Demonstrasi Kontekstual - Topik 2. Abdul Basri
Demonstrasi Kontekstual - Topik 2. Abdul Basri
NIM : 2023084119
Pandangan filosofis padi oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa padi merupakan bentuk
produk dari bagian suatu kebudayaan, baik itu secara adab maupun barang yang
dihasilkannya. Menurut beliau, pertumbuhan padi ditentukan atas perlakuan oleh petani yang
mengolah padinya sendiri. Adanya usaha, inovasi, daya-upaya, atau cara-cara ilmiah untuk
memperbesar hidupnya padi, merupakan tantangan bagi petani bagaimana cara untuk
memperbaiki sawahnya. Dalam konsep sekolah Taman Siswa sendiri, Ki Hadjar Dewantara
juga mengibaratkan pendidikan layaknya sebuah taman. Taman yang di mana merupakan
sistem tempat untuk bertumbuh kembangnya tanaman beserta buahnya, serta tukang kebun
yang rutin merawat dan menikmati hasilnya. Hal yang ditekankan bahwa baik-buruknya
hasil tanaman, tugas dari tukang kebun hanya bisa memperbaiki atau memperindah jenis
tanaman yang dihasilkan. Begitu pula dengan pendidikan bagi anak-anak.
Beliau juga menegaskan bahwa petani tidak boleh membedakan darimana asal padi,
pupuk, dan hal lainnya, karena minat anak begitu beragam dan berbeda-beda, namun
mempunyai hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang menjadi anak yang cerdas atas
kemauannya sendiri. Secara historis pun, filosofi padi Ki Hadjar Dewantara terpapar dalam
kisah perjuangan Taman Siswa merebut pendidikan di masa kolonial. Berakhirnya aturan
ordonansi sekolah liar (Wildeschoolen Ordonantie 1932) pada Maret 1933, beliau menulis
artikel yang berjudul “Kembali ke Ladang”, yang mempunyai makna tentang kembalinya
petani untuk menyebarkan benih padi ke sawah atau ladang (sekolah), atas tujuan untuk
memperluas kembali tujuan pendidikan yang menjadi pokok kewajiban bagi Taman Siswa.