Anda di halaman 1dari 17

KERAGAAN BENIH IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer )YANG

DIPELIHARA PADA WARING APUNG DI TAMBAK DENGAN PADAT


TEBAR BERBEDA PADA FASE PENDEDERAN

Maolya Utami Tri Agustine1, Tarsim2, Herno Minjoyo3


Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan dan Kelautan,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Jl. Prof. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, Lampung 34145
Email : maolyautamita@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui padat tebar optimal serta Survival
rate (SR) dan pertumbuhan benih kakap putih (Lates calcarifer) di waring apung
dengan padat tebar berbeda. Pada penelitian ini menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan, yaitu perlakuan
A (kepadatan 250 ekor/m3), perlakuan B (kepadatan 500 ekor/m3), perlakuan C
(kepadatan 750 ekor/m3), dan perlakuan D (kepadatan 1000 ekor/m3). Data yang
dikumpulkan selama penelitian meliputi kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang
mutlak, pertumbuhan bobot mutlak, laju pertumbuhan harian, rasio konversi pakan
dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh padat penebaran yang
berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kelangsungan hidup dan
pertumbuhan ikan kakap putih, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap rasio konversi
pakan. Kelangsungan hidup terbaik yaitu pada perlakuan A (77,47% ± 6,4 ), B
(61,73% ± 6,13), C (54,44% ± 3,54), D (53,27% ± 9,95). Rata – rata pertumbuhan
panjang mutlak yang terbaik pada perlakuan A (6,86 ± 0,6), B (6,8 ± 0,39), C (5,5 ±
0,18), D(5,15 ± 0,41). Rata- rata pertumbuhan bobot mutlak yang terbaik pada
perlakuan A (10,59 ± 0,54), B(9,92 ± 0,45), C (9 ± 0,36), D (8,95 ± 0,21). Rata- rata
laju pertumbuhan harian yang terbaik pada perlakuan A(0,35 ± 0,02), B(0,33 ± 0,02),
C(0,31 ± 0,006), D(0,3 ± 0,01). Rasio konversi pakan yang terbaik pada perlakuan
A(0,57 ± 0,07), B(0,59 ± 0,07), C(0,6 ± 0,07), D(0,62 ± 0,09). Padat penebaran 250
ekor/m3 menghasilkan kelangsungan hidup, pertumbuhan panajang dan bobot mutlak,
laju pertumbuhan harian tertinggi dan konversi pakan terendah. Masing- masing
mencapai 77,47%, 6,86 cm, 10,59 gr, 0,35 g/hari, 0,57.

Kata kunci : Padat tebar, kakap putih, pertumbuhan, kelangsungan hidup.


PENDAHULUAN Pendederan merupakan suatu kegiatan
Ikan kakap putih memiliki nilai pemeliharaan ikan untuk menghasilkan
ekonomis yang tinggi serta nilai jual benih yang siap ditebarkan di unit
yang tinggi yaitu Rp.60.000 – produksi pembesaran atau benih yang
Rp.70.000 / Kg, permintaan pasar siap jual (Effendi, 2004).
maupun ekspor untuk ikan ini cukup
tinggi yaitu 98,86 ton/tahun Padat tebar yang terlalu tinggi akan
(Hikmayani et al., 2013). Menurut mengganggu proses fisiologi dan
Jaya et al (2013), budidaya ikan kakap tingkah laku ikan terhadap ruang gerak
putih telah menjadi suatu usaha yang yang pada akhirnya dapat menurunkan
bersifat komersial (dalam budidaya) kondisi kesehatan dan fisiologis ikan.
untuk dikembangkan karena Jika padat tebar terlalu rendah
pertumbuhannya relatif cepat, mudah pemanfaatan ruang tidak maksimum
dipelihara dan mempunyai toleransi dan produksi juga menurun. Oleh
yang tinggi terhadap perubahan karena itu, perlu dilakukan penelitian
lingkungan, sehingga menjadikan ikan untuk mengetahui pengaruh padat
kakap putih cocok untuk usaha penebaran terhadap pertumbuhan dan
budidaya skala kecil maupun besar. kelangsungan hidup ikan kakap putih
dan mengetahui padat tebar yang
Untuk meningkatkan produksi ikan optimal terhadap pertumbuhan dan
kakap putih dapat dilakukan dengan kelangsungan hidup ikan kakap putih
memperluas areal budidaya, salah (Lates calcarifer).
satunya areal pertambakan, dengan
memanfaatkan area tambak produktif BAHAN & METODE
dan non produktif. Pemeliharaan ikan Waktu dan Tempat
kakap putih bertujuan untuk mencapai Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
produksi yang maksimal baik dalam Juni - Juli 2018, bertempat di Tambak
jumlah, mutu maupun ukuran (Rayes Balai Besar Perikanan Budidaya Laut
et al., 2013). (BBPBL) Lampung.
Tahap Persiapan pendederan dengan cara, benih pada
Wadah pemeliharaan menggunakan kantung benih dimasukan ke dalam
waring bahan polyethylene (PE) waring dan biarkan selama 5 menit,
berukuran 1x1x1,5 m3 dengan tinggi setelah itu kantung benih dibuka dan
air pada waring 1 m. Di dalam waring ikan dimasukan ke dalam media
dipasang seperangkat aerasi untuk pemeliharaan. Jumlah ikan yang
mensuplai oksigen. Ukuran benih ditebar pada wadah pemeliharaan
kakap putih yang digunakan rata-rata disesuaikan berdasarkan perlakuan
bobot 1-3 g dan panjang 4-5 cm. yaitu 250; 500; 750; 1000 ekor/m3.
Pakan yang digunakan selama
Rancangan Percobaan pemeliharaan yaitu pakan komersil
Penelitian ini menggunakan rancangan dengan kandungan protein 46% yang
acak lengkap (RAL) dengan empat diberikan secara adlibitum dengan
perlakuan dan dan tiga ulangan frekuensi 3 – 5 kali/ hari. Pakan

A= Perlakuan dengan padat tebar dicampur dengan vitamin 2 kali dalam


250/m3 seminggu. Waring pemeliharaan
B= Perlakuan dengan padat tebar diganti 2 minggu sekali atau apabila
500/m3 waring sudah terlihat kotor
C= Perlakuan den gan padat tebar (Sudjiharno, 1999). Pemeliharaan
750/m3 benih dilakukan selama 30 hari.
D= Perlakuan dengan padat tebar
1000/m3 Sampling dan Pengumpulan Data
Selamapemeliharaan dilakukan
Penebaran dan Pemeliharaan sebanyak 5 kali sampling setiap satu
Pada saat benih akan ditebar ke minggu sekali. dengan menggunakan
tambak, benih diaklimatisasi terhadap ember penggaris dan timbangan.
pakan dan lingkungan perairan Jumlah ikan yang disampling sebanyak
tambak. Sebelum ditebar ke waring 72 ekor untuk kepadatan 250 ekor/m3,
benih di aklimatisasi pada media 83 ekor untuk kepadatan 500 ekor/m3,
88 ekor untuk kepadatan 750 ekor/m3, SR =𝑁𝑡 / 𝑁𝑜𝑥 100%
91 ekor untuk kepadatan 1.000/m3.
Jumlah ikan yang disampling tersebut Keterangan :
didapat dari rumus penarikan contoh SR : Kelangsungan hidup (%)
dengan metode sampling acak (Umar, Nt : Jumlah ikan akhir (ekor)
1999). Parameter kualitas air yang No : Jumlah ikan awal (ekor)
diamati adalah suhu, pH, DO, salinitas,
nitrit, nitrat dan amoniak. Paramter Pertumbuhan Panjang Mutlak
kualitas air diukur seminggu sekali. Pertumbuhan panjang mutlak
merupakan selisih dari panjang rata-
S = N / (1 + N. e2) rata akhir dengan panjang rata-rata
awal yang dihitung dengan

Keterangan : menggunakan rumus berikut (Effendie,

S = Jumlah sampel 1997):

N = Jumlah populasi L= Lt – Lo

e = Tingkat kesalahan yang diinginkan Keterangan:


(10%) L : Pertambahan panjang mutlak
(cm)
Variabel yang dikaji meliputi Lt : Rataan panjang ikan pada
kelagsungan hidup (SR), pertumbuhan hari ke - t (cm)
panjang mutlak, pertumbuhan bobot Lo : Rataan panjang ikan pada
mutlak, laju pertumbuhan harian, rasio hari ke - 0 (cm)
konversi pakan.
Pertumbuhan Bobot Mutlak
Kelangsungan Hidup Biomassa mutlak dihitung dengan
Tingkat kelangsungan hidup atau rumus dari Effendi (1997) dalam
Survival Rate (SR) diperoleh Supriyanto (2010), yaitu
berdasarkan persamaan yang
dikemukakan oleh Zonneveld et al., W = Wt – Wo
(1991) yaitu:
Keterangan: konversi pakan dihitung dengan rumus
W : Pertambahan bobot mutlak (g) Kelabora et al. (2010)
Wt : Bobot rata-rata ikan hari ke-t (g)
Wo : Bobot rata-rata ikan hari ke-0 (g) F
FCR =
(Wt + D)−(W 0)

Laju Pertumbuhan Harian


Laju pertumbuhan harian ikan kakap Keterangan :
putih dapat dihitung dengan
menggunakan rumus (Purnomo, 2012) FCR : Feed Convertion Ratio
W0 :Bobot ikan uji saat awal
Wt – W 0 penelitian (gr)
ADG =
t
Wt :Bobot ikan uji saat akhir
penelitian (gr)
Keterangan : D : Bobot ikan mati (gr)
ADG : Laju pertumbuhan harian F : Total Jumlah pakan
(g/hari)
Wt : Bobot rata-rata ikan hari Analisis Data
ke-t (g) Data yang diperoeh dalam penelitian
W0 : Bobot rata-rata ikan hari dianalisis dengan analisis sidik ragam
ke-0 (g) (ANOVA) pada selang kepercayaan
t : Waktu pemeliharaan (hari) 95%. Apabila didapatkan hasil yang
berbeda nyata, maka dilakukan uji
Rasio Konversi Pakan (FCR) lanjut duncan pada selang kepercayaan
FCR (Feed Convertion Ratio) yaitu 95%.
perbandingan (rasio) antara berat
pakan yang telah diberikan dalam satu
siklus periode budidaya ikan dengan
berat total (biomass) yang dihasilkan
pada saat dilakukan sampling. Rasio
Hasil dan Pembahasan rata dan standar deviasi (77,47 ± 6,4),
Kelangsungan Hidup kemudian diikuti perlakuan B dengan
Hasil penelitian menunjukan bahwa rata- rata (61,73 ± 6,13), perlakuan C
tingkat kelangsungan hidup tertinggi dengan rata- rata (54,44 ± 3,54) dan
adalah pada perlakuan A (250 terendah pada perlakuan D (53,27 ±
ekor/m3). Tingkat kelangsungan hidup 9,95)
pada perlakuan A dengan nilai rata-

90.00
Kelangsungan Hidup (%)

77,47 ± 6,4
80.00
61,73 ± 6,13
70.00 53,27 ± 9,95
54,44 ± 3,54
60.00
50.00
40.00
Series1
30.00
20.00
10.00
0.00

Padat Tebar

Gambar 5. Kelangsungan hidup (%) benih ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang dipelihara
dengan padat penebaran 250, 500, 750, dan 1000 ekor/m3 selama 30 hari
Perlakuan A dan B memiliki nilai
Dari hasil analisis statistik dapat kelangsungan hidup yang tinggi, Pada
ditarik kesimpulan bahwa padat tebar perlakuan tersebut memungkinkan
berpengaruh nyata terhadap benih ikan tumbuh dengan baik.
kelangsungan hidup. Nilai tertinggi Diduga pakan dapat dimanfaatkan
pada perlakuan A, sedangkan nilai dengan baik untuk kelangsungan hidup
terendah pada perlakuan D. dan pertumbuhan ikan, serta kualitas
air media pemeliharaan masih
menunjang untuk untuk pertumbuhan
ikan. Pada tambak pemeliharaan oksigen terlarut tetapi masih bisa
terdapat blower dan aerasi pada setiap ditolerir oleh ikan karena terdapat
waring untuk mensuplai oksigen blower pada media pemeliharaan
sehingga kelangsungan hidup dan untuk mensuplai oksigen terlarut.
pertumbuhan ikan baik.
Semakin meningkatnya padat tebar
Untuk meningkatkan pertumbuhan dan terjadi persaingan pakan dan ruang
kelangsungan hidupnya diperlukan gerak yang semakin sempit sehingga
makanan yang memenuhi kebutuhan ikan mengalami stres. Hal ini sesuai
nutrisi ikan, pakan yang dimakan oleh dengan pendapat Soeriatmadja (1981)
ikan digunakan untuk kelangsungan dalam Rusmaedi (2001), dimana padat
hidup dan selebihnya dimanfaatkan penebaran yang tinggi menyebabkan
untuk pertumbuhan. Pada penelitian ini nilai sintasan rendah, karena adanya
pakan yang diberikan mengandung kompetisi kebutuhan pakan, oksigen
protein 46%. Hal ini sesuai dengan dan ruang gerak. Dampak dari stres
pendapat Wong dan Chou (1989) yaitu daya tahan tubuh ikan menurun
dalam Akbar (1991) beberapa pustaka yang pada akhirnya dapat
menyebutkan kebutuhan protein ikan menyebabkan kematian. Terjadi nya
kakap putih pada masa benih dan kanibalisme pada ikan juga
penggelondongan sebesar 45-60 %. mempengaruhi nilai kelangsungan
hidup. Diduga akibat persaingan pakan
Pada perlakuan C dan D diduga pakan pada ikan, menimbulkan kanibalisme
kurang dimanfaatkan dengan baik oleh pada ikan. Hal ini sesuai pernyataan
ikan padat tebar berbeda dalam wadah (Sunyoto dan Mustahal (2002) dalam
yang luasnya sama pada masing- Batara (2008) yaitu ikan kakap putih
masing perlakuan tingkat persaingan lebih suka memangsa jenis- jenis ikan
pakan tinggi sehingga menyebabkan yang berukuran kecil daripada ukuran
kematian pada setiap perlakuan seiring tubuh ikan tersebut.
dengan meningkatnya padat tebar,
bahan organik tinggi, rendah nya nilai
Pertumbuhan Panjang Mutlak rata- rata dan standar deviasi (6,86 ±
Hasil penelitian menunjukan bahwa 0,6), kemudian diikuti perlakuan B
pertumbuhan panjang mutlak tertinggi dengan rata- rata (6,80 ± 0,39),
adalah pada perlakuan A (250 perlakuan C dengan rata- rata (5,50 ±
ekor/m3). Nilai pertumbuhan panjang 0,18) dan terendah pada perlakuan D
mutlak pada perlakuan A dengan nilai (5,15 ± 0,41).
Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm)

8.00 6,86 ± 0,6


6,80 ± 0,39
7.00
6.00 5,50 ± 0,18 5,15 ± 0,41
5.00
4.00
Series1
3.00
2.00
1.00
0.00

Padat Tebar

Gambar 6. Pertumbuhan panjang mutlak (cm) benih ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang
dipelihara dengan padat penebaran 250, 500, 750 dan 1000 ekor/m 3 selama 30
hari

Dari hasil analisis statistik dapat tinggi, diduga pakan dapat


ditarik kesimpulan bahwa padat tebar dimanfaatkan dengan baik oleh ikan
berpengaruh nyata terhadap dan kondisi media pemeliharaan
pertumbuhan panjang mutlak. Nilai tergolong baik untuk pertumbuhan
tertinggi pada perlakuan A, sedangkan benih ikan kakap putih. Berdasarkan
nilai terendah pada perlakuan D. Pada hasil pengamatan terjadi peningkatan
perlakuan A dan B pertumbuhan pertumbuhan setiap minggunya. Pakan
panjang mutlak menghasilkan nilai yang diberikan selama pemeliharaan
diberi vitamin 2 kali ssminggu untuk terhadap ruang gerak yang pada
menunjang pertumbuhan ikan. Pakan akhirnya dapat menurunkan kondisi
yang diberikan pada ikan harus kaya kesehatan dan fisiologis ikan.
protein, karbohidrat, lemak, dan harus Sehingga terjadi penurunan
mengandung vitamin, mineral, kelangsungan hidup, pertumbuhan dan
sehingga dapat menjamin pertumbuhan pemanfaatan pakan. Sebaliknya pada
ikan yang dibudidaya (Huisman et al., padat tebar rendah, tingkat persaingan
1979). pakan dan ruang gerak rendah
sehingga menyebabkan pemanfaatan
Pada perlakuan C dan D diduga pakan yang optimal dan pertumbuhan
semakin meningkatnya padat tebar optimum. Hal ini sesuai dengan
maka laju pertumbuhan semakin pernyatan Islami et al., (2013) dan
rendah, yang disebabkan semakin effendie (1997) bahwa pada padat
banyak nya populasi pada suatu tebar rendah akan menghasilkan
wadah, maka tingkat persaingan pakan pertumbuhan yang lebih baik, karena
dan ruang gerak semakin tinggi. kompetisi pakan yang rendah sehingga
Persaingan ruang gerak dan pakan memperoleh energi lebih banyak yang
dapat mempengaruhi penurunan akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan
pertumbuhan dan kondisi fisiologis
ikan. Peningkatan padat penebaran Pertumbuhan Bobot Mutlak
akan meningkatkan stres pada ikan Hasil penelitian menunjukan bahwa
sehingga mempengaruhi kondisi pertumbuhan panjang mutlak tertinggi
fisiologis ikan, akibat lanjut dari adalah pada perlakuan A (250
proses tersebut penurunan nafsu ekor/m3). Nilai pertumbuhan bobot
makan ikan yang berdampak pada mutlak tertinggi pada perlakuan A
penurunan pemanfaatan pakan dan dengan nilai rata- rata dan standar
pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan deviasi (10,59 ± 0,54), kemudian
pendapat Wedemeyer (1996) bahwa diikuti perlakuan B dengan rata- rata
padat penebaran akan mengganggu (9,92 ± 0,45), perlakuan C dengan
paroses fisiologi dan tingkah laku ikan
rata- rata (9,00 ± 0,36) dan terendah pada perlakuan D (8,95 ± 0,21)

11.00
Pertumbuhan Bobot Mutlak (gram)

10,59 ± 0,54
10.50
9,92 ± 0,45
10.00

9.50
9,00 ± 0,36 8,95 ± 0,21 Series1
9.00

8.50

8.00

Padat Tebar

Gambar 7. Pertumbuhan bobot mutlak (g) benih ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang
dipelihara dengan padat penebaran 250, 500, 750 dan 1000 ekor/m 3 selama 30
hari

Dari hasil analisis statistik dapat yang dapat mempengaruhi


ditarik kesimpulan bahwa padat tebar pertumbuhan ikan. Pada media
berpengaruh nyata terhadap pemeliharaan suhu perairan masih
pertumbuhan bobot mutlak. Nilai dalam batas optimum untuk
tertinggi pada perlakuan A, sedangkan pertumbuhan serta pakan yang
nilai terendah pada perlakuan D. Pada diberikan mengandung protein 46%
perlakuan A dan B didapatkan nilai yang baik untuk pertumbuhan benih
pertumbuhan bobot tertinggi, hal ini ikan kakap putih. Menurut Arofah
dikarenakan pakan dapat dimanfaatkan (1991) menyatakan bahwa
dengan baik, serta daya dukung media pertumbuhan ikan dapat terjadi jika
pemeliharaan mendukung jumlah makanan yang dimakan
pertumbuhan ikan. Pakan dan suhu melebihi kebutuhan untuk
merupakan faktor luar yang utama pemeliharaan tubuhnya.
Pada perlakuan C dan D pertumbuhan terhadap ruang gerak yang dapat
bobot mutlak rendah, pada tebar tinggi menurunkan kondisi kesehatan dan
dapat menurunkan kualitas air yang fisiologis ikan.
disebabkan oleh feses dan sisa pakan
yang mengendap di dasar perairan. Laju Pertumbuhan Harian
Selain itu diduga pada pemeliharaan
Hasil penelitian menunjukan bahwa
ikan pada luas wadah yang sama serta
pertumbuhan panjang mutlak tertinggi
padat tebar berbeda dapat terjadi
adalah pada perlakuan A (250
persaingan ruang gerak dan pakan
ekor/m3). Nilai laju pertumbuhan
yang tinggi, sehingga menyebabkan
harian tertinggi pada perlakuan A
pakan yang dimakan oleh ikan kurang
dengan nilai rata- rata dan standar
dimanfaatkan dengan baik oleh ikan
deviasi (0,35 ± 0,02), kemudian diikuti
dan menyebabkan pertumbuhan rendah
perlakuan B dengan rata- rata (0,33 ±
pada ikan. Hal ini sesuai dengan
0,02), perlakuan C dengan rata- rata
pernyataan Handajani (2002) bahwa
(0,31 ± 0,006) dan terendah pada
peningkatan kepadatan mempengaruhi
perlakuan D (0,30 ± 0,01)
fisiologi dan tingkah laku ikan
Laju Pertumbuhan Harian

0.36 0,35 ± 0,02


0.35
0.34
(gram/hari)

0,33 ± 0,02
0.33
0.32
0.31 0,31 ± 0,006
0,30 ± 0,01 Series1
0.30
0.29
0.28
0.27
0.26

Padat Tebar

Gambar 8. Laju pertumbuhan harian (g/hari) benih ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang
dipelihara dengan padat penebaran 250, 500, 750 dan 1000 ekor/m 3 selama 30
hari.
Dari hasil analisis statistik dapat Pada perlakuan C dan D pertumbuhan
ditarik kesimpulan bahwa padat tebar tidak maksimal, sehingga
berpengaruh nyata terhadap laju menghasilkan laju pertumbuhan yang
pertumbuhan harian. Nilai tertinggi rendah. Semakin tingginya padat tebar,
pada perlakuan A, sedangkan nilai mempengaruhi rendahnya kualitas air,
terendah pada perlakuan D. persaingan pakan sehingga
menyebabkan pertumbuhan rendah,
konsumsi oksigen tinggi, persaingan
Pada perlakuan A dan B didapatkan
ruang gerak, tingginya buangan
nilai tertinggi dikarenakan pakan yang
metabolik, amoniak. Hal ini sesuai
diberikan memiliki kualitas yang baik
dengan pernyataan Fujaya (2004)
serta dapat dimanfaatkan dengan baik
yang menyatakan bahwa pada padat
oleh ikan serta daya dukung
tebar tinggi, mengakibatkan kualitas
lingkungan mendukung bagi
lingkungan buruk dan mengakibatkan
pertumbuhan ikan. Diduga buangan
pertumbuhan terhambat.
metabolik pada perlakuan ini rendah
karena rendah nya padat tebar rendah.
Rasio Konversi Pakan (FCR)
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Hasil penelitian menunjukan bahwa
Islami et al., (2013) dan Effendie
pertumbuhan panjang mutlak terbaik
(1997) pada padat tebar rendah akan
adalah pada perlakuan A (250
memberikan pertumbuhan yang lebih
ekor/m3). Nilai rasio konversi pakan
baik karena kompetisi pakan yang
pada perlakuan A dengan nilai rata-
lebih rendah memberikan pertumbuhan
rata dan standar deviasi (0,57 ± 0,07),
yang lebih baik karena kompetisi
kemudian diikuti perlakuan B dengan
pakan lebih rendah, sehingga memberi
rata- rata (0,59 ± 0,07), perlakuan C
kesempatan dalam memperoleh energi
dengan rata- rata (0,6 ± 0,07) dan
yang lebih banyak untuk pertumbuhan.
terendah pada perlakuan D (0,62 ±
0,09).
0,62 ± 0,09
0.63
0.62

Konversi Pakan
0,60 ± 0,07
0.61
0.60 0,59 ± 0,07
0.59
0,57 ± 0,07
0.58
Series1
0.57
0.56
0.55
0.54

Padat Tebar

Gambar 9. Rasio konversi pakan ( FCR) benih ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang
dipelihara dengan padat penebaran 250, 500, 750 dan 1000 ekor/m 3 selama 30
hari

Dari hasil analisis statistik dapat konversi pakan semakin tinggi seiring
ditarik kesimpulan bahwa padat tebar dengan peningkatan jumlah padat
tidak berpengaruh nyata terhadaprasio tebar. Padat tebar yang semakin tinggi
konversi pakan. Nilai terendah pada mengakibatkan tingkat pemanfaatan
perlakuan A, sedangkan nilai tertinggi pakan menjadi rendah dan tidak
pada perlakuan D. Semakin kecil nilai optimal, sehingga pertumbuhan
konversi pakan, semakin tinggi tingkat rendah. Pada perlakuan C dan D pakan
efisiensi pakan pada ikan. Sebaliknya, kurang dimanfaatkan dengan baik,
semakin besar atau tinggi nilai karena tingginya tingkat persaingan
konversi pakan, berarti efesiensi pakan, sehingga pertumbuhan rendah.
pemanfaatan pakan kurang baik. Pada Pada padat tebar rendah, pakan dapat
perlakuan A dan B nilai konversi dimanfaatkan dengan optimal sehingga
pakan rendah, dikarenakan pada padat pertumbuhan meningkat. Hal tersebut
tebar tersebut tingkat pemanfaatan didukung oleh Mudjiman (2001),
pakan bisa optimal. Sedangkan pada menyatakan bahwa rasio konversi
perlakuanpadat tebar tinggi, nilai
pakan terkait dengan kualitas pakan itu
sendiri.

Kualitas Air Nitrat, Amoniak) selama penelitian


Hasil pengukuran parameter kualitas disajikan pada Tabel 1.
air (pH, DO, Suhu, Salinitas, Nitrit,

Tabel 1. Kisaran kualitas air benih ikan kakap putih (Lates calcarifer .) di tambak pemeliharaan benih ikan
kakap putih dengan padat penebaran 250, 500, 750,1000 ekor/m3 selama 30 hari

No Parameter Satuan Nilai Kisaran Baku Mutu


Standard Quality

1 pH *** - 7,90 – 8,32 7 – 8,5 *


2 DO mg/l 5,53 – 6,38 >4
o
3 Suhu C 29 – 30,9 Alami
4 Salinitas Psu 31 – 33 30 – 34 *
5 Nitrit (NO2) *** mg/l 0,066 – 0,119 0,05**
6 Nitrat (NO3) mg/l 0,388 – 0,806 0,008*
7 Amoniak (NH3)*** mg/l 0,157 – 0,212 0,3 *

Sumber : * Berdasarkan Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut KepMen Lingkungan Hidup No. 51 Th 2004
** Pengendalian Pencemaran Lingkungan Laut PP No. 24 Th 1991

***Terakreditasi

Semua parameter diamati seminggu Kondisi kualitas air selama


sekali pada pagi hari. Dari Tabel 1 pemeliharaan selama 30 hari yaitu pH
dapat dilihat kisaran pH 7,90 – 8,32, berkisar 7,90 – 8,32 termasuk kedalam
DO berkisar 5,53 – 6,38, suhu air di kategori yang optimal untuk
tambak berkisar 29 – 30,9, salinitas pertumbuhan ikan. Menurut Barus
berkisar 31 – 33, Nitrit berkisar 0,066 (2004) nilai pH yang ideal bagi
– 0,199, Nitrat berkisar 0,388 – 0,806, kehiduapan organisme air pada
amoniak berkisar 0,157 – 0,212 mg/l. umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5,
jika pH terlalu asam atau basa akan pada suhu lingkungan. Salinitas selama
membahayakan bagi kelangsungan pemeliharaan masih tergolong optimal
hidup ikan karena akan menyebabkan berkisar 31 – 33 ppt hal ini sesuai
terjadinya gangguan metabolisme dan dengan Baku mutu air laut untuk Biota
respirasi. Zonneeveld (1991) Laut Kepmen Lingkungan Hidup No.
menambahkan bahwa suhu dan pH 51 Th 2004.sesuai pada tabel 1. Kadar
merupakan faktor pembatas yang nitrit selama pemeliharaan masih
mempengaruhi dan menentukan tergolong optimum berkisar 0,066 –
kecepatan reaksi metabolism dalam 0,119 mg/l . Kadar nitrit yang baik
mengkonsumsi pakan. Kandungan untuk ikan adalah maksimal 1 mg/liter
kelarutan oksigen di dalam tambak (Effendi, 2003). Kadar nitrat berkisar
tergolong optimum dan baik berkisar 0,388 – 0,806 mg/l. Hal ini masih
5,53 – 6,38. Konsentrasi oksigen tergolong baik sesuai dengan Baku
terlarut minimum menunjang mutu air laut untuk Biota Laut
pertumbuhan optimal adalah 4 ppm Kepmen Lingkungan Hidup No. 51 Th
(Tsai, 1989). Oksigen digunakan untuk 2004.sesuai pada Tabel 1. Amoniak
respirasi dan metabolism. Oksigen pada media pemeliharaan berkisar
terlarut berasal dari proses fotosintesis 0,189 – 0,212 mg/l masih tergolong
tumbuhan dan dari udara yang masuk baik untuk pertumbuhan ikan, hal ini
ke dalam air (Jones, 2005). Suhu sesuai dengan dengan Baku mutu air
selama masa pemeliharaan masih laut untuk Biota Laut Kepmen
tergolong optimal berkisar 29 – 30 oC. Lingkungan Hidup No. 51 Th
2004.sesuai pada Tabel 1.
Menurut Kordi dan tancung (2007)
diacu oleh Monalisa dan Minggawati Kesimpulan
(2010), bahwa kisaran suhu yang Berdasarkan hasil penelitian yang
optimal bagi kehidupan ikan adalah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
o
28- 30 C. suhu juga menjadi faktor peningkatan padat penebaran 250, 500,
penting pada suatu budidaya karena 750, dan 1000 ekor/m3 memberikan
metabolisme biota akuatik bergantung pengaruh yang berbeda nyata terhadap
kelangsungan hidup, laju pertumbuhan hidup optimal terdapat pada padat
mutlak, laju pertumbuhan harian, tebar 250 ekor/m3
tetapi tidak berbeda nyata terhadap
FCR. Pertumbuhan dan kelangsungan
Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur.

DAFTAR PUSTAKA Jakarta: Penebar Swadaya.


Effendi, M.I. 1997. Biologi Perikanan.

Amri, K., dan Khairuman. 2008. Buku Yayasan Pustaka Nusantara.

Pintar Budidaya 15 Ikan Yogyakarta. 162 hlm.

Konsumsi. Agro Media Pustaka. Erawati K. 2012. Pendederan Ikan Nila

Jakarta Hibrid Oreochromis Sp Dengan

Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Padat Penebaran 2, 4 Dan 6

Lampung. 2015. Petunjuk Teknis Ekor/Liter. Skripsi. Fakultas

Budidaya Ikan Kakap Putih Perikanan Dan Ilmu Kelautan,

(Lates calcalifer, Bloch) Di Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Karamba Jaring Apung. Food and Agriculture Organization of

Kementrian Kelautan Dan the United Nations (FAO). 2007.

Perikanan. Cultured Aquatic Species

Bardach JE, Ryther JH, McLarney Information Programme Lates


WO. 1972. Aquaculture: The calcarifer (Block, 1790). Fisheries
Farming and Husbandry of and Aquaculture Department.
Fresh Water and Marine
Organism. John Wiley and Sons, Fujaya, 2004. Fisiologi Ikan. Reneke
New York.
Cipta. Jakarta
Boyd CE. 1990. Water Quality in
Hanafiah KA. 1994. Rancangan
Ponds for Aquaculture. Auburn
Percobaan: Teori dan Aplikasi.
University. Alabama. hlm 482.
Jakarta: PT Raja Grafindo
Djajasewaka, H., 1985. Pakan Ikan
Persada.
(Makanan Ikan). CV. Yasaguna.
Hepher B, Pruginin Y. 1981.
Jakarta.
Commercial Fish Farming with
Special Reference to Fish Culture in Israel. New York: John Willey
and Sons.

Anda mungkin juga menyukai