang No.
20 Tahun 2003 dalam Sanjaya (2006) tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Hal di atas dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika,
karena kemampuan-kemampuan tersebut tidak lain adalah merupakan
tujuan dari pelajaran matematika itu sendiri sebagaimana yang dinyatakan
oleh Pusat Kurikulum (Depdiknas, 2003) tujuan umum pembelajaran
matematika sekolah adalah (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam
menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi,
eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten, dan
inkonsistensi, (2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan
imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran
divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta
mencoba-coba, (3) mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, dan
(4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


155 Peningkatan Kemampuan Berpikir

mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan,


grafik, peta, diagram, dan menjelaskan gagasan.
Meninjau tujuan pelajaran matematika di atas maka suatu proses
pembelajaran matematika haruslah memberikan kesempatan pada siswa
untuk dapat melihat dan mengalami sendiri kegunaan matematika dalam
kehidupan nyata, serta memberikan kesempatan untuk siswa agar dapat
mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktifitas seperti
pemecahan masalah, penalaran, berkomunikasi dan lain-lain yang mengarah
pada berpikir kritis dan kreatif.
Harapannya siswa dapat menguasai konsep dasar matematika secara
benar sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Lebih
jauh pembelajaran matematika di jenjang Sekolah Menenggah Pertama
(SMP) diharapkan dapat mengembangkan kemampuan bermatematika dan
meningkatkan kemampuan berpikir kritis serta memiliki ketrampilan
berpikir matematika yang memadai, karena siswa harus dipersiapkan sikap
dan mental untuk menghadapi situasi dan kondisi perkembangan globalisasi
dunia, teknologi dan informasi di masa depan.
Menurut pendapat Niss (dalam Hadi, 2005) bahwa tujuan
pembelajaran matematika sebaiknya diarahkan pada pemahaman siswa akan
berbagai fakta, prosedur, operasi matematika, dan memiliki kemampuan
berhitung untuk menyelesaikan soal matematika secara benar. Penekanan
utamanya ditujukan pada berbagai aspek pembelajaran matematika yaitu
pola pikir, penyelesaian soal aplikasi, eksplorasi dan pemodelan. Dalam hal
ini pembelajaran matematika harus menekankan pada pemberian
kesempatan kepada siswa untuk secara aktif mengerjakan matematika
berdasarkan kemampuan yang dimilikinya, proses pembelajaran matematika
di sekolah selama ini terlalu banyak pada aspek doing, tetapi kurang pada
aspek thinking. Apa yang diajarkan di sekolah banyak berkaitan dengan
bagaimana mengerjakan sesuatu tetapi kurang berkaitan dengan mengapa
demikian dan apa implikasinya. Dengan kata lain basis pemahaman dalam
belajar hanya berupa hafalan saja, bukannya penalaran dan kemampuan
berpikir.
Untuk dapat menghantar siswa pada kegiatan berpikir kritis
hendaknya kepada siswa dibiasakan untuk selalu tanggap terhadap

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


Lisa 156

permasalahan yang dihadapi dengan mencoba menjawab pertanyaan


“bagaimana jika”, “apa yang salah”, “apa yang akan kamu lakukan”.
Sebagai contoh dengan pokok bahasan segiempat:
Dapatkah kamu menghitung keliling suatu persegi jika luasnya
diketahui? Jelaskan dan berikan alasan!
Siswa memberikan jawaban sebagai berikut:
Tidak dapat, karena mencari keliling suatu persegi adalah sisi + sisi
+ sisi + sisi, sedangkan luas persegi sisi x sisi, berarti kita tidak
bisa mancari keliling persegi jika luasnya di ketahui, karena
rumusnya berbeda.
Inilah salah satu keluhan para guru di Sekolah Menengah Pertama
akhir-akhir ini adalah tentang kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-
soal matematika. Seperti soal berpikir kritis di atas, jawaban siswa tersebut
salah dimana siswa tidak memahami konsep persegi dengan benar, sehingga
siswa kurang memahami maksud soal tersebut, hal inilah yang
mengakibatkan kemampuan berpikir kritis siswa rendah, maka dengan
seringnya siswa diberi soal berpikir kritis, harapannya siswa mempunyai
kemampuan berpikir kritis.
Cooney (dalam Sumarno, 1994) menyarankan reformasi pembelajaran
matematika dari pendekatan belajar meniru (menghafal) ke belajar
pemahaman yang berlandaskan pada pendapat knowing mathematics is
doing mathematics yaitu pembelajaran yang menekankan pada doing atau
proses dibanding dengan knowing that. Proses mengaktifkan siswa ini
dikembangkan dengan membiasakan siswa menggunakan kemampuan
berpikirnya (berpikir logis, kritis dan kreatif) untuk memecahkan masalah
dalam setiap kegiatan belajarnya. Pentingnya melatih dan mengembangkan
kemampuan berpikir seperti kemampuan berpikir kritis matematika dalam
rangka meningkatkan prestasi belajar matematika.
Kemampuan berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang
bertujuan untuk membuat keputusan-keputusan yang masuk akal mengenai
sesuatu yang dapat di yakini kebenarannya. Ennis (1996)
merekomendasikan bahwa berpikir kritis ada kaitannya dengan materi
pelajaran meliputi (1) aspek mengidentifikasi adalah kemampuan
menjelaskan konsep-konsep yang digunakan dan memberi alasan dengan

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


157 Peningkatan Kemampuan Berpikir

benar, (2) menggeneralisasi adalah kemampuan menemukan konsep dan


menunjukkan bukti pendukung untuk generalisasi dengan benar, (3)
menganalisis adalah kemampuan dalam memilih informasi yang penting
dan memilih strategi yang benar dalam menyelesaikannya dan benar
melakukan perhitungan, dan (4) mengklarifikasi adalah kemampuan
memperbaiki kesalahan dengan benar dan memberi penjelasan dengan
benar.
Dalam hal ini pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR)
dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa.
Dengan berpikir kritis akan mendorong siswa atas keingintahuannya dan
siswa mampu menyusun kebenaran dalam kondisi terdesak, sehingga akan
membangkitkan kemampuan matematika (doing math) siswa. Siswa
dituntut dapat menjelaskan konsep-konsep yang digunakan dan memberi
alasan dengan benar, menemukan konsep dan menunjukkan bukti
pendukung untuk generalisasi dengan benar, memilih informasi yang
penting dan memilih strategi yang benar dalam menyelesaikannya dan benar
melakukan perhitungan, dan memperbaiki kesalahan dengan benar dan
memberi penjelasan dengan benar, kondisi-kondisi ini dapat diperoleh
melalui pembelajaran matematika realistik (PMR). Pendekatan Matematika
Realistik adalah suatu pendekatan pada proses pembelajaran yang bertitik
tolak dari hal-hal yang real bagi siswa (realita) dan lingkungan, serta
menekankan keterampilan ’process of doing mathematics’ dengan
karakteristik yaitu (1) menggunakan masalah kontektual, (2) menggunakan
model, (3) menggunakan kontribusi dan produksi siswa, (4) interaktif, dan
(5) keterkaitan (intertwining). Pendekatan pembelajaran matematika
realistik dimana peran guru hanya sebagai pembimbing dan fasilitator bagi
siswa. Bahkan di dalam PMR diharapkan siswa tidak sekedar aktif sendiri,
tetapi ada aktivitas bersama diantara mereka (interaktivitas). Proses
pembelajaran seperti ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir siswa secara optimal, terutama kemampuan berpikir kritis.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


Lisa 158

1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang


pembelajarannya menggunakan pendidikan matematika realistik
lebih baik daripada pembelajaran biasa?
2. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran
(pendekatan matematika realistik dan pembelajaran biasa) dan
kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah)
terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik?

C. METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMPN di
kota Lhokseumawe. Sampel diambil secara acak terpilih SMPN 6 LSM
kelas VII-2 (Pembelajaran biasa) dan VII-3 (PMR) sedangkan SMPN 8
LSM kelas VII-3 (Pembelajaran biasa) dan VII-4 (PMR). Penelitian ini
menggunakan jenis instrumen berupa tes yaitu untuk mengukur kemampuan
berpikir kritis, hasil uji coba untuk kemampuan berpikir kritis 5 butir soal
dinyatakan valid dengan nilai reliabilitas tes sebesar 0,740 (reliabilitas
tinggi).
Penelitian ini merupakan penelitian quasi-eksperimen (quasi
experiment) dengan rancangan kelompok pretes-postes kontrol, oleh karena
itu pelaksanaannya menggunakan siswa kelompok eksperimen
menggunakan pendekatan matematika realistik dan kelompok kontrol
menggunakan pembelajaran biasa. Dalam penelitian ini melibatkan dua
jenis variabel: variabel bebas yaitu pendidikan matematika realistik dan
pembelajaran biasa, variabel terikat yaitu kemampuan berpikir kritis
matematik, dan variabel kontrol yaitu kemampuan awal matematika siswa
dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah.
Data yang diperoleh dari skor kemampuan berpikir kritis matematik
dikumpulkan. Pengolahan data diawali dengan menghitungan gain
ternormalisasi (normalized gain) pretes dan postes. Menurut Meltzer
(2002), yaitu :
skor postes  skor pretes
N  Gain 
skor maksimal ideal  skor pretes
Kriteria interpretasinya adalah : N-Gain – tinggi jika g > 0,7, N-Gain –
sedang jika 0,3 < g ≤ 0,7, dan N-Gain – rendah jika g ≤ 0,3 .

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


159 Peningkatan Kemampuan Berpikir

Dari hasil gain pada penelitian ini dianalisis dengan melakukan


pengujian menggunakan uji-t. Langkah pertama dilakukan uji prasyarat
yaitu uji normalitas dan uji homogenitas diolah dengan software SPSS 16.0
Statistics, dengan uji hipotesis H0:µKBA = µKBB : peningkatan kemampuan
berpikir kritis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
matematika realistik tidak lebih baik dari pada pembelajaran biasa,
sedangkan Ha: µKBA ≠ µKBB : peningkatan kemampuan berpikir kritis antara
siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan matematika realistik
lebih baik dari pada pembelajaran biasa. Uji hipotesis untuk interaksi adalah
H0 : Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran
(pendekatan matematika realistik dan pembelajaran biasa) dan kemampuan
awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematik. Ha Terdapat interaksi antara
pendekatan pembelajaran (pendekatan matematika realistik dan
pembelajaran biasa) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang
dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik

D. HASIL PENELITIAN
Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji
prasyarat yang meliputi Uji normalitas data N-Gain skor kemampuan
berpikir kritis matematik menggunakan uji normalitas (Kolmogorov-
Smirnov) yang diolah dengan software SPSS 16,0 Statistics, Data N-Gain
kemampuan berpikir kritis pada kelas dengan PMR menunjukan sig 0,200 >
0,05. Hal ini berarti H0 yang menyatakan data N-Gain kemampuan berpikir
kritis pada kelas dengan PMR berdistribusi normal secara signifikan
diterima.
Uji homogenitas nilai sig. 0,151 > 0,05 maka H0 diterima. Artinya
dengan signifikan, H0 yang menyatakan varians data N-Gain kemampuan
berpikir kritis matematik siswa yang mendapat PMR dan siswa yang
mendapat pembelajaran biasa homogen diterima secara signifikan. Karena
data N-Gain kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang mendapat
PMR dan siswa yang mendapat pembelajaran biasa berdistribusi normal dan
memiliki variansi yang homogen, maka pengujian peningkatan perbedaan
rata-rata kemampuan berpikir kritis dilakukan dengan menggunakan uji-t.

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


Lisa 160

Hasil perhitungan inferensial untuk uji perbedaan rata-rata dengan uji-t


menunjukkan bahwa nilai t adalah 4,243 lebih besar dari t(0,05;60) = 1,671.
Dari kriteria pengujian: jika –ttabel ≤ thitung ≤ ttabel maka H0 terima jika –ttabel <
thitung > ttabel, maka tolak H0. Jadi, terima H0, ini berarti peningkatan
kemampuan berpikir kritis antara siswa yang pembelajarannya
menggunakan PMR lebih baik dari pada pembelajaran biasa pada taraf
signifikansi α = 0,05.
Selanjutnya uji interaksi, sebelum melakukan uji interaksi terlebih
dahulu dilakukan uji homogenitas varian data N-Gain kemampuan berpikir
kritis matematik ditinjau dari interaksi antara pembelajaran dan kemampuan
awal matematika (KAM). Kriteria pengujiannya adalah jika nilai
significance (sig.) lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima. Uji
homogenitas varians data dimaksud menggunakan uji Levene dan hasil
menunjukkan bahwa nilai significance (sig.) yaitu 0,325 lebih besar dari α
= 0,05, maka H0 diterima. Dengan demikian, varians data interaksi antara
pembelajaran dan KAM terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis
matematik siswa adalah homogen. Selanjutnya diajukan hipotesis untuk
menguji ada atau tidak ada interaksi antara pembelajaran dan KAM
terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Hasil
pengujian hipotesis tersebut dengan menggunakan uji ANOVA dua jalur
bahwa nilai significance (sig.) untuk pembelajaran yaitu 0,012 lebih kecil
dari α = 0,05 yang berarti H0 ditolak. Jadi pembelajaran berpengaruh
terhadap perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik
siswa. Perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa
disebabkan oleh perbedaan pendekatan pembelajaran yang digunakan
(pendekatan matematika realistik dan pembelajaran biasa). Selanjutnya nilai
significance (sig.) untuk kategori KAM yaitu 0,265 lebih besar dari α = 0,05
yang berarti H0 diterima. Jadi kategori KAM tidak berpengaruh terhadap
perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Nilai
significance (sig.) untuk interaksi antara pembelajaran dan KAM untuk
peningkatan kemampuan berpikir kritis adalah 0,851, dan peningkatan
tersebut lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran
dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


161 Peningkatan Kemampuan Berpikir

berpikir kritis matematik siswa. Dengan kata lain, tidak terdapat pengaruh
secara bersama yang diberikan oleh pendekatan pembelajaran dan KAM.
Lebih jelasnya, interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan
awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis
matematik siswa, disajikan pada Gambar 1 berikut :

Gambar 1. Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dan KAM


Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis
Matematik Siswa.

Dari Gambar 1 di atas, terlihat bahwa tidak terdapat interaksi antara


pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap
peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Hal ini, berarti
bahwa tidak terdapat pengaruh secara bersama-sama yang disumbangkan
oleh pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa
terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa.
Disamping itu, ditemukan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis
matematik siswa pada pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih
baik dari pembelajaran biasa untuk setiap KAM tinggi, KAM sedang dan
KAM rendah.

E. PEMBAHASAN
Pendekatan PMR dan pembelajaran biasa mengalami peningakatan
N-Gain kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Siswa yang mendapat
pendekatan PMR memperoleh rata-rata peningkatan kemampuan berpikir

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


Lisa 162

kritis dengan kategori sedang (0,3 < g ≤ 0,7) lebih besar daripada siswa
yang mendapat pembelajaran biasa degan rata-rata dalam kategori rendah (g
≤ 0,3).
Dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik dalam
pembelajaran matematika, penelitian ini menggunakan pendekatan PMR.
Tahapan yang dilakukan dalam PMR, diawali dengan pemberian masalah
kontektual, memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami dan
menyelesaikan masalah kontektual secara individu atau kelompok,
kemudian mendiskusikan hasil sebagai refleksi. Pembelajaran matematika
realistik dalam proses pembelajarannya ada prinsip reinvention, hal ini
menunjukkan bahwa matematika itu tidak diberikan kepada siswa sebagai
sesuatu yang sudah jadi, melainkan siswa harus mengkonstruk atau
menemukan konsep-konsep melalui penyelesaian masalah-masalah
kontektual yang realistik bagi anak. Proses pembelajaran dari situasi nyata,
kemudian mengorganisasikan, menyusun masalah, mengindentifikasi aspek-
aspek masalah secara matematik dan kemudian melalui interaksi diharapkan
siswa menemukan konsep matematik itu sendiri, yang nantinya dapat
mengaplikasikannya dalam masalah dan situasi yang berbeda. Dengan
demikian, proses belajar matematika berlangsung dalam interaksi
lingkungan sosial.
Pembelajaran dilakukan dengan cara diskusi kelompok yang
beranggotakan lima sampai enam orang. Hal ini dilakukan dengan tujuan
mengaktifkan siswa secara interaktif dalam kelompok, memudahkan
peneliti/pengajar dalam memberi bantuan melalui bentuk pertanyaan-
pertanyaan (scaffolding), dan menumbuhkan pengetahuan siswa. Langkah
pertama dalam pembelajaran matematika realistik di penelitian ini adalah
memberikan masalah kontektual berupa masalah kepada siswa. Masalah
tersebut dapat berupa latihan, pembentukan atau penemuan konsep,
prosedur atau strategi penyelesaian nonrutin. Jika siswa tidak mampu
mengaitkan konsep-konsep matematika sebelumnya dengan informasi yang
terdapat dalam masalah, maka guru dapat memberikan bantuan secara tidak
langsung , yaitu dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan berupa
scaffolding kepada siswa, sehingga terjadi interaksi antara siswa dengan
guru, siswa dengan siswa, atau siswa dengan konteks masalah. Fungsi guru

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


163 Peningkatan Kemampuan Berpikir

dalam pembelajaran matematika realistik adalah sebagai fasilitator dan


mediator.
Pada refleksi dalam pembelajaran akan diberikan waktu khusus pada
kegiatan diskusi penyelesaian masalah dalam kelompok atau secara klasikal.
Hal ini dilakukan, karena pada tahap ini siswa akan berinteraksi secara aktif
dengan siswa yang lain, guru, materi dan lingkungan, sehingga diharapkan
akan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan
masalah matematik siswa. Kegiatan ini dilakukan untuk setiap topik yang
diajarkan pada pembelajaran dalam penelitian ini. Jadi, kesempatan siswa
untuk berinteraksi secara interaktif, sangat dituntut dalam pembelajaran
yang dilakukan. Hal ini bertujuan disamping untuk menemukan
penyelesaian masalah dengan cara saling berinteraksi antara anggota
kelompok, guru maupun lingkungan belajar yang nantinya diharapkan akan
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Dengan
demikian, pemberian masalah kontektual sangat menentukan kegiatan
refleksi dalam pembelajaran matematika realistik.
Dari proses pembelajaran pada sekolah SMPN 6 dan 8
Lhokseumawe, terlihat mereka sangat senang dengan belajar secara
kelompok, mereka sangat interaktif, dari hasil pengamatan, bahwa mereka
memiliki perasaan bersaing antar kelompok, dalam hal ini mereka ingin
menunjukkan bahwa kelompok merekalah yang terbaik. Sesungguhnya,
proses interaksi yang terjadi pada kedua sekolah tersebut antara lain : (1)
Pada awal penyelesaian, siswa-siswa telah menggunakan pengetahuan awal
atau pengetahuan informalnya sehingga mereka sampai pada penyelesaian
menentukan luas dan keliling daerah persegi panjang, dalam pembelajaran
matematika realistik, ini yang disebut model of, (2) Pada pertenggahan
proses penyelesaian, siswa-siswa telah menerapkannya pada rumus luas
persegi panjang adalah panjang kali lebar. Pada tahap ini, siswa-siswa sudah
menggunakan model-model (model for) dan (3) Pada akhir penyelesaian
mereka sudah menemukan konsep tentang luas dan keliling daerah persegi
panjang (reinvention).
Hasil analisis data baik dari analisis deskriptif maupun uji statistik
menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik
siswa antara siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


Lisa 164

matematika realistik lebih baik dari pada pembelajaran biasa. Peningkatan


tersebut terjadi di kedua sekolah, ini menunjukkan bahwa dengan
pembelajaran matematika realistik (PMR) dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis matematik siswa Sekolah Menenggah Pertama.
Dari hasil analisis data ditemui bahwa faktor pendekatan
pembelajaran memberi pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Artinya, terdapat peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematik siswa, jika siswa dikelompokkan
berdasarkan pendekatan pembelajaran. Hal ini dimungkinkan bahwa
peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa dipicu oleh PMR
yang dalam pelaksanaan pembelajarannya selalu memperhatikan prinsip dan
karakteristik PMR. Melalui prinsip PMR, pembelajaran difokuskan pada
kemampuan siswa dalam penemuan kembali (Reinvention) konsep-konsep
matematika. Proses penemuan kembali konsep matematika dengan
perantara masalah kontektual yang dikemas dalam lembar aktivitas siswa
(LAS). Konteks yang dikembangkan sesuai dengan karakteristik PMR yang
memuat masalah kehidupan sehari-hari. Kemudian dari awal konteks
dirancang sebagai informal matematika (model of), diharapkan siswa dapat
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah
matematik siswa. Hal ini sesuai pendapat Ennis bahwa yang termasuk
berpikir kritis dalam matematika adalah berpikir yang mengidentifikasi,
menggeneralisasi, menganalisis dan mengklarifikasi semua aspek yang ada
dalam suatu situasi ataupun suatu masalah.
Melalui kegiatan pembelajaran yang dirancang sesuai dengan prinsip
dan karakteristik PMR inilah yang memungkinkan munculnya indikator-
indikator berpikir kritis matematik. Hal ini dapat dilihat saat siswa
mengerjakan LAS, maka siswa akan melakukan kegiatan mengidentifikasi
masalah, generalisasi, analisis, mengklarifikasi. Hal ini semua sesuai
dengan ciri dari berpikir kritis matematik.

F. PENUTUP
Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa antara
siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan matematika realistik
lebih baik dari pada pembelajaran biasa. Siswa yang diajar dengan

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


165 Peningkatan Kemampuan Berpikir

pendekatan matematika realistik memperoleh rata-rata N-Gain kemampuan


berpikir kritis matematik sebesar 0,412, sementara siswa yang diajarkan
dengan pembelajaran biasa memperoleh rata-rata N-Gain kemampuan
berpikir kritis sebesar 0,291. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika melalui pendekatan matematika realistik lebih
baik dari pembelajaran biasa dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis
matematik siswa. Untuk interaksi nahwa tidak terdapat pengaruh secara
bersama-sama yang disumbangkan oleh pendekatan pembelajaran dan
kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan
berpikir kritis matematik siswa. Disamping itu, ditemukan bahwa
peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa pada pendekatan
pembelajaran matematika realistik lebih baik dari pembelajaran biasa untuk
setiap KAM tinggi, KAM sedang dan KAM rendah.
Keberhasilan implementasi pendekatan PMR diperlukan bahan ajar
yang lebih menarik dirancang berdasarkan permasalahan kontektual yang
merupakan syarat awal yang harus dipenuhi sebagai pembuka belajar
mampu stimulus awal dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Fokus
penelitian ini hanya pada aspek berpikir kritis matematik siswa SMP, oleh
karena itu diharapkan kepada peneliti lain dapat mengkaji lebih lanjut
tentang korelasi antara kemampuan berpikir kritis matematik siswa SMP.

G. DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, (2003), Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Sekolah
Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah; Mata Pelajaran
Matematika. Jakarta: Depdiknas
Ennis, R, H. (1996), Critical Thinking. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Freudenthal, (1991), Revisiting mathematics education. Dordrecht: Kluwer
A.P.
Gravemeijer, K, (1994), Developing Realistic Mathematics Education,
Utrecht: Freudenthal Institute.
Hadi, S, (2005), Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya,
Banjarmasin
Meltzer, D.E. (2002), The Relationship between Mathematics Preparation
and Conceptual Learning Gains in Physics : a Possible “ Hidden

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


Lisa 166

Variabel” in Diagnostic Pretes Scores. Ames, Iowa : Department


of Physics and Astronomy. [Online] Tersedia:
http://www.physics.iastate.edu/per/ docs/ Addendum_on_
normalized_gain.pdf [4 Februarei 2010]
Ruseffendi, E. T. (1988), Pengantar kepada Membantu Guru dalam
Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika
untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
_________. (1991), Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini,
Tarsito, Bandung.
Sanjaya, W. (2005), Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
Sumarno, U. (1994), Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah pada Guru dan Siswa di Kodya
Bandung. Laporan Hasil Penelitian IKIP Bhedandung. Tidak
diterbitkan.

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018

Anda mungkin juga menyukai